Lompat ke isi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009 (UU/2009/38)  (2009) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2009
TENTANG
POS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
  1. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa pos merupakan sarana komunikasi dan informasi yang mempunyai peran penting dan strategis dalam mendukung pelaksanaan pembangunan, mendukung persatuan dan kesatuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mendukung kegiatan ekonomi, serta meningkatkan hubungan antarbangsa;
  3. bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3276) tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan kemajuan teknologi di bidang pos;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pos;
Mengingat: Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 28F, Pasal 33 ayat (2) dan ayat (4), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:


Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG POS


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Pos adalah layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan transaksi keuangan, dan layanan keagenan pos untuk kepentingan umum.
  2. Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan pos.
  3. Penyelenggaraan Pos adalah keseluruhan kegiatan pengelolaan dan penatausahaan layanan pos.
  4. Jaringan Pos adalah rangkaian titik layanan yang terintegrasi baik fisik maupun nonfisik dalam cakupan wilayah layanan tertentu dalam penyelenggaraan pos.
  5. Interkoneksi adalah keterhubungan jaringan pos antarpenyelenggara pos.
  6. Layanan Pos Universal adalah layanan pos jenis tertentu yang wajib dijamin oleh pemerintah untuk menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memungkinkan masyarakat mengirim dan/atau menerima kiriman dari satu tempat ke tempat lain di dunia.
  7. Kode Pos adalah sederetan angka atau huruf atau gabungan angka dan huruf yang dituliskan di belakang nama kota untuk memudahkan penyortiran, penyampaian kiriman, dan keperluan lain.
  8. Kiriman adalah satuan komunikasi tertulis, surat elektronik, paket, logistik, atau uang yang dikirim melalui penyelenggara pos.
  9. Prangko adalah label atau carik, atau teraan di atas kertas dengan bentuk dan ukuran tertentu, baik bergambar maupun tidak bergambar, yang memuat nama negara penerbit atau tanda gambar yang merupakan ciri khas negara penerbit, dan mempunyai nilai nominal tertentu berupa angka dan/atau huruf.
  1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
  3. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pos.
  4. Orang adalah orang perseorangan ataupun badan hukum.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN


Pasal 2
Pos diselenggarakan berdasarkan asas:
  1. kemanfaatan;
  2. keadilan;
  3. kepastian hukum;
  4. persatuan;
  5. kebangsaan;
  6. kesejahteraan;
  7. keamanan dan keselamatan;
  8. kerahasiaan;
  9. perlindungan;
  10. kemandirian; dan
  11. kemitraan.

Pasal 3
Pos diselenggarakan dengan tujuan untuk:
  1. meningkatkan dan memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta meningkatkan hubungan antarbangsa dan antarnegara;
  1. membuka peluang usaha, memperlancar perekonomian nasional, dan mendukung kegiatan pemerintahan;
  2. menjamin kualitas layanan komunikasi tertulis dan surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan transaksi keuangan, dan layanan keagenan pos; dan
  3. menjamin terselenggaranya layanan pos yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


BAB III
PENYELENGGARAAN POS


Bagian Kesatu
Penyelenggaraan


Pasal 4
  1. Penyelenggaraan Pos dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum Indonesia.
  2. Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
    1. badan usaha milik negara;
    2. badan usaha milik daerah;
    3. badan usaha milik swasta; dan
    4. koperasi.

Pasal 5
  1. Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat melakukan kegiatan:
    1. layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik;
    2. layanan paket;
    3. layanan logistik;
    4. layanan transaksi keuangan; dan
    5. layanan keagenan pos.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 6
Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan layanan transaksi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
  1. Penyelenggaraan Pos dilakukan dengan pelayanan prima dan berpedoman pada standar pelayanan.
  2. Standar pelayanan dan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
  1. Penyelenggaraan Pos dinas militer diatur oleh Menteri bersama-sama dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan.
  2. Ketentuan mengenai Penyelenggaraan Pos dinas lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 9
Penyelenggaraan Pos harus menggunakan perangkat yang memenuhi standar teknis yang berlaku secara nasional dan/atau internasional.


Bagian Kedua
Perizinan


Pasal 10
  1. Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendapat izin Penyelenggaraan Pos dari Menteri.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian izin diatur dalam Peraturan Pemerintah.


Bagian Ketiga
Kerja Sama


Pasal 11
  1. Penyelenggara Pos dapat melakukan kerja sama dengan:
    1. Penyelenggara Pos dalam negeri;
  1. Penyelenggara Pos asing;
  2. badan usaha dalam negeri bukan Penyelenggara Pos; dan/atau
  3. badan usaha asing bukan Penyelenggara Pos.
  1. Kerja sama Penyelenggara Pos dengan badan usaha asing bukan Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak termasuk kepemilikan modal dan saham serta terbatas pada wilayah operasional masing-masing.

