Lompat ke isi

Tugas Rahasia

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Tugas Rahasia  (1964) 
oleh John W. Vandercook, diterjemahkan oleh Koswara N.S.
Tugas Rahasia (cover crop)
Tugas Rahasia (cover crop)

diangkat dari
MURDER in TRINIDAD

* * *



Hak Penjadur dan Hak Mentjetak buku ini dipegang sepenuhnja
oleh Pustaka Penerbit „ANALISA” c.v. ― Djakarta,
diperlindungi oleh UNDANG-UNDANG.


Harga Rp. 280.-

I SEORANG dari kedua orang itu jang perawakannja lebih tinggi dan mengenakan pakaian musimpanas menjilangkan kakinja dan melipatkan kedua tangannja.

„Apakah sudah tjukup djelas?”

Temannja jang lebih ketji] perawakannja dan duduk dimukanja mengangguk.

„Tjukup djelas”, ulangnja tanpa tekanan suara.

„Barangkali memang aneh terdengarnja, tapi saja tidak melihat djalan lain lagi. Lord Benton telah meminta kepada saja, akan tetapi bukan dalam kedudukannja sebagaj Gubernur-djenderal. Dia meminta saja setjara sambilan, apakah saja mau menolong dia. Menolong dia pribadi jang berarti menolong seluruh daerah koloni jang dipimpinnja. Riwajatnja memang tjukup berbahaja. Dan jang harus tuan perhatikan ialah: sekalipun mengenai persoalan saja, tuan harus menganggapnja betul² sebagai urusan pribadi. Begitu setudju?”

Sekali lagi orang itu mengangguk.

„Baik sekali. Bekerdja begitu memang tjotjok sekali bagi saja”.

„Saja tidak mungkin menolong tuan, demikian pula halnja dengan Lord Benton. Dan tuan tidak boleh minta tolong pada kami, bagaimanapun keadaannja. Komandan polisi setempat akan diberitahu tentang kedatangan tuan dan mereka akan menolong tuan setiap waktu. Jang penting sekali: Tuan bertindak seolah-olah sebagai seorang detektif partikelir”.

Orang itu membuka latji medjatulisnja jang besar, kemudian katanja lagi:

„Sebagaimana telah saja katakan, George Graham sudah lebih dulu berangkat. Kemungkinan dia tiba kemarin dan kalau tuan datang tentunja dia sudah empatbelas hari lebih mempersiapkan pekerdjaannja. Dan sesungguhnja saja sendiri lebih senang menjerahkan pekerdjaan ini kepada tuan, tapi waktu itu kami pikir tuan sukar sekali untuk didjumpai. Sementara itu Benton sudah tidak bisa lagi menahan kegelisahannja, dan achirnja jang berwadjib terpaksa mengusulkan Graham untuk memulai. Apakah tuan pernah kerdja sama dengan dia, barangkali?” tanjanja kemudian.

„Ja”.

„Bagaimana pendapat tuan?”

„Dia memang orang jang tjakap”.

„Baik kalau begitu. Setibanja disana tentu dia akan menghubungi tuan dan memberikan keterangan² tentang apa² jang telah dia tjapai. Ini jang terutama. Apakah masih ada keterangan lain jang dibutuhkan?”

„Terimakasih, sementara ini tjukup”. Dan kedua orang itu berdiri. Orang jang lebih tinggi perawakannja itu menjodorkan tangannja.

„Saja harap tuan berhasil dengan pekerdjaan ini, dan saja pertjaja tuanpun akan tjukup berhati_hati”.

*

II PERTEMUAN antara doctor Robert Deane dengan kawan lamanja itu terdjadi dikapal Garupano jang berlajar dari New York menudju Trinidad dan membawa muatan bermatjam matjam mesin.

Diantara penumpang² kapal itu Bertram Lynch tidak termasuk orang jang istimewa. Sebagaimana kebanjakan orang Inggris dia berperawakan sedang, berumur setengah baja dan memiliki wadjah jang tjukup menarik. Demikian pula tidak ada keistimewaan² lainnja jang menjolok, baik pada suaranja maupun pada tjaranja berbitjara. Selama pelajaran dia mengenakan pakaian kelabu dan topi vilt berwarna kelabu pula. Kehadirannja diantara penumpang² lainnja tidak membangkitkan perhatian apa². Orang bisa sadja mengira dia sebagai seorang pedagang biasa. Tjuma doctor Robert Deane jang sedikit banjak mengetahui siapa sebenarnja orang itu. Tapi sebegitu djauh dia masih belum tahu dan tidak pula mau bertanja-tanja untuk apa kepergian Lynch ke Trinidad itu. Jang sudah dipastikan tentu untuk keperluan sesuatu tugas dan bukannja sebagai pelantjong biasa.

Setelah singgah sebentar di Barbados, Carupano belajar menudju Budgetown. Hari sudah siang dan kota pelabuhan dengan rumah²nja jang berwarna putih dan dikelilingi oleh hutan jang menghidjau, menimbulkan pemandangan jang sangat indah. Disaat itu Lynch berdiri digeladak dan seolah terpikat oleh panorama jang indah itu. Waktu kapal membelok tiba² sekali topi vilt Lynch direnggutkan angin keras dari kepalanja.

Lynch mendjangkaukan tangan kirinja, menangkap topi jang melajang itu kembali meletakkannja dikepalanja. Kesemua ini dilakukan Lynch dengan gerakan² jang tjukup tenang. Tapi selain gerakan tangannja jang setjepat kilat itu dia tetap berdiri ditempatnja. Wadjahnja, kakinja maupun tubuhnja tetap seperti tidak terdjadi apa². Dan dengan kedjadian ketjil ini sadja mengertilah doctor Deane jang sedjak tadi memperhatikan dia, bahwa Lynch memang masih tetap orang jang luarbiasa.

Keesokan harinja Carupano berlajar melalui Drakenmuil, sebuah gupitan jang berpemandangan baik dan langsung menudju Trinidad. Sebagaimana djuga hari kemarinnja Lynch berdiri dipinggir geladak tidak djauh dari tangga jang menudju kebilik Kapten. Hampir² tak diketahuinja waktu doctor Robert Deane mendekati dia dan berdiri disampingnja.

„Pemandangan jang tjukup indah, bukan?” tegurnja ramah.

Lynch menoleh kearah Deane jang tampak sedikit terkedjut.

„He, engkau Deane? Engkau djuga disini?”

Deane, mengangguk sambil tersenjum.

„Ja, Engkau baru tahu?”

„Hmh”, sahut Lynch sambil tersenjum pula.

„Ja akupun maklum, bahwa demi tugasmu kadang² kau perlu menjendiri seperti ini dan tidak menginginkan diganggu. Betulkah begitu?”

„Begitulah”, djawab Lynch lagi singkat.

„Baiklah djika demikian. Akupun mengerti dan sementara pelajaran ini tak akan banjak mengganggumu”.

Sedjenak hening. Deane mengeluarkan tempat rokok dari sakunja dan menawarkan kepada Lynch. Tawaran ini ditolak Lynch karena dia memang tidak merokok. Deane sendiri mengambil rokok untuknja, tapi sampai dua kali dia menjalakan korekapinja selalu padam dihembus angin. „Kukira dibelakang tangga sana tak ada angin”, sahut Lynch menjarankan.

Deane menurut andjuran ini. Tapi waktu ia membalik hampir sadja bertubrukan dengan kapten Mansley, nachoda dari kapal itu.

„O, maaf kapten”, kata Deane dan berdjalan terus. Sebentar kemudian dia mendengar Mansley berkata-kata dengan Lynch. „ Saja akan berusaha memenuhi keinginan tuan, tuan Lynch”, kata Mansley.

„Terimakasih. Dapatkah kita melihatnja dengan segera?”

„Begitu kita meliwati pulau Caspar Grande, rawa Caroni berada diselatan kita. Dan tuan bisa melihatnja sekalipun tidak keseluruhannja. Tapi tuan Lynch, saja benar² tidak mengerti mengapa tuan begitu tertarik oleh tempat itu”.

Tapi Mansley tampak agak terkedjut waktu dia mengachiri kata²nja itu. Dia menoleh kepada Lynch dan tersenjum kemalu-maluan.

„Maafkan saja tuan Lynch. Itu tentunja saja tidak perlu tahu, bukan?”

Lynch kembali memandang kapten itu sambil tersenjum tanpa berkata apa².

„Baru sadja saja berbitjara dengan djurumesin”, kata Mansley lagi. „Ternjata tuan telah membikin dia begitu heran. Katanja, tuan tahu betul tentang mesin² kapal, padahal tuan bukan djurumesin”.

Sebentar Lynch terdiam, lalu sahutnja: „Memang, saja mengenal sedikita tentang mesinkapal, tapi saja kira tidak lebih dari pengetahuan seorang kelasi biasa”.

Sementara itu Deane berdiri terpaku ditempat dia menjalakan rokoknja. Semua pertjakapan kapten Mansley dengan Lynch itu hampir seluruhnja ditangkap oleh telinganja. Dan beberapa menit telah berlalu ketika daratan Trinidad mulai menampakkan dirinja. Sebuah kapaltarik mendjemput kapal Carupano dan menjeretnja kepelabuhan.

Seorang pemuda menjodorkan setjarik kertas kepada Lynch.

III BEGITU kapal merapat orang dipelabuhan mulai sibuk, terutama para buruh pelabuhan jang mengangkut barang² penumpang, sekalipun penumpang jang turun disana sebetulnja hanja tiga orang sadja, Lynch, doctor Deane darn seorang wanita. Disaat itu Lynch masih sadja berdiri tidak djauh dan kapten Mansley, tapi mereka tidak berkata_kata lagi. Seorang pemuda bertubuh tegap menubruk Deane jang mau turun dan tjepat² minta maaf. Pemuda ini berdjalan terus dan sambil lalu menjodorkan setjarik kertas pada Lynch. Lynch menjambut kertas itu lalu tjepat² memasukkannja kedalam sakunja.

Sebuah perahu bermotor dengan bertuliskan huruf² besar „Polisi” menghampiri kapal Carupano dan berhenti tepat dibawahnja. Dua orang penumpangnja naik keatas. Seorang diantaranja jang mengenakan uniform biru dan topi putih langsung menudju kapten Mansley, dan seorang lagi, penduduk asli dengan uniform putih jang menurut Lynch adalah pembantunja orang jang beruniform biru itu.

„Girang sekali bertemu dengan tuan, inspektur Sutter!” kata kapten Mansley mendjabat tangan tamunja. Inspektur Sutter menanggalkan pet birunja dan menghapus keringat dikepalanja jang dibagian mukanja sudah botak.

„Terimakasih kapten. Bagaimana pelajaran tuan?” Suara inspektur Sutter njaring terdengarnja dengan nada bahwa setiap orang harus tunduk kepadanja.

„Kapten Mansley, apakah Lynch djuga ada disini?” Disaat itu Lynch berdiri tidak lebih dari setengah meter dari Sutter. Tapi dia pura² tidak mendengar dan seolah² terpesona kesibukan dipelabuhan.

„Maukah tuan kebilik saja?” adjak kapten Mansley. „Disana kita bisa bitjara dengan tenang. Biarlah steward akan saja suruh mentjari Lynch”.

Mereka berdjalan digeladak menudju kamar kapten. Tapi baru sadja beberapa langkah kapten Mansley tertegun dan terpekik njaring :

„Davenant!” serunja. Urusan apa kau disini?" Dan orang jang disebut Davenant itu menjodorkan tangannja kepada Mansley.

„Kabar baik Mansley?” tanjanja. „Saja akan melihat mesin² saja jang kebetulan kau angkut”.

„O”, angguk Mansley.

Tapi sebelum mereka melandjutkan lagi, Inspektur Sutler mengalihkan pembitjaraan kepada persoalan lain:

„Mansley, nanti malam kau kuundang untuk makan dirumahku. Mau! Baik. Kutunggu paling lambat djam delapan”, otjehnja.

Sementara itu Lynch mulai memperhatikan keadaan disekelilingnja. Matanja tidak luput dari Davenant jang sedang berdjalan menudju tempat barang². Kemudian dia membalik dan tjepat² menudju kekamar Mansley.

Dilain fihak doctor Deane memandang Lynch dengan perasaan dongkol karena dia terpaksa harus meladeni njonja Browne jang terus_terusan mengadjak bitjara:

„Tuan Deane, saja betul² gembira dapat bertemu lagi sebelum berpisah. Saja harap sadja agar persahabatan kita djangan terhenti sampai disini. Selama pelajaran jang mendjemukan itu tuanlah jang saja anggap paling baik terhadap saja dan . . . . . . . . .

Sampai disini perempuan itu terhenti karena diganggu oleh steward kapal jang mengadjak dia untuk diperiksa paspornia oleh pegawai pabean. Sajang sekali Lynch tidak pernah menampakkan dirinja lagi. Tapi motorboot inspektur Sutter masih tetap berada ditempatnja dan teman Sutter jang satunja masih tetap berdiri digeladak.

*

IV SETELAH keluar dari pelabuhan Deane langsung memanggil taksi dan menudju Hotel Queens Park. Disana mendapatkan kamar No. 46 dan waktu dia menanda-tangani bukutamu sepintas lalu dia mengetahui bahwa Lynch telah lebih dulu datang disana dan mendapat kamar No. 44 sedang njonja Berenice Endicott Browne jang tadj mengutjapkan kata² perpisahan dikapal menempati kamar No. 48.

Setelah menjimpan barang-barangnja dan mandi, Deane menudju ruangan makan. Sebentar mereka saling memandang dan kemudian sama² tersenjum.

Inspektur Sutter, Davenant dan empat-lima orang pria lainnja berada pula disana. Diam² doctor Deane mengambil

Desis pisau melajang tepat diatas kepala Lynch.

tempat pada sebuah medja disudut dan makan menjendiri. Dan waktu dia telah selesai makan dilihatnja rombongan Sutter masih lengkap. Tjuma Lynch sudah lenjap dari penglihatannja.

Deane berdiri dari kursinja dan meninggalkan ruangmakan. Udara malam itu baik sekali dan angin tropis bertiup segar. Ini sangat menarik bagi Deane untuk berdjalan-djalan disekitar hotel menjusuri Taman Savannah. Dan karena sudah agak larut keadaan berangsur-angsur sunji. Rumah² dikiri-kanan djalan jang disepandangnja ditanami pohon² mahoni seperti tak berpenghuni lagi. Hanja dari kedjauhan masih lerlihat sinar jang memantjar, berasal dari gedung pemerintah setempat.

Seenaknja Deane berdjalan menjusuri djalan itu. Dan agar langkah² sepatunja tidak menimbulkan bising dia sengadja berdjalan diatas rumput dipinggir djalan itu.

Beberapa menit kemudian dia berdjalan terus matanja tertumbuk pada sesosok tubuh. Dia tertegun dan mengamat-amati sosok tubuh itu. Dan waktu orang itu berada dibawah tjahaja lampu djalan, tahulah Deane bahwa dia tiada lain dari Lynch. Deane mempertjepat djalannja dengan maksud mendapatkan Lynch. Tapi baru sadja beberapa langkah, tiba² sadja dia melihat seseorang merunduk tjepat² mengedjar Lynch. Djelas sekali bagi Deane bahwa orang itu adalah penduduk pribumi dan ditangannja tergenggam sebuah pisau jang besar.

Hampir² tanpa disadarinja Deane melompati orang itu sambil berleriak njaring. Dan bersamaan dengan melajangnja pisau dari tangan sipenjerang tindju Deane jang tjukup deras menjambar kuduk orang itu. Dia terhujung-hujung kemudian terdjatuh.

Mendengar teriakan Deane jang njaring itu Lynch sangat terkedjut. Tapi seluruh nalurinja sudah tjukup terlatih menghadapi hal² jang demikian. Setjepat kilat dia mendjatuhkan dirinja dan tjuma sedetik kemudian dia mendengar desis pisau jang melajang tepat diatas kepalanja. Setjepat itu pula dia bangkit dan mendjangkau pisau itu jang djatuh berdenjang tidak djauh dari dia. Dan baik Deane maupun sipenjerang belum sempat berbuat apa² lagi tatkala pisau tadi lepas dari tangan Lynch dan menantjap tepat dipundak sipenjerang. Orang ini memekik kesakitan dan sebelum Lynch berhasil menangkapnja diapun sudah lenjap dikegelapan malam. Tjuma pisaunja jang terdjatuh beberapa meter kemudian.

Terengah-engah Lynch mendapatkan doctor Deane jang seolah-olah masih terpesona itu. „Lha, engkau Deane?” katanja jang baru mengetahuinja bahwa orang itu adalah doctor Deane. „Engkaukah jang berteriak tadi?”

Doctor Deane tjuma tersenjum sambil mengangguk. Lalu bertjeriteralah dia sedjak dia keluar dari hotel sampai melihat sipenjerang tadi.

„Diika begitu aku benar² berterimakasih! Dan kukira sementara ini bahaja sudah lewat, „Maukah kau duduk² bersamaku?”

„Apa salahnja, djawab doctor Deane. Dan merekapun berdjalan menudju sebuah bangku taman jang sedikit diterangi lampu.

„Deane”, sahut Lynch setelah mereka duduk. „Kau telah menjelamatkan djiwaku, tapi terusterang sadja aku belum tahu apa maksud kepergianmu kepulau ini”.

Deane tersenjum. „Maaf, tapi aku sendiri belum tahu tentang kerdjamu disini”.

„Dan kau kira?” tanja Lynch. Dia melirik kearah temannja itu.

„Jang aku tahu tjuma setjara kebetulan aku bertemu engkau dikapal dan kita samasekali belum bitjara apa² tentang kepergian kita ke Trindad ini. Tapi apa jang terdjadi barusan benar² menarik perhatianku. Terusterang sadja, kalau kau tak keberatan aku bersedia mentjampuri urusanmu dan membantumu”.

Lynch tersenjum dan mengangguk, sementara Deane meneruskan pertjakapannja.

„Aku sendiri datang disini tjuma untuk berlibur”.

„Dan sekarang kau mau menjia-njiakan liburan itu dengan mentjampuri urusanku. Sajang sekali!”

„Dan jang kau sebutkan urusan itu, mungkin merupakan soal hidup atau mati. Djustru inilah jang menarik perhatianku”.

„Baik kalau begitu. Dan sekali kuutjapkan terimakasih atas kesediaannja. Mungkin engkau bisa bertindak sebagai kawanku jang setia. Meski begitu aku akan berusaha supaja tidak menjusahkanmu. Dan mengenai diri kita dapat kukatakan begini: Ketjuali engkau, dipulau ini aku tidak punja kenalan lain. Demikian pula orang tidak akan mengenalmu. Karena beberapa alasan, aku terpaksa harus bekerdja dengan gelap-gelapan. Bisa djuga kukatakan bahwa antara malam ini dan besok aku harus menghilang”.

Sebentar dia berhenti dan setelah doctor Deane diam sadja dia melandjutkan.

„Baiklah kukatakan padamu bahwa sedjak beberapa tahun belakangan ini aku bekerdja untuk Perserikataan Bangsa² bagian obat² bius. Dan bukan rahasia lagi bahwa Trinidad ini termasuk salah satu daerah opium jang terbesar. Ini sudah berlangsung bertahun-tahun lamanja. Tapi selain itu, achir² ini disinipun sering terdjadi beberapa pembunuhan, terutama didaerah orang² pribumi petjandu² madat itu. Hal ini menjebabkan Gubernur disini gelisah. Dan untuk menjelidiki serta menjelesaikan perosalan ini Gubernur telah memintaku datang disini. Djadi, mengertilah engkau mengapa pekerdjaanku harus dilakukan dengan sembunji²”.

Lynch berpikir sebentar, kemudian:

„Sekarang aku telah djelaskan tugasku dengan terusterang. Jang aku minta dari engkau jalah kesediaanmu untuk membantuku sebagaimana telah kaukatakan tadi, sekalipun tjuma terbatas kepada beberapa persoalan jang mungkin kurang djelas bagiku. Djadi setjara singkat sadja: Maukah engkau membantuku?”

Doctor Deane tidak mendjawab. Dia tjuma menjodorkan tangannja kepada Lynch dan menggenggamnja erat². Didalam gelap mereka berpandangan dengan mata jang bersinar.


*


V MEREKA meninggalkan tempat itu tanpa banjak tjakap, Lynch berdjalan dengan kedua tangannja dimasukkan saku djasnja dan tampak berpikir terus. Sekalipun perawakannja lebih ketjil dari Deane tapi orang ini kelihatan djauh lebih lintjah dan kokoh. Diudjung djalan Lynch tiba² berhenti dan membalik kepada rekannja:

— „Bert, sekarang begini. Jang penting bagiku malam ini djuga aku harus menghilang, sekalipun sebenarnja diluar rentjanaku semula. Tapi aku tidak ada pilihan lain”.

„Mengapa?” tanja Deane heran.

„Mudah sadja. Waktu aku mengindjakkan kakiku disini aku tidak mengira bahwa orang akan mengenalku dengan begitu mudah. Tapi peristiwa pelemparan pisau tadi telah membukakan mataku, bahwa aku bukan orang asing lagi disni”.

„Kau bisa mengira-ngira siapa mereka?” tanja Deane lagi.

„Tentu sadja orang² jang tidak ingin melihatku lama² berkeliaran disini. Dan aku kira, inilah saatnja bagiku untuk minta bantuanmu”.

Deane menghela nafas pandjang dan mengangguk tanda mengerti.

Sementara itu mereka sudah hampir dihotel. Lagi² Lynch tertegun dan matanja mendjeladjahi keadaan sekitar hotel itu.

„Deane”, katanja kemudian. „Apakah kau punja teman atau sahabat dihotel ini?”

„Tidak”, Deane menggeleng. „Sebagaimana djuga engkau, disini aku benar² sebatangkara”.

„Djuga orang² jang kebetulan sekapal?”

„O ja”, djawab Deane. „Aku lupa. Ada kenalanku seorang wanita bernama Berenice Endicott Browne”.

„Kau sudah tahu keadaannja?”

„Jang aku tahu bahwa dia seorang jang banjak tjerita, tapi perhiasannja tjukup mewah”.

„Tjukup! Dan nomor kamarnja?”

„48!”

„Ja, baik sekali Deane. Djadi selorong dengan kita. Kau sudah tanja² dari mana dia?”

„Tentu sadja. Hampir setiap saat dia tjerita tentang tempat kediamannja, jaitu Villa Acacia Haviland, Turnpiko, Greenwich — Connecticut”. - Lynch menepuk bahu temannja.

„Deane, sekarang berbuatlah begini; nanti kalau ada waktu aku akan tjeritakan semuanja. Kau masuk duluan dan lihat kalau² njonja jang dojan bitjara itu masih ada diruang tamu. Kalau masih disana, kau pergi kepintu sambil menjalakan rokok. Aku akan tunggu disini. Setelah itu kau masuk lagi dan tjobalah njonja itu kau adjak bitjara² selama kira² sepuluh menit. Kemudian kau masuk kebilikmu, dan aku tentu sudah ada disana”.

Walaupun masih ragu tapi tanpa tanja² lagi Deane masuk kedalam. Dan benarlah njonja itu masih ada diruang tamu dan duduk² sambil merokok. Tjepat² dia kembali kebendul pintu dan berdiri disana, kemudian menjalakan sebatang rokok. Meski begitu dia tidak tahu apakah Lynch masih ada ditempatnja atau sudah pergi. Setelah itu dia masuk lagi dan mengadjak njonja Browne bertjakap-tjakap beberapa saat lamanja.

Sesudah kira² duapuluh menit lamanja Deane minta diri dan kembali kebiliknja. Benarlah Lynch sudah ada disana dan ditangannja tergenggam sebuah kotak.

„Apa sadja jang telah kau lakukan?” tanja Deane ingin tahu. Tapi Lynch tidak mendjawab. Deane melihat dia menuliskan sebuah alamat pada bungkusan itu.

„Aku baru sadja djadi pentjuri”, — djawab Lynch sambil senjum. „Menurut hematku, teman wanitamu itu permatanja terlalu banjak”.

Deane menganga keheranan, „Demi Tuhan, Bert! Kenapa kau lakukan itu?”

Lynch meletakkan vulpennja dan memandang alamat jang baru sadja ditulisnja jang berbunji:

Njonja S. E. Browne
Vila Acacia, Haviland Turnpiko
Groenwich, Conn.
U. S. A.


„Rob, kau tak usah takut. Permata-permata njonja itu ada didalam kotak ini. Dan saja akan kirim permata ini langsung kerumahnja. Tapi kaulah jang harus melakukannja. Esok pagi, begitu kantorpos buka, bungkusan ini kau harus kirimkan ke Greenwich dengan tertjatat”.

„Tapi”, tukas Deane jang belum mengerti. „Djangan bantah dulu, Rob! Sebenarnja tidak terlalu rumit. Sebagaimana telah kukatakan aku setjepat mungkin harus menghilang. Dan tjara jang paling sederhana dan paling aman untuk menghilang ini ialah dengan djalan mengganti identitet. Sampai saat ini aku mempunjai kesan sebagai warganegara Inggris jang terhormat. Tapi kalau lenjapnja permata² ini bersamaan dengan menghilangnja aku, maka warganegara Inggris jang terhormat itu sekaligus akan berubah mendjadi seorang pentjuri buruan pulisi. Disamping itu, salah satu tudjuanku ialah untuk sebisa-bisa menjelami atau bertjampur dengan golongan2 pendjahat di Trinidad ini”.

Doctor Deane mengangguk seraja katanja: „Aku mengerti sudah. Tapi kalau kita tertangkap sebelum permata itu dikirimkan, bagaimana?”

„Tentu sadja ini bukan hal jang menjenangkan, terutama bagimu sendiri. Tapi itu djangan kau terlalu risaukan. Sekarang aku mau ganti pakaian dulu. Tunggulah sebentar disini”.

Doctor Robert Deane masih berdiri seperti patung ketika pintu dibuka dengan perlahan-lahan dan Lynch berdiri disana sambil tersenjum.

Tapi Deane benar² terpesona. Lynch sekarang bukanlah lagi Lynch jang tadi. Orang jang beberapa menit jang lewat bersama-sama dan bertjakap-tjakap dengan dia, sekarang tampak berdiri dengan mengenakan pakaian jang biasa dipakai di daerah tropis, dengan sepatu tennis jang telah usang, kemedja jang sudah kumal dan tjelana jang lusuh dan kusut.

Tapi bukan pakaiannja sadja jang berubah. Wadjahnja sendiri tampak sangat berlainan sekalipun tidak nampak digunakannja make up jang menjolok. Senjumnja membajangkan kerendahan budi dan kekurang-adjaran. Dan dengan senjumnja itulah Lynch menghampiri doctor Deane.

„Maafkan Deane, sebenarnja aku tidak suka pemalsuan dan penjamaran sematjam ini. Tapi kali ini terpaksa dan memang perlu untuk kepentingan tugasku”.

Namun sebelum Deane mendjawab terdengar pintu diketuk orang. Setjepat kilat Lynch menjambar bungkusan permata jang masih ditangan Deane, dan tjukup dengan dua langkah jang pandjang tapi hati², dia sudah berdiri didekat pintu dan memberi isjarat pada Deane agar pintu dibukakan. Perlahan-lahan Deane membuka pintu, Seorang laki² dengan berpakaian khaki dan sebuah topi pandan ditangannja, berdiri diambang pintu. Dia memandang doctor Deane dengan sedikit heran.

„Tuan Lynch!”

Kata² itu diutjapkan dengan suara berat dan dalam. Dan karena Deane masih tampak ragu, orang itu melandjutkan :

„Waktu saja menaiki tangga saja melihat seseorang lewat dilorong dan masuk kesini. Saja kira orang itu tuan Lynch. Saja masih djuga mengetuk pintu biliknja, tapi tidak ada djawaban. Itulah sebabnja saja datang disini. Nama saja Benton!

„Lord Benton!?” tanja Deane kaget. Dan Lynch jang sedjak tadi berlindung dibalik daun pintu jang sudah terbuka itu tampil kedepan.

„Mylord, silahkan masuk. Maafkan akan sikap saja ini dan kiranja tuanpun mengertj mengapa saja sehati_hati ini”.

Dan orang itu, Lord Benton Gubernur Djenderal dari Trinidad, masuk kedalam bilik,

„Jang Mulia, baiklah saja perkenalkan teman saja ini, doctor Robert Deane, achli sedjarah dari Universitas Yake, jang sekarang kebetulan djadi pembantu saja”.

Lord Benton dan doctor Deane membungkuk, Mula² dia tampak heran dengan pakaian jang dikenakan Lynch saat itu. Tapi kemudian iapun mengerti. Dengan langkah² jang tetap ia berdjalan kearah divan dan duduk tidak djauh dari Lynch.

„Tuan Lynch, maafkan akan kundjungan saja jang mendadak ini, Tapi kalau melihat keadaan tuan, saja bisa mengerti bahwa tuanpun tentunja sudah mulai dengan persoalan kita itu”.

Sekalipun berusaha untuk menguasai dirinja, tapi Gubernur Djenderal itu tampaknja tidak begitu tenteram lagi dan berulangkal; harus menghapus keringatnja jang merembes dikeningnja.

„Dan rekan kami di London sudah pula mengawatkan pada saja bahwasanja tuan akan segera datang”.

Lord Benton berhenti sedjenak. Dan karena Lynch diam sadja, dia melandjutkan :

„Saja berani datang disini karena di Port of Spain ini muka saja tidak begitu banjak dikenal orang. Saja baru satu tahun bertugas disini dan djarang pula menampakkan diri dimuka umum. Tadi saja masuk melalui ruangan dan kalau saja tidak salah lihat diruangan makan tampak Inspektur Sutter sedang bertjakap² dengan beberapa rekannja”.

„Mylord”, tukas Lynch tiba². „Saja sangat girang tuan telah sudi datang disini. Barangkali sadja sudah ada perintah² jang saja harus lakukan dengan segera?”

Lord Benton menggelengkan kepalanja. „Tidak, saat ini belum, saja hanja ingin menjatakan kegembiraan saja akan kedatangan tuan dan maaf kalau saja katakan pula, bahwa djanganlah sekali-kali menganggap remeh pekerdjaan ini”.

„Baiklah Mylord, saja akan tjukup berhati-hati”.

Tapi Lord Benton seperti masih ragu.

„Tuan Lynch, terusterang sadja saja katakan ada anda, bahwa saja betul² gelisah. Dan inilah pula sebabnja sampai saja minta bantuan London. Mungkin anda tahu, dulu di Trinidad sini sedikit sekali terdjadi kedjahatan². Tapi achir² ini keadaan berobah. Dan lebih tjelaka lagi karena pulisi setempat seolah-olah tidak mampu menghadapi peristiwa² ini, terutama hal² jang mendjadi-djadj sedjak enam bulan belakangan ini, jaitu kedjahatan² jang erat sangkutpautnja dengan perdagangan tjandu. Tidaklah berlebihan kalau saja katakan bahwa pendjahat² ini dikendalikan oleh organisasi jang kuat dan rapih. Djadi, inilah tugas tuan terutama, karena tindakan² jang ditempuh fihak pulisi tidak berhasil sama sekali”.

Lynch mendengarkan kata² Gubernur itu dengan sungguh², kemudian katanja :

„Hal itu bagi saja tidak begitn mengherankan”.

„Mengapa?” tanja Lord Benton kaget.

Karena tjandu adalah satu-satunja perdagangan jang untungnja bisa berlipat-ganda”, djawab Lynch. „Dan pendjahat² jang kajaraja biasanja sangat berkuasa hampir dalam segala lapangan”.

„Ja, begitulah memang. Dan disamping itu, apakah tuan sudah pernah dengar tentang Sir Egbert Bronson?”

Lynch menggeleng. „Belum, belum pernah saja dengar Mylord”. Kalau begitu baiklah saja tjeritakan, ― sahut Lord Benton sambil berdiri dari duduknja. „Tigabelas tahun jang lalu Bronson mentjoba untuk menumpas perdagangan tjandu ini. Tapi dia malah terbunuh. Djadi, tuan tak perlu heran kalau minggu² ini saja tidak bisa tidur dengan njenjak”.

Lynch mengangguk. „Ja, dengan sendirinja”, katanja.

Lord Benton mengambil topi dan tongkatnja dari atas medja, lalu katanja: „Tjuma inilah jang ingin saja sampaikan, tuan Lynch. Selain itu saja peringatkan tuan, djanganlah mentjoba-tjoba mengundjungi saja. Dan kalau anda ingin menghubungi saja, anda dapat melakukannja melalui inspektur Lenley”.

Setelah itu dia pamitan dan berdjalan kearah pintu. Tapi disana dia tertegun lagi.

„Mungkin akan lebih baik kalau saja tidak dilihat orang keluar dari sini. Apakah ada tangga darurat dibelakang sini?”

„Ja, ada Mylord”.

Lord Benton berdjalan kedjendela dan melompat kebalkon. Sebentar terdengar suara sepatunja jang sedang menuruni tangga darurat dan kemudian lenjap dihalaman belakang.

Beberapa saat kedua orang didalam bilik itu membisu. Dan baru setelah agak lama Lynch berkata pada rekannja: „Rob, kalau begini gara-garanja persoalan ini lebih serieus dari pada jang kuduga semula. Dan aku pikir, sebaliknja kau sendiri mentjari pakaian tua seperti ini. Titipkanlah pakaian itu pada salah satu rumahmakan Tionghoa jang murah dimana kau dengan mudah bisa mengambilnja. Selain itu, sementara ini kau belum perlu bertindak apa?”.

Setelah itu Lynch melihat erlodjitangannja.

„Sekarang djam sepuluh kurang seperempat. Masih ada waktu limabelas menit lagi untuk menemui seseorang. Saja sudah djandji dengannja”.

„Siapa? Dan dimana?” tanja Deane.

Lynch menuding dengan kepalanja.

„Dikamar 42. Disana ada seorang rekanku, George Graham. Waktu Benton menghubungi Perserikatan Bangsa² aku sedang berada di Asia Ketjil. Dan karena aku tak mungkin langsung menghadap Djenewa, dikirimnja Graham untuk berangkat lebih dulu. Dia sudah empat belas hari disini. Tapi karena kedatanganku sekarang ini dia tidak perlu lama² lagi disini. Dia akan kukirimkan ke Turki untuk menjelesaikan tugasku jang terpaksa kutinggalkan itu”.

Berkata demikian Lynch mengambil setjarik kertas dari dalim saku badjunja.

„Tadi pagi Graham mendjumpaiku dan memberikan surat ini”.

„Ja, aku sendiri melihatnja, ― tukas Deane tenang. Dan ini membikin Lynch agak ketjewa.

„Apa? Kau melihatnja Rob? Kalau begitu kami tidak tjukup hati². Tapi ja, tidak apa. Didalam surat ini dia minta supaja djam sepuluh nanti aku mendjumpai dia dikamarnja. Mungkin sekali dia akan melaporkan hasil pekerdjaannja selama disini. Dan sekarang, kita masih ada waktu beberapa menit lagi”.

Dari saku dalamnja Lynch mengambil sehelai peta jang ternjata peta pulau Trinidad. Dia membentangkan peta itu diatas medja dan djarinja menundjuk daerah sekitar Port of Spain.

„Rob, ini adalah Queens Savannah, bagian kota dimana kita berada. Didjurusan ini, dibelakang stasiun dan sepandjang djalan jang menudju San Fernando, tinggal berbagai bangsa: Negro, India dan Tionghoa. Djaraknja dari sini kira² dua mil. Dan ini, „telundjuknja menundjuk pada satu titik dipeta jang lebih luas dari daerah Port of Spain”, adalah salahsatu daerah jang bagiku paling menarik daripada tempat² lainnja. Dan tempat ini tidak lain dari daerah rawa² Caroni. Luas rawa ini tidak kurang dari limapuluh kilometer persegi, tapi jang dikenal orang tidak lebih dari sepuluh meter! Luarbiasa bukan?”

„Rawa Caroni?” tanja Deane.

Lynch mengangguk. „Soalnja begini. Perserikataan Bangsa² ingin sekali mengetahui tentang perdagangan tjandu”.

„Tapi apa hubungannja dengan rawa Caroni?”

„Oh tentang itu, baiklah kutjeritakan. Pada Dinas Rahasia P. B. B. masuk laporan bahwa di Trinidad ini berlangsung

perdagangan tjandu jang dilakukan orang setjara besar-besaran. Dan pemakainja dikirakan orang² India dan Tionghoa jang puluhan tahun jang lalu datang disini sebagai

Sebilah pisau besar menghudjam dalam² dibahu kirinja.

pekerdja dipabrik-pabrik. Sebelum berangkat dari London, dua hari lamanja aku nongkrong di Museum London. Disana aku membatja beberapa hal tentang Trinidad, jang d antaranja

merupakan suatu peristiwa jang sudah dua ratus tahun lamanja”.

„Sematjam dongengan?”

„Banjak dongengan² jang berlandaskan kenjataan”, djawab Lynch lagi tak atjuh. „Dan jang kumaksudkan antara lain berbunji demikian : Diabad ketudjuhbelas kira², waktu para petualang menguasai lautan sekitar pulau ini, ditengah-tengah rawa Caroni telah didirikan suatu koloni dimana sampai saat itu orang² pertjaja bahwa daerah rawa² itu tidak mungkin bisa dimasuki. Dan orang² jang mendirikan koloni itu tiada lain dari pelarian² jang setjara kebetulan menemukan sebuah daratan ditengah-tengah rawa jang luas ini. Begitu baiknja letak daratan itu, atau kunamakan sadja sebuah pulau, sehingga hanjalah bisa diketemukan oleh mereka jang betul² hafal djalan-djalannja. Dan kau tak perlu mentertawakan kalau aku sangat tertar k oleh tjerita ini. Aku ingin tahu apakah tjerita itu tjuma merupakan fantasi orang sadja atau memang betul² ada. Dan sekarang, lihatlah sekali lagi peta ini. Kiranja kau akan sependapat denganku, kalau memang ada maka tempat itu akan merupakan persembunjian jang ideal sekali bagi penjelundup².Dan mentjari tempat itu esok atau lusa akan mendjadi salahsatu bagian dari pekerdjaan kita”.

Lynch berdiri dari kursinja.

Dan Rob, kalau kau mau mulai dengan pekerdjaanmu besok, menjamarlah sebaik-baiknja. Penjelidikan d'sekitar rawa itu harus kau lakukan seolah-olah kau atjuh tak atjuh. Aku sendiri pasti ada disekitar tempat itu. Djam berapa sekarang?”

„Djam sepuluh”.

„Baik, sekarang kita djumpai Graham”.

„Aku djuga?”

„Ja”.

Deane bergerak akan memadamkan lampu. Tapi tjepat sekali Lynch menangkap lengannja.

„Djangan! B ar sadja lampu itu menjala. Kau harus buat sedemikian rupa seolah-olah kau tak pernah meninggalkan rumah ini”.

Berdampingan mereka meninggalkan bilik itu dan sampai diberanda. Agaknja Lynch sudah tahu betul letak kamar² dihotel itu. Dimuka sebuah bilik jang tirainja sudah diturunkan dia berhenti. Sebentar dia menoleh kepada Deane dan kemudian mulai mengetuk-ngetuk pintu katja bilik itu. Ketukan² itu dilakukan sedemikian rupa sehingga kalau Deane tidak salah tangkap merupakan tanda² Morse jang berbunji D.R.P.B.B. (Dinas Rahasia Perserikatan Bangsa²).

Tapi dari dalam bilik tidak terdengar djawaban dan Lynch tampak keheranan. Beberapa saat dia menunggu, kemudian kembali mengetuk_ngetuk. Dan karena tidak berdjawab sadja, dibukanja pintu itu dari luar.

Dan apa jang mereka lihat didalam tjukup mengedjutkan. George Graham tampak terduduk dikursinja jang letaknja tidak djauh dari pintu balkon. Diatas medja ketjil disamping dia lampu masih menjala. Agaknja dia sedang asjik membatja. Tapi dia tidak berkutik lagi. Sebilah pisau besar, menghundjam dalam² dileher kirinja dan badannja sedikit terkulai kedepan dengan tangannja jang mendjuntai kelantai. Dan melalui lengambadjunja jang putih djelas sekali tampak darah jang terus terusan mengutjur.

VI PEMUDA ini adalah orang jang tadi pagi dilihat Deane mendjumpai Lynch dikapal dan memberikan setjarik kertas. Sekarang pemuda itu diketemukan Deane dalam keadaan tidak bernjawa lagi. Lynch segera membalik kepada Deane untuk mengetahui kesan apa jang terlihat pada kawannja itu. Dan Deane seperti jang kena pukau, menatap tubuh jang berlumuran darah itu.

„Tjepat masuk!” bisik Lynch. Tanpa membantah Deane menurut perintahnja.

„Berdirlah dekat dinding dan djangan bersuara apa²”, kata Lynch lagi masih berbisik. Tapi djangan terlalu dekat pintu, masukkan kedua tanganmu didalam saku dan djangan mentjoba memegang sesuatu. Djelas?” Sekali lagi Deane menuruti petundjuk² Lynch tanpa bersuara. Tapi matanja mengitari keadaan dalam dinding itu. Ketjuali pada sikorban keadaan didalam kamar itu seolah_olah tidak terdjadi apa².

Sebatang tjerutu jang tinggal setengahnja menggeletak diatas tempat abu disamping sikorban. Dengan hati² Lynch memegang abu tjerutu itu.

„Masih panas”, bisiknja lagi. „Pembunuhan ini belum lama terdjadi".

Setelah itu Lynch berdjalan kearah djendela dan melihat keluar, dan dia pasti bahwa tak seorangpun jang bisa mengetahui apa jang terdjadi didalam bilik itu.

„Kau ada potlot?” tanjanja, sementara dia sendiri mengeluarkan sebatang potlot dari sakunja.

Deane memberikan potlotnja. Kemudian sambil menjilangkan kedua potlot itu sehingga merupakan gunting, dia kembali kekursi tempat Graham duduk. Disandaran punggung dimana kepala Deane terletak, terdapat setjertjah darah.

Kemudian dia membalik pada Deane.

„Deane peganglah ini! Pegang kedua potlot ini begini dan djangan sampai djatuh. Pada saatnja kita akan periksa”.

Deane memegang kedua potlot itu jang diantaranja didjepitkan sehelai bulu burung jang berlumur darah, Darimana Lynch mendapatkan barang tersebut, Deane tidak sempat melihatnja. Tapi mungkin dari bentjah² darah dilantai jang terus-terusan mengutjur dari luka Graham.

Dilihatnja Lynch berlutut dan mengangkat tangan Graham perlahan_lahan. Ibudjari dan telundjuknja ternjata berimpitan erat. Lynch merenggangkan kedua djari itu dan beberapa potongan kertas ketjil² berdjatuhan ditelapak tangan Lynch.

„Inilah kiranja jang djadi motif pembunuhan”, kata Lynch. Dan sipembunuh tentu sudah memiliki sebagian dari apa jang akan diberikan Graham padaku.

„Aku masih belum mengerti Bert”, kata Deane.

Lynch berdiri lagi, matanja mengitari keadaan dalam bilik itu. Kemudian dia berdjalan menudju salah satu lukisan besar jang tergantung dididing. Dia mengambil lukisan itu dan dengan hati² melepaskan karton lapisannja.

„Graham mengerti akan tugasnja”, sahut Lynch, seolah. olah mendjawab pertanjaan Deane itu. „Pada kami ada sematjam_peraturan tidak tertulis untuk tidak meletakkan telur dalam satu barang”.

Sementara itu karton tersebut sudah terlepas. Dan diantara karton dengan dasar lukisan itulah terletak kira² selosin helai kertas jang matjamnja sama dengan potongan² kertas ditangan majat Graham. Kertas² ketjil itu ternjata merupakan bagian dari kertas bloknote jang biasa disobek.

„Beginilah kita selalu berbuat”’, udjar Lynch lagi, „Kita letakkan dokumen² penting selamanja dibelakang lukisan paling besar jang sebagaimana kau tahu selalu dipasang didalam tiap² kamar hotel. Sederhana sekali memang”.

Kertas itu djumlahnja kira²ada duabelas lembar, jang kesemuanja ditulis dengan rapat sekali. Dan sesudah memasukkan kertas² itu disakunja dan membetulkan kartonnja, Lynch menggantungkan lukisan itu kembali ditempatnja semula.

„Rob, sebenarnja kita harus mengadakan pemeriksaan jang seksama. Tapi kedudukan kita sekarang terlalu berbahaja lagi pula kita tak punja tjukup tempo”.

Setelah itu dia kembali mendekati kursi tempat majat George Graham dan sekali lagi memeriksa letak pisau pembawa maut itu dengan teliti.

Njatanja Graham duduk dikursi itu dengan membelakangi pintu balkon. Dan kalau melihat potongan² kertas ditangannja, tentu dia asjik mempeladjari tjatatan²nja. Sipembunuh masuk dalam bilik itu dengan melalui pintu balkon itu, lantas dengan kuat² menghundjamkan pisaunja dari belakang menembus bahu kiri. Agaknja dia tidak pernah berusaha mentjabut pisau itu dari tubuh sikorban. Dan pegangan pisau itu jang berbentuk huruf S, dibikin dari kaju keras dan hampir menjerupai golok buatan India.

„Gila, sedikitpun tidak ada bekas² djari kelihatan”, gerutu Lynch. Tapi saat itu pula dia membalik pada Deane sampil tersenjum.

„Rob, masih ingatkah kau mengapa aku mentjuri permata² njonja Browne tadi?”

„Ja"

„Karena aku sengadja ingin menimbulkan reputasi djelek sehingga dengan mudah akan bisa berhubungan dan bertjampur dengan pendjahat² disekitar Port of Spain ini”.

„Ja”, tukas Deane lagi. Dan Lynch mendjangkaukan tangannja, kemudian menggenggam hulupisau itu erat² dan melepaskannja kembali.

„Nah, tjukup sudah! Djadi mereka hanjalah tinggal menjamakan sadja tapak² djari digagang pisau ini dengan tapak² djari jang ada pada benda² dikamarku, sehingga dengan demikian tertjapailah maksudku”.

Deane tjuma menggeleng dan tanpa berkata apa² mengikuti Lynch keluar dari bilik itu melaluj pintu balkon.

VII DEANE meletakkan tempat rokoknja diatas medja. Lynch mengambil tempat rokok itu sebatang sekalipun sebenarnja dia tdak merokok. Dan Deane melihat bahwa tangan temannja itu menggigil. Dia mentjoba merokok, kemudian menutup degan kedua tangannja.

„Rob”, katanja serak. „Sajang sekali memang dan sungguh tak kuduga. Graham anak periang dan haridepannja tjukup baik. Tapi jah, inilah salahsatu konsekwensi darj pekerdjaan kami”.

Sambil mengeluh pandjang Lynch menjobekkan sehelai kertas dari bloknote jang terletak dialas medja, kemudian memberikannja pada doctor Deane.

„Rob, tjoba kita lihat benda itu”.

Deane merenggangkan kedua potlot itu dan bulu jang didjepit tadi djatuh diatas kertas. Tidak ragu lagi bagi mereka bahwa benda itu adalah djambul dari sedjenis burung. Beberapa saat lamanja Lynch dan Deane menatap benda jang berlumur darah itu.

„Inilah satu²nja petundjuk bagj kita”, kata Lynch lagi. Deane jang sudah tidak terpengaruh lagi oleh peristiwa pembunuhan itu mulai turut memperhatikan bulu itu.

„Bert, apakah masuk diakal kalau burung sampai masuk dikamar itu malam²??” katanja.

Lynch menggeleng. „Tidak, memang sukar dimengerti. Lebih² karena kita belum tahu warna asli darj bulu itu. Ini kita baru mengetahuinja kalau darahnja sudah dibersihkan”. Berkata demikian Lynch memasukkan bulu itu kedalam sebuah sampul dan kenrudian kedalam dompetnja.

„Biarlah aku periksa bulu ini dilaboratorium pulisi besok, atau kalau tidak bisa lusa. Jang pokok, saat ini pula aku harus pergi. Sesuai dengan andjuran Lord Benton bahwa kita tidak boleh menganggap rendah lawan² kita”.

„Kau akan pergi kemana?” tanja Deane setelah melihat Lynch berdiri dari kursinja.

„Kerawa Caroni”, djawabnja, „Dengar Rob. Aku akan memulai penjelidikanku ini persis sebagaimana telah kukatakan kepadamu. Bagaimana selandjutnja aku sendiri tidak bisa membajangkan. Tapi pembunuhan terhadap Graham sekarang ini tak akan merubah rentjanaku. Jang penting, bahwa malam ini pula aku harus pergi. Dan esok pagi kau bisa mendjumpai aku disekitar rawa itu, sementara aku akan mempeladjari tjatatan² Graham, Bagaimana perasaanmu sekarang?

„Saja? Tidak apa²! Mengapa?”

„Begitu aku pergi kau kembali kebilikmu dan tiduran. Sambil membatja buku dan panggil pelajan hotel dengan bel. Mintalah segelas es atau lainnja, Tundjukkan pada dia seolah² tidak terdjadi apa² dan tidak menjaksikan apa². Aku kira, sebelum hari siang pembunuhan terhadap Graham ini tak akan segera diketahui orang. Karena kalau ini terdjadi, maka akan berbahaja bagiku. Djadi, aku terpaksa pergi tjepat² dan tentu sadja melalui djalan jang dilalui Gubernur kita tadi!”

Dengan senjum dipaksakan Lynch mengangguk kepada rekannja. Kemudian dengan berdjingkat.djingkat menudju djendela dan kemudian menghilang dikegelapan malam.

VIII TERPENGARUH oleh peristiwa jang baru sadja dihadapnja malam itu doctor Deane samasekali tidak bisa memedjamkan matanja. Dengan perasaan tidak enak dia keluar dari tempat tidurnja dan mentjoba menghirup udara segar dipagi itu.

Tapi begitu dia melangkah keruangan luar tiba² dia mendengar njonja Browne berseru njaring : „Tolong! Pentjuri!! O, permataku lenjap semua! ―

Doctor Deane tersentak. Dia ingat bahwa Lynch meletakkan permata jang ditjurinja itu diatas medja didalam biliknja. Karena itu tjepat² dia kembali kebiliknja dan menjembunjikan permata itu dalam kopornja.

Sesaat kemudan pintu biliknja terdengar diketuk orang jang ternjata pengurus hotel itu.

„Tuan”, katanja tanpa menunggu balasan Deane. „Maaf karena saja mengganggu tuan. Baru sadja njonja Browne melaporkan ketjurian perhiasan²nja. Saja hanja ingin mengetahui apakah tuan mendengar sesuatu tadi malam?” tanjanja. Ini didjawab Deane dengan gelengan kepala. Dan dia pikir: „Kalau begitu tentang pembunuhan Graham belum diketahui!”

„Terima kasih, djawab pengurus hotel itu lagi. „Tapi, maafkan tuan, bolehkah saja bertanja djam berapa tuan masuk kamar tadi malam? Saja tanja ini untuk menghindarkan agar tuan tidak mendapat kesulitan dari fihak pulisi nanti”.

Tapi sebelum Deane mendjawab, njonja Browne masuk dengan tiba².

„Ah Tuan!” serunja menjesali pengurus hotel itu. „Mengapa tuan repot menanjai tuan Deane dan bukan mentjari pentjuri itu?” Kemudian tangisnja meledak dan tanpa menghiraukan doctor Deane dia menghambur lagi kedalam biliknja. Dan pegawai hotel itu mengangkat bahu.

„Saja akan bertjukur dulu”, kata Deane. „Sebentar saja akan kebawah”.

Setelah pegawai hotel itu pergi Deane memasukkan bungkusan permata itu disaku tjelananja, dan sambil berusaha menenangkan dirinja diapun turun kebawah. Sesudah memberikan pendjelasan kepada pengurus hotel bahwa dia tak mendengar apa² tentang pentjurian itu lantas melangkahkan kakinja menudju kantorpos.

Seperempat djam kemudian dia sudah ada dimuka loket. Dan seorang pegawai menerima bungkusan itu.

„Tertjatat?” tanjanja.

„Ja”.

„Kalau begitu tuan harus mengisi formulir dulu”. Hal ini diluar dugaan Deane. Tapi dia tidak bisa membantah. D'a tjuma menuliskan namanja sedemikian rupa sehingga sukar dibatja.

Untuk menghindarkan ketjurigaan, setelah sesaat berdjalan_djalan diapun tjepat² kembali kehotel. Dan dari pembitjaraan orang² jang didengarnja sambil makan pagi dia bisa menarik kesimpulan bahwa pembunuhan terhadap George Graham sudah diketahui. Dan pegawai hotel jang memberitahukan pentjurian barang² njonja Browne tadi, sekarang, tampak lebih putjat lagi.

Kira² seperempat djam kemudian Inspektur Sutter datang untuk melakukan pemeriksaan. Lain dari kemarin, sekarang dia berpakaian pereman dan langsung menudju kantor pengurus hotel. Beberapa saat mereka tampak bertjakap-tjakap dan kemudian menudju kebilik tempat Graham terbunuh.

Sementara itu bermuntjulan pula tidak kurang dari setengah lusin orang² jang bagi Deane tidak terlalu sukar untuk menerkanja bahwa mereka itu pasti reserse² anakbuah Sutter. Selain itu diapun tahu bahwa untuk keperluan pemeriksaan pembunuhan terhadap diri Graham itu sementara tetap dirahasiakan. Pimpinan kepolisian di Trinidad tentunja sudah tahu siapa Graham. Dan pembunuhan terhadap seorang utusan Dewan Bangsa² sudah barang tentu bukan merupakan pembunuhan biasa dan sipembunuhpun bukan pula pendjahat biasa. Djadi untuk menghindarkan kesukaran² pol'tis, maka peristiwa itu tetap dirahasiakan. Begitu pula pemeriksaan akan dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak sampai tembus kemasjarakat. Deane mendengar bahwa penguasa hotel akan memegang teguh rahasia itu sebaik-baiknja.

Sesudah makan siang Deane mulai melakukan apa² jang ditundjukkan Lynch kepadanja. Setjara iseng dia mendatangi penguasa hotel dan bertjakap-tjakap dengannja.

„Pelantjong sematjam saja ini masih sadja berbuat kesalahan²”, katanja. Dan penguasa hotel itu memandang tidak mengerti.

„Bagaimana maksud tuan?” tanjanja.

„Ja, sebelum berangkat kesini saja beli persediaan pakaian sebanjak-banjaknja. Tetapi setelah disini tidak tahu lagi untuk apa pakaian itu. Dan daripada memberatkan saja kira akan lebih baik kalau saja kembalikan sadja kerumah”.

Penguasa hotel itu mengangguk membenarkan otjehan Deane. Dan dia tidak bertanja-tanja lagi waktu setengah djam kemud'an melihat Deane berangkat meninggalkan hotel itu dengan membawa kopor paka'annja jang menurut tjeritanja akan dikembalikan. Dan bagi Deane tidaklah begitu sukar untuk mendapatkan restoran Tonghoa sebagaimana d'adjarkan Lynch semalam. Dan kepada Tionghoa itulah dia menitipkan pakaiannja dengan memberikan dua dollar sebagai bajarannja.

*

IXWAKTU Deane kembali dihotel ternjata tidak ada perubahan apa². Para pegawai bekerdja seolah-olah tidak terdjadi apa². Dan fihak polisi sendiri agaknja t'dak pernah berusaha mengusut soal pembunuhan itu dikalangan para pegawai. Demikian pula nama Lynch belum mereka hubung-hubungkan dengan peristiwa itu.

Deane mas h sadja duduk diberanda hotel waktu seseorang menggamit bahunja. Tjepat sekali dia menoleh kebelakang. Dan dia benar² terkedjut. Seorang tinggi besar dengan mengenakan uniform polisi berdiri disampingnja.

„Doctor Robert Deane ?” tegur orang itu sambil memberi hormat.

„Ja, sajalah orangnja”.

„Inspektur Lenley minta supaja tuan menghadap dia di kantornja. Dapatkah tuan berangkat sekarang?”

„Sekarang djuga ?” ulang Deane masih agak gugup.

„Ja, kendaraannja sudah kami siapkan”.

Deane mengangkat bahu. Tapi dia tidak bisa berbuat apa², ketjuali mematuhi permintaan itu. Jang sedikit menenangkan dia karena jang menunggu itu bukanlah mobil jang biasa digunakan membawa seorang pendjahat, tapi sebuah Limousine jang indah.

Deane dipersilahkan masuk dalam mobil itu dan duduk berdampingan dengan anggota polisi jang menemuinja tadi. Dan tjuma beberapą menit kemudian mobil itu sudah berada dimuka sebuah gedung besar.

Inspektur Lenley .sendiri mendjemput kedatangan doctor Deane dan menjilahkannja duduk pada sebuah kurs dimuka medjatulisnja jang besar. Menurut Deane orang ini berwadjah menjenangkan dan berumur kira² 28 tahun.

„Terimakasih atas kedatangan anda, tuan Deane !” kata Inspektur itu setelah Deane duduk. Dan utjapan ini didjawab Deane dengan senjum.

„Tapi saja datang disini tidak setjara sukarela”, katanja. Dan sekarang sang Inspektur jang tersenjum sambil mempermainkan potlot-potlotnja.

„Doctor Deane, saja mengundang tuan datang d'sini untuk dengan tenang² membitjarakan tentang pentjurian permata jang terdjadi tadi malam”.

Dia diam sebentar dan memperhatikan bagaimana reaksi Deane terhadap kata-katanja itu. Dan karena Deane diam sadja dia melandjutkan lagi.

„Menurut pendapat kami pentjurian ini tentunja sudah direntjanakan djauh sebelumnja, jaitu sedjak sipentjuri masih berlajar dengan Carupano. Dan karena anda termasuk salah seorang penumpang kapal itu, saja harap anda bisa memberikan sekedar keterangan² kepada kami”.

Sebentar dia menoleh kearah kertas jg. terletak dimukanja.

„Tiga orang tjuma jang kemarin turun dari kapal. Njonja Browne, anda sendiri dan seorang bernama Bertram Lynch jang pekerdjaannja tidak disebutkan”. Kembali dia menatap tamunja tenang² jang masih tetap membisu.

„Doctor Deane”, sahutnja lagi. Mula² saja akan bertanja : Apakah jang anda ketahui tentang Bertram Lynch ini ?” Sebentar Deane agak ragu. Tetapi djawabnja kemudian seolah-olah pasti.

„Samasekali tidak tahu apa². Jang saja tahu dia tjuma penumpang biasa dan tidak ada keistimewaannja".

„Benar tidak tahu apa² ?" desak Lenley. Dia melihat lagi tjatatannja. Kemudian katanja lagi:

„Doctor Deane, sekarang pertanjaan lain. Menurut laporan jang kami terima, djam delapan lebih sembilanbelas tadi pagi anda telah mengirimkan sebuah bungkusan dengan alamat njonja B.E. Browne di Greenwich, Conneccticut. Betulkah itu?”

Pertanjaan ini benar² mengedjutkan Deane. Dan baginja tiada djalan lain ketjuali mengaku dan diapun mengangguk.

Inspektur Lenley menjandarkan badannja dikursi.

„Doctor Deane, tentunja tuan tidak akan berkeberatan untuk mengatakan apakah isi bungkusan itu !”

„Tentu sadja tidak”, djawab Deane. „Isinja tjuma sebuah buku jang saja tulis sendiri dan saja kirimkan buku itu setelah saja bubuhi tandatangan saja sebagai hadiah langsung kealamat njonja Browne”.

„Wah, menarik sekali keterangan anda ini”. kata Ispektur itu dengan ketawa dibuat-buat. Kemudian dengan senjum sinis dia berkata :

„Doctor Deane, djanganlah anda menjalahkan kami kalah saja tidak begitu sadja mempertjajai keterangan anda itu”.

Dan Deane tjuma mengangkat bahu. „Tuan ada hak untuk pertjaja atau tidak”, katanja.

„Sebab itulah tuan Deane, saja tidak ada pilihan lain. Kepada fihak atasan saja akan minta perintah untuk menahan tuan. Dan bungkusan jang tuan kirimkan tadi terpaksa akan kami sita. Djam enam nanti, perintah itu akan saja terima”.

Seperti tak atjuh Deane melihat kearah djam didinding jang menundjukkan djam tiga lebih duapuluh menit.

„Dan sementara duapuluh menit.

„Dan sementara itu?” tanjanja pada Lenley.

Dengan sopan Inspektur Leniey menuding kearah pintu.

„Saja harap tuan memaafkan saja, karena saja sibuk sekali”.

Deane mengangguk. Dan sesaat kemudian diapun sudah ada didjalan, menunggu perintah penahanan terhadap dirinja.

Dengan fikiran katjau dia berdjalan menudju taman Woodfort dan duduk diatas sebuah bangku.

„Masih ada waktu duasetengah djam lagi”, pkirnja. „Dan sekalipun sekarang berada diluar, tapi setiap saat Lenley bisa menangkapnja karena seorangpun tak mungkin melarikan diri dari pulau Itu dengan begitu sadja. Apalagi dia seorang asing. Dan dia pikir djuga, Lenly harus tahu siapa sebenarnja Lynch, Mungkin dia menduga bahwa Deane adalah pembantunja. Karena itu Lenley tidak akan mau kalau Deane tersangkut perkara pentjurian perhiasan njonja Browne itu. Inilah sebabnja mengapa Lenley mengantjam untuk menahan dia, Tapi dia tidak tahu apa jang terdjadi kalau, setelah djam enam nanti dia masih kelihatan dikota démgan bebas. Karena itulah beberapa menit kemudian diapun sudah berada didalam tram jang membawanja keluar kota.

X SEORANG pengemis lewat begitu sadja dimukanja. Dan Deane boleh merasa puas karena dengan ini membuktikan bahwa penjamarannja itu betul² sempurna. Dia terus berdialan memasuki. pinggiran kota jang kelihatannja lebih djorok lagi dan penghuninja kebanjakan terdirj dari buruh2 kasar dan orang² tidak berpunja.

Hampir tiap rumahmakan dia masuki dan melihat-lihat kalau² Lynch ada disana. Tapi Lynch masih belum kelihatan batang idungnja, sedangkan dia sudah mulai tjape.

Dengan perasaan agak diengkel dia masuki lagi sebuah warung jang dmukanja terganiung papan „rumahmakan Lee Ko", Seorang Tionghoa menjambul dia waktu dia atjuh tak atjuh langsung menudju sebuah medja disudut.

„Minta bir”, katanja sambil menghempaskan badannja di kursi, Dan sesaat kemudian sebotol bir dan gelasnja sudah ada dimedjanja.

Beberapa menit telah berlangsung dan bir jang dihadap nja tinggal setengahnja. Tanpa menghiraukan tamunja Lee Kou asjik membatja suratkabar.

Deane tersentak waktu vintu warung itu diseret orang. Dan waktu pintu terbuka dilihatnja Lynch masuk dengan sedikit terhujung-hujung.

„Bejour, Kou! Masih ada mnuman untukku?” Dan Tionghoa itu menatap Lynch dengan pandangan tidak pertjaja.

„Kau punja duit?"

„Sebab itulah aku datang disini. Aku benar² kosong. Tapi pertjajalah, besok pagi aku ada duit lagi".

„Kalau gitu, tahanlah hausmu tu sampai esok!" Tak atjuh Kou meneruskan membatja.

Seperti andjing kena pukul Lynch sempojongan kemedja dimuka Deane dan begitu sadja terperanjak diatas kursi.

„Kawan, maukah sdr. menolongku sampai esokpagi ?" katanja. „Aku benar² haus, tapi tak ada duit!"

Pura² dongkol Deane memesan bir sebotol lagi dan membiarkan Lynch menghirupnja dengan lahap.

„Terimakasih bung", katanja sambil menggeserkan kursinja lebih dekat lagi kekursi Deane.

„Deane", bisiknja kemud'an. „Tjoba tjeritakan apa sadja jang kau alami hari ini!"

Dengan berbisik-bisik pula Deane mentjeritakan apa jang terdjadi pada dirinja hari itu. Tapi waktu Deane mentjeritakan antjaman Inspektur Lenley, Lynch djadi tertawa enak sekali. Dan Deane jang belum begitu mengerti mengapa kawannja itu tertawa membalik bertanja.

„Dan kau kemana sadja?"

Tidak banjak. Mula² aku mentjari tempat untuk menginap dan ini berhasil, sebuah gubug ditep rawa. Selain itu aku tidak berbuat banjak".

Sebentar dia menoleh kearah Kou jang masih enak² membatja korannja.

„Bert, menurut pendapatku rawa ini benar² merupakan tempat jang menarik, chusus untuk tugas kita. Djuga tempat² disekitarnja. Disini umpamanja, ada rumahmakan Lee Kou. Tapi selain mendjual makanan dan minuman, teman kita jang baik ini mendjual pula barang² lainnja, antara lain kelambu. Dan ini kebetulan sekal, karena barang² sematjam ini memang kita perlukan".

Tanpa menunggu djawaban kawannja Lynch menghampiri Lec Kou dikuti Deane.

„Kou, tuan ini butuh kelambu", kata Lynch. „Berilah enam meter".

Tionghoa itu memberikan barang jang diminta dan Deane membajarnja. Dan waktu mereka hendak duduk dikursinja, Lynch berbisik lagi.

„Apakah kau tidak melihat sesuatu jang istimewa?"

„Ja", djawab Deane tjepat. „Dibelakang tempat barang aku melihat papan dengan bertuliskan tjatatan nilai wissel. Tidak masuk diakal, mengapa Lee Kou harus mengetahui tjatatan² sematjam itu".

„Aku kira inilah djawabnja", bisik Lynch lagi. „Dan dengan isjarat dia menundjuk kearah seorang Negro jang kebetulan masuk kedalam warung. Orang ini berbadan tegap dan otot tangannja jang tidak tertutup tampak dengan djelas.

Melihat kedatangan orang ini Lee Kou melipatkan korannja dan berdiri dari kursinja. Orang Negro itu memesan sesuatu tapi begitu perlahannja, sehingga tidak terdengar baik oleh Deane maupun oleh Lynch. Mereka tjuma melihat Kou memberikan beberapa makanan dalam kaleng jang langsung dimasukkannja dalam sebuah karung. Setelah itu Kou memberikan lagi sebuah karung terigu dan diluarnja djelas tertera tulisan „50 kg beras".

Setelah membajar orang itu dengan enaknja melemparkan barang² jang dibelinja itu diatas pundaknja jang lebar. Tanpa menghiraukan kedua orang jang masih duduk disudut dia kembali melangkah keluar.

Tapi begitu orang itu melangkah begitu Lynch berteriak njaring:

„Kau benar² gila! Ini bukan bir tapi ratjun Ratjun! Kau mau meratjuni aku ja?" serunja sambil melompat kearah Lee Kou.

Orang Negro itu tertegun sedjenak dan melihat kearah Lynch jang seperti kalap itu. Sambil senjum tak atjuh dia melangkah keluar.

Lynch jang seperti betul² keratjunan turut melompat kearah pintu, sebilah pisau berkilat ditangannja.

Sambil bersandar kedaun pintu Lynch memberi isjarat kepada Deane keluar, dan seolah-olah tak saling mengenal Deanepun keluar melalui Lyneh jang masih bersandar lemah. Baru setelah agak lama dia mengikuti Deane dengan terhujung-hujung.

„Memang, ini tjara jang sudah basi Robby! Tapi kadang² masih bisa djuga digunakan. Dengan pisauku tadi aku menusuk karung beras orang Negro itu sedikit. Aku benar² ingin tahu untuk siapa belandjaan sebanjak itu. Dan kalau sampai besok tak ada ajam jang radjin memunguti butir² beras jang tertjetjer dari karung itu, dengan mudah akan bisa mengikuti djedjaknja".

XI MEREKA berdjalan beriringan. Dan ketika djalan jang dilaluinja berachir sampailah mereka dipinggiran rawa jang airnja sudah mentjapai lutut. Tersaruk-saruk keduanja berdjalan terus, dan beberapa menit kemudian sampai pula kepada sepetak tanah kering dimana terdapat sebuah gubug tua.

„Sementara kita tinggal disini", kata Lynch. „Memang djauh dari memuaskan, tapi tak usah menjewa".

Deane tjuma tersenjum dan mengikuti Lynch masuk kedalam gubug itu. Dan tahulah Deane bahwa gubug itu dibikin dari kaju² bekas peti dan benda² rongsokan lainnja. Kamarnja ada satu, satu pintu tapi tanpa djendela. Alat jang ada didalamnja, kalau boleh dinamakan alat2, terdiri dari botol spiritus jang telah kosong dan digunakan sebagai tempat lilin, sebuah peti sabun, setumpukan guntingan kain² bekas dan dua buah selimut diatasnja.

Lynch menghempaskan badannja ditumpukan kain² bekas itu dan bersandar kedinding, diikuti oleh Deane. Sambil memasang kelambu mereka mulai bertjakap-tjakap.

„Bert, apakah ada keistimewaan dalam tjatatan Graham itu?" tanja Deane.

„Ja, dan sangat menarik. Kau tentu masih ingat ketika Lord Benton mengatakan, bahwa djiwanja seolah-olah dalam bahaja".

„Memang, aku masih ingat itu".

„Dan diapun pernah bertjerita tentang Gubernur djendral jang terbunuh dalam usaha-usahanja untuk memberantas perdagangan tjandu disini. Ini terdjadi tigabelas tahun jang telah silam dan nama Gubernur jang malang itu tiada lain dari Sir Egbert Bronson”.

Deane mengangguk, kemudian katanja: „Tapi Bert, apakah kau kira bahwa pembunuhan terhadap Gubernur itu.........”

„Ja Robby”, tjepat sekali Lynch menukas sambil mengeluarkan tjatatan² Graham dari sakunja. „Sesungguhnja aku tidak pertjaja bahwa Graham akan sampai pada satu kesimpulan jang sama denganku”.

„Bagaimana maksudmu ?”

Lynch menundjuk pada selembar dari tjatatan² itu.

„Maksudku ini. Setelah beberapa tjatatan tentang persiapan² pekerdjaannja, pertemuan² dengan Inspektur Kepala Sutter, Ispektur Lenley dan lain-lainnja, Graham menjebut-njebut pula tentang hal² jang ada hubungannja dengan pembunuhan Gubernur itu. Dan supaja lebih djelas baiklah kubatjakan tjatatan² Graham ini”,

Dia mengambil dua helai dari tjatatan² itu dan mulai membatjanya :

„Sir Egbert Bronson, bekas kolonel dari salahsatu Resimen Artileri di India, didalam tahun 1918 telah diangkat sebagai Gubernur di Trinidad. Disaat itu Sir Egbert berumur 63 tahun dan berdjasa besar dalam perang Boer d Afrika, kemudian direktur dalam urusan koloni di Hongkong. Dan karena djasa djasanja itu oleh Sri Radja dia dianugerahi gelar Bangsawan. Pengangkatannja sebagai Gubernur mendapat sambutan jang baik dari rakjat Trinidad, jang dalam keberangkatannja ke Trinidad itu Sir Egbert disertai oleh adjudannja Major George Esme Cassel, seorang perwira jang sangat setia terhadap atasannja, seorang duda dan seorang ajah dari seorang anak perempuan betumur empat tahun, Georgia Cassel”, dia berhenti sebentar.

„Cassel adalah orang peramah, Sebab itu tidak mengherankan kalau dia mendapat simpati rakjat jang tjepat sekali. Bersama anaknja dia tinggal di Hotel Britania dekat Taman Sri Ratu”. „Tugas pertama dari Gubernur jang baru itu tegas sekali jaitu dengan segera melenjapkan perdagangan tjandu di Trinidad. Dan pada tanggal 7 Oktobr 1919 pemerintahnja mengeluarkan sebuah pengumuman jang menjatakan bahwa dalam waktu jang singkat perdagangan obat bius itu akan segera diachiri".

Lynch berhenti membatja dan menoleh kearah Deane jang dengan penuh minat mendengarkan tjatatan jang ditulis Graham itu.

„Sekarang beberapa tjatatan tentang keadaan Gubernur itu sendiri", Lynch melandjutkan.

„Dalam pekerdjaannja itu Bronson dibantu oleh dua orang. Pertama Cassel dan jang kedua Kapten Hubert Sutter, jang sekarang mendjabat sebagai Inspektur Kepala di Trinidad. Sutter dan Cassel masing² mempunjai seorang sekretaris jang sangat dipertjaja. Sekretaris Cassel adalah orang Inggris bernama Hilary Davenant, sedangkan sekretaris Sutter seorang India bernama Gokool Meah.

Bronson berkantor di Gubernuran, ditingkat pertama dari djendjang kiri dari gedung itu. Dan tjuma terhalang oleh sebuan lorong, berdjedjer kantor² Sutter, Cassel dan sekretaris-sekretarisnja. Dari djendjang kiri gedung itu terdapat sebuah tangga jang menghubungkan ruangan itu dengan kebun dibelakangnja.

Dan tanggal 9 Oktober pag kira² djam setengah sebelas terdjadilah peristiwa itu. Sutter dan Meah mendengar majoor Cassel jang berada dibilik kerdjanja. Bronson berteriak njaring. Dan Sutter bersama Meah berlari lari menudju kamar itu. Dan mereka djadi tertegun waktu melihat bahwa Sir Egbert menggeletak dilantai dalam keadaan tidak bernjawa lagi, sedangkan dipunggungnja tertantjap sebuah bajonet.

Pemeriksaan jang dilakukan dengan segera tidak membawa sesuatu hasil. Tapi tidak lama setelah itu terdjadilah hal² jang sangat menarik. Kira² satu djam setelah pembunuhan itu dengan tiba² sekali major Cassel menghilang, demikian pula anaknja jang masih ketjil. Sedjak saat itulah orang tidak pernah melihat dia. Namun begitu, sekalipun sampai saat ini peristiwa itu hampir dilupakan orang, selama aku bekerdja perhatianku tertarik oleh alasan² tertentu jang menurut hematku sebab-musabab dari pembunuhan terhadap Gubernur itu sedikit banjak ada sangkut-pautnja dengan apa jang sedang kuhadapi sekarang.

„Rawa Caroni........."

„Sampai disini tjatatan² itu berachir. Dan sisanja tentu ada pada sipembunuh Graham", kata Lynch sambil menatap pada rekannja. Dan Deane sendiri tampak berpikir.

„Rawa Caroni ! Kebetulan sekali", kata Deane kemudian.

„Kebetulan? Tidak bisa kebetulan Rob! Grahampun memang anak tjerdik".

Tapi Deane masih belum mengerti.

„Djadi, kau jakin akan bisa menjingkapkan rahasia ini Bert?"

„Ja, jakin seperti jakinnja dua kali dua empat".

„Dan rentjanamu sekarang?"

„Tentu sadja menjel diki rawa Caroni".

„Dan peristiwa Graham, apakah akan kau biarkan begitu sadja ?"

Lynch mengumpulkan lembar² tjatatan Graham itu tanpa menghiraukan Deane, kemudian dibakarnja hela demi helai. Baru sesudah lembaran² itu dimakan api semuanja dia bersandar lagi didinding.

„Sementara ini biar sadja", katanja mendjawab pertanjaan Deane paling achir.

„Apa?", tanja Deane tidak mengerti.

„Soalnja begini: Dari pengalamanku, pembunuhan seperti jang terdjadi atas diri Graham itu sukar sekali pemetjahannja. Djadi aku tidak bisa begitu sadja memulai. Sebagaimana kau tahu, Graham diserang dengan mendadak, meninggal dan penjerangnja lenjap tanpa meninggalkan djedjak ketjuali djambul burung berwarna merah itu. Kedua, persoalannja sudah ada ditangan jang berwenang. Kau sendiri tjerita bahwa polisi berusaha merahasiakan peristiwa ini. Dan ini dapat kufaham. Ribut² malah akan menjebabkan pemeriksaan lebih rumit lagi.

Dan jang paling achir: dari tjatatan² jang ada pada Graham tahulah aku apa motif pembunuhan itu. Graham telah berhasil mengetahui pembunuh Guhernur Bronson atau setidak-tidaknja telah bisa menduga siapa pembunuh itu. Dan sipembunuh tentunja sudah tahu pula sampai dimana pekerdjaan Graham. Itulah sebabnja mengapa Graham mereka singkirkan. Sebagaimana telah kukatakan kemarin malam rentjanaku sendiri tidak akan berubah karena peristiwa ini”.

„Tapi ada jang bagiku kurang djelas, mengapa karung beras orang Negro itu kau lubangi ?”

„Itupun sederhana sadja. Orang Negro itu bernama Queechie dan tinggal bersama beberapa rekannja disebuah rumah tidak djauh dari sini. Pekerdjaannja sehari hari adalah mengumpulkan kulit kaju² bakau jang dambilnja dari rawa Caroni. Tapi pertjajalah, penghasilan mereka bersama dalam satu hari tak akan lebih dari satu shilling”.

„Dan kau mau katakan bahwa mereka tak akan mampu membeli makanan sebanjak jang tadi itu. Begitu?”

„Memang. Aku jakin bahwa dia belandja untuk orang lain. Lebih tegas lagi: untuk orang banjak. Dan orang² itulah jang ingin kuketahui”.

„Tjuma itu sadja?”

„Ja”.

„Dan tentang bulu burung itu bagaimana?”.

„Tentang itu aku sendiri sudah punja dugaan, tapi baiklah djangan kita bitjarakan dulu. Aku sudah ngantuk”.

Berkata demikian Lynch membaringkan dirinja diatas tumpukan potongan² kain jang digunakannja sebagai kasur itu. Dan tjuma beberapa menit kemudian terdengarlah dengkurnja.

*

XIIKEESOKAN harinja merekapun mulai dengan penjelidikannja. Mula² mereka menudju warung Lee Kou. Hari masih sangat pagi, belum seorangpun jang menampakkan dirinja disekitar tempat itu. Tapi butir² beras jang tertjejer dari karung Queechie kemarin masih kelihatan dengan djelas.

Djedjak jang terdiri dari butir² beras ini mengikuti sedjalur djalan kekiri dan d kedjauhan tampaklah sebuah rumah.

„Itulah rumah Queechie”, bisik Lynch.

Djalan itu jang achirnja sampai d rawa-rawa dimana penuh dengan pohon² bakau jang banjak sekali terdapat sehingga merupakan semak². Dengan menggunakan dahan bakau sebagai tongkat mereka menuruni rawa² itu.

Kian ketengah ternjata rawa itu kian dalam. Tinggi air sudah mentjapai paha mereka, sedangkan lumpur dikakinja makin dalam djuga.

„Aku betul tidak mengerti bagaimana kawanmu tuan Queechie itu bisa melalui tempat ini”, sahut Deane dengan agak kesal.

„Tapi aku kira bisa sadja”.

„Mengapa kira²? Adakah orang jang mau repot² membeli 20 kilogram beras kemudian menenggelamkan dirinja disini?”

„Aku tak pernah bilang begitu. Aku tjuma pikir, bahwa mendapatkan tempat jang bisa d lalui dirawa ini tidaklah semudah jang kusangka semula. Ajolah Deane, kita djangan rame² dulu”.

Dan waktu mereka mengindjakkan kakinja ditanah jang agak keras matahari sudah meninggi. Rumah Queechie tidak diauh lagi. Menurut penglihatan Deane rumah itu dibikin dari bekas² kaleng bensin, kaju² tua dan bekas² peti. Dibelakang rumah itu terdapat sepetak kebun dan beberapa kerandjang penuh dengan kulit² kajubakau jang sudah kering.

Waktu mereka mendekati rumah itu beberapa penghuninja sedang masak. Bau masakannja sudah mulai merembes hidung mereka. Dan ketika keduanja sudah ada dimuka rumah itu, Queechie tjepat² berdiri dan memandang mereka dengan agak tjuriga.

Tapi Lynch seperti tak menghiraukan pandangan itu.

„Ha, masakannja enak nih! Telur dan roti tentu. Apa kalian masih ada persediaan untuk kami? Biarlah kawanku ini jang bajar”, otjehnja. Entah mengapa, orang Negro itu mengangguk sementara Lynch terus mengotjeh seenaknja. Deane jang mula² keheranan atas sikap rekannja itu segera mengerti. Ini tentunja dimaksudkan Lynch agar orang² jang ada disana mendapat kesan bahwa kedua orang jang berdiri dimuka rumah itu tjumalah manusia² miskin jang tidak perlu diragukan. Dan siasat Lynch ini tjernjata berhasil. Pandangan Queechie dan kawan-kawannja jang mengandung ketjurigaan itu berangsur-angsur hilang.

„Apakah kerdja kalian tiuma mengumpulkan kulit bakau?” tanja Lynch lagi. „Kalau begitu kalian harus masuk djauh kedalam rawa, bukan?”

Tapi Queechie menggelengkan kepalanja.

„Tak seorangpun jang bisa memasuki Caroni lebih djauh lagi”, diawabnja. „Terlalu sukar untuk masuk kesana, karena itu tak ada jang mau tjoba² masuk. Kau tentu tahu kaju² bakau tjepat sekali tumbuhnja, untuk apa pergi djauh²”.

Lynch mendengarkan kata² Queechie ini seolah-olah dengan penuh minat.

„Saja tjuma pikir sadja begitu”, udjarnja kemudian. „Dan kalau tak salah saja pernah dengar bahwa kepedalaman rawa ini ada djalan jang bisa dilalui tapi tjuma beberapa orang sadja jang mengetahuinja”.

Sambil memasukkan sepotong roti kedalam mulutnja Queechie menggeleng lagi. Tapi Lynch seolah-olah tak atjuh. Lalu tiba² sadja dia meraih lengan Deane, sedangkan matanja nanar kearah djalan jang mereka lalui tadi.

„He bung, ada orang datang! Polis atau bukan?” tanjanja pada Queechie. Dan Queechie jang sedikit kaget melihat perbuatan Lynch itu tjepat² menoleh. Memang didjalan jang dilalui Lynch tadi dia melihat seorang beruniform khaki menudju gubugnja.

„Bukan, dia orang Itali peternak disana”. Queechie tersenjum dan memandang pada Lynch. Lalu tanjanja: „Kenapa kau takut polisi? Punja dosa?”

Lynch menepuk bahu Queechie. „Djangan seburuk itu sangkamu kawan! Pertjajalah aku orang baik². Aku tjuma ingin tahu sadja, apakah dia polisi atau bukan”. Berkata demikian dia berdiri dan tanpa menghiraukan Queechie jang menatap tak pertjaja, kemudian melangkah pergi diikuti oleh Deane.

„Kau mengerti maksudku Robby?” kata Lynch pada rekannja setelah mereka berada digubugnja. „Basi orang² sederhana seperti Queechie itu tjara² jang tampaknja sederhana sekalipun bisa ada manfaatnja. Dengan sikapku tadi Queechie dan kawan-kawannja dapat menarik kesimpulan bahwasanja kita takut pada polisi. Ini maksudku jang utama. Dan sekarang tinggallah Inspektur Lenley menolong kita selandjutnja, untuk membuktikan bahwa kita benar² buronan polisi”.

*

XIII DENGAN petundjuk² dari Lynch doctor Robert Deane berangkat kekota. Tidak djauh dari stasiun dia masuk ketempat tilpun umum dan langsung berhubungan dengan Inspektur Lenley.

„Inspektur, anda berbitjara dengan Deane. Sempatkah anda berbitjara dengan saja hari ini?”

„Dimana?”

„Kalau anda tidak keberatan dekat stasiun”.

„Djam berapa?”

„Terserah”.

„Bagaimana kalau djam duabelas?”

„Baik”, djawab Deane.

Saat itu baru djam setengah sepuluh dan karena Deane tidak ada rentjana lain dia berdjalan menjusurj lorong² d sekitar tempat itu. Tanpa tudjuan dia mendaki sebuah perbukitan ketjil didekat kota. Pemandangan dari bukit itu baik sekali. Dibawah Deane terhampar Teluk Paria dan lebih kebarat lagi. kelihatan samar² daratan Venezuela.

Beberapa mil dari sana memandjang rawa Caroni jang keseluruhannja tampak menghidjau. Djutaan pohon bakau, menutupi tawa itu dan makin kedalam tampak makin lebat dan makin tinggi, seolah-olah disanalah letaknja daratan jang katakan Lynch kepadanja.

Deane tidak perlu menunggu lama² lagi. Begitudia masuk diperon stasiun Port of Spain, Inspektur Lenley muntjul dari arah lain. Dia tidak mengenakan uniform dan segera mendapatkan Deane.

„Bagaimana kabar ?” tanjanja langsung.

Kami membutuhkan pertolongan anda Inspektur!”

„O ja?” tanjanja lagi serieus,

„Ja. Saat ini kami berada digubug ditepi rawa caroni, di kanan djalan tidak djauh dari warung Lee Kou. Din Lynch akan betul² berterimakasih kalau petang ini anda mengirimkan beberapa orang untuk menangkap kami”.

Inspektur Lenley menatap Deane dengan pandangan tidak mengerti.

„Ini tentunja termasuk salahsatu siasat dari kawan anda itu. Tapi bolehkah saja bertanja, apakah maksud dia dengan permainan ini?”

Deane mengangkat bahu.

„Maaf sadja Inspektur, Bagi saja sendiri betul² gelap”, djawabnja.

Lenley memasukkan tangannja kedalam sakutjelana dan alisnja mengernijit.

„Tadinja saja pikir Lynch akan bekerdja tanpa tjampur tangan dari kami. Dan saja sendiri tjotjok begitu. Tapi ja, baiklah saja akan penuhi permintaan tuan sekarang ini, anak buah saja tentunja akan berbuat sungguh², karena tak mungkin saja memberitahukan permainan ini kepada mereka. Tak semua orang bisa dipertjaja, sekalipun mereka itu anakbuah saja jang paling baik”.

Deane mengangguk. Dilihatnja Inspektur Lenley mengambil dua helai kertas dari sakunja.

„Inilah”, katanja sambil menjodorkan kertas itu. „Saja harap sadja surat² ini akan memuaskan kawan anda”.

Tanpa bertjakap_tjakap lagi Lenley berlalu dari situ. Sebentar Deane membatja surat² itu jang ternjata memuat snjalemen lengkap tentang diri Lynch dan dia sendiri. Selandjutnja dinjatakan pula bahwa polisi Trinidad mentjar kedua orang jang disinjalir tu „untuk mendengar keterangannja", tanpa disebut-sebut adanja sesuatu peristiwa kedjahatan.

XIV TERGESA GESA Deane kembali kerawa dan mendapatkan Lynch sedang duduk² dimuka gubug Queechie.

„Bagaimana?" tanjanja sambil mengedipkan matanja. Disaat itu Queechie berada tidak djauh dari Lynch dan sedang asjik makan.

„Deane mengerti isjarat Lynch itu. „Tak banjak perobahan apa². Orang jang kaudjumpai pagi tadi ternjata sudah lenjap pula".

Berkata demikian Deane mengeluarkan surat² tadi dari sakunja. Kepala surat jang ditulis dengan huruf besar itu djelas sekali terbatja:


POLISI TRINIDAD


sehingga Queechie jang mau tak mau turut membatjanja jadi sangat terperandjat.

Lynch mendjangkaukan tangannja pelan² dengan maksud memberi waktu kepada Queechie agar bisa membatjanja lebih banjak lagi.

Ternjata dia sangat terpengaruh dan tanpa berkataapa² meninggalkan mereka.

„Apakah dia bisa batja?" bisik Deane.

„Menurut gelagatnja ja", djawab Lynch. „Bagaimana djuga sebagian besar tulisan ini sudah dia ketahu. Dan ini tjukup memudahkan kita dalam pekerd jaana selandjutnja".

„Ja, aku ngerti sudah", djawab Deane, dan selandjutnja, djam empat nanti kita akan terima tamu² itu".

„O, djadi dia mau bantu kita Robby!?"

„Ja, sekalipun dia sendiri belum mengerti apa maksudmu dengan permainan sematjam ini".

Sementara Queechie dan kawannja pergi mengumpulkan kajubakau, Deane tetap menunggu disana, sedangkan Lynch mengawas kalau² rombongan anakbuah Lenley jang didjandjikan itu datang disana. Dan kira² djam lima petang Queechie kembali dari tempat bekerdjanja.

Tepat disaat itu Lynch datang dengan terengah-engah.

„Robby, tjepat!" serunja gugup. Lekas, mereka sudah ada diwarung Kou!"

Seperti tidak menghiraukan Queechie jang menganga keheranan Lynch mendjangkau sebilah galah pandjang, lantas melompat kedalam lumpur dan langsung menerobos rawa² jang rapat ditumbuhi pohonbakau itu. Doctor Deane jang tampak gugup pula segera mengikuti dia dibelakangnja.

Seolah-olah benar² ketakutan mereka berajun dari pohon kepohon, sehingga achirnja berada ditempat jang tidak mungkin dilihat dari luar. Sambil melepaskan lelah mereka duduk pada dahan² bakau jang besar.

„Robby, kalau kau djatuh kebawah sana djanganlah mengharapkan bisa selamat sekalipun kau seorang perenang ulung. Airnja sendiri kukira tidak akan lebih dari setengah meter, tapi dibawahnja adalah lumpur pasir jang aku sendiri tidak tahu sampai dimana dalamnja".

„Kalau begitu mengapa kau lari disini?" tanja Deane.

„Ah, kau masih sadja bertanja-tanja Robby! Dengan nekad bersembunji ditempat berbahaja inilah Queechie dan kawan-kawannja akan pasti bahwa kita benar² pendjahat buruan polisi".

Deane tjuma mengangguk dan memandangi air jang gerada dibawah kakinja. Dan setelah kira² selengah djam berlalu Lynch beringsut dari tempatnja.

„Robby, kita kembali".

„Sekarang?"

„Ja, sebentar lagi hari akan gelap dan kita tak mungkin bisa tahu djalan mana jang harus ditempuh. Tentunja anak buah Lenley sudah pergi".

XV BETUL-BETUL kelalaian mereka mentjapai rumah Queechie. Lynch merangkak.rangkak dipinggir-pinggir rawa dan member isjarat kepada Deane agar mendekati dia.

„Sini! Polisinja sudah pergi!" serunja tjukup keras sehingga orang² didalam rumah Queechie pasti mendengarnja. Setelah itu dia berdjalan kearah gubug Queechie dan mengetuk-ngetuk pintu.

Queechie muntjul keluar.

„Kau mau apa ?" tanjanja dengan pandangan tjuriga.

„Dengar bung", sahut Lynch mendekat. Aku tak mau banjak tjakap. Jang penting aku dan kawanku ini harus segera pergi. Dikota bagiku sudah terlalu panas. Mengerti?"

„Lantas kalian mau pergi pakai apa? Pakai kapal?"

„Ah, dungu sekali kau!" sela Lynch kesal. Dengan kapal paling² bisa pergi ke Venezuela, sama sadja dengan masuk perangkap polisi² disana". Berkata demikian dia memasukkan tangannja kedalam sakutjelananja. Sesaat kemudian tangan itu sudah menggenggam beberapa lembar uang kertas.

„Sekarang djangan banjak omong. Kau tahu sendiri tadi, rupa-rupanja polisi mentjium bahwa kam ada disekitar ini. Ini ada duapuluhlima dollar, dan aku minta kau djangan banjak bertingkah !"

„Apa maksudmu ?" tanja Queechie tidak mengerti.

„Apa maksudmu? Tolong belikan beras, roti dan daging supaja aku tidak kelaparan. Kemudian kau tundjukkan aku djalan untuk berkumpul dengan kawan² dipedalaman sana".

„Ha? Aku tidak tahu! Selama disini aku tidak pernah dengar bahwa ada djalan masuk rawa sana!"

Tapi Lynch tidak menghiraukan itu. Dia mendjedjalkan uang jang dipegangnja ketangan Quecchie.

„Terimalah ini. Dan tjoba pikir², barangkali kau mash ingat djalan itu. Beli makanan untuk kita dan tjepat² kembali".

Sambil memperhatikan uang jang digenggamnja itu Queechie tjuma bisa mengangguk, lantas memberi isjarat kepada Lynch dan Deane agar mengikuti dia.

Bertiga mereka menerobos diantara pohon² bakau sampai lumpur dari paja itu mentjapai tumit mereka. „Dengar”, sahut Queechie sambil membalik pada Lynch dan Deane jang berdjalan dibelakangnja. „Kalau aku melompat pandjang, kalianpun harus melompat pandjang. Aku berdjalan lambat, kalian lambat, aku kekanan, kalian kekanan. Sedikit sadja tidak menuruti perbuatanku itu, kalian djangan mengharapkan keluar hidup² dan dasar rawa ini”,

,,Djangan takut, kami akan mematuhi petundjuk-petundjukmu !”

Queechie undur kebelakang beberapa langkah. Dan setelah membuat sedikit antjang² dia melompat kemuka dan mentjapa setjertjah tanah jang agak tinggi. Kemudian dia membelok kekiri dan berdiri menunggu kedua orang temannja.

Lynch berhasil melompat tepat seperti Queechie. Tapi lompatan Deane beberapa desimeter kebelakang dan badannja terbenam lumpur sampai dipinggangnja. Dengansusah-pajah Queechie dan Lynch mengangkat doctor Deane dari lumpur.

Sedjenak mereka beristirahat. Sesudah itu Queechie melompat pandjang² sebanjak tiga lompatan, kemudian sedikit membelok kekanan, madju dua langkah dan melompat lagi kedepan.

Dalam wakiu sepuluh menit sadja Lynch dan Deane sudah ketjapaian. Mereka merangkak dan melompat antara pohon² bakau jang lebat dan tidak tahu lagi kedjuruan mana tudjuan mereka, sedangkan perdjalanan makin kedalam makin sukar lagi. Berulangkali Queech’e harus berpegang erat kepada dahan² bakau jang kuat dan berajun kemuka. Dibawah mereka kelihatannja seperti tanah biasa, tapi sebenarnja tiada lain dari pasir mengapung iang sangat berbahaja. Sekali-kali dia mendjedjakkan kakinja pada batu² jang bermuntjulan diatas permukaan. Tapi sedikit sadja meleset, berarti melajangnja djiwa terkubur didasar lumpur jang dalamnja bermeter-meter itu.

Achirnja Queechie melompat djauh² kedepan. Dan waktu Lynch bersama Deane mengikutinja, mereka merasa bahwa jang diidjak mereka adalah tanah daratan, sedangkan disekeliling mereka masih tetap hutan² bakau jang melebat.

„Lebih djauh dari sini aku tidak tahu lagi”, kata Queechie. „Tapi disini sadja kalian sudah pasti aman.Bagaimanapun polisi tak akan sampai kesini. Dan esokpagi aku akan kembali mendjemput kalian".

Tanpa menunggu djawaban dari Lynch Queechie membalik dan lenjap diantara hutanbakau jang mereka lalui tadi. Tinggallah kedua sahabat itu berpandangan dengan wadjah penuh tanda-tanja. Bahkan Deane tampak agak tjemas dan menatap Lynch jang sedang menuliskan sesuatu pada bukutjatatannja. Djelas terbatja oleh Deane tulisan²: 1.p.3, j.2, 1.pd.2, k.24, 1.p.2.

„Tulsan² apa itu?" tanja Deane tidak mengerti.

„Djalan jang kita tempuh", djawab Lynch sambil senjum.

„Ini jang kuingat sadja: lompat pandjang 3, kekanan 2 langkah, lompat pendek 2, kekanan lagi 24 langkah dan lompat pandjang 2. Tjelakanja kalau tjatatan-tjatatanku ini tidak benar".

„Dan kalau Queechie tidak kembali besok, kita akan benar² djadi orang paling malang didunia ini", sela Deane. Dan mendengar ini Lynch tjuma senjum dipaksakan.

„Kita harap sadja tak terdjadi sedjelek itu", katanja. Kemudian tanpa menghiraukan temannja jang benar² ketjemasan itu, Lynch menjiapkan kelambunja dan membaringkan dirinja ditanah jang agak tinggi letaknja.

Karena kelelahan mereka tidur dengan lelap sekali. Matahari sudah agak tinggi waktu Lynch jang bangun lebih dulu mengguntjang-guntjangkan tubuh kawannja.

Begitu Deane membukakan matanja Lynch menuding kearah bekas kaki jang dengan djelas membekas ditanah tidak begitu djauh dari tempat mereka berbaring.

„Kau lihat bekas² kaki itu Robby? Dan didekatnja kau bisa pula melihat bekas peti² jang berat². Menurut pendapatku Queechie memang tidak bohong. Da mengantarkan barang? belandjaan itu hanja sampai disini. Lebih djauh lagi dia tidak tahu. Karena itu aku jakin bahwa ada orang lain jang mendjemput barang² itu dari sini dan membawanja kepedalaman".

Mendengar ini Deane masih belum tertarik.

„Dan kalau semua pendjahatz itu berkumpul disekitar rawa ini, apa jang bisa kita lakukan terhadap mereka?" tanjanja kemudian.

Sekali lagi Lynch mengangkat bahu dan sambil tersenjum menatap rekannja. Kemudian tanpa berkata lagi dia memotong dua batang dahan bakau jang pandjang dan memberikan jang satunja kepada Deane.

Dengan menggunakan dahan itu sebagai tongkat Lynch menduga duga rawa jang ternjata tidak begitu dalam. Kalau tongkatnja itu menjentuh bagian tanah jang keras tanpa ragu diapun melompat diikuti oleh Deane. Dan beberapa kali mereka berhasil mendapatkan tempat² untuk berpidjak dengan baik. Tapi kian lama keadaannja kian sukar. Pada satu ketika Lynch terpeleset dan sampai didadanja dia terbenam dalam lumpur. Dengan berpegangan pada dahan² bakau jang kuat barulah dia berhasil menjelamatkan dirinja.

Beberapa saat keduanja tertegun. Mereka tidak tahu lagi kemana harus pergi. Setiap langkah mungkin akan menjebabkan mereka terbenam didasar rawa, sedangkan merekapun sudah tidak ingat lagi arah mana tempat mereka tidur semalam.

Sementara dalam kebingungan itu tiba² Lynch mendengar bunji air jang disibakkan.

„Queenchie?" tanja Deane.

„Barangkali. Tapi tunggu dulu. Dia menudju kesini......."

Memang ketjepuk air itu terdengar kian mendekat. Mata Lynch dan Deane tertumpu pada bunji itu. Tapi mereka djadi berpandangan lagi ketika bunji itu tiba² sadja terhenti.

„Mungkin dia tahu kita!" bisik Deane.

„Ja", angguk Lynch. Dan alangkah kagetnja Deane waktu Lynch begitu sadja berteriak njaring. Dan suaranja menggema lepas ditengah-tengah rawa itu. Kemudian beberapa detik lamanja dia menunggu.

„Hai! Siapa disana?" tiba² sekali terdengar dari tempat tadi.

„Perempuan.........!" bisik Lynch dengan heran.

Dan sebelum Deane mendjawab muntjullah orang itu dari balik dedaunan pohon bakau jang lebat. Benarlah dugaan Lynch, karena orang jang muntjul itu adalah seorang perempuan berumur tidak lebih dari duapuluh tahun. Dia mengenakan sepatu laars karet jang hampir mentjapai pahanja, kemedja laki² berwarna biru dan topi vilt dikepalanja, dan berdiri kira² limabelas langkah dari tempat Lynch dan Deane. Dikedua tangannja disiapkan sebuah busur dengan anak panahnja jang diarahkan tepat kepada mereka.

„Diamlah disana!” sahutnja lagi setengah membentak.

Lynch sedikit beringsut didahan tempat duduknja dengan maksud untuk menghampiri gadis itu. Tapi pada saat itu pula anakpanah ditangan sigadis itu meluntjur dan mendesis didekat kepala Lynch. Ini menjebabkan Lynch tertegun lagi ditempatnja, sedangkan sigadis dengan tenang membidikkan lagi busurnja kearah dia.

„Saja tidak bermaksud mengenai kalian”, katanja. Tapi anak panah jang kedua ini pasti menembus tubuh kalian, ketjuali kalau kalian tidak keras kepala!”

„Baiklah, kami akan patuh. Tapi sebenarnja nona siapa?”

„Dan kalian sendiri? Untuk apa datang disini?” tanjanja kembali tidak kalah tjepat.

„Saja tdak akan mengatakan siapa kami. Tapi surat² inilah jang akan berkata kepada nona!” sahut Lynch. Dari sakunja dia mengeluarkan dua helai surat jaitu surat jang diberikan Inspektur Lenley pada doctor Deane kemarin.

Gadis itu madju dan mengambil surat² tu dari tangan Lynch, kemudian dibatjanja tjepat.

„Bagaimana sampai kalian datang disini?” tanjanja lagi.

Sekarang Deane jang mendjelaskan, bahwa mereka berada dalam buruan polsi Port of Spain, kemudian bertemu dengan Queechie dan achirnja melarikan diri kerawa.

Gadis itu mendengarkan tjerita Deane dengan sungguh². Dan Lynch bisa menduga bahwa dia mempertjajai tjerita itu sepenuhnja.

„Dan nona, sekarang kami benar² dalam kebingungan. Kami tiada pilihan lain, tersesat dalam rawa ini dan achirnja mati kelaparan”.

Gadis itu tidak mendjawab. Dia menunduk seolah-olah

Terangkan siapa kalian sebenarnja! Singkat² tapi tjukup
djelas”, katanja dengan suara keras
.

memperhatikan air dibawahnja.

„Karena itu, maukah nona menolong kami?" kata Lynch dan pertjajalah kami tak akan menjusahkan nona”.

Sungguh diluar dugaan mereka karena tanpa diulang lagi gadis itu mengangguk,

„Baiklah, saja akan membawa kalian kerumah. Tapi dengan sjarat, kalian harus tunduk kepada kata² saja".

Ini didjawab Lyneh dan Deane dengan anggukan.

„Apakah kalian membawa saputangan?” tanja sigadis lagi.

„Ja, djawab Lynch dan Deane hampir bersamaan. Dari sakunja masing² mereka mengeluarkan sehelai saputangan.

„Bagus! Turunlah dari dahan itu. Djangan takut², tanah dibawah kalian tjukup kuat. Tapi ingat, anak panah ini tetap tertudju pada kalian”.

Dengan senjum dipaksakan keduanja turun dan menghampiri gadis itu.

„Tutuplah mata kalian dengan saputangan itu!” perintahnja. Dan tanpa membantah Lynch dan Deane mematuhi perintah itu. Waktu itulah Lynch mendekatkan mulutnja ketelinga Deane: „GEORGIA CASSEL!” bisiknja.

Deane masih termangu-mangu ketka dua batang dahan bakau disodorkan gadis itu ketangannja. „Peganglah tongkat ini, dan saja akan bimbing kalian”.

Demikianlah mereka berdjalan. Dimuka sekali gadis itu dengan memegang tongkat jang udjung satunja dipegang oleh Deane, sedangkan tongkat salunja lagi oleh Lynch jang berdjalan paling belakang. Bolehlah dikatakan bahwa keselamatan mereka sepenuhnja diserahkan kepada gadis itu, karena mereka sendiri tidak bisa melihat apa². Tanpa mengeluh atau menggerutu keduanja tersaruk-saruk dan kadang² terdjatuh, mengarungi rawa jung Jebat itu, sehingga achirnja terasa bahwa kaki mereka sudah mengindjak daratan.

„Tolong panggilkan kapten Doughiin!” seru gadis itu tiba². Dan bak Deane maupun Lynch tahu bahwa utjapan itu bukan ditudjukan kepada mereka. Mereka tjuma mendengar langkah² jang mendjauh dari sana, dan setelah beberapa saat hening langkah² itu terdengar lagi mendekat.

„Georgia! Ada apa? Siapa jang kau bawa itu?” kini terdengar suara seorang laki².

„Aku djumpai mereka ditengah-tengah rawa. Agaknja mereka tersesat disana", djawab Georgia, sigadis itu.

„Lepaskan saputangan itu!" perintah orang itu lagi. Tanpa diulang lagi Lynch dan Deane melepaskan sapatangan jang menutup mata mereka. Dan waktu pengikat mata itu terlepas dihadapan mereka berdiri seorang jang bagi mereka sama sekali asing. Orang itu, mungkin jang disebut Georgia tadi Kapten Doughlin, berperawakan tinggi besar, berambut merah dan ditjukur pendek². Pakaiannja seragam putih bersih dengan sepatu laars tinggi jang mengkilat. Dia menatap kedua sahabat itu tanpa berkata, sedangkan kedua tangannja tetap pada dua buah revolver besar jang tergantung dikirikanan pinggangnja.

„Katakan, siapa kalian! Singkat² sadja, tapi tjukup djelas!" Lynch memandang orang itu sambil senjum.

„Kapten, pertjajalah pada kami bahwa kami tidak bermaksud buruk".

„Ja, bolehlah! Tapi bagaimana sampai kalian tersesat dirawa?"

„Surat² jang ada pada nona ini akan tjukup djadi bukti, siapa kami sebenarnja", djawab Lynch lagi tetap tenang. Dan tanpa diminta Georgia menjerahkan surat² jang diberikan Lynch tadi kepada Kapten Doughlin. Setelah dibatja, dia memasukkan surat² itu kedalam sakunja.

„Djadi kalian mau bersembunji disini? Begitu?"

„Ja", angguk Lynch. „Tapi tak akan lama² serta tidak pula akan menjusahkan kalian. Apa jang kami makan disini akan dibajar dengan tunai. Kalau perlu kamipun bersedia melakukan pekerdjaan² bagi kalian".

„Baiklah, kau tak perlu chawatir. Nona Georgia akan mendjamin bahwa kalian bisa mendapat makan disini. Dan aku sendiri tak akan menanjai kalian djauh², asal sadja kalian bisa menghargai sikap kami disini".

Sekali lagi Deane dan Lynch mengangguk sambil memperhatikan langkah Kapten Doughlin jang berandjak dari sana.

XVI BERIRINGAN mereka mengikuti Georgia melalui seladjur djalan jang menudju ketengah-tengah daratan itu. Dan tahulah Lynch bahwa daratan itu betul² merupakan sebuah pulau ditengah-tengah rawa, tjukup luas untuk bisa menampung seluruh penduduk kota Port of Spain diatasnja.

Dua orang berkebangsaan Negro, seorang Indo Inggris dan seorang kulit putih jang berpapasan menatap mereka dengan penuh minat. Tapi Lynch dan Deane seolah-olah tidak ambil pusing. Keadaan disekitarnja tjukup menarik perhatian mereka, terutama rumah² jang didirikan disepandjang djalan itu. Tidak kurang dari duabelas buah rumah mereka lalui, kesemuanja beratapkan lalang dan berkolong tinggi.

Achirnja merekapun sampai pada sebidang tanah jang agak mendjorok dan diatasnja terletak sebuah rumah jang menurut penglihatan Deane dan Lynch satu-satunja rumah terbesar dipulau itu.

„Aku tinggal dirumah itu”, kata si gadis menerangkan. „Namaku Georgia Cassel dan tinggal disana bersama ajah”.

Seorang berwadjah Indian menghampiri mereka.

„Waspisahana”, kata Georgia lagi, „beri orang² ini makan. Nanti Boughlin akan memanggil mereka”. Kemudian tanpa menoleh lagi kepada kedua tamunja gadis itu melangkah masuk kedalam rumah.

Beberapa saat lamanja Waspisahana menatap Lynch dan Deane bergantian, kemudian dengan isjarat dia mengadjak kedua orang itu masuk kedalam sebuah gudang. Disanalah kepada mereka diberikan makanan jang terdiri dari setjerek air, sepiring nasi jang sudah dingin dan sepiring ikan laut jang sudah dingin pula. Sementara mereka makan, orang Indian itu pergi dari sana.

„Robby, kau merasa bahwa makanan ini sudah pada dingin?” tanja Lynch.

„Tentu sadja. Mengapa?”

„Kalau aku tidak salah duga begini: Sianghari dipulau ini tidak pernah masak. Kau tahu, ada asap, ada api. Dan ada api, biasanja ada manusia. Djadi kau bisa menerka bahwa penghuni pulau ini adalah orang² jang takut didjumpai manusia lainnja”.

Deane menatap kawannja dengan sungguh. „Selain itu", kata Lynch lagi, „kita tahu sekarang bahwa dari arah daratan orang bisa mentjapai pulau ini. Dan bagiku bukanlah hal jang aneh, kalau dari pulau ini bisa pula ditjapai lautan terbuka. Kau tahu, kira² lima mil dari sini terletak kota jang tjukup besar: Fort of Spain. Dan lazimnja, kota² besar adalah tempat jang sangat enak sebagai daerah operasi pendjahat². Sedangkan berhadapan dengan rawa disekitar pulau ini terletak selat Paria jang berbatasan pula dengan pantai Venezuela atau dengan kata lain, daratan Amerika Selatan. Djadi antara Trinidad dengan Venezuela itu terletaklah rawa ini dengan tempat² persembunjiannja jang tjukup baik seperti pulau jang kita indjak sekarang ini".

Doctor Robert Deane masih sadja termangu-mangu mendengarkan keterangan rekannja itu.

„Dan tentang Georgia, sudahkah kau bisa menarik kesimpulan sesuatu?" tanja Lynch lagi. Dan karena Deane tetap membisu, Lynch menerangkan lagi.

„Inipun sederhana sadja. Ajah gadis itu tiada lain dari Major George Esme Cassel, bekas Adjudan Gubernur-djenderal Sir Egbert Bronson jang tewas karena tusukan bajonet tanggal 19 Oktober tahun 1919 dulu!"

Mendengar itu Deane melontjat kaget.

„Kalau begitu, gadis itu adalah anak jang dulu begitu sadja menghilang bersama........."

„Ssst", Lynch memberi isjarat. Dan waktu Deane menengok gadis jang mereka bitjarakan itu tampak menudju mereka. Sekarang gadis itu sudah berganti dengan gaun biasa. Tapi sikap serta lagak lagunja tidak djauh berbeda dengan tadi waktu ia mengenakan kemedja laki² dan sepatu laars tinggi. Dengan ini tahulah Lynch bahwa gadis itu samasekali belum pernah bergaul dengan kaum sedjenisnja.

„Ajah saja bersedia menerima kalian, Beliau menunggu diserambi rumah".

Waktu Deane mengangguk tak atjuh gadis itu tampak tidak puas dan memperingatkan :

„Tapi tuan² harus ingat, ajah saja adalah seorang bangsawan Inggris sedjati. Saja minta supaja kalian mau memperhatikan ini dan bersikap baik² terhadap beliau!" Lantas tanpa menunggu balasan diapun berbalik dan langsung menudju serambi rumahnja.

Lynch dan Deane mengikuti gadis itu dari belakang. Dan ketika mereka menaiki tangga rumah itu seorang laki² jang sudah landjut, menjambut kedatangan mereka. Orang itu bernerawakan tinggi lampa, sedangkan rambutnja putih seperti kapas. Pada wadjahnja dan matanja jang suram terbajang adanja suatu penderitaan hidup dan penjakitan,

Georgia jang berdjalan lebih dulu menghampiri orang tua itu.

„Ajah, inilah tuan Robert Deane dan Bertram Lynch jang saja katakan tadi, dan......... tuan², ini adalah ajah saja Majoor Cassel”, udjarnja pada Deane dan Lynch. Majoor Cassel menjilahkan kedua tamunja itu duduk pada sebuah bangku di mukanja.

„Majoor Cassel?” ulang Lynch dan tampak kaget. „Bukankah tuan dari Resimen Northhumberland ke IX?”

Mendengar ini Majoor Cassel benar² terperandjat dan menatap Lynth beberapa saat lamanja.

„Apa kata tuan? Bagaimana sampai tuan tahu itu?”

Lynch tertawa sambil menundjuk kearah dasi jang melilit dileher orang itu.

Tak mungkin saja melupakan tanda Resimen itu, majoor! Saja sendiri bekas anggota Resimen sembilan! —”

Majoor Cassel mengangguk-angguk, kemudiam seperli mengenangkan sesuatu tangannja mempermainkan dusinja itu.

„O ja? Kebetulan sekali kalau begitu. Karena sepandjang jang saja tahu, orang² jang datang disini biasanja......ja...."

Tiba² Georgia menjela ajahnja,

„Tapi ajah, bukankah di Teachtown imi tidak boleh ditanjakan hal? jang bukan??”

„O ja, tentu sadja tidak. Maafkanlah saja”, sahut orang itu sambil menalap pada Lynch.

Lynch mendjawab permintaan maaf orang tua itu dengan senjum, sekalipun tidak mengerti betul apa jang dimaksudkan Georgia dengan ajahnja itu.

„Tapi kami sendiri tidaklah keberatan untuk mentjeritakan dengan terusterang, mengapa sampaj terdampar disini”, sahutnja merendah, Dan kemudian bertjeritalah Lynch, jang tentu sadja merupakan obrolan² kosong jang seolah-olah begitu sadja ditangkapnja dari udara. Tjuma pentjurian terhadap permata njonja Browne jang ditjeritakan Lynch dengan sesungguhnja.

Meski begitu tjerita ini didengarkan Cassel dengan penuh minat. Dan begitu Lynch mengachiri otjehannja, muntjullah seorang Negro suruhan Kapten Boughlin.

„Kapten Boughlin minta agar kedua orang ini membantu pekerdjaan saja", sahut orang Negro itu. „Dan setelah selesai mereka harus saja antarkan kerumah Aquelo. Mereka akan tinggal disana".

„Baiklah Jason, mereka akan segera berangkat", angguk Majoor Cassel singkat, kemudian memberi isjarat kepada Lynch dan Deane agar mereka mengikuti orang Negro itu.

XVII HARI sudah djauh siang, sedangkan matahari membakar dengan panasnja. Dibawah pengawasan Jason, kedua orang itu bekerdja menjiangi rerumputan pada sepetak ladang jang letaknja tidak djauh dari villa Major Cassel. Sesekali kedua bersahabat itu saling memandang, tapi panas jang membara menjebabkan mereka djadi segan untuk ber-tjakap². Tjuma senjum masam kadang² terlintas dibibir mereka.

Dan disaat itulah Deane jang berdjongkok tidak djauh dari Lynch melompat dikedjutkan oleh seekor ular ketjil jang merajap disela-sela rerumputan. Namun Lynch tampak tidak gugup. Didekat nja ular itu, dan sekali renggut sadja dia memegang ular itu tepat didekat kepalanja. Tangan kirinja mengambil saputangan dari dalam sakunja dan tanpa menghiraukan Deane jang melongo keheranan, dibungkusnja siular dengan saputangannja itu.

„Akan kau apakah binatang itu?" tanja Deane, jang didjawab Lynch dengan senjuman.

„Pernah kau dengar bahwa ular sematjam ini kadang² bisa digunakan pula sebagai sendjata ampuh?"

„Ja, tapi kau mau apa?"

„Kau djangan lupa Robby, bahwa kita sedang menghadapi lawan jang terdiri dari orang² jang tidak kenal belaskasihan. Dan dalam perdjuangan sematjam ini sendjata apa sadja bisa kita gunakan. Mungkin kita tidak akan memerlukan tjara ini, tapi siapa taku".

Sambil memasukkan bungkusan jang berbahaja itu kedalam sakunja Lynch bernaung ketempat teduh dibawah sebatang pohon jang rindang.

Matahari sudah hampir terbenam. Dan Jason jang sedjak tadi mengawasi kedua sahabat itu dari djauh berteriak bahwa pekerdjaan mereka sudah selesai. Mereka mengangguk dan berdjalan mengikuti orang Negro itu menudju sebuah rumah jang bentuk dan besarnja hampir sama dengan rumah Majoor Cassel. Rumah ini terletak pada sebuah ketinggian dari pulau itu dan anehnja, baik dinding maupun atapnja sampai kegudang didekatnja, kesemuanja ditjat hidjau, sehingga kalau dilihat dari atas tentunja akan sukar sekali untuk membedakan rumah itu dengan semak² disekitarnja.

Bersamaan dengan naiknja Jason ketangga serambi, pintu rumah itu dibukakan orang. Kapten Doughlin jang bertubuh tinggi besar itu muntjul diambang pintu.

„Ada apa Jason?" tanjanja.

„Saja membawa orang² ini Kapten! Dan mereka baru sadja selesai dengan pekerdjaannja".

Pandangan Boughlin beralih pada Deane dan Lynch.

„Jason akan menundjukkan dimana kalian tinggal", katanja kemudian, Malam ini kalian tidur dirumah Aguelo dan aku minta supaja besok pagi kalian datang lagi kesini. Ada beberapa hal jang akan kubitjarakan dengan kalian".

Kedua orang itu tjuma bisa mengangguk kemudian berdjalan mengiringkan Jason menudju rumah jang ditundjukkan Kapten Boughlin. Dan sebagaimana rumah² lainnja jang pernah dilihat mereka dipulau itu, rumah itu ketjil sadja, beratapkan djerami dengan serambinja jang besar. Penghuninja bernama Jose Aguilo, seorang Argentina jang masih muda menjambut kedatangan mereka dengan atjuh tak atjuh. Begitu pula sesudah Jason menjatakan bahwa Deane dan Lynch akan bermalam disana. Menguap malas dia bangkit dari kursinja.

„Suruhlah mereka masuk", sahutnja setengah membentak. Dan ini membikin Deane merahpadam. Tjuma Lynch jang tetap sabar. Tanpa membantah dia masuk kedalam rumah itu dibuntuti oleh Deane, sementara tuan rumah masih terus mengotjeh :

„Kalian boleh pakai alastidur itu, tapi ingat kalau sampai berani mengganggu barang-barangku. Aku tidak akan segan menghantjurkan benak kalian!"

Lynch hanja mengangkat bahu. Matanja mengitari tempat itu. Pada paku did nding tergantung sehelai pakaian kerdja jang penuh dengan noda2 minjak dan disalahsatu sudutnja teronggok kain² bekas. Itulah barangkali jang dimaksudkan Aguelo sebagai alastidur. Didekat pintu terletak sebuah peti besar jang digunakan tuan rumah sebagai lemari dan sekaligus merangkap sebagai medjahias.

Mereka masih sadja melihat-lihat keadaan dalam gubug itu, waktu tuanrumah masuk pula kedalam. Dibukanja tutup peti itu dan dari dalamnja dia mengambil beberapa batang tjerutu.

„Kalian tidur disudut sana!" katanja sambil menjalakan sebatang tjerutu, kemudian kembali melangkah keluar. Dan begitu Aguelo lenjap dibalik pintu, Lynch mendekati peti itu dan dibukanja perlahan lahan. Ternjata isinja tidak lebih dari setumpukan pakaian usang dan sebuah kotak penuh dengan tjerutu. Ia mengambil segenggam tjerutu dari tempatnja, ditutupnja peti itu kembali, kemudian mendapatkan Deane jang sedang sibuk membereskan tempat untuk mereka tidur.

Satu tendangan dengan sepatu laars jang berat mengagetkan Deane dari kelelapan tidurnja.

„Apa kau kira aku ini budjangmu?" bentak Aguelo dengan kasar.

Dengan muka merahpadam karena marah Deane bangkit, sedangkan dia masih sempat melihat bahwa Lynch sendiri dibangunkan dengan tjara sama terhadap dirinja.

―„Capitano Doughlin menjuruhku membawa kalian untuk makan! Ajo lekas!" hardiknja lagi.

Saling memandang kedua sahabat itu mengikuti Aguelo. Djarum arlodji tangan Deane menundjukkan djam setengah sepuluh. Dan perdjalanan didalam tidaklah lebih dari sepuluh menit, ket ka Aguelo tiba² berhenti dan menundjuk kearah njala api jang tampak antara pepohonan.

„Pergilah kesana, Tukang masak akan memberi kalian makan!”

Deane dan Lynch berdjalan menudju tempat itu. Sedjenak mereka djadi tertegun waktu melihat tidak kurang dari enampuluh orang mengelilingi sematjam api unggun jang besar.

Lebih setengahnja dari orang² itu terdiri dari orang² Negro, kira² selusin orang Tionghoa, orang² Hindia Barat dan beberapa puluh orang Eropah. Mereka berbitjara dengan suara² jang ditekan dan tampaknja kehadiran Deane bersama Lynch disana sedikitpun tidak menarik perhatian mereka.

Seorang Tionghoa berbadan raksasa dan berpakaian djurumasak memberikan kedua sahabat itu masing² sepiring nasi, beberapa potong ikanlaut dan roti. Saking laparnja, sekedjap sadja makanan² itu sudah pindah mendjadi isi perut mereka.

Tjakap² jang ditekan itu tiba² mendjadi terhenti samasekali, waktu Lynch melajangkan pandangannja ternjata bahwa Kapten Boughlin sudah berada ditengah-tengah mereka Tanpa berbitjara dia berdjalan diantara orang² jang duduk² disekitar tempat² itu dan achirnja berhenti pada satu rombongan jang agak terpisah. Dengan kata² jang dibisikkan dia menanjakan sesuatu pada orang² itu dan setelah mendapat djawaban² jang djuga dibisikkan, diapun pergi meninggalkan tempat itu.

Deane menatap Lynch dengan penuh tandatanja.

„Mungkin dialah pemimpin besar dari orang² ini”, katanja perlahan-lahan.

„Begitulah kira²”, djawab Lynch.

„Dan jang aku herankan, bagaimana orang² ini datang kemari?”

„Mungkin dengan tjara jang sama sepertj kita”, djawab Lynch. „Dan aku bukannja buruk sangka kalau aku katakan, bahwa sebagian besar dari mereka ini betul² orang pelarian atau buruan pulisi. Tapi, karena berani bertaruh, bahwa sebagai kita djuga, mereka samasekali tidak tahu djalan mana jang bisa ditempuh untuk keluar masuk rawa ini”.

Tiba² Lynch dan Deane melihat djurumasak Tionghoa jang memberi mereka makan tadi memadamkan api unggunnja, dan orang² jang mengelilinginja berbondong-bondong meninggalkan tempat itu. Lynch dan Deane sendiri mengikuti mereka dan langsung menudju tempat penginapannja dirumah Aguelo.

*

XVIII KEESOKAN harinja kembali Aguelo harus membangunkan kedua tamunja ijtu dari kelelapan tidurnja.

„Kapten Boughlin minta supaja kalian segera menemui dia”, sahutnja.

„sekarang?” tanja Lynch sambil mengemasi alat tidurnja.

„Ja”, angguk Aguelo, Tanpa diberi kesempatan mandi atau sarapan dulu kedua orang itu menudju rumah kapten Boughlin. Dan waktu mereka datang dilihatnja Kapten Boughlin sudah berada diserambi rumahnja dan asjik membatja koran. Dia atjuh tak atjuh sadja nampaknja, sekalipun Lynch dan Deane jakin bahwa orang itu telah melihat kedatangan mereka. Barulah beberapa saat kemudian dia meletakkan surat kabar jang dibatjanja dan menjilahkan kedua tamunja itun naik keserambi.

„Duduklah disitu”, katanja sambil menundjuk pada sebuah bangku dan tanpa mengutjapkan sesuatu merekapun duduklah.

„Bagaimana, masih adakah jang kalian harus tjeritakan?” tanja Kapten.

„Ja, tentang keadaan kami tentunja”, djawab Lynch tjepat. Kemudian bertjeritalah dia tentang sesuatu jang Deane sendiri baru mendengarnja. Tapi begitu simpangsiurnja tjerita itu sehingga Deane-pun merasa heran. Apa maksud, Lynch dengan bualannja itu. Dan ketika Lynch masih sadja terus mengotjeh seperti tak akan kundjung berachir itu, kapten Boughlin tjepat² menukas.

„sudah, tjukup, tjukup!” katanja dengan wadjah djengkel, kemudian beralih kepada Deane.

„Dan engkau, apakah Deane itu nama aslimu?” tanjanja.

„Ja”, sahut doctor Deane. „Dan pekerdjaan saja semula adalah guru sekolah, tapi sekarang saja nganggur, dan karena orang harus makan.........”

„Baik, tjukup sampai situ sadja”, tukas Boughlin tjepat, agaknja dia betul² puas dengan kisah dari tamu²nja itu. „Pergilah kalian kepada Jason, dia masih tjukup banjak pekerdjaan untuk kalian. Kalau aku sudah mendapat keterangan lengkap mengenai diri kalian, segera aku ambil keputusan. Sekarang aku tjuma mau peringatkan bahwa kalian berada dibawah perintahku. Tapi akupun tidak mau mengawasi kalian seperti mendjaga hewan, dan aku harap sadja kalian mau menginsjafi kebebasan jang kuberikan itu”.

Lynch dan Deane tjuma mengangguk-angguk dungu. Baru setelah Doughlin mengachiri kata-katanja merekapun pamitan dari sana.

„Tjuma untuk begitu sadja tak perlu dia memanggil kita”, gerutu Deane.

„Begitukah pendapatmu Robby?” tanja Lynch.

„Tentu sadja. Bohongmu itu kentara sekali, sehingga kukira Doughlin sendiri tak akan mempertjajainja” .

„Dengan tjara begitu agaknja kau belum biasa Robby. Tjobalah ingat², apa jang terdjadi tadi. Waktu kita datang dia seolah-olah sedang memperhatikan keadaan udara, djadi terang dia menaruh minat jang besar terhadap keadaan tjuatja. Kemudian dia melihat kearah „sesuatu” didinding serambinja, jang ternjata bahwa „sesuatu” itu tiada lain dari barometer. Lagi satu bukti bahwasanja dia betul² menaruh minat kepada keadaan tjuatja. Selandjutnja aku membual sedemikian rupa, jang menurut engkau merupakan kebohongan jang paling bodoh. Ini memang tudjuanku, Aku jakin bahwa dia akan beranggapan, orang jang membual seperti aku tadi bukanlah „seorang lawan jang harus disegani”. Dan buktinja dengan djelas dapat kita saksikan. Begitu sadja Doughlin menjuruh kita pergi mentjari Jason, padahal kita sendiri belum tahu dimana orang tu berada”.

„Ja”, angguk doctor Deane.

„Dengan demikian pastilah aku bahwa perhatian dia tertudju pada urusan lain. Siapa tahu dia sedang menunggu sesuatu jang ada hubungannja dengan tjuatja dan barometer”.

„Sematjam pelajaran barangkali?” sela Deane :

„Begitulah”, djawab Lynch. „Sebab itu tiada salahnja kalau sekarang djuga kita harus menemukan djalan jang menghubungkan pulau ini dengan laut. Kau mulai kekiri, aku kekanan. Ingat, Teachtown ini adalah sebuah pulau ketjil, djadi kalau kita masing² berdjalan menjusuri pantainja, nanti pasti bertemu lagi”.

Deane mengangguk dan merekapun mulalah berpisah, masing² menjusuri pantai pulau ketjil itu. Tapi belum sampai seratus meter berpisahan, tiba² Deane berseru memanggil Lynch. Tergopoh-gopoh Lynch mendapatkan rekannja itu jang dilihatnja sedang memperhatikan sesuatu di tanah.

„Djedjak sepatu?” tanja Lynch sesudah ikut memperhatikan.

„Ja, dan masih ada djuga tjertjah² minjak, Lihatlah diair itu!” Lynch membungkuk dan memperhatikan bentjah² minjak itu.

„Minjak diesel”, udjarnja kemudian.

„Minjak diesel, Bert? Kalau begitu aku tahu”, kata Deane.

„Apanja jang kau ketahui?”

„Kau ingat pakaian Aguelo jang tergantung digubuknja? Aku pasti bahwa pakaian tuan rumah kita itu berlumuran minjak diesel, sedangkan waktu dia membangunkan kita tadi pagi, sepatu laarsnja kulihat masih basah dan berlumpur”.

Lynch memandang rekannja dengan muka djernih.

„Baik sekali Robby! Kalau begitu dia tentu seorang djurumesin perahu motor atau dengan kata lain: Aguelo-lah salah satu dari mereka jang menghubungkan pulau ini dengan lautan. Djadi sebagaimana telah kuduga sebelumnja, pengangkutan tjandu ke atau dari sini tentu melalui lautan terbuka itu!”

Waktu mereka masih bertjakap-tjakap, Jason datang menghampiri dan menjuruh mereka kembali bekerdja seperti kemarin. Baru setelah djauh siang keduanja diidzinkan kembali kepenginapannja, rumah Aguelo.

Saat itu Aguelo masih belum pulang. Dan Deane jang merasa badannja mandi keringat pergi ketempat mandi jang ada dibelakang gubug itu, sementara Lynch duduk² diserambi. Tapi dia tidak tinggal diam. Setelah dilihatnja bahwa Aguelo tidak ada disekitarnja tempat itu, tjepat² dia masuk kedalam dan mengambil saputangan jang dipakai membungkus ular jang ditangkapnja kemarin. Hati² sekali dia membuka Saputangan itu dan begitu siulan muntjul, djari² Lynch jang kuat tjepat sekali mendjepit bawah kepalanja. Ular itu membuka mulutnja dan menggigit pinggiran saputangan erat². Pada saat itu pula bekas gigitan itu berubah warna djadi ungu. Kemudian Lynch merenggutkan siular itu dari gigitannja dan memawanja kembali kedalam gubug. Tanpa menunggu Deane jang sedang mandi, diapun menghempaskan dirinjas dialas tidurnja.

*

XI DEANE melihat Lynch telah menggeledak, turut membaringkan dirinja. Tapi dia tidak bisa tidur. Hawa disiang itu terlalu panas dan bunji serangga² diluar sangat membisingkan. Lynch sendiri tampak matanja terpedjam, tapi sebagaimana djuga halnja dengan Deane diapun tidak tertidur.

Beberapa saat kemudian diserambi terdengar langkah², dan dengan sedikit membukakan matanja Lynch melihat tuanrumah masuk kedalam. Setelah menanggalkan badjunja jang tebal dia mendjangkaukan tangan kanannja kedalam peti pakaiannja untuk mengambil rokok.

Tapi begitu dia merogoh tempat rokok itu, terdengarlah pekiknja jang njaring, schingga Lynch maupun Deane lompat dari pembaringannja.

Setengah melolong Aguelo menghambur keluar gubuknja, sedangkan seekor ular berwarna hitam dengan bintik² kuning melilit dilengan kanannja.

Lynch membututi Aguelo dibelakangnja. Tjepat sekali dia bertindak. Dengan tangan kirinja dia memegang lengan Aguelo dan tangan kanannja menangkap kepala ular itu, lantas menghempaskannja kelantai.

Sementara itu orang² jang kebetulan mendengar pekikan Aguelo tadi berlari-lari mendapatkan dia, Beramai-ramai mereka mendukung Aguelo kembali kedalam bilik dan membaringkan dia ditempat tidurnja. Lynch mengikat tangan jang luka itu tepat diatas pergelangannja.

„Beritahu kapten Doughlin!” perintah Lynch pada salahsatu dari orang² jang berkerumun itu. Dan sesudah orang itu pergi Lynch keluar dari gubuk itu mendapatkan Deane jang masih duduk² dihalaman. Mungkin karena terpengaruh oleh peristiwa jang baru sadja terdjadi itu dia tampak sangat gugup.

„Lynch, bagaimana sampai ular itu ada didalam tempat rokok Aguelo?” tanjanja setelah Lynch berdiri dimukanja.

„Akulah jang memasukkannja”, djawab Lynch tenang.

„Maksudmu?” tanja Deane lagi dengan pandangan belum mengerti.

„Ah, kau djangan sedungu itu Robby! Kau masih ingat, bagaimana waktu dia mengambil rokok kemarin? Begitu sadja membuka tutup peti itu, merogohkan tangannja kedalam kotak tempat rokoknja tanpa melihat-lihat lagi. Dan menurut hematku, begitulah kebiasaan dia mengambil rokok itu setiap harinja”.

„Ja, itu akupun mengerti sudah. Tapi orang jang itu akan mati!”

„Omong kosong”, bantah Lynch. „Sebelum kumasukkan kedalam peti, bisa ular itu sudah kuambildulu. Djadi kau djangan chawatir, Aguelo pasti tidak akan mati. Dia hanjalah harus berpikir bahwa keadaannja memang betul² membahajakan, sehingga rentjanaku bisa berdjalan dengan baik”.

„Tapi Bert!”

„Ala, buanglah segala perasaan²mu itu Robby! Kau tahu, siapa dan apa orang sematjam Aguelo itu. Tidak lebih dari seorang anggauta gerombolan penjelundup. Sedikit sakit dan takut sadja kukira belum apa?!”

Sementara itu mereka melihat Doughlin datang. Orang jang mendjemputnja tadi tampak membawa kotak tempat obat²an dan alat pembalut. Deane dan Lynch mengikuti mereka dari belakang. Dengan tjekatan sekali Doughlin memeriksa luka Aguelo, kemudian membalutnja. Setelah itu dia berbalik pada orang² jang masih sadja berkerumun.

„Teruslah bekerdja lagi, lukanja tidak berbahaja”. Dan setelah orang² itu pergi kembali dia menghampiri Aguelo, sementara Lynch dan Deane tetap berdiri tidak djauh dari dia.

Beberapa saat lamanja Doughlin menanjai Aguelo dengan bahasa Spanjol. Tapi Aguelo tampak menggeleng-gelengkan kepalanja dan berulang kali menundjuk kearah tangannja jang luka bekas gigitan ular itu. Ini menjebabkan Doughlin sangat ketjewa dan dengan muka masam dia berandjak dari sana.

Tjepat Lynch bertindak. Lengan Aguelo disentakkannja dan ular ini ditangkapnja.

Melihat Doughlin mau pergi, tjepat sekali Lynch mengedjarnja.

„Kapten”, sahutnja. „Saja tidak mengerti bahasa Spanjol, tapi tadi beberapakali saja mendengar perkataan „mecanico” diutjapkan oleh tuan dan Aguelo, jang kalau tidak salah berarti „djurumesin”.

Doughlin mengernjitkan alisnja. „Ja, Lantas kau mau apa?”

„Tidak banjak. Tapi saja lupa mengatakan pada tuan, bahwa sajapun faham akan perahu² bermotor, terutama motor² diesel. Beberapa lamanja saja bekerdja sebagai djurumesin”.

„Lalu?” tanja Doughlin lagi.

„Djika memang diperlukan saja sendiri bersedia melakukan pekerdjaan itu. Terusterang sadja, saja butuh beberapa dollar untuk sekedar pengisi saku”.

Mendengar ini Doughlin terdiam beberapa saat lamanja.

„Baiklah”, djawabnja kemudian. „Kalau memang diperlukan segera kuberitahukan”.

*

XX SETELAH kedua sahabat itu ada kesempatan untuk beristirahat, kira² djam sembilan malam datanglah Jason menemui mereka digubuknja.

„Bung!” kata orang itu pada Lynch. „Kapten Boughlin minta supaja engkau ikut bersamaku”.

„Baik”, djawab Lynch tjepat, dan kemudian berpaling pada kawannja. „Robby, aku pergi dulu”, jang didjawab Deane dengan anggukan dan senjum, sekalipun ada terbajang kechawatiran dibalik senjumnja itu.

Setelah Lynch pergi doctor Deane sendiri keluar rumah dan berdjalan-djalan disekitar tempat itu. Dan bulan jang bersinar penuh mendorong dia untuk berdjalan lebih djauh lagi. Entah mengapa langkahnja seperti diseret menudju kekediaman Majoor George Cassel, jang letaknja memang tidak begitu djauh dari sana.

Ketika dia sampai disana dilihatnja anak gadis majoor itu sedang enak² duduk diberanda, Dan dia djadi sangat terperandjat ketika melihat Deane jang begitu sadja muntjul dimukanja.

„Tuan Deane, ada apa?” tanjanja kaget. „O, tidak apa² nona! Tjuma iseng sadja. Bukankah nona tidak keberatan kalau kita bitjara²?”

„Saja sendiri tidak........, hanja ajah sedikit tidak enak badan”.

„Sakit? Bagaimana keadaannja?”

„sedikit panas, dan ini sudah sering terdjadi”.

Deane mengangguk, kemudian tanpa diminta duduk didekat Georgia.

„Padahal kalau saja tidak salah duga, tempat ini baik sekali bagi mereka jang sering² sakit”, katanja lagi. Georgia mendjawab dengan anggukan ketjil, sedangkan airmatanja tampak berlinang-linang.

„Memang, ajah sendiri merasa begitu. Dan itulah pula jang menjebabkan kami senang tinggal disini”.

„Kalau begitu, kalian tentu sudah lama berada dipulau ini”, sahut Deane sambil menatap gadis itu.

„Begitulah, kira² tigabelas tahun”.

„O, sudah lama sekali. Dan selama itu pulakah ajah nona........”

Sebelum Deane mengachiri kata²nja, tiba² Georgia berdiri dari tempat duduknja. „Tidak, tukasnja tjepat. Hal itu tak boleh tuan katakan. Ajah tidak memaksa saja tinggal disini. Saja tinggal disini dengan sukarela, karena saja tjinta dia... karena dia adalah orang jang paling baik didunia ini dan diapun tidak punja apa² lagi selain diri saja”.

Georgia menghentikan kata²nja. Dan Doctor Deane melihat bahwa gadis itu menangis.

„Begitu kita datang disini, ajah sakit keras”, dia melandjutkan lagi. „Mudjur sekali ada kapten Doughlin jang merawatnja dengan baik, sehingga diapun masih dapat tertolong. Barangkali tuan belum tahu bahwa kapten Doughlin sebenarnja dokter djuga. Tapi ada keanehan jang terdjadi pada diri ajah. Begitu sembuh dari sakitnja, dia seperti jang kehilangan ingatan. Kadang² dia berpikir bahkan mengatakan pada saja bahwa kita berada disini baru sadja beberapa bulan, jang sesungguhnja sudah tigabelas tahun lebih”.

„Tapi hal ini bukan berarti bahwa ajah betul² kehilangan ingatan. Jang saja tahu dia lebih tjerdik dan baik daripada semua orang² jang ada disini, tjuma sebagaimana telah saja katakan, dia kadang² tidak ingat lagi sudah berapa lama kami berada dipulau ini”.

Tiba² dari dalam terdengar suara Majoor Cassel memanggil anaknja. Dan ini menjebabkan Georgia agak terperandjat. Tanpa pamitan pada Deane dia seolah-olah melompat kedalam, Tapi sesaat kemudian kembali mendapatkan Deane.

„Ajah minta supaja tuan mau menemui dia didalam”.

Doctor Deane mengangguk dan berdjalan dibelakang Georgia. Dilihatnja Majoor Cassel tengah duduk pada kursimalas dan begitu melihat Deane dia merubah duduknja dan menegur dengan ramah.

„Mana tuan Lynch?”

„Dia berangkat bersama kapten Doughlin dan mungkin menggunakan motorboot. Tidak tahu saja, kapan dia akan kembali”.

Mendengar ini Majoor Cassel kaget sekali. Dengan agak membelalak dia menatap tamunja.

„Menggunakan motorboot?” ulangnja, „Heran djuga saja. Maukah tuan mentjeritakan, bagaimana asal mulanja?”

Deane jang mengerti maksud Majoor itu lantas menerangkan bahwa Aguelo luka dipatuk ular, dan Lynch diminta Doughlin untuk menggantikannja sebagai djurumudi.

„Menggunakan motorboot”, ulang Cassel lagi. „Dan tuan Lynch sendiri sebagai djurumudi, ini betul² istimewa......!

Georgia jang mungkin merasa chawatir bahwa ajahnja terlalu banjak bertjakaptjakap, segera memberi isjarat. Majoor Cassel mengangguk dan berdiri dari kursinja. Tapi dia masih terus berkata:

„Motorboot......... ini betul² mengherankan saja, sekalipun saja tahu bahwa disini sering terdjadi hal² jang luar biasa...... dan kalau tuan mau tahu, lihatlah sini!” katanja sambil berdjalan menudju biliknja.

Deane tjuma termangu. Dia samasekali tidak mengerti mengapa Cassel tampak kaget sekali mendengar keberangkatan Doughlin dengan motorboot itu. Tanpa berkata apa² lagi dia mengikuti Majoor Cassel kedalam biliknja.

Segera perhatian Deane beralih pada keadaan dalam bilik itu. Didinding dipantjangkan dengan rapih ber-matjam² sendjata, sedangkan didekat pintu tergantung peta antik dari selat Paria. Disalahsatu sudut terletak sebuah peti jang terukir indah.

„Deane", sahut Majoor Georgia. „Sebenarnja Teachtown ini mengalami masa lalu jang menarik, dan tentang ini sebagian besar keterangan²nja ada pada Doughlin".

Berkata demikian tangannja mendjangkau membuka tutup peti jang terukir itu, jang ternjata penuh berisi dengan buku² tua dan dokumen² lainnja. Sesaat dia mentjari-tjari diantara tumpukan itu.

„Lihatlah ini", kata Cassel kemudian. Tangaunja memegang gulungan ketjil jang telah usang. „Disini tertulis beberapa tjatatan pelajaran jang sudah tua, sebag an dalam bahasa Latin. Saja tidak tahu apakah tuan akan tertarik oleh tjatatan ini atau tidak, tap satu jang mau saja katakan pada tuan Dunia ini penuh dengan kelantjuran dan kesalah-fahaman....... tapi anehnja, manusia tetap tidak mau saling mengerti......."

„Ajah!" tukas Georgia tiba², kemudian pandangannja beralih kepada Deane seolah-olah minta maaf kepadanja bahwa penjakit jang menjebabkan kata² Majoor Cassel jang tak berud jung-pangkal itu. Deane jang mengerti perasaan gadis itu mengangguk dan segera meninggalkan rumah itu.

XXI WAKTU Deane membukakan matanja Lynch telah berada disampingnja dan enak? menikmati rokoknja.

„Sudah lama pulang?" tanja Deane sambil bangun dari alas tidurnja.

„Baru sadja", djawabnja. Tanpa menunggu lagi dia menggamit rekannja itu keluar rumah. „Ajo Robby, aku mau tundjukkan kau sesuatu!"

„Apa?" tanja Deane.

„Lihat sadjalah nanti!"

Beriringan mereka berdjalan menudju bungalow Majoor Cassel jang sudah sepi. Dimuka beranda mereka berhenti.

„Robby, kau lihat barang² itu?" bisik Lynch sambil menundjuk pada peti² jang bertumpuk diberanda,

„Ja. Tapi kemarin malam barang itu belum ada". „Bisa djadi begitu. Tjobalah lihat baik² dan menurut dugaanmu, apakah isi peti² itu!?"

Tanpa diulang Deane merajang keatas serambi dan menghitung tidak kurang dari enam buah peti tertumpuk disana, Diatas peti itu terbatja tulisan besar² „Verginia Tobacco" dan dibawahnja Pelouta Yacao Bay Venezuela". Setelah itu tjepat² dia turun dan mendapatkan Lynch jang sudah berdjalan mendjauh dari sana.

„Itulah muatan kami kemarin malam. Adakah kau melihat sesuatu jang istimewa?" tanja Lynch sesudah Deane disampingnja.

„Begitulah kira². Tapi djika rawa ini betul² merupakan sarang penjelundupan, hasil tembakau Virginia sebanjak enam peti itu, betul² pula merupakan hasil jang sangat sedikit!"

„Robby, apakah kau jakin bahwa manusia sematjam Doughlin itu akan merasa puas dengan tjuma menjelundupkan enam peti tembakau?"

„Kukira tidak".

„Bagus, Sekarang tjoba tjeritakan, apa sadja jang kau lakukan kemarin malam".

Dengan teliti Deane mentjeritakan tentang kundjungannja kerumah Cassel kemarin malam, apa jang telah d bitjarakan Cassel dan apa jang dilihatnja disana. Tapi sebelum dia mengachri tjeritanja, tiba² Lynch memberi isjarat dan menundjuk pada seseorang jang sedang berdiri dimuka rumah Cassel.

„Doughlin!" bisik Deane.

„Ja. Tentunja dia sedang memeriksa barang² itu. Mari ikut aku!" Lynch menggamit tangan rekannja. „Kita harap sadja dia agak lama disana, sementara itu kita ada kesempatan untuk memeriksa rumahnja".

Setengah berlari mereka menudju bungalow kepunjaan Doughlin jang berwarna hidjau itu.

„Robby, kau tunggu sadja diluar. Ada apa², kau beritahu aku dengan siulan".

Deane mengangguk, sedangkan Lynch dengan hati² sekali menaiki tangga bungalow itu. Bilik demi bilik dimasuki Lynch dan diperiksanja. Di kamar tidur dia tertegun beberapa saat lamanja. Dan karena djendela bilik itu masih terbuka, Deane sendiri masih bisa melihat apa jang sedang dilakukan oleh kawannja itu. Dengan rasa ingin tahu dia berandjak dari tempatnja berdiri dan mendekati djendela.

Dan ini menjebabkan dia agak lengah, sehingga tidak diketahuinja bahwa Doughlin sudah kembali dan langsung masuk kedalam rumah. Mendengar orang masuk Lynch djadi sangat kaget. Sekali lompat sadja dia sudah berada diluar, kemudian tjepat² lari menghindar dari sana diikuti oleh Deane dibelakangnja.

Tapi belum sampai limapuluh meter Lynch mendadak berhenti dan berpaling pada Deane.

„Robby, sudahlah! Tak guna lagi kta lari terus. Doughlin sudah terlandjur melihat kita”.

Deane ikut berhenti dan menoleh kebelakang. Benarlah, Doughlin dilihatnja berdiri diserambi dan tenang² memperhatikan mereka.

Dia tentu tahu bahwa kita tak mungkin lari dari pulau ini. Se_waktu² bisa sadja dia menangkap kita”.

Diikuti oleh Deane, Lynch duduk ditepian djalan. Aneh sekali bagi Deane jang didalam keadaan sepertj itu Lynch masih sempat menjalakan rokok dan menghirupnja dengan tenang. Tapi tjuma beberapa menit kemudian, muntjullah Doughlin bersama Jason dan empat orang lainnja. Djelas bagi Deane dan Lyneh bahwa keempat orang pengawal itu masing² membawa tongkat pemukul ditangannja. Tjukup dengan sebuah isjarat dari Doughlin mereka madju kedepan, Tanpa bertanja-tanja lagi mereka menggerojok Lynch dan Deane, kemudian mengikat tangan kedua teman itu dengan seutas tali jang tjukup kuat. Baik Lynch maupun Deane sedikitpun tidak memberi perlawanan, jang memang menurut perhitungan mereka, melawan orang sebanjak itu tak mungkin berhasil.

„Kapten, jang seperti ini sebetulnja tidak perlu!” sahut Lynch memprotes. „Mungkin tuan mengira bahwa kami akan mentjuri, tapi terang sadja, dugaan tuan itu salah sama sekali. Tuan tak perlu kaget kalau saja katakan sekarang, bahwai sesunguhnja kami sendiri dalam perdagangan tjandu seperti jang tuan lakukan sekarang ini tjukup berpengalaman”.

„Tutup muiutmu!” bentak Doughlin dengan marah. Tapi Lynch masih sadja terus mengotjeh. Dan Deane bisa menduga bahwa otjehan² Lynch ity sebenarnja ditudjukan kepada orang² jang menjertai Doughlin dan bukannja pada Doughlin sendiri. Ini djelas kelihatan pada Jason jang mendengarkannja dengan menganga keheranan.

„Ja, begitulah tuan!” ulang Lynch lagi. „Menjelundupkan tjandu adalah pekerdjaan saja. Dan Saja pikir, semua orang disini tentu melakukan pekerdjaan seperti itu karena, hasilnja memang bisa membikin orang kaja!”

Mendengar Lynch jang terus mengotjeh ini Doughlin djadi lebih marah lagi, la melompat kedepan dan sekali ajun sadja tindjunja jang kokoh itu bersarang kerahang Lynch. Betul² tidak berdaja Lynch bergul ng-guling ditanah. Dia tjuma mengerang waktu Doughlin dengan garamnja mendjedjalkan segumpal rumput kering kemulutnja.

Begitulah mereka diseret dari sana dan dibawa kesebuah gudang jang letaknja tidak begitu djauh dari bungalow Doughlin, kemudian dilemparkan kedalamnja. Setelah itu dengan menggunakan kaju jang besar pintu itu dikuntji dari luar. Masih terdengar kata² Doughlin pada orang-orangnja :

„Pergilah kalian, biar burung² itu disini, Toch mereka tak mungkin lari!”

Sebentar kemudian terdengar orang² kawan Doughlin itu mendjauh dari sana. Tjuma Doughlin jang masih ada disana. Ini bisa dilihat Lyneh dari tjelah² dinding gudang.

„Lynch”, kata Doughlin kemudian. „Sudah lama aku punja dugaan bahwa engkau dan kawanmu itu orang² jang mentjurigakan. Dalam dua puluh empat djam ini nanti, aku sudah bisa memastikan siapa sebenarnja kalian. Sementara itu, kuharap sadja tempat peristirahatian ini akan menjenangkan kalian!”

Mendengar ini Lynch dan Deane saling memandang. Mereka tidak tahu apa jang harus dikatakan terhadap onang itu. Barulah setelah Doughlin tidak terdengar lagi Lynch berpaling pada Deane.

„Robby! Tjoba lepaskan ikatanmu itu!”

„Gila kau! Mana aku bisa, ikatan ini kuat sekali!”

„Ah, tjobalah dulu, baru kau membantah!” sahut Lynch lagi sambil tersenjum.

Deane mengangguk dan berusaha melepaskan ikatan ditangannja itu. Anehnja, dengan mudah sadja tali itu terlepas dari tangannja. Lynch sendiri dil hatnja sudah bebas.

„Bert, kau betul² achli sihir!" kata Deane sambil menatap orang itu.

„Padahal soalnja sederhana sekali. Tadi Doughlin telah memerintahkan kawannja agar ikatan dilangan kita ini sedemikian rupa sehingga kita dengan mudah bisa membebaskan diri".

„Dengan maksud apa?"

„Kalau kau mau tahu itu, kau harus mendengar dulu apa jang terdjadi kemarin malam".

XXII SEBAGAIMANA kau ketahui, Doughlin telah memanggilku. Bersama Jason aku menudju rumah Doughlin dan menunggu beberapa saat lamanja. Waktu Doughlin muntjul dari dalam dia memberi isjarat kepadaku agar aku mengikuti dia.

„Tanpa berbantah aku membuntuti dibelakangnja, sedangkan Jason sendiri kembali kegubuknja. Kami berdjalan menudju panta, dimana engkau kemarin menemukan djedjak² sepatu itu. Tanpa berhenti dulu kami terus memasuki air sampai air mentjapai pinggang. Bagi Doughlin jang mengenakan sepatu tinggi begitu repot, sedangkan aku benar² kepajahan.

„Tidak kurang dari seperempat mil dari pantai itu tampak ditumbuhi sematjam rumputlaut jang tinggi dari permukaan air hampir setinggi orang. Sepintas lalu sadja aku bisa merasakan bahwa begtu rapatnja rumput laut itu sehingga kalau orang jang tidak betul² hafal, tak mungkin bisa memasukinja dengan selamat. Berenang, berenang terang tak mungkin. Demikian pula untuk djalan dengan sembarangan. Dengan mudah sadja kau akan terperosok kelubang-lubang didasar pantai jang dalam itu.

„Tapi bagi Doughlin semua ini bukan apa². Tanpa ragu sedikitpun dia tersaruk-saruk diantara rerumputan itu. Dan sesudah melakukan berpuluh kelokan kamipun tiba pada perairan terbuka. Aku benar² terpesona, setelah menjedari bahwa perairan terbuka itu tiada lain dari Selat Paria, sedangkan tidak djauh dimuka kami tampaklah sebuah kapalmotor tengah berlabuh.

„Kekapal itulah tudjuan kami, sebuah kapalmotor jang tjukup baik, bertjat abu² tanpa nama dan sepintas lalu sadja aku bisa mengira bahwa ketjepatannja akan tjukup tinggi. Dengan menggunakan tangga tali kami naik kegeladak. Doughlin langsung membuka kamarmesin dan kemudian mengadjakku masuk kedalamnja. Motornja adalah motor diesel Amerika dari 60 PK model paling achir, type jang sudah kukenal dengan baik.

„Doughlin memerintahkan supaja aku segera menghidupkan mesin. Sambil memperhatikan gerak-geriknja dia selalu bertanja-tanja tentang keadaan motor jang kudjawab dengan sesungguhnja. Dan setelah motor berdjalan dia pergi meninggalkan aku sendirian dan naik kegeladak. Aku dengar bahwa dia tidak lupa menguntji bilikmesin itu sehingga aku benar² terkurung.

„Sebentar kemudian terdengarlah perintah²nja melalui tjorong: Mulai bergerak, full-speed dan sebagainja. Dengan segera kuketahui bahwa tudjuan kami adalah Venezuela.

„Dan pelajaran ini berlangsung kira² tiga djam lamanja. Beberapa saat kemudian terdengarlah perintah Doughlin melalui tjorong: „Awas, perlahan lahan, mundur dan „berhenti"! Lewat lubang udara aku melihat bahwa motorboot kami sudah berdampingan dengan sebuah kapal jang djauh lebih besar jang menurut dugaanku digunakan oleh gerombolan penjelundup.

„Aku melihat Doughlin naik kegeladak kapal besar itu dan bitjara² dengan awak kapalnja. Sebentar kemudian terlihatlah beberapa peti dipindahkan dari kapal itu kekapal kami. Doughlin sendiri tjepat² kembali dan melalui tjorong seperti tadi memerintahkanku supaja segera berlajar.

„Itulah Robby pengalamanku bersama dia", sahut Lynch sambil memandang pada rekannja, kemudian melalui tjelah² daun pintu melihat keluar.

„Doughlin masih sadja diserambi", katanja dan kembali membalik pada Deane.

„Tapi aku belum mentjeriterakan bagaimana barang² itu kami angkut kedarat. Melalui pantai jang penuh dengan alang², masing² kami membawa sebuah peti dan meletakkannja meletakkannja didarat. Begitulah kami mondar-mandir kira² lima kali angkut. Terachir Doughlin membawa dua kotak jang keseluruhannja dibungkus oleh sematjam timah teh. Dan kedua peti itulah jang tadi kulihat disimpan dikamartidur Doughlin. Aku pasti bahwa kedua kotak itu adalah tjandu, sematjam tjandu Turki dari kwalitas jang paling baik. Untuk membuktikan ini aku telah menusukkan udjung pisauku kedalam kotak itu". Berkata demikian Lynch memperlihatkan pisau itu jang diudjungnja djelas kelihatan ada sematjam zat menempel.

XXIII SESUDAH bertjeritera dengan begitu sadja Lynch menggeletak disamping rekannja dan tidur dengan lelapnja. Deane sendiri tidak habis² berpikir tentang nasib mereka. Dia tidak mengerti mengapa Doughlin masih belum mau membunuh mereka sadja. Mungkin satu-satunja alasan, karena Doughlin masih mau menunggu keterangan² lainnja dari kota.

Melalui tjelah² daunpintu berulangkali dia melihat keluar. Dan terachir, kira² djam lima petang dia melihat Majoor Cassel datang menudju rumah Doughlin.

„Bert, aku lihat Cassel kesini".

Tanpa diulang Lynch terduduk dan menatap mata Deane.

„Terus perhatikan, mau apa dia!" katanja. Deane mengangguk dan kembali melihat keluar.

Menurut Deane keadaan Majoor itu tampak lebih sakit lagi. Lagi pula dia tampak dalam keadaan ketjewa dan marah. Ini djelas dari kata²nja jang njaring, sehingga baik Lynch maupun Deane dapat mendengarnja.

„Doughlin, menurut Jason kau telah melakukan hal² jang luarbiasa, diantaranja mengenai dua orang jang dibawa Georgia itu. Mereka telah tuan tangkap. Benarkah itu?"

„Tapi Majoor, saja sendiri mau bertanja, mengapa orang² itu begitu menarik perhatian tuan?"

„Itu urusanku sendiri. Jang njata, tuan samasekali tidak berhak untuk menangkap orang dengan sembarangan".

„O, begitu Majoor? Baiklah saja katakan bahwa simpati tuan terhadap orang² itu samasekali meleset", sahut Doughlin dengan nada merendah, kemudian setelah berhenti sebentar menjambung lagi dengan lantang.

„Majoor, sajang sekali tuantelah menaruh simpati pada orang² jang sebenarnja tiada lain dari mata²! Ja, betul² spion dari pulisi! Tidakkah tuan menginsafinja? Tuan telah menaruh belaskasihan pada manusia jang datang disini semata-mata untuk menangkap tuan karena pembunuhan!"

Mendengar ini Cassel tampak sangat terperanjat dan benar² seperti kena pukul, sedangkan Doughlin dengan senjuman puas terus menatapnja.

„Mengertikah sekarang, Majoor?"

„Tapi, tapi........., apakah tuan sudah jakin itu?" tanja Cassel tergagap-gagap.

„Jakin sekali!" djawab Doughlin pasti.

„Atau mungkin djuga untuk mentjari sesuatu, bukan begitu?" tanja Cassel mengelak dan mentjoba tersenjum.

Sekali lagi Doughlin menggeleng dan mendjawab: „Ah, djangan berlagak dungu begitu Majoor! Apakah gunanja dua orang detektif repot² datang ditempat seperti ini? Baiklah tuan menginsafi bahwa saat ini adalah saat² jang menentukan berhasil atau tidaknja dari kedua detektif itu!"

Sekarang major itu betul² terpukul. Dan tanpa berkata apa² lagi diapun pergidari sana.

„Bert!" kata Deane tiba².

„Ja?"

„Doughlin betul² gila. Dia telah memaksakan Cassel seolah-olah pemburuhan itu baru kemarin terdjadi dan........."

Tiba² Deane terdiam, karena dilihatnja Doughlin berdjalan menudju tempat mereka dikurung. Tjepat² dia kembali kesamping Lynch dan meletakkan kedua tangannja dibelakang. Sesaat kemudianpintu gudang itu terbuka. Dengan senjum kemenangan Doughlin mendjulurkan kepalanja kedalam.

„Ha, tentu tuan² sedang sibuk memikirkan bagaimana nasib tuan² selandjutnja, bukan?" sahutnja, kemudian tanpa menunggu djawaban diapun kembali menutupkan daunpintu dan pergi dari sana.

„Hei Bert, dia lupa menguntji pintu......!" Deane terlondjak.

XXIV TENANG² Lynch berdiri sambil menggeliat. „Aku sendiri tahu itu Robby! Tapi kau djangan mengira bahwa orang seperti Doughlin itu termasuk orang jang tidak hati?”.

„Kalau begitu dia tentu dengan sengadja membiarkan pintu itu tidak terkuntji”.

„Ja, begitulah”, angguk Lynch.

„Maksudnja?

„Mudah sadja Robby. Untuk apa kalau tidak untuk membiarkan kita lari!”

„Bagiku belum djelas”.

„Dungu sekali kau!” gurau Lynch. „Sama sadja halnja waktu dia memerintahkan orang²nja mengikat kita sedemikian rupa sehingga kita mudah melepaskan diri. Dan andai kita mentjoba berbuat begitu, maka dia akan punja tjukup alasan mengapa peluru²nja merobek-robek daging kita dari belakang!”

„Ja, aku mengerti sudah”, djawab Deane.

„Dan sekarang kita tjuma ingin mel hat bagaimana dia menunggu-nunggu kita lari dari sini”.

Berkata demikian Lynch mengambil p sausakunja dan membuka lipatannja.

„Robby, masih ingatkah kau waktu aku diserang dengan pisau dulu? Terus terang sadja, saat itu aku sedikit gugup sehingga balasanku pada sipenjerang agak meleset. Padahal biasanja sampai djarak limapuluh kaki aku bisa mengenainja dengan tepat. Dan tjara penjerangan dengan pisau sematjam ini memang kuakui paling djitu. Diam², tidak terduga, tapi tjukup sempurna”.

„Dan dengan pisau itu, kau sekarang mau apa?” tanja Deane tidak sabar.

„Pergi kebungalow Cassel dan melihat apa jang bisa kita lakukan disana”.

„Aku betul² tidak mengerti, untuk apa kita harus kesana lagi”.

„Ah, kau masih sadja sebodoh itu Rob! Kau sendiri jang bilang padaku bahwa Cassel kelihatan kaget sekali, ketika mendengar kepergianku dengan motorboot itu, Kemudian aku sendiri menjaksikannja, bahwa simpati jang diperlihatkannja tadi waktu bertjakap-tjakap dengan Doughlin semata-mata


„Hmm . . . . . . . . . tentu tuan² sedang memikirkan nasib tuan²
selandjutnja, bukan?” kata kapten itu dengan bangga.

hanjalah sebagai penutup perhatiannja terhadapku belaka. Selain itu, kau telah pula ber-tjakap dengan anakgadisnja”.

„Ja, kira² satu djam”.

„Tjukup lama, dan tjukup memberi harapan. Aku tahu bahwa gadis itu tentu telah terpikat olehmu”.

„Omong kosong!” bantah Deane tjepat.

„Tapi aku pasti. Kau punja muka jang tjukup menarik”.

„Tutup mulutmu, Bert!” bentak Deane dengan muka merah padam.

„Kumaksudkan, dalam pandangan seorang gadis jang sebelumnja samasekali belum pernah melihat pemuda”, tukas Lynch tetap tenang.

„Sudahlah”, kata Deane sambil bangkit dari duduknja, kemudian seperti djuga tadi, kembali dia menempelkan mukanja pada tjelah² daun pintu. Dilihatnja Doughlin tengah duduk bersandar pada kursi dan dipangkuannja terletak sehelai surat kabar. Menurut gelagatnja orang itu begitu sadja tertidur, karena mukanja ditutup dengan sapu tangan. Tjepat² Deane memberitahukan apa jang dilihatnja itu kepada Lynch.

„Apa Robby? Betul² mukanja ditutup saputangan?”

„Ja. Kau kaget Bert!”

Tentu sadja. Kukira orang sematjam Doughlin tak akan berbuat sebodoh itu. Perbuatan begitu bisa sadja dilakukan oleh orang² biasa, tapi tidak oleh Doughlin. Sebab itu tjoba perhatikan terus, apakah orang itu benar tidur atau tjuma pura² sadja”.

Deane mengangguk dan melalui tjelah² pintu kembali perhatiannja ditudjukan kepada Doughlin jang masih bersandar dikursinja. Benarlah dugaan Lynch, karena sesaat kemudian Deane melihat Doughlin melakukan gerakan jang tidak mungkin dilakukan oleh orang jang sedang tidur. Koran jang terletak dipangkuannja tiba2 djatuh ketanah. Pada saat itulah dengan gerakan jang sangat tjepat tangan Doughlin menjambar koran itu dan meletakkannja kembali dipangkuannja.

Tidak sampai dua detik peristiwa itu berlangsung. Namun bagi Deane tjukup lama untuk bisa melihat bahwa ditangan kanan kursi jang diduduki Doughlin itu menggeletak sebuah revolver. Tjepat² Deane melaporkan apa jang dilihatnja itu kepada Lynch. Lynch mengangguk: „Inilah jang ingin kita ketahui sedjak tadi. Bagaimana keadaan diluar sekarang?"

„Matahari mulai terbenam. Dan tidak sampai sepuluh menit lagi kukira, tempat sekitar ini akan berangsur gelap".

„Kalau begitu kita harus tunggu sepuluh menit lagi".

„Lantas ?"

„Kita harus lebih tjepat daripada peluru Doughlin. Untuk djelasnja, pasanglah telingamu baik². Pintu gubuk ini membuka kearah bungalow, artinja kearah Doughlin jang sekarang sedang siapsedia dengan revolvernja. Pintu akan kubuka setengahnja, sehingga kita masih tjukup terlindung. Kau duluan. Paling baik kalau kau melompat djauh kedepan, kemudian setjepat kilat mendjatuhkan diri ditanah. Bagi Doughlin akan tjukup waktu untuk menembak, tapi.......... pasti gagal. Dan begitu kau djatuh, aku akan menjusulmu dengan tjukup tjepat dan aku djamin sepenuhnja bahwa tembakan berikutnja tak akan terdjadi.

„Bagaimana kalau tembakan pertama itu mengenaiku?" tanja Deane masih ragu.

„Tentu sadja aku akan berdukatjita. Tapi kau djawab sekarang Adakah pilihan lain selain dengan djalan ini?"

Deane menggelengkan kepalanja, jang didjawab Lynch dengan senjuman.

Sementara itu keadaan diluar berangsur-angsur gelap. Sinar lampu jang dinjalakan didalam kamartidur Doughlin djatuh tepat pada tempat dimana Deane harus melompat nanti. Dengan berdebar-debar Deane memperhatikan gerak-gerik Lynch jang tengah mentjaritjari posisi paling baik untuk menjerang Doughlin.

Begitu Lynch memberikan isjarat Deane mula bertindak sementara Lynch sendiri bersiap-siap dengan pisaunja. Intji demi intji Deane mendorong daun pintu perlahan-lahan sekali, dan achirnja........., setelah sedikit membungkuk melompatlah dia dan dengan tjepat sekali mendjatuhkan dirinja kedepan.

Bunji peluru mendesing hampir bersamaan dengan rebahnja tubuh Deane ketanah, kemudian disusul dengan pekik kesakitan dan achirnja suara Lynch jang tjukup njaring: „Ajo Robby, lari!!"

Seperti mesin jang digerakkan Deane bangun dan terus lari sekuat-kuatnja. Demikian pula Lynch jang membuntutinja dibelakang. Tepat dimuka rumah major Cassel, Lynch memberi komando lagi: „Rob, berhenti dulu!"

Dengan terengah-engah Deane berhenti dari larinja dan menoleh kepada kawannja.

„Tjari Georgia", perintah Lynch lagi. „Tieritakan padanja apa jang terdjadi dengan sebenarnja. Lantas bilang bahwa sekarang djuga dia harus mengantarkan kita kembali kekota. Aku sendiri akan tunggu disini dan kalau ada apa² aku akan beritahu dengan siulan. Mendengar ini, melompatlah melalui djendela dan berlindung dipohon-pohon bakau dibelakang rumah".

Deane mengangguk: „Bagaimana Deughlin? Matikah dia?"

„Tidak, aku tak pernah membunuh orang. Tapi tangankirinja kena, Kukira lukanja lumajan djuga. Ajo Robby, tjepat!"

Deane melompat keatas serambi rumah Cassel. Tanpa mengetuk-ngetuk dulu langsung dia memasuki salahsatu bilik. Dilihatnja Georgia sedang berdiri dimuka tjermin. Sukur gadis itu tidak begitu gugup waktu Deane tiba² sadja berada dibelakangnja.

„Georgia", bisik Deane sambil mendekat gadis itu. Georgia membalik dan menatap tamunja itu tanpa berkedip.

„Georgia, kami telah lari", ulang Deane. „Mungkin ajahmu sudah tjerita bahwa aku dan Lynch dikurung oleh Doughlin. Dia mau bunuh kami, sehingga kami terpaksa lari. Dan sekarang aku minta supaja kau mengantar kami kembali kekota. Tjukup sampai ditempat waktu kau mendapat kami beberapa hari jang lewat tu. Tjepat Georgia! Njawa kami betul² dalam bahaja".

Georgia masih sadja berdiri seperti patung. Sedikitpun dia tidak bergerak dari tempatnja. „Kalau begitu kalian dari polisi", sahutnja kemudian. Suaranja jang serak mengandung kesedihan.

„Aku sendiri bukan”, djawab Deane sambil menunduk.

„Pertjajalah. Begitu pula kedatangan kami disini bukan untuk menangkap ajahmu. Tapi tjuma Lynch jang akan sanggup membuktikan bahwa ajahmu tidak bersalah, asal sadja kau menolong kami”.

„Siapa jang mendjamin kebenaranmu itu?”

„Aku”, djawab Deane pasti.

„Dan kalau aku tak pertjaja?”

„Kau harus pertjaja. Betul² aku tidak mendustaimu!”

Entah mengapa mata gadis itu djadi berlinang-linang.

„Tapi Deane, sajang sekali aku tak mungkin meluluskan permintaan itu. Hal itu berarti..........”.

Tiba² sekali gadis itu terhenti dan dengan pandangan tjemas menatap kepada Deane. „Deane, mengapa kepalamu!?” Deane memegang kepalanja. Terasa bahwa ada tjairan hangat mengalir dikepalanja itu.

„Tak apa Georgia. Agaknja peluru Doughlin sedikit menjerempet kepalaku tadi”.

Tapi Georgia tidak menghiraukan tolakan Deane tu. Tjepat² dia mengambil sehelai kain dari lemarinja.

„Biarlah Georgia! Sekarang tak ada waktu lagi untuk membalut luka. Antarkanlah kami sebelum Doughlin tahu”.

Sampai disini Deane tertegun. Diluar terdengar sjarat dari Lynch dengan siulan meniru bunji burung hantu. Dan tanpa menghiraukan Georgia jang melongo keheranan Deane melompat melalui djendela, kemudian berlari-lari menudju tempat jang ditundjukkan Lynch tadi. Lynch sendiri dilihatnja sudah berada disampingnja.

Baru sesudah berada diantara pohon² bakau mereka berhenti. Mudjur bagi mereka karena keadaan rumah Cassel masih bisa dilihatnja dengan djelas.

Beberapa detik kemudian Doughlin muntjul diberanda rumah itu. Lengan kirinja sudah dibalut dan suaranja jang serak menggema njaring!

„Cassel....!” serunja. „Cassel! Kau lihat bangsat² itu! Mereka lari!” Mendengar teriakan² ini Cassel tampak keluar dan menemui rekannja diberanda.

„Siapa maksudmu?" tanjanja.

„Detektif² jang kutangkap itu! Apa mereka tidak kesini?"

„Aku samasekali tidak melihatnja".

„Betul² tidak?"

„Kapten Doughlin, sedjak kapankah saja biasa membohongi tuan?"

„Maaf major! Tapi Georgia, barangkali sadja dia melihatnja"..

„Tjobalah kita tanja dia".

Sebentar kemudian tampak Georgia muntjul dimuka ajahnja.

„Georgia, aku datang disini untuk menjari Deane dan Lynch. Mereka kepergok waktu berusaha mentjuri barang²ku. Tapi baru sadja mereka berhasil melarikan diri dari kurungannja. Aku ingin tahu kalau kau melihatnja, karena djelas mereka lari kearah sini".

Sedjenak hening, keheningan jang bagi Deane dan Lynch betul² sangat mendebarkan.

„Tidak", djawabnja kemudian. „Sedjak tadi saja berada dikamar".

„Baiklah. Dan sesunguhnja kita tak perlu repot. Aku jakin mereka tak mungkin bisa lari terus. Satu kemungkinan jang bisa membawa mereka keluar, jaitu kalau......... engkau membantu mereka. Tapi kami pertjaja bahwa puteri tuan Cassel jang tertjinta ini tak akan berbuat sekedji itu".

Tanpa mengatjuhkan bagaimana sikap Cassel dan Georgia terhadap kata-katanja itu, Doughlin melangkah pergi meninggalkau rumah itu.

„Apa sadja jang kau bitjarakan dengan Georgia tadi?" tanja Lynch setelah dilihatnja Doughlin tiada lagi.

Deane mengisahkan apa jang telah dia bitjarakan dengan Georgia tadi. Dan waktu dia mentjeritakan bagaimana gadis itu ketjemasan melihat luka dikepalanja, Lynch tertawa digumam.

„Baik itu, Robby!"

„Apa maksudmu?" „Agaknja Georgia jang manis itu benar² chawatir kalau² lukamu itu membahajakan. Dan ini berarti pula.........”

„Sudahlah Bert! Kau djangan ngotjeh lagi!”

„Sungguh Robby! Aku pasti kesedihan gadis itu benar² ditjetuskan oleh perasaan remadjanja jang wadjar dan tiada kesimpulan lain bagiku bahwa dia telah djatuh tjinta padamu. Dan ini berarti, bahwa diapun pasti mau menolong kita!"

XXV BEBERAPA saat lamanja kedua orang itu berpandangan didalam gelap. Cassel dan anaknja sudah kembali masuk kedalam bilik masing², sehingga keadaan bungalow itu tampak sepi. Demikian pula lampu jang tadi menjala diserambi sudah padam.

Tiba² terdengar bunji burunghantu dari djurusan bugalow itu.

„He, Robby! Dengar, mungkin tanda dari patjarmu itu! Dia tentu mengerti bahwa bunji burunghantu tadi adalah isjarat dariku. Sekarang dia menirunja untuk kita".

Deane mengangguk. Lantas dengan hati² sekali keduanja merajap dari tempat persembunjiannja menudju serambi. Dan Georgia jang sedang berdiri ditangga rumah segera memberi isjarat agar mereka mendekat. Tanpa ragu keduanja melompat keatas serambi mengiringkan Georgia jang sudah berdjalan masuk kedalam bilik ajahnja.

Begitu masuk pandangan mereka tertumbuk pada major Cassel jang sedang duduk pada sebuah kursi malas. Diatas medja dihadapannja tampak sebatang lilin jang menjala remang². Dengan isjarat Georgia menjilahkan kedua sahabat itu duduk pada kursi jang ada ditentang medja, sedangkan dia sendiri mengambil tempat disisi ajahnja.

„Tuan²”, sahut Cassel dengan suara gugup. „Saja mengharap benar tuan² mendjawab pertanjaan jang akan saja adjukan sekarang ini dengan djudjur. Adakah kedatangan tuan² disini semata-mata untuk menjulitkan saja dan puteri saja ini?"

„Major", djawab Lynch. „Kami tidak berniat setegas itu. Tapi disamping itu kami sendiri ingin mengadjukan pertanjaan pada tuan jang djuga mengharapkan djawaban tuan sesungguhnja jaitu, betulkah bahwa tuan ditjari jang berwadjib karena suatu pembunuhan?"

Dan pertanjaan ini benar² sangat mengedjutkan, baik untuk Cassel maupun untuk Georgia. Seperti orang jang histeris Georgia memeluk leher ajahnja dan terpekik.

„Djangan kau djawab pertanjaan² itu, ajah! Djangan! Kitapun tidak tahu siapa orang² in!!"

Dengan lesu Cassel melepaskan rangkulan anaknja itu.

„Tidak apa, manis! Malah lebih baik kalau kita selesaikan sekarang djuga. Dan tentang siapa sesungguhnja tuan² ini aku sudah tidak ragu lagi. Dan tuan Lynch, baiklah kudjawab bahwa pertanjaan tuan itu memang benar".

„Terima kasih, major! Tapi saja menginginkan agar tuan mau mentjeritakan peristiwa itu dengan terperintji".

„Mengapa ?" tanja Cassel ragu.

„Penting sekali bagi saja, dan karena sajapun ingin sekali membantu tuan".

„Bagaimana maksud tuan?"

„Major, saja begitu pasti bahwa dalam peristiwa jang menjebabkan tuan diburu-buru seperti sekarang ini sebenarnja tuan tidak bersalah apa".

Cassel menghela nafas pandjang. „Terima kasih tuan Lynch", sahutnja melemah tapi tampak agak lega.

„Selain itu sajapun mempunjai kesan bahwa penjelidikan polisi didalam peristiwa pembunuhan itu sampai sekarang masih belum mentjapai hasil jang mejakinkan. Benarkah itu, Major?"

Cassel mengernjitkan dahinja seolah-olah memikirkan sesuatu jang sulit.

„Begitulah kira².........", djawabnja kemudian.

„Persis! Dan djustru persoalan „waktu" itulah jang paling penting dalam perkara pembunuhan sematjam ini”.

„Djadi tuan ini betul² seorang detektif!” sela Georgia masih belum pertjaja.

„Benar. Tapi kawan ini bukan”, djawab Lynch sambil menundjuk pada Deane.

„Kalau begitu, benarlah dugaan saja tadi bahwa kedatangan tuan² kesini semata-mata untuk menangkap saja”, sahut Cassel lagi sambil berdiri dari kursinja.

„Ajah!” lagi² Georgia menjela dengan terharu.

„Tidak manis! Tuan ini tentu berpikir bahwa saja tidak tjukup keberanian untuk menghadapi kenjataan ini. Terusterang sadja bahwa tuan² memang sedang memburu saja dan bukannja untuk menangkap penjelundup jang berkeliaran disini”.

Lynch ikut berdiri dan tenang2 melandjutkan pembitjaraannja !

„Major, tuan tjukup lama berdinas di India, sehingga saja kira tuanpun sudah pula mengenal rasa dan baunja tjandu dengan baik !”

Mendengar ini Cassel seolah-olah terlondjak.

„Tjandu? Demi Tuhan, itu bohong melulu! Karena saja tahu, menjelundupkan tjandu adalah perbuatan jang lebih djahat lagi daripada pembunuhan!”

Setelah itu tanpa menghiraukan Deane dan Lynch orangtua itu menghambur keluar bilik, sedangkan Georgia terpaku seperti patung. Deane segera menghampiri dan membimbing gadis jang seperti kebingungan itu.

„Tenanglah Georgia! Bukankah maksud kami untuk menuduh ajahmu sebagai penjelundup tjandu. Dia tjuma memberikan keterangan mengapa dan untuk apa kedatangan kami disini. Lynch bekerdja atas perintah Perserikatan Bangsa² untuk menjelidiki benar-tidaknja bahwa dipulau ini dilakukan perdagangan² tjandu. Sebagai hasilnja kami sudah punja kepastian bahwa salahsatu dari pelanggar itu adalah Doughlin. Pada saat inipun dirumahnja tersimpan beberapa peti tjandu. Dan Doughlin jakin perbuatannja itu telah kami ketahui, sehingga tidak mengherankan kalau dia berusaha untuk melenjapkan kami setjepat-tjepatnja. Inilah sebabnja Georgia, mengapa kau harus menolong kami, untuk keselamatan kami dan supaja kami bisa menolong ajahmu”.

„Ja, begitulah persoalan sebenarnja, nona!” Lynch mentjampuri pembitjaraan. „Sekarang saja tahu, bagaimana tjandu didatangkan kepulau ini, tapi bukanlah berarti penjelidikan kami sudah berachir. Saja masih harus tahu siapa jang menerima tjandu itu dikota dan siapa² lagi orangnja jang mendalangi penjelundupan ini Dan jang lebih penting lagi, saja punja kepertjajaan bahwa tersingkapnja tirai jang menjelubungi peristiwa pembunuhan terhadap Gubernur Bronson dulu, akan berarti pula berhasilnja tugas jang sekarang saja lakukan. Inilah sebabnja, mengapa kami terpaksa mentjampuri ajah nona”.

Georgia menggelengkan kepalanja: „Ini dapat kami terima. Tapi djalan apa jang akan tuan tempuh untuk menjelesaikan persoalan jang sudah berumur tigabelas tahun ini ?”

„Nona Cassel, saja punjai kejakinan bahwasanja djedjak jang saja tempuh sampai sekarang ini tidak meleset. Karena itu tolonglah kami keluar dari tempat ini, jang berarti pertolongan bagi ajah nona, saja sendiri dan............ dia, satu-satunja orang jang nona tjintai!” sahut Lynch sambil menundjuk pada Deane.

Baik Deane maupun Georgia mendjadi merahpadam. Terutama Deane jang mungkin karena marah. Dengan bibir dikatupkan erat² dia menatap kawannja itu. Meski begitu Lynch tetap tenang.

Tidak Robby, sebaiknja kau djangan bantah² dulu. Nona Cassel sendiri akan tjukup mengerti, bukankah begitu nona Cassel?”

„Entahlah”, djawab Georgia masih tersipu-sipu.

„Ah, djanganlah berpura-pura begitu”, sahut Lynch lagi setengah bergurau. Aku jakin bahwa tuan Deane ini terlalu memikirkan keselamatanmu. Dan kalau ada perasaan² tersembunji pada kalian, mustahillah kalau nona memungkiri perasakan itu dengan membiarkan kami diburu-buru bahaja”.

Mendengar ini Georgia tertunduk. Kata² Lynch itu bagi gadis mentah seperti Georgia tjukup menusuk perasaannja. Karena itulah achirnja diapun mengangguk djuga: „Baiklah, saja ambil sepatu dulu”, katanja sambil keluar dari bilik itu.

„Gila kau!” gerutu Deane pada kawannja. „Otjehanmu itu betul-betullah menjiksa dia!”

„Jang penting maksud kita tertjapai. Dan terusterang sadja Robby, betulkah kau tidak mentjintai gadis itu?”

„Kalau kudjawab ja, kau mau apa?”

„Sederhana sekali, kalau kau tidak, akulah jang akan mentjintainja!”

„Hmh”, gumam Deane sambil melirik kawannja itu dengan mukamerah.

Sementara itu Georgia muntjul lagi dengan berpakaian lengkap, kemudian memberikan isjarat agar Deane dan Lynch mengikuti dia. Berdjingkat-djingkat mereka keluar dari rumah itu dan sesampainja diluar tjepat² menudju rawa jang berada tepat dibelakang rumah. Untuk menimbulkan kesan pada Doughlin bahwa mereka tenggelam dalam usahanja melarikan diri, Lynch membiarkan topinja terapung-apung di pinggiran rawa.

Bulan remang² dan kadang² tersembunji dibalik awan waktu mereka menuruni rawa itu. Meskipun begitu Georgia tidak ragu. Dengan mudah sadja dia mendapatkan tempat jang bisa didjalani diantara rawa² jang sangat membahajakan itu. Dan tanpa berbitjara apa² Lynch dan Deane berdjalan dibelakangnja.

Beberapa saat kemudian sampailah mereka kepada sebidang tanah daratan dimana mereka ditinggalkan Queechie beberapa hari jang lalu.

„Nona, tjukup sampai disini sadja. Djalan selandjutnja kami sendiri sudah tahu. Tapi sebelum nona kembali, saja ingin agar nona mau mendjawab pertanjaan² saja sekarang, terutama mengenai pembunuhan terhadap dirinja Gubernur Bronson itu. Dalam garis besarnja memang saja sudah dengar. Tapi keterangan jang nona berikan tentu akan lebih penting lagi. Saja tahu bahwa pembunuhan itu terdjadi kira² djam setengah sebelas pagi tanggal 9 Oktober 1919. Dia


. . . . . . . . . dan saja mempunjai kejakinan jang sangat pasti
bahwa djalan jang saja tempuh tidak meleset”, udjarnja pula.

diketemukan dikamar kerdjanja dengan sebilah pisau tertantjap dipinggangnja. Saja tanja sekarang, apakah bilikkerdja itu terletak ditingkat pertama dari djendjang kiri gubernur?”

„Ja”,

„Benarkah sendjata itu tertantjap antara kedua belikatnja?”

„Benar”.

„Baik. Sekarang keterangan nona sendri tentang peristiwa itu. Bagaimanakah sampai ajah nona tersangkut kedalamnja?”

Sebentar Georgia menunduk. Mungkin karena peristiwa itu benar² sangat mempengaruhi dirinja. Baru setelah agak lama dia mau bitjara.

„Orang² mendapatkan ajah berlutut disamping gubernur. Dialah jang mentjabut sendjata itu dari tubuh Bronson. Dan waktu orang² memasuki kamar itu sendjata itu masih sadja dipegangnja”.

„Siapakah jang dimaksud nona dengan orang itu?”

„Kalau menurut tjerita ajah begini: Beberapa saat sebelumnja ajah pernah berselisih faham dengan gubernur Bronson. Dan orang² jang ada dikamar saat itu adalah mereka jang mendengar pula pertengkaran ajah dan gubernur. Ini karena kantor mereka berdampingan dengan kantor ajah, jaitu kapten Hubert Sutter dan pembantunja Gokool Meah. Mereka datang hampir bersamaan, jang satu dari pintu sebelah kiri dan jang seorang lagi dari pintu sebelah kanan”.

„Apakah jang menjebabkan ajah nona lari?”

Georgia menggelengkan kepalanja.

„Saja sendiri tak pernah tahu mengapa. Mungkin tuan bisa menghitung berapa umur saja pada waktu itu. Tapi menurut tjerita ajah, disaat itu ajah dalam keadaan sakit. Barulah satu malam sebelumnja penjakitnja itu agak reda. Tapi sesampainja disini kambuh lagi, sampai ber-bulan² lamanja. Kalau sadja tidak tjepat² ditolong kapten Doughlin, barangkali beliau sudah lama meninggal”.

„Ja. Lantas ?”

„Setelah itu ajah merasa bahwa waktu untuk kembali sudah terlambat. Lebih² karena sekalipun djasmaninja sehat, namun batin ajah selalu tampak menderita”. „Ja, saja mengerti sudah. Dan ini tentu sadja sebagai akibat dari sakitnja itu. Sekarang pertanjaan terachir. Siapakah jang menolong beliau lari dari kota kepulau ditengah-tengah rawa itu ?"

„Maaf. Saja tidak bisa menjebutkannja",

„Djustru inilah jang penting", sela Lynch tjepat. Tapi gadis itu tetap menggeleng. Sekali lagi, saja tak bisa "mengatakannja".

„Lynch menepuk bahu gadis itu, sekalipun tampak sangat ketjewa.

„Terimakasih Georgia. Pertolongan nona pada kami besar sekali. Sekarang kembalilah pada ajah nona dan djagalah beliau baik?".

Sedjenak gadis itu tertegun, lalu pandangannja beralih pada Deane jang djuga membisu. Dalam keremangan malam mereka berpandangan beberapa saat lamanja. Tanpa mengutjapkan sesuatu dia membalik dan lenjap dibalik rumpun² pohon bakau jang rindang.

„Djanganlah dipikirkan pandjang² dulu, Robby!" kata Lynch sambil menggamit rekannja itu. „Kita perlu pulang tjepat²!"

Setengah djam kemudian mereka berhasil mentjapai gubug tempat mereka tinggal beberapa hari jang lalu. Begitu sadja mereka membaringkan badannja diatas tumpukan kain² usang jang masih ada dan tertidur.

XXVI „ROBBY, bangun!"

Doctor Robert Deane tersentak dari tidurnja. Sambil meng gosok² matanja dia memandang kepada Lynch jang berdiri tersenjum disampingnja.

„Ajolah Robby! Hari ini kita betul² penuh dengan atjara !"

„Apa rentjanamu?"

„Mula² sekali bertjukur, kemudian sarapan. Setelah itu berpakaian jang rapih dan kalau dipandang perlu sedikit minum²!"

„Bagus. Tapi bagaimana kau bisa mentjapai surga itu?" „Sederhana sekali. Langsung pergi kekota, apa sadja disana pasti dapat dengan mudah".

Dan sepuluh menit kemudian kedua orang itu sudah menudju kota. Seperti dalam mimpi sadja rasanja mereka berlenggang memasuki keramaian itu. Kalau mula² turun dari kapal dengan berpakaian perlente dan sebagai pelantjong biasa, maka pagi itu pakaian mereka lebih buruk dan kumal lagi dari buruh² kasar jang banjak bergelandangan disana.

Disebuah kios Lynch membeli beberapa helai suratkabar untuk mengetahui peristiwa terachir dari sekitar kota itu. Dan ia terpaku ketika matanja tertumbuk pada sebuah iklan mengenai „Kapal² jang berangkat dimana dibawahnja tertulis „Browne, njonja Berinice Endicott, dengan Ss. Princess Elizabeth ke New York".

„Sukur dia telah pergi", sahut Deane jang turut membatja.

„Ja. Dan ini ada lagi".

Deane mengalihkan perhatiannja dan membatja sebuah berita lainnja jang berbunji:

Berita kepulisian.

„Satu patroli polisi dibawah pimpinan Inspektur Lenley kemarin sore telah melakukan pemeriksaan disekitar rawa Caroni dalam usahanja mentjari dua orang laki² bernama Lynch dan Deane. Kedua orang itu diduga telah melakukan pentjurian perhiasan² dalam salah satu hotel dikota ini. Pada fihak kepulisian dilaporkan bahwa kedua orang itu paling achir disinjalir berada disekitar rawa, tapi sampai berita ini ditulis pentjarian itu belum mentjapai hasil jang diharapkan".

„Bert, apakah artinja ini?" tanja Deane menoleh pada Lynch.

„Nanti kita ketahui. Tapi masih ada lagi jang mungkin menarik perhatian engkau", djawab Lynch sambil menundjuk kedalam sebuah iklan kematian jang tertulis beberapa nama :

Aberthny, H.B.

Graham, George

Pondage, Hassan.

„Terusterang sadja Robby, ruangan iklan jang ketjil inilah jang bagkiu paling menarik". „Perlukah kita menemui Lenley?"

„Tentu sadja. Tapi bertjukur dulu".

Tjepat² mereka mengambil pakaian mereka jang dititipkan distasiun sebelum mereka berangkat kerawa Caroni dulu. Dan sesudah berganti pakaian merekapun langsung menudju kantor pulisi untuk menemui inspektur Lenley. Mudjur karena inspektur itu tidak bepergian dan waktu kedua sahabat itu masuk dia tengah duduk menghadapi medjatulisnja jang besar. Dia agak terlondjak dikursinja dan memandang kedua tamunja itu dengan keheranan, Tapi lantas sadja dia bisa menguasai dirinja dan sambil tersenjum menjambut kedua sahabat itu.

„Ha, istimewa ini! Dua manusia jang di tjari² karena pentjurian, dengan begitu sadja bisa memasuki ruangan seorang inspektur tanpa mendapat gangguan2!"

Lynch tjuma mengangguk, kemud'an duduk pada kursi didepan Lenley.

„Tuan inspektur jang terhormat, biarlah keistimewaan itu djangan kita singgung2 dulu, karena pekerdjaan jang harus kita hadapi adalah lebih penting lagi. Saja akan tjerita, apa² jang telah kami lakukan sampai saat ini. Tapi sebelumnja, kamipun minta agar tuan mau tjeritakan sampai dimanakah hasil pekerdjaan tuan".

Serangan Lynch jang tiba² ini sedikit mengedjutkan Lenley. Tapi sesaat kemudian diapun kembali tersenjum,

„Terusterang sadja tuan Lynch, kami tidak banjak berhasil. Semua djedjak kami ikuti dengan seteliti mungkin, namun belum berhasil menemukan apa² jang mungkin memberikan petundjuk. Dan seharusnja pertanjaan saja pada tuan adalah sebagai berikut. Apakah sebabnja pada gagang pisau jang digunakan membunuh Graham itu tuan telah meninggalkan bekas djari² tuan?"

Lynch mengernjitkan alisnja.

„Betulkah saja berbuat begitu?" tanja Lynch seperti pada dirinja sendiri. Kemudian setelah tampak berpikir sedjenak diapun mengangguk.

„Ja, mungkin djuga itu dan ini betul² suatu kelalaian dari saja. Maafkan saja, inspektur!"

Inspektur Lenley memandang Lynch seolah-olah tidak pertjaja bahwa seorang detektif P. B. B. jang tjukup tenar itu akan berbuat suatu kelalaian begitu.

„Tuan Lynch", kata Lenley pada achirnja. Sampai saat ini peristiwa pembunuhan tsb. saja sendiri jang menjelidikinja. Dan sajapun perlu katakan pada tuan, bahwa sesungguhnja sedjak kemarin pagi tuan sudah harus kami tangkap".

„Begitulah Inspektur? Dan kenapa tuan tidak lakukan itu?"

„Sederhana sekali. Inspektur kepala Sutter memandang hal tsb. tidak perlu dilakukan, karena menurut dia pembunuhan terhadap diri Graham itu hanjalah merupakan kedjadian kriminal biasa. Sebab itu Sutter berpikir, tidaklah perlu mendorong tuan kedalam peristiwa ini".

Lynch mengangguk tawar, sementara Lenley melandjutkan.

„Inspektur Sutter sangat mengharapkan untuk berbitjara langsung dengan tuan. Sampai saat ini affar Graham itu tetap kita rahasiakan. Dan tuan tentu tahu, bahwa sikap ini tjukup menjukarkan kami".

„Ja, sajapun maklum itu. Tapi tentang pertemuan dengan inspektur Sutter itu baiklah saja katakan pada tuan, bahwa sementara ini saja tidak ingin segera muntjul dengan terang-terangan".

Lenley terdiam. Sebentar dia menoleh kepada Deane jang sedjak tadi tidak turut tjampur kemudian beralih lagi pada Lynch.

„Dan sekarang akan saja tjeritakan tentang apa² jang sudah kami ketahu.", sahut Lynch sambil menjandarkan badannja kekursi.

„Baiklah".

„Inspektur, tahukah tuan bahwa rawa Caroni jang letaknja tidak djauh dari sini itu merupakan tempat persembunjian jang baik sekali bagi gerombolan pendjahat?"

Dengan ini sadja tampak inspektur itu sangat terkedjut. Agak membelalak dia menatap pada tamunja itu.

„Tidak. Betul² tidak tahu dan baru sekaranglah saja mendengarnja".

„Pertjajakah tuan pada keterangan saja itu?"

Lenley menggeleng agak ragu.

„Maaf, kalau saja katakan bahwa keterangan tuan itu tidak masuk akal!"

„Begitu?" tanja Lynch dengan selalu tersenjum. „Bagus! Sekarang saja tjeritakan lagi pada tuan, bahwa ditengah-tengah rawa itu sebenarnja terletak sebuah pulau bernama Teachtown. Luas pulau ini tidak lebih dari empat hektar dan dengan penghuninja kira² enampuluh orang. Kebanjakan dari mereka terdiri dari manusia jang tidak tahu apa². Dan pulau itu hanjalah berbahaja karena merupakan perantara untuk penjeludupan tjandu jang didatangkan ke Port of Spain ini. Demikian pula karena pemimpin gerombolan penjelundup itu seorang manusia jang sangat berbahaja dan memiliki alat² jang tjukup. Deane dan saja baru sadja datang dari Teachtwon, setelah berkundjung kira² tiga hari lamanja".

Dengan terpesona Inspektur Lenley mendengarkan kata² tamunja itu.

„Inspektur, mungkin berita jang saja sampaikan sekarang ini sangat mengedjutkan tuan. Dan Dinas Rahasia dari Perserikatan Bangsa² tidak perlu ada kalau sementara pembesar kepulusian setempat bisa melihat tjukup djauh dari pada pandjang hidungnja sendiri".

Sekalipun kata² Lynch ini tjukup pedas, namun wadjah inspektur Lenley tidak menundjukkan perobahan. Dia berdiri dari kursinja dan berdjalan mondar-mandir didalam ruangan itu.

„Dan apakah jang akan tuan lakukan sekarang? Segera merajakan kemenangan tuan itu?"

Lynch menggelengkan kepalanja. „Belum lagi, itu harus kita tunda dulu. Saja hanja berdjandji bahwa dalam minggu² ini tuanpun sudah bisa mengundjungi perajaan itu. Dan untuk ini masih ada lagi beberapa pekerdjaan jang harus dilaksanakan, dimana pertolongan tuan betul² sangat kami harapkan. Saja sendiri tetap berpendapat bahwa kerdjasama antara kita akan tjukup berdjalan baik dan memuaskan".

Lenley tertawa, lalu tanjanja: „Apa sadja jang harus kita lakukan?"

„Mula² sekali saja minta dengan hormat agar kawan saja doctor Robert Deane ini diberi kesempatan untuk mempeladjari peristiwa pembunuhan terhadap Gubernur Bronsun dulu dengan tjukup seksama".

Lagi² inspektur Leniey dikedjutkan utjapan Lynch itu. Dia tertegun dan menatap Lynch. „Ha, apakah hubungannja dengan pekerdjaan kita sekarang?"

„Apakah tuan betul² akan ketjewa kalau pertanjaan tuan itu tidak saja djawab dulu? Saja tjuma katakan, bahwa tugas doctor Deane itu penting sekali artinja".

„Baiklah kalau begitu, seorang anakbuah saja segera akan mengantar tuan Deane keruangan arsip. Ada lagi?"

„Ja, sementara itu tuan bisa tjeritakan pada saja tindakan² apa sadja jang tuan telah lakukan sehubungan dengan pembunuhan terhadap rekan saja George Graham itu".

XXVII BAGI doctor Robert Deane selama dia tjampur tangan dalam penjelid kan affaire „pembunuhan di Trinidad" itu, saat² itu betul² merupakan saat² jang paling tenang, sekal pun olaknja tetap bekerdja keras. Dengan beberapa helai kertas dan sebatang potlot ditangannja, entah berapa djam sudah dia bertekun menghadapi berkas² arsip jang terdapat dikantor Pulisi Port of Spain, dan setelah itu selesai kemudian menudju kekantor Free Library, salahsatu surat-kabar setempat jang paling terkemuka.

Setelah merasa bahwa tjatatan²nja itu lengkap Deane meninggalkan kantor redaksi suratkabar itu dan langsung mentjari sebuah hotel jang termasuk baik. Kepada Lynch segera dia memberitahukan dimana tempat menginapnja itu.

Dan mendjelang sendja mereka sudah kembali berkumpul didalam kamarnja. Deane jang tidak sabar lagi segera sadja melaporkan apa jang diketahuinja hari itu.

„Tjatatan² jang paling penting kudjumpai dalam penerbitan² Free Library beberapa bulan setelah dan sebelum pembunuhan Bronson", sahut Deane memulai.

„Ja, mulailah", djawab Lynch sambil membaringkan dirinja ditempat tidur.

„Pada tanggal 3 Oktober 1919 Majoor Cassel menderita demam tropis, sehingga terpaksa harus kembali kehotelnja. Ini adalah berita dari „Aneka Warta setempat". Pagi hari tanggal 9 Oktober untuk pertama kalinja Majoor itu meninggalkan tempat tidurnja dan kembali bekerdja seperti biasa. Davenant, jang datang lebih dulu dikantor, waktu itu sedang melakukan tugas lain dikota dan barulah kembali kekantornja setelah pembunuhan terdjadi, Gubernur Bronson berada dikantornja, begitu pula Kapten Sutter jang kantornja berdampingan dengan kantor Gubernur, dan Meah jang berkantor dibelakang bilik Sutter. Segala sesuatunja berlangsung dengan tenang. Setelah kira² duapuluh menit semendjak kedatangannja, Cassel dipanggil Gubernur untuk suatu pembitjaraan. Bagi Sutter dan Meach tak mungkin untuk mengetahui apa jang dibitjarakan Cassel dengan atasannja itu. Tapi kian lama pembitjaraan mereka itu makin njaring dan keras di utjapkan, sehingga Sutter dan Meach bisa mendengarnja.

„Apakah jang menimbulkan pertengkaran itu?" sela Lynch.

Persoalannja tjukup penting, ja tu tentang tjandu. Terdengar djelas utjapan Bronson. „Cassel, achirnja aku tahu djuga!" dan terdengar pula oleh Sutter serta Meach kata²: „keuntungan durhaka dari usaha² jang menegakkan buluroma, „tjandu" dan lain sebagainja.

„Tapi pertengkaran ini tiba² sekali berachir. Dari bilik Bronson tidak terdengar kata² lagi, baik dari mulut Cassel maupun dari Bronson sendiri. Sutter jang mengenal langkah² Cassel, pada waktu pemeriksaan menerangkan dibawah sumpah, bahwa dia mendengar Cassel keluar dari kamar Gubernur dan langsung menuruni tangga jang terletak dibelakangnja. Begitu pula keterangan dari Meach

„Kira² duapuluh menit kemudian setelah itu tidak terdengar apa². Tapi tiba² sekali terdengarlah suara Bronson jang berteriak minta tolong. Hampir bersamaan Sutter dan Meach memburu kebilikkerdja Gubernur itu.

„Sesuai dengan keterangan jang diberikan, mereka menemukan Bronson terbaring diatas permadani dekat medjatulisnja dengan darah jang mengalir deras dari luka dipunggungnja. Dengan wadjah gugup Cassel tampak berlutut disamping Cassel, Ditangan kirinja tergenggam sebilah pisau, sedangkan tangan kanannja mentjoba menekan luka Bronson. Waktu melihat kehadiran Sutter dan Meach disana Cassel tampak lebih gugup lagi. Tergagap gagap dia minta agar kedua orang itu menolong dia, Pisau jang dipegangnja terdjatuh dilantai.

„Disaat itu Bronson belum meninggal. Dan menurut pendapat kebanjakan orang, serangan terhadap Gubernur itu terdjadi kira² dua atau tiga menit sebelum Sutter dan Meach masuk disana, Dengan kata lain, bahwa pertengkaran jang terdjadi duapuluh menit sebelumnja itu tidaklah langsung diikuti oleh penjerangan. Djadi, waktu Sutter mendengar langkah² Cassel meninggalkan bilik itu, seharusnja Bronson masih hidup. Dan sekalipun mereka berusaha sungguh², beberapa detik kemudian Gubernur jang malang itu menghembuskan nafasnja jang terachir. Dan berbareng dengan itu Davenant kembali dari tugasnja dikota dan turut menjaksikan peristiwa itu.

„Dari sini bunji keterangan² keempat saksi itu hampir bersamaan. Bahkan dalam keterangan selandjutnja Sutter menegaskan bahwa pada mulanja tak seorangpun jang mentjurigai Cassel, Djendjang kiri dari gedung itu berhubungan langsung dengan sebuah kebun jang disebelah timurnja berbatasan pula dengan Institut Botani, Setiap orang jang berada didalam bilikkerdja Bronson bisa menduga bahwa melalui kebun inilah sipembunuh itu bisa melarikan diri dengan tjepat. Tapi pentjarian jang dilakukan disekitar kebun ini tidak membawa hasil, Malah waktu orang² itu kembali berkumpul, seorang dari mereka tidak muntjul lagi jaitu, Cassel".

„Ha!" sela Lynch seperti kaget, „Bagaimana halnja dengan Georgia!"

„Waktu itu dia baru berumur lima tahun dan selama ajahnja bekerdja tetap dirumah, sebuah hotel sewaan. Pelajan²nja menerangkan bahwa tiba² sadja Cassel kembali dirumah dan dengan tergesa-gesa sekali menudju biliknja jang terletak ditingkat kedua. Apa jang dikerdjakan Cassel disana tidak mereka ketahui. Tjuma beberapa menit kemudian mereka mendengar mobil Cassel meninggalkan halaman hotel itu. Dan waktu pemilik hotel itu memeriksa miliknja, ternjata Georgia sendiri sudah tiada lagi. Dan......... sedjak saat itulah Majoor Cassel beserta anaknja lenjap dengan tjara jang misterius sekali".

„Dan mobilnja?" Lynch menjela lagi. „Mobil Cassel diketemukan dalam keadaan kosong tidak djauh dari stasiun, Bekas jang mentjurigakan tentang penganiajaan atau lainnja samasekali tidak ada".

XXVIII „SEBALIKNJA kubatjakan sadja bagaimana bunji proses perbal pemeriksaan peristiwa itu selengkapnja", sahut Deane setelah mereka berdiam diri beberapa saat lamanja. „Dan tjukup menarik karena pemeriksaan itu dilakukan langsung oleh Gubernur jang sekarang, jaitu Lord Benton, Tjobalah dengarkan baik²:

Pertanjaan:

„Kapten Sutter, apakah sangkur jang tuan lihat sekarang ini benar² digunakan sebagai sendjata dalam pembunuhan itu?"

Djawab:

„Maaf, dengan pasti saja tidak begitu tahu".

P: „Tidak? Heran sekali, kapten. Apakah sebabnja tuan tidak bisa memberikan djawaban jang pasti sadja?"
D: „Mylord,. berribu-ribu sendjata sematjam ini telah digunakanselama perangdunia jang baru lalu. Tak mungkin bagi saja untuk melihat adanja perbedaan jang menjolok antara sendjata ini dengan sendjata² lainnja".
P: „Saja hargai ketelitian tuan. Dan sekarang saja jakinkan tuan bahwa benarlah sendjata ini telah digunakan dalam pembunuhan itu. Tjukup djelas?"
D: „Tjukup djelas, Mylord. Tak ada alasan bagi saja untuk meragukan kata² tuan".
P: „Kalau begitu, apakah tuan pernah melihat sendjata ini sebelumnja?"
D: „Sekali lagi maafkan saja, Mylord. Inipun tak mungkin saja djawab dengan pasti".
P: „Mengapa tidak?"
D: „Alasannja sama seperti jang telah saja kemukakan tadi. Banjak sekali sendjata² sematjam ini berserakan disini. Hampir setiap anggota militer jang kembali dari front membawanja kemari".
P: „Djadi tuan samasekali tidak mengenal sangkur ini?"

D: „Tidak, Mylord!"
P: „Djika begitu, saja akan tanja tuan dengan tjara lain. Kantor Majoor Cassel letaknja berbatasan dengan kantor tuan. Benarkah ini?"

P: „Benar, Mylord".
D: „Ser ngkah tuan mendatangi Cassel dikantornja?"
D: „Begitulah, Mylord".
P: „Sekarang, tuan akan dapat pula menjatakan pada saja kalau sangkur sematjam ini pernah tuan lihat didinding kamar Cassel sebagai hiasan dinding".
D: „Maaf, saja terpaksa harus mengulangi........."
P: „Sebentar, kapten! Tahukah tuan bahwa sangkur jang tergantung didinding Cassel itu begitu sadja lenjap bersamaan dengan terbunuhnja Gubernur?"
D: „Saja dengar begitu. Tapi hal ini tak pernah saja perhatikan benar".
P: „Mengapa tidak?"
D: „Karena tak ada alasan samasekali untuk mentjari-tjari bahwa ada hubungan antara sangkur kepunjaan Major Cassel dengan pembunuhan terhadap Gubernur Bronson. Dengan segala matjam kemungkinan dapat sadja sangkur itu beralih dari tempatnja".
D: „Sekarang tentang menghilangnja major Cassel. Apakah keterangan tuan tentang peristiwa ini?"
D: „Djika ini dihubungkan dengan pembunuhan terhadap Gubernur, saja tak bisa mengatakannja dengan pasti".
P: „Ja, itu dapat saja fahami. Tapi bagaimanakah pendapat tuan sendiri tentang ini?"
D: „Mylord, menurut hemat saja major itu telah pula djadi korban pembunuhan. Setelah terdjadi pertengkaran dengan Gubernur dia turun kekebun untuk menenangkan fikirannja. Dan kira² seperempat djam kemudian diapun kembali, mungkin sekali untuk meminta maaf atas kedjadian tadi. Tapi waktu dia masuk, dilihatnja Gubernur telah tewas. Menurut saja tentunja kedatangan Cassel disana dilihat pula oleh si pembunuh jang masih berada didalam bilik itu. Dan ketika kami mentjar nja dikebun diapun masih belum djauh. Entah dengan tjara bagaimana dia tentu telah berhasil memantjing

Cassel dan kemudian membunuhnja. Namun Mylord, kesemua ini hanjalah dugaan saja belaka, sebagaimana jang saja katakan tadi".

„Bert", kata Deane setelah sesaat berdiam. „Apakah hasil pekerdjaanku ini tjukup memuaskan?"

„Tjukup. Tapi adakah kau ketahui djuga, apa jang menjebabkan Sutter pindah ke Kepolisian?

„Ja. Ketika penganti Sir Egbert Bronson tiba, Sutter meninggalkan djabatannja. Alasannja karena dia tidak setudju dengan keputusan Hakim jang menjatakan bahwa: „Major George Esme Cassel ditjari karena didakwa melakukan pembunuhan jang direntjanakan". Kemudian Sutter masuk kepolisian jang katanja untuk langsung mengusut kebenaran tuduhan hakim itu".

„Tjukup Robby. Aku mengerti sudah".

„Dan ini benar² memberatkan Cassel, bukan?"

„Tidak begitu. Dan kau sendiri, apakah merasa bahwa major itu betul² bersalah?"

„Aku sendiri tetap jakin bahwasanja dia tidak bersalah dalam pembunuhan itu".

Beberapa saat lamanja mereka terdiam. Lynch memedjamkan matanja seolah-olah tertidur.

„Robby", katanja sebentar kemudian sambil membalik kearah rekannja. „Dalam pembitjaraan dengan Lenley tadi ada kusinggung-singgung djuga tentang persoalan tjandu jang kita temukan di Teachtown itu. Dari pembitjaraan itu dapat kuketahui djuga bahwa sampai sekarang Gokool Meah masih tetap bekerdja pada Sutter sebagai Sekretarisnja dan tinggal bersama dia".

„Lantas kau mau apa? Menemui dia?"

„Barangkali Aku tak bisa menunggu lebih lama lagi. Menurut tjerita Lenley sendiri Sutter sedang berkundjung kepada temannja di San Fernando dan besok pagi baru kembali. Selain itu aku tahu mengapa dalam persoalan ini Lenley bekerdja seolah-olah menjendiri".

„Mengapa ?" tanja Deane.

„Karena dalam waktu jang singkat ini Sutter akan segera pensiun dan dia mengharapkan akan menggantikannja sebagai Inspektur Kepala".

„O, tjari nama ?" tukas Deane sambil senjum.

XXIX SETELAH makan, kira² sepuluh menit kemudian mereka meninggalkan hotel itu. Di Port of Spain orang tjepat pergi tidur, sehingga sekalipun malam baru djam sepuluh keadaan sudah sangat sunji. Tjuma pendjaga jang bertugas dimuka Gubernuran masih menampakkan dirinja.

Tidak djauh dari pendjaga itu mereka berhenti dan berlindung dibalik pohon besar.

„Robby, kau tunggu disini dan perhatikan pendjaga itu baik². Djika ada hal² jang kiranja mentjurigakan kau segera memberi tanda dengan siulan dan tjepat² menghindar".

„Kau sendiri mau apa?"

„Aku bermaksud mengadakan kundjungan tidak resmi ke Gubernuran ini".

Deane mengangguk seraja memperhat kan rekannja jang mengendap-ngendap dan menghilang ditaman Gubernuran. Dan setelah menunggu beberapa saat lamanja Lynch kembali muntjul dimukanja!

„Mari ikut", bisiknja. Dan tanpa diulang lagi doctor Deane membuntuti Lynch jang tjepat² menghindar dari sana. Sampai di Queens Park mereka berhenti dan duduk diatas bangku tempat mereka bertjakap-tjakap dimalam kedatangannja dulu.

„Robby, mungkin kau merasa kaget terhadap perbuatanku tadi", kata Lynch sambil duduk. „Dan kaupun tentu mau tahu mengapa aku tidak langsung sadja mengundjungi Lord Benton di Gubernuran".

„Ja, mengapa ?" sela Deane.

„Terusterang sadja, karena aku merasa takut. Kau djangan lupa, bahwa disini ada orang jang lebih senang melihatku esok atau lusa lenjap dari permukaan bumi. Meski begitu kundjunganku jang singkat tadi tjukup membawa hasil jang gemilang".

Berkata demikian Lynch mengambil buku tjatatannja dari dalam saku.

„Lihat Robby, baru sadja aku berhasil memasuki tempat terdjadinja pembunuhan itu".

„Ha?"

Lynch mengangguk dan menundjuk kearah tjorat tjaret dibuku tjatatan itu.

„Mula² gambar jang djelek ini, jaitu sketsa dari Gubernuran. Gambar kedua adalah gambar setjara lebih terperintji lagi dari djendjang kiri".

Deane memperhatikan gambar itu dengan sungguh2.

„Lantas kau mau bilang apa dengan kedua lukisan lukisanmu ini ?" tanja Deane lagi.

„Masih sadja belum djelas, Robby? Dengan gambar² inilah aku bisa mentjotjokkan persoalan itu, pembunuhan terhadap diri Gubernur Bronson dan kemudian terhadap Graham!"

„Wah, wah, ini namanja betul² Sherlock Holmes!" sahut Deane setengah bergurau.

„Ja, begitulah", djawab Lynch sambil senjum. „Dan sekarang baiklah kita kundjungi dulu Gokool Meah dirumahnja. Kuharap sadja kita bisa mendapatkan apa² dari dia!"

Mereka bangkit dari duduknja dan beriringan, menudju rumah kediaman Insepktur Kepala Sutter jang letaknja tidak begitu djauh dari sana.

XXX KETIKA Lynch memidjit bel, wadjah Gokool Meah jang kehitaman muntjul dari balik pintu. Lynch segera menjebutkan namanja dan nama rekannja. Meah tampak agak terperandjat dan sedikit undur.

„O ja, tentu sadja! Silahkan masuk tuan²!" katanja kemudian dengan ramah. „Namun sajang sekali tuan Inspektur sedang bepergian. Beliau sedang mengundjungi seorang rekannja di San Fernando". Dia menjambut topi kedua tamunja itu dan langsung membawa mereka keruangan dalam jang ternjata merupakan ruangan perpustakaan jang tjukup baik dan lengkap.

Setelah menjilahkan tamu-tamunja itu dia duduk menghadapi sebuah medja ketjil. Dengan tangan kiranja didalam saku tjelananja dia bersandar dikursinja.

Sesudah duduk dikursinja masing², Lynch membuka pertjakapan dengan tjara jang menurut Deane sangat aneh. Dia menundjuk pada sebuah kotak ketjil jang t0erletak dimuka Meah seraja katanja:

„Tuan Meah, maafkan saja mendahului. Bolehkah saja mengambil tjerutu tu?"

Ini menjebabkan Meah agak kaget. Tapi tjepat sekali dia bertindak dan menjodorkan kotak jang ditundjuk Lych itu dengan tangan kirinja.

„O, sajalah jang harus minta maaf tuan Lynch! Karena tidak dari tadi menjampaikan tjerutu ini pada tuan! Mungkin tuan tahu sadja akan tjerutu jang baik. Memang, ini langsung kami datangkan dari Cuba", sahutnja diachiri dengan kelakar.

Lynch mengangguk dan setelah menjalakan tjerutu jang disodorkan tuanrumah dia menjandarkan badannja disandaran kursi.

„Tuan Meah", katanja kemudian. Sajang sekali Inspektur Sutter tidak ada ditempat. Walaupun begitu saja pikir tuanpun tentu akan dapat memberikan keterangan² jang kami butuhkan sekarang".

Meah tersenjum: „Ja, antara saja dan Inspektur Sutter sudah ada saling pengertian jang baik sekali. Bukan setahun kami bekerdja sama, sehingga tak mungkin kalau apa jang diketahui oleh Inspektur Sutter saja mengatakan tidak tahu".

„Baik", sahut Lynch sambil memperbaiki duduknja. „Tuan Meah, kalau begitu tuanpun tentu mengetahu pula bahwa kedatangan saja dari Djenewa kesini diembel embel dengan sjarat², jaitu bahwa baik mengenai kedatangan saja sendiri, identitet dan tugas saja sebenarnja, harus dirahasiakan rapat². Tapi sungguh sajang, karena sifat² kerahasiaan itu telah dibotjorkan orang Buktinja, kurang dari enam djam semendjak saja mengindjakkan kaki disini, terhadap diri saja telah terdjadi pertjobaan pembunuhan jang tjukup menger kan".

Mendengar kata2 Lynch ini Meah terlondjak dikursinja.

„Betulkah itu tuan Lynch? Demi Tuhan, baru sekarang saja mendengarnja!"

„Memang, soal ini sengadja tidak saja laporkan. Baru setelah terdjadi pembunuhan terhadap rekan saja Graham, saja mendjadi agak gugup. Teranglah sudah, bahwa selain botjor, kedatangan kami disini ada jang tidak menjuka nja!"

„Nanti dulu", tukas Meah seperti memikirkan sesuatu. „Ja, orang itu sebetulnja saja ketahui semuanja, maksud saja mereka jang mengetahui kedatangan anda dan tuan Graham disini. Mula² sekali Inspektur Kepala Sutter dan Inspektur Lenley jang tentu sadja sudah seharusnja mengetahui. Kemudian kapten Mansley, nachoda kapal Carupano dan tuan Jaffers, direktur djawatan Pabean. Pedjabat ini memang sengadja kami beritahu demi tugasku, sekalipun kami insjaf bahwa tuan seorang detektif kenamaan jang chusus diutus P. B. B. Dan achirnja, tuan Beverly Price, seorang pegawai Inspektur Sutter jang sangat kami pertjajai".

„Tiada lain lagi?" tanja Lynch.

„Ja, sebenarnja masih ada lagi, meskipun hal ini sebenarnja merupakan satu kechilafan dari Sutter. Begini soalnja: Tidak lama sesudah kami menerima kawat jang menjatakan keberangkatan tuan dari Djenewa, Inspektur Sutter telah membtjarakannja dengan beberapa anggota dari Empire Club. Tapi begitu insaf bahwa dia terlandjur, pada waktu itu pula dia menekankan orang² jang diadjak bitjara itu untuk betul² merahasiakannja".

„Siapakah orang2 anggota Club itu? Tahukah tuan?"

„Pertama George Stevens, pemilik dari toko terbesar di Frederick Street dan merupakan satu2nja hartawan di Trinidad sini. Kedua Hakim Overman, Wakil Djaksa Agung jang tentunja bukan merupakan orang jang harus ditjurigai. Dan paling achir adalah Hillary Davenant, pemilik perkebunan tebu disekitar San Fernando, jang sekarang sedang dikundjungi inspektur Sutter". „Bagaimanakah pikiran tuan tentang Davenant ini" tanja Lynch.

„Seorang jang sudah agak landjut, kira² limapuluh tahunan. Sedjak dulu kami berkawan baik, jakni sedjak masanja Gubernur Bronson jang terbunuh dengan setjara misterius itu. Kemudian Davenant mengalihkan perhatiannja kepada tebu dan mendjadi kaja. Sedjak itu antara Sutter dan Davenant seolah-olah agak renggang. Namun achir ini persahabatan mereka erat kembali. Dan dalam hal ini saja bisa mendjamin, bahwa Davenant betul2 termasuk orang jang bisa d pertjaja".

Dengan ramah Lynch mengutjapkan terima kasihnja atas keterangan² Meah itu dan mengalihkan pembitjaraan kepada hal² lain. Meah sendiri mendengarkan tjakap Lynch itu dengan penuh minat sekalipun malam telah berangsur larut.

„Memang saja sendiri berpendapat bahwa penghidupan seperti tuan ini benar2 sangat menarik", kata Meah kemudian

„Ja, begitulah", djawab Lynch sambil memadamkan api tjerutu jang diisapnja,,Terutama achir² ini?"

Meah tersenjum dan bertanja: „Achir² ini? Mengapa djustru achir² ini?"

„Tentu sadja. Seorang jang mengenal perdagangan gelap dalam obat² bius, akan segera mengerti apa maksud saja. Demikian duduk perkaranja: Sedjak tiga tahun terachir ini harga pasaran tjandu Turki turun sampai enampuluh prosen. Tentunja tuan bisa mengerti, bagaimana pengaruh turunnja harga ini terhadap pedagang, terutama bagi sementara pedagang² besar. Bahkan bagi mereka telah menimbulkan keuntungan jang tidak sedikit".

„Mengapa begitu?" tanja Meah tidak mengerti.

„Baiklah saja djelaskan lagi", djawab Lynch. „Perdagangan gelap tjandu² ini dikemudikan oleh sedikitnja dua lusin pedagang besar jang tersebar diseluruh dunia. Ketika pasaran djatuh, atau dengan kata lain ketika harga tjandu enam-puluh prosen lebih murah dari harga sebelumnja seperti jang terdjadi achir² ini, kepada para agen bawahannja perubahan harga ini tetap mereka rahasiakan. Dengan demikian tuan tentu tak akan heran kalau pedagang² besar itu berhasil mengeduk keuntungan sebesar-besarnja, padahal para agen itulah jang selalu diuber.uber bahaja. Inilah pula jang achirnja diikuti dengan pertengkaran² antara mereka sendiri, bahkan sering² berakibat dengan pembunuhan² jang tak mengenal kawan. Djadi djelas bagi tuan, mengapa perdagangan tjandu sematjam ini sangat menarik perhatian saja".

Meah tersenjum: Ja, memang sudah sewadjarnja kalau ini menarik perhatian benar!"

„Begitulah", angguk Lynch. „Dan karena malam sudah agak larut, baiklah kundjungan kami ini kami achiri sampai disini sadja".

„Mari Deane!" adjaknja kepada Doktor Deane, kemudian berpaling lagi kepada Meah dan mengutjapkan kata² perpisahan.

„Sekarang kita kemana?" tanja Deane setelah mereka berada didjalanraja.

„Masih ada tugas lagi. Sajang, bulan sangat indah dan malampun masih tjukup lama".

„Bert", sela Deane. „Apakah detektif sematjam kau ini tak boleh tidur malam? Atau, tidak tjukupkah kalau seorang detektif itu bekerdja sebagai petugas² lainnja?"

„Jah, kalau kau memang sudah mau tidur, tidurlah! Aku sendiri lebih senang berdajung, apalagi malam seindah ini".

„Berdajung?" Kalau itu maksudmu, akupun rela mengundurkan kantukku!"

„Terimakasih atas kesediaanmu. Malam ini pula kita harus bisa menentukan dimana tempat berlabuh motorboot Doughlin bersamaku dulu, Kukira tugas kita ini akan tjepat mendekati penjelesaiannja".

Tanpa membantah lagi Deane membuntuti kawannja menudju pelabuhan dan achirnja sampai pada sebuah tempat tidak djauh dari Pangkalan Angkatan Laut. Mata Lynch tjepat sekali tertudju pada berpuluh perahu dajung milik Angkatan Laut jang berderet deret disana. Dan seperti jang tidak berpikir lagi dia melepaskan sebuah perahu dajung itu dari ikatannja kemudian melompat keatasnja diikuti oleh Deane.

Setengah djam kemudian mereka berada dilautan terbuka.

„Disana rawa Caroni", kata Lynch sambil menundjuk kearah pantai jang djelas ditumbuhi pepohonan jang lebat, „kita langsung menudju utara!"

„Ja", angguk Deane, „Tapi Bert, tadi kau mengatakan bahwa tugas kita ini akan segera berachir. Apakah maksud kau dengan kata² itu?"

„Begitulah perasaanku, jang tentunja berdasarkan apa² jang sudah kita ketahui. Aku pasti bahwa tjandu jang diselundupkan itu berasal dari Venezuela dan dengan melalui rawa² Caroni ke Port of Spain. Selain itu akupun tahu bahwa tjandu itu dipindahkan dari kapal jang lebih besar kemotorboot jang peranannja segera akan kita bongkar. Selandjutnja kita ketahui pula bahwasanja kapten Doughlin adalah pimpinan gerombolan penjelundup di Teachtown jang segera akan kita bekuk. Aku tidak ragu lagi dialah orangnja jang membawa tjandu itu kekota. Dan ini kau sendiri tentu tahu. Tjuma jang sampai sekarang masih belum kita ketahui, siapakah „pedagang besarnja", sebagaimana jang kukatakan pada Meah tadi. Tapi in pun belum tentu merupakan inti dari persoalan. Ada lagi hal² jang satu sama lainnja mungkin masih bertautan. Dengan adanja tjatatan² mendiang Graham, perhatian kita mau tidak mau tertudju pada pembunuhan Gubernur Bronson jang sebenarnja sudah lama dilupakan itu. Demikian pula pada seseorang jang kira² ada sangkutpautnja dengan penjelundupan tjandu, jaitu Majoor Cassel, Mudjur orang itu dapat kita ketemukan. Sajangnja dari dia kita tidak bisa mengetahui banjak. Tjuma keterangan² jang diberikan anaknja jang manis itu pada kita masih bisa kita harapkan sebagai salahsatu petundjuk jang agak djelas. Dan paling achir, tadi sore akupun telah berhasil pula menemukan sesuatu jang kuanggap penting djuga dalam penjelidikan² kita ini".

„Tjuma itu sadja?" tanja Deane setelah Lynch mengachiri pembitjaraannja.

„Ja", djawab Lynch singkat.

„Kuharap sadja kejakinanmu itu bukanlah hal jang mustahil, sekalipun aku sendiri masih menjangsikannja".

Lynch tjuma mengangkat pundak: „Terserah bagaimana penilaiannja", djawabnja.

XXXI TIDAK kurang dari empat djam lamanja mereka berdajung mengarungi lautan itu sampai achirnja menemukan karang jang menurut Lynch telah digunakan Doughlin untuk berlabuh beberapa malam berselang.

Beberapa saat lamanja Lynch mengadjak Deane mengelilingi karang itu dengan perahunja dan memperhatikan keadaan sekitarnja.

„Kalau kita kembali besok tak usah lagi repot2 mentjarinja", katanja pada Deane.

„Tjuma inikah keperluan kita malam ini?" tanja Deane.

„Ja, tjuma itu. Besok kita landjutkan lagi". Berkata demikian Lynch membelokkan arah perahu mereka dan kembali menudju pantai.

Djam tiga siang doctor Robert Deane baru terdjaga dari tidurnja. Dilihatnja Lynch sudah tidak ada. Karena itu setelah mentjukur djenggotnja diapun turun keruangan bawah dan mendapatkan rekannja disana.

„Kau sudah lama bangun?" tanjanja pada Lynch sambil duduk dimukanja.

„Aku malah tidak tidur", djawab Lynch.

„O, maafkan aku. Kalau begitu kau terus kerdja keras. Sampai dimana sekarang?"

Tidak banjak. Tapi bisa kukatakan bahwa segalanja berlangsung sebagaimana jang kita harapkan dan aku jakin, besok pagi persoalan ini sudah bisa kita petjahkan"

„Ha! Kau begitu optimis Bert?"

„Ja. Dan sekarang baiklah kita mulai sadja dengan sebuah kundjungan lagi kerumah inspektur Sutter".

Tanpa diulang lagi Deane melompat keatas dan kembali dengan berpakaian lengkap.

Beberapa saat kemudian keduanja sudah berada didepan kediaman Sutter dan melihat mobil milik Meah diparkir disana.

„Kemarin Lenley tjerita bahwa hari ini Sutter akan kembali. Tapi jang ada sekarang tjuma mobil Meah, djadi tentunja Sutter belum kembali".

„Lantas?" tanja Deane sambil mengikuti rekannja jang berdjalan menudju sebuah bangku diseberang djalan, tidak begitu djauh dari rumah Sutter. „Kita tunggu sebentar", djawabnja sambil duduk dibangku itu.

Dan memang mereka tidak perlu menunggu lama. Kira² setengah djam kemudian tampaklah sebuah mobil datang dan berhenti dimuka rumah itu. Seorang laki2 bertubuh kekar, mengenakan uniform jang rapih dan topi jang berhiaskan bulu burung, turun dari mobil itu. Setelah berkata-kata sebentar dengan supir iapun langsung menudju gedungnja.

„Inspektur Kepala Sutter", kata Lynch. „Sekarang tahulah kita bahwa dia sudah kembali, begitu pula sekretarisnja ada dirumah. Ajo Robby, ikut aku!" Berkata demikian Lynch berdiri dari tempatnja dan berdja. lan menudju arah lain.

„He, kau gila Bert! Bukankah mau berkundjung pada Sutter?" tanja Deane keheranan.

Lynch menggelengkan kepalanja:,,Belum lagi. Kita kekantor pulisi dulu, aku mau titip surat disana". Dan tanpa menghiraukan Deane lagi jang masih termangu keheranan Lynch mempertjepat langkahnja menudju kantor inspektur Lenley. Pada seorang pegawai disana dia minta beberapa helai kertas dan mulai menulis. Deane jang sudah berdiri dibelakang Lynch dengan djelas bisa membatja apa jang ditulis rekannja itu dan ternjata berbunji sebagai berikut :

Tuan Meah Jth.,

Kemarin malam kita telah membitjarakan kemungkinan bahwa kehadiran saja di Port of Spain ini telah diketahui orang jang tidak kita ingini. Ternjata hari ini telah terdjadi pula sesuatu jang mentjurigakan. Saja chawatir kalau djiwa saja terantjam lagi. Dan untuk membit jarakan hal ini, saja minta agar tuan mau datang dibekas pasanggrahan dibukit Lavertille.

Sebaiknja sendiri, karena pembitjaraan kita ini sifatnja masih rahasia, sekalipun dari tuan hanja akan diminta bantuan untuk mentjotjokkan keterangan jang telah ada pada saja.

Terima kasih.

Bertrant Lynch.

Setelah memasukkan surat itu kedalam sampul dia mengambil sehelai kertas lainnja dan mulai menulis lagi. Tapi sebelumnja dia berpaling dulu pada Deane jang masih berdiri dibelakangnja.

„Maaf Robby, sementara kau djangan batja dulu surat ini", katanja. Dan Deane jang mengerti bahwa Lynch masih perlu merahsiakan surat itu segera undur.

„Anda tahu djam berapa Inspektur Lenley kembali dari bepergiannja?" tanjanja kemudian pada seorang petugas.

„Kira² djam tudjuh".

„Terima kasih", djawab Lynch lagi jang kemudian berpaling pada Deane.

„Djadi kita masih ada waktu untuk makan dulu. Marilah Robby, kita perlu bahanbakar jang tjukup karena tugas jang kita hadapi malam ini tjukup berat!"

Ketika mereka kembali dikantor pulisi itu, Inspektur Lenley sudah lama kembali dan segera menemui kedua tamunja.

„Saja punja dugaan keras bahwa langkah2 saja disini terus diikuti", kata Lynch pada Inspektur itu. „Sebab itu saja telah minta agar Meah datang mendjumpai saja untuk sekedar bitjara². Dapatkah anda menjampaikan surat ini pada dia?"

Sekalipun dengan agak heran, Lenley mengangguk. „Ja tentu sadja. Seorang anakbuah saja dalam perdjalanan pulangnja nanti akan lewat dirumah Sutter".

„Terima kasih. Dan inspektur, maafkan kalau kundjungan saja ini singkat sekali, karena sekarang djuga kami harus pergi lagi".

Sekali lagi Inspektur Lenley termangu-mangu dan mengantarkan kedua tamunja itu sampai diambang pintu.

„Sekarang kemana lagi?" tanja Deane setelah mereka berada diluar.

„Kita mulai kerdja", bisik Lynch. „Kau pergi kebukit Lavertille dan tunggu dibawah. Tegasnja, sementara aku dan Meah berada diatas kau harus mendjaga agar djangan seorangpun mengganggu kami".

Dengan anggukan ketjil Robert Deane berdjalan menudju bukit Lavertille, sebuah bukit ketjil diperbatasan kota, dan menunggu disana. Hampir² hilang kesabarannja ketika sebuah limousine hitam berhenti dikaki bukit itu dan tampaklah Gokool Meah turun dari mobil itu, Setelah sedjenak memperhatikan sekelilingnja, dengan tergesa-gesa dia mendaki bukit itu dan langsung menudju pesanggrahan jang disebutkan Lynch dalam suratnja. Semenit kemudian sebuah mobil lain berhenti tidak djauh dari mobil Gokool Meah. Ketika melihat Lynch keluar dari mobil itu, Deane segera menghampirinja.

„Dia sudah keatas", bisiknja pada Lynch.

„Bagus, bagus", djawab Lynch sambil meraba saku djasnja. „Kebetulan aku membawa seutas tali jang tjukup kuat, karena kalau mungkin aku mau mentjulik dia. Ajo, ikut aku Robby!

Bergegas-gegas mereka mendaki bukit itu, sementara Deane sendiri belum habis berpikir akan tindakan rekannja itu. Dari kedjauhan mereka sudah melihat Meah berdiri dimuka pesanggrahan, waktu melihat kedatangan kedua orang itu segera menghampiri.

„Tuan Lynch, tuan lihat kedatangan saja disini adalah untuk memenuhi permintaan tuan. Dan untuk mempertjepat waktu, saja minta agar tuan dengan segera mentjeritakan apakah alasan permintaan tuan itu!"

„Segera?" ulang Lynch sambil tersenjum, kemudian melangkah kedepan. Dan apa jang terdjadi selandjutnja benar² sangat mengedjutkan Deane, karena dia tjuma melihat-tindju Lynch jang terajun kebelakang dan setjepat kilat menjambar Meah. Begitu tjepatnja gerakan Lynch itu sehingga Meah sendiri tidak sempat berbuat apa².

Dia menggeliat kebelakang, sedikit sempojongan dan achirnja djatuh terkapar ditanah.

„Dia pingsan, Bert", kata Deane sambil memperhatikan Meah jang tidak berkutik lagi.

„Itulah jang kuharap. Tjepat Robby, ikat manusia ini erat²!"

Walaupun belum mengerti benar, namun tanpa ber.tanja² lagi Deane membantu kawannja mengikat Meah dengan tali jang dibawa Lynch tadi, kemudian menjeretnja kesebuah gubuk kosong tidak djauh dari sana.

XXXII SETELAH meletakkan Meah didalam gubuk itu, setengah berlari mereka kembali menudju mobil Meah jang masih berada ditempatnja. Lynch membuka pintu mobil itu dan duduk dibelakang kemudi, diikuti oleh Deane jang mengambil tempat disampingnja.

Lynch menghidupkan mesin mobil itu dan dengan deras membawanja keluar kota, kemudian langsung menudju djurusan toko Lee Kou. Beberapa ratus meter sebelum toko itu Lynch melambatkan mobilnja.

„Aku mau agar Tionghoa itu melihat bahwa mobil Meah lewat disini", sahut Lynch mendjelaskan.

„Mengapa?" tanja Deane.

„Sederhana sekali. Mereka, terutama Sutter akan merasa kehilangan mengapa Meah tidak kembali dirumahnja, Dan Lee Kou jang kebetulan melihat kita akan memberitahu mereka bahwa mobil Meah baru lewat disini. Dengan demikian merekapun pasti mentjarinja disekitar tempat ini".

Tanpa memberi pendjelasan lagi mengapa berbuat demikian Lynch membawa mobilnja terus kearah pinggiran rawa dan berhenti disana. Seolah-olah sudah direntjanakan sebelumnja dia melompat keluar dan berlari-lari menudju semak² pohon bakau diikuti oleh Deane. Demikian pula waktu dilihatnja Lynch membaringkan dirinja dibawah semak² itu.

Hampir satu djam lamanja mereka menunggu disana ketika keheningan disekitarnja dipetjahkan oleh bunji mobil jang mendatang. Mobil itu ternjata sebuah mobil sport berwarna biru tua berhenti sedjenak tidak begitu djauh dari tempat persembunjian Lynch dan Deane, kemudian menghilang kearah semula.

Lyneh dan Deane masih belum bergerak, Djelas sekali terdengar langkah orang jang mendekat dan sesaat kemudian tampaklah orang itu. Dia berpakaian serba gelap, tanpa ragu terus berdjalan tepat menudju tempat persembunjian Lynch dan Deane, tapi tiba² sadja menghilang diantara rerumpunan pohon bakau. Baik Lynch maupun Deane tjuma mendengar suara seseorang terdjun keair dan kembali hening.

„He, kemana dia?" bisik Deane. Lynch tidak mendjawab. Dengan muka geram dia berdiri dari persembunjiannja.

„Gila! Memang akulah jang tolol! Mengapa dia kubiarkan

Mereka bertemu dipasanggrahan itu dan tanpa memberi kesempatan Lynch memukul Meah berkali-kali.

sadja!?"

„O, kukira memang demikianlah jang kau kehendaki!"

„Tutup mulutmu!" bentak Lynch lagi. „Kau djuga mentertawakan aku ja?! Tjepat kembali kemobil!" Dia melompat keluar dari semak² itu dan kembali tertegun.

„Aku tak mengira dia akan menipu kita. Tadinja aku pantjing dia kesini, dimana menurut perhitungannja disinilah tempat Meah diringkus. Sengadja aku berbuat seolah-olah kita merentjanakan pembunuhan terhadap Meah, Tapi apakah jang akan dilakukan manusia itu disini? Membunuh kita? Tak mungkin. Dan betul² aku tak mengira kalau dia telah menggunakan otaknja dengan baik. Ataukah untuk keperluan lain barangkali? Jang aku pasti dia tentu sering berkundjung ke Teachtown. Aku sendiri jang memperingatkan dia tentang bahaja jang mengantjamnja. Ja, akulah jang membikin seluruh persoalan mendjadi sederhana baginja. Djadi........., tiada lain jang harus dia lakukan sekarang ketjuali menjingkirkan Cassel!"

Bagi Deane sedikitpun tidak masuk diotaknja apa jang dimaksud Lynch dengan semua gerutunja itu. Sebab itu dia tjuma bisa bertanja:

„Menjingkirkan Cassel?" tanjanja.

„Ja, atau lebih tegas lagi membunuhnja! Ajo Robby, tak mungkin kita tunggu lagi!"

„Dan orang jang masuk dirawa tadi, kenalkah kau padanja?"

„Kukira begitu. Tapi baiklah hal itu djangan kita bitjarakan dulu! Toch orangnja sudah terbang!"

Tergesa-gesa mereka berdjalan kemobil Meah jang mereka bawa tadi. Tapi sekali lagi Lynch diketjewakan dengan sangat waktu mengetahui bahwa orang jang masuk rawa tadi masih sempat pula membotjorkan tangki bensin mobil itu.

„Dia betul² bangsat!" gumam Lynch dengan geram. Kemudian seperti tanpa pikir lagi berlari-lari menudju arah kota. Deane turut pula membuntuti dibelakangnja dan barulah berhenti setelah melihat Lynch berhent; pula dimuka sebuah rumahminum itu tampak sebuah Ford tua tengah diparkir. Dengan suatu isjarat dari Lynch, mengertilah Deane apa jang dilakukan rekannja itu. Tjuma beberapa detik kemudian mereka sudah berada didalam mobil itu. Mereka samasekali tidak ambil pusing ketika seorang laki² keluar dari rumah minum itu dan berteriak-teriak minta tolong. Dengan ketjepalan jang tinggi Lynch membawa mobil itu langsung menudju pelabuhan. Dan mengertilah Deane bahwa rekannja itu pasti mau mentjari Teachtown melalui djalan laut jang tentunja bisa dilakukan lebih tjepat daripada melalui rawa.

Tapi alangkah ketjewanja mereka karena begitu mobil itu berhenti dipelabuhan, angin kentjang dengan discrtai kilat jang menjambar_njambar menjambut kedalangan mereka.

„Dengan udara seburuk ini tak mungkin bisa berlajar", gumam Lynch sambil menghela nalas pandjang.

„Djadi?" tanja Deane.

„Tak bisa apa² ketjuali bersabar".

Dengan perasaan ketjewa mereka kembali kehotel dan langsung menudju biliknja. Tjuma beberapa menit kemudian merekapun sudah mendengkur kelelahan.

Hari sudah agak siang ketika Lynch membangunkan Deane dari kelelapan tidurnja.

„Bangun Robby!"

„Berlajar lagi?" tanja Deane sambil menggosok2 matanja.

„Ja", angguk Lynch, terutama kalau keadaan sudah memungkinkan. Tapi betapapun kita harus berusaha. Semenit sadja bagi kita akan tjukup berharga".

Kira² seperempat djam kemudian mereka sudah berada dipelabuhan dan dengan segera pula berhasil mendapatkan sebuah perahu dajung. Sekalipun laut belum tenang benar, namun mereka berangkat djuga. Dan setelah hampir dua djam bergulat dengan gelombang jang sesekali menerdjang perahu jang ketjil itu, merekapun sampai ditempat tudjuannja jakni bagian utara dari rawa Caroni.

Dari situ mereka sudah bisa melihat sebuah batukarang menondjol diatas permukaan air, jang menurut letaknja biasa digunakan untuk berlabuh perahu² motor atau perahu² sedjenis lainnja.

„Berhenti", tiba² sadja Lynch memerintah dengan suara hampir dibisikkan. Dia membungkukkan badannja seolah-olah ingin mendengarkan sesuatu lebih djelas lagi.

„Bunji motor!" bisiknja lagi.

„Doughlin?" tanja Deane sambil menatap rekannja.

„Mungkin!"

„Mau kemana dia?"

„Mana aku tahu......... ajo, terus dajung!" perintahnja.

Dengan hati² sekali mereka mendajung perahunja, sedangkan matanja terus mendjeladjahi sekitar tempat itu dengan tjermat. Lynch memberi isjarat ketika pandangannija tertumbuk pada sebuah perahu motor jang sedang berlabuh.

„Kita lihat dia.........!" kata Lynch sambil merubah haluan perahunja. Dan ketika mereka mendekat tampaklah bahwa perahu motor itu dalam keadaan kosong. Tanpa ragu Lynch merapatkan perahunja dan melompat keatas geladak. Sesaat kemudian diapun kembali turun keperahunja.

„Mesinnja masih panas, tentunja Doughlin baru sadja kembali dari pelajarannja jang tjukup djauh!”

„Kira² kemana?"

„Ja, kita sendiri tidak tahu. Tapi sapa tahu kalau membawa Cassel".

„Cassel?"

„Ja. Dan tentang ini dengan segera akan kita lihat sendiri".

XXXIII SESUDAH menambatkan perahunja dipantai tidak djauh dari perahu Doughlin mereka naik kedarat dan langsung menudju bungalow Majoor Cassel jang beberapa hari berselang baru sadja mereka tinggalkan. Sekalipun dengan susah pajah dan setelah melalui semak² pohon bakau jang lebat, achirnja Teachtown dapat mereka tjapai.

Pulau itu mereka masuki dengan sangat hati² dan dengan perasaan tegang, walaupun disekitar pantai itu tak seorangpun menampakkan dirinja. Dari agak djauh mereka sudah bisa melihat bungalow Cassel jang memang letaknja menjendiri itu. Makin mendekati bungalow itu mereka makin waspada. Dua kali berturut-turut mereka harus tjepat² berlindung dibalik rerumpunan Retika orang2 penghuni pulau itu berkeliaran tidak djauh dari sana.

Achirnja mereka sampai pada suatu tempat persembunjian jang djaraknja kira² limapuluh langkah sadja dari kediaman Cassel. Djalan satu²nja untuk mentjapai rumah itu ialah dengan melewati sebuah lapangan rumput jang terbentang disekitarnja. Dan inipun berhasil mereka lalui, kendati dengan susah pajah dan merunduk-runduk.

Untuk beberapa saat keduanja berpandangan ketika diketahuinja bahwa bungalow itu ternjata sudah tidak berpenghuni lagi. Hampir setiap bilik jang mereka masuki dalam keadaan lengang. Tjuma koleksi sendjata kuno dan peta² lainnja masih tampak bergantungan didinding, sedangkan alat2 lainnja lagi sudah lenjap.

Didekat medja hias Lynch tertegun.

„Kalau melihat keadaannja, seolah-olah keluarga Cassel ini berangkat dengan suka rela tapi tanpa persiapan² sebelumnja".

Beberapa kali mereka memeriksa bilik2 itu. Sepatu tinggi kepunjaan Georgia jang pernah mereka lihat ditempatnja ternjata sudah tidak ada lagi. Demikian pula sikat gigi, handuk jang biasa terletak dimedja-riasnja.

„Soalnja sekarang, kemanakah mereka bepergian itu", tanja Lynch lagi seolah-olah pada dirinja sendiri. Sesaat mereka berpandangan tanpa berkata-kata.

„Tapi Bert, aku punja satu idee......... kau tentu masih ingat bagaimana Cassel menaruh minat sebesar-besarnja waktu kita bitjara² tentang perahu bermotor".

„Ja. Lantas? Apakah kau menduga bahwa mereka itu melarikan diri?"

Deane menggeleng. „Tidak, kukira mereka tak perlu lari karena mereka tak pernah atau tak akan menganggap dirinja sebagai tawanan, Cassel datang disini setjara sukarela dan tjukup merasa betah. Sebab itu aku tjuma punja kesan, bahwa sekarang dia terpaksa harus pergi dari sini, semata-mata karena mengingat hari depan Georgia sadja". Dan terusterang sadja, aku merasa seolah-olah bahwa didalam bilik ini harus ada sesuatu benda jang menurut Cassel ada hubungannja dengan motorboot. Lihat sadja, bilik ini kelihatannja. luarbiasa sekali, penuh dengan barang² aneh, peti² antik, bermatjam-matjam sendjata, sehingga mengingatkan kita pada badjak² laut dari abad² jang lewat".

Lynch seperti tersentak dari lamunannja.

„Apa katamu barusan, Robby?"

„Tak apa². Aku tjuma bertanja padaku sendiri mengapa Cassel sangat tertarik pada benda2 tua ini".

„Bukan itu Robby! Kau bilang barusan bahwa sebuah benda jang ada disini oleh Cassel pernah dihubung-hubungkan dengan perahu motor, Benda apakah itu?"

Deane terpaku dan berpikir sebentar, kemudian perlahan-lahan berdjalan menudju sebuah peti besi jang terletak disudut bilik Cassel. Dibukanja tutup peti itu dengan hati². „Ja", gumamnja. „Aku ingat betul² bahwa benda itu dibungkus dengan sehelai kain".

Lynch melompat dan menghampiri Deane, kemudian ikut memeriksa isi peti itu, jang ternjata terdiri dari buku² tua dan kertas² jang tulisannja sudah sangat kabur.

„Tapi bungkusan itu tidak disini", sahut Deane sambil memandang pada rekannja jang dengan ketjewa menggaruk-garuk kepalanja.

„Heran sekali! Kalau memang Cassel menjembunjikan sesuatu, tempatnja dimana lagi? Dan ini tentu sadja kalau dia tidak mau membawa benda jang dianggapnja berharga itu".

„Kira² dimana lagi?" tanja Deane.

„Jah, dimana lagi?" tanja Lynch.

„Bagaimana kalau diberanda? Kau tentu ingat, sehari-harian Cassel selalu duduk dikursinja jang diberanda itu. Siapa tahu kalau disanalah dia menjembunjikan barang itu".

„Baiklah, kita lihat sadja", adjak Lynch sambil berdjalan keluar dari bilik itu diikuti oleh kawannja.

Serambi itu jang sebenarnja berada dibagian belakang dari rumah, dalam keadaan lengang. Memang medja dan kursi-malas jang biasa digunakan Cassel sehari.harian masih terletak ditempatnja semula. Tapi betapapun mereka men.tjari² disekitar itu, barang jang dtjari tak mereka temukan.

Untuk kesekian kalinja kedua sahabat itu berpandangan dengan ketjewa. Sambil menghempaskan badannja dikursi malas itu pandangan Lynch terus mentjari-tjari ketika matanja tertumbuk pada lubang² sarang semut pada sebatang pohon njiur jang ada tepat dimuka serambi.

„He Robby, lihat lubang² dibatang itu! Siapatahu kalau Cassel menjembunjikannja disana!"

Deane mendekati pohon itu.

Karena pohon itu rendah sadja, setelah memandjat sedikit dia berhasil mentjapai lubanga sarang semut itu. Satu demi satu lubang itu dimasuki tangannja.

„Bert, ini dia!" tiba2 sadja Deane berseru, sedangkan ditangannja tergenggam sebuah bungkusan ketjil.

Tjepat² Lynch mengambil bungkusan itu dan membawanja kembali kedalam rumah.

„Memang, bungkusan inilah jang pernah diperlihatkan Cassel padaku", kata Deane sambil memperhatikan bungkusan itu jang sedang dibuka olch Lynch.

Ternjata isi bungkusan itu adalah sebuah bloknote besar jang halaman²nja bertuliskan rapat2 tapi tjukup djelas dan sebuah buku ketjil bersampulkan kulit, dengan djudulnja ditulis dalam bahasa Latin.

Dihalaman pertama dari bloknote itu terbatja tulisan² Cassel jang berbunji sebagai berikut :

Untuk anakku Georgia jang tertjinta,
Menurut pembitjaraan kita tadi pagi, tjatatan²ku ini barulah akan kau batja djika kita terpaksa berpisah. Dan karena aku punja dugaan keras bahwa keadaan jang menjebabkan kita berpisahan itu se waktu² bisa terdjadi, maka pada tjatatan? ini ada kuserahkan pula sebuah buku ketjil, sebagaimana sering2 kita bitjarakan. Bisa sadja kesemua ini akan tidak berharga samasekali, atau mungkin djuga bahwa gua itu hanjalah merupakan chajalan penulis belaka.
Begitu pula rahib jang kita bitjarakan itu tidak pernah me njebut² tentang adanja harta jang tersembunji. Meski begitu aku sendiri merasa jakin bahwa harta terpendam itu memang ada. Dan harta terpendam itulah satu²nja peninggalan jang mungkin bisa diwariskan oleh ajahmu jang malang itu.
Kau lihat sendiri bahwa rahib jang bernama Hieronymus Dandara itu, jang djuga penulis dari buku ketjil

berbahasa Latin jang kusertakan ini, dalam tjatatan²nja samasekali tidak membubuhinja dengan peta ataupun gambar², Tapi setelah kau membatja terdjemahan dari bukunja itu, kau akan mengerti mengapa peta ataupun gambar² itu sudah tiada lagi.........."

„Buka terus Robby", sahut Lynch setelah membatja halaman itu. Dan dengan berdebar-debar mereka membukai serta membatja tjatatan jang ditulis oleh Cassel ilu halaman demi halaman, sampai achirnja pada satu halaman jang bergambarkan sebuah pela ketjil. Dibawah peta itu terdapat keterangan jang berbunji:

Peta dari gua jang terletak dipulau Chaguana dan berada didalam lingkungan kepulauan Cinq Iles, digambar oleh George Esme Cassel sesuai dengan keterangan dan tjatatan dari rahib Hieronymus Dandara dan telah ditjotjokkan dengan peta² modern dari Teluk Paria.

„Ha, inilah dia", sahut Lynch dengan puas, kemudian mentjopet peta itu serta memasukkannja kedalam sakunja. „Jang lainnja kau kembalikan sadja kedalam lubang itu, Robby!"

Deane mengangguk dan tjepat2 mengembalikan bungkusan itu kedalam lubang tempat diketemukannja tadi.

„Kalau melihat suasana jang sepi ini, Doughlin sendiri kukira sedang