Pasal 12
  1. Penyelenggara Pos asing dapat menyelenggarakan pos di Indonesia dengan syarat:
    1. wajib bekerja sama dengan Penyelenggara Pos dalam negeri;
    2. melalui usaha patungan dengan mayoritas saham dimiliki Penyelenggara Pos dalam negeri;
    3. Penyelenggara Pos dalam negeri yang akan bekerja sama sahamnya tidak boleh dimiliki oleh warga negara atau badan usaha asing yang berafiliasi dengan Penyelenggara Pos dalam negeri;
    4. Penyelenggara Pos asing dan afiliasinya hanya dapat bekerja sama dengan satu Penyelenggara Pos dalam negeri; dan
    5. kerja sama Penyelenggara Pos asing dengan Penyelenggara Pos dalam negeri dibatasi wilayah operasinya pada ibukota provinsi yang telah memiliki pelabuhan udara dan/atau pelabuhan laut internasional.
  2. Pengiriman antarkota dilaksanakan oleh Penyelenggara Pos dalam negeri bukan usaha patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

Pasal 13
  1. Kerja sama Penyelenggara Pos dengan Penyelenggara Pos asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Penyelenggara pos dapat menjadi perusahaan publik atau perusahaan terbuka setelah mendapat izin dari Menteri.


Bagian Keempat
Interkoneksi


Pasal 14
  1. Penyelenggara Pos wajib menyediakan Jaringan Pos sesuai dengan izin penyelenggaraannya.
  2. Penyelenggara Pos dapat melakukan Interkoneksi dengan Penyelenggara Pos lain untuk menjamin layanan pos di setiap daerah.
  3. Setiap Penyelenggara Pos wajib menyediakan Interkoneksi terhadap Penyelenggara Pos lainnya untuk Layanan Pos Universal.
  4. Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan secara nondiskriminatif, transparan, bertanggung jawab, dan saling menguntungkan.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.


Bagian Kelima
Layanan Pos Universal


Pasal 15
  1. Pemerintah wajib menjamin terselenggaranya Layanan Pos Universal di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Dalam menyelenggarakan Layanan Pos Universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menugasi Penyelenggara Pos.
  3. Pemerintah memberikan kesempatan yang sama kepada semua Penyelenggara Pos yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan Layanan Pos Universal.
  4. Penyelenggara Pos wajib memberikan kontribusi dalam pembiayaan Layanan Pos Universal.
  5. Wilayah Layanan Pos Universal yang disubsidi ditetapkan oleh Menteri.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai Layanan Pos Universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 16
  1. Setiap perusahaan angkutan darat, laut, dan udara wajib memprioritaskan pengangkutan kiriman Layanan Pos Universal yang diserahkan oleh Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Kewajiban mengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi semua pihak yang menyelenggarakan angkutan darat, laut, dan udara dengan menerima imbalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Setiap perusahaan angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan jadwal perjalanannya atas permintaan Penyelenggara Pos.

Pasal 17
Setiap perusahaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan kiriman yang diserahkan kepadanya.


Bagian Keenam
Tarif


Pasal 18
  1. Penyelenggara Pos. dalam melaksanakan kegiatan layanan pos komersial berhak menentukan tarif.
  2. Besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Penyelenggara Pos dengan formula perhitungan berbasis biaya.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 19
  1. Pemerintah menetapkan tarif Layanan Pos Universal. Ketentuan mengenai tata cara penetapan tarif Layanan
  2. Pos Universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 20
Penyelenggara Pos harus memberikan pembebasan tarif sekogram dengan fasilitas pengiriman darat atau laut dengan tingkat berat tertentu.

Pasal 21
Penyelenggara Pos harus memberikan pembebasan tarif pokok bagi kiriman yang dikirimkan kepada atau oleh tawanan perang, baik militer maupun sipil, langsung atau

melalui lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB IV
PRANGKO DAN KODE POS


Bagian Kesatu
Prangko

{{PUU-pasal|Pasal=22|
  1. Prangko dapat berfungsi sebagai:
    1. bukti pembayaran biaya pengiriman pos;
    2. alat edukasi masyarakat;
    3. alat penyebarluasan informasi publik; dan/atau
    4. benda filateli.
  2. Menteri menetapkan dan melaksanakan penerbitan Prangko.

Pasal 23
Setiap orang dilarang:
  1. meniru dan memalsukan Prangko;
  2. memiliki, menjual, dan/atau menggunakan Prangko palsu;
  3. mencetak dan/atau mencetak ulang Prangko.

Pasal 24
  1. Setiap orang dapat menyalurkan kegemaran mengumpulkan, merawat, mempelajari Prangko, dan benda pos lainnya melalui filateli.
Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/10 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/11 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/12 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/13 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/14 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/15 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/16 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/17 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/18 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/19 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/20 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/21 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/22 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/23 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/24 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/25 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/26 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/27 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/28 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/29 Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009.djvu/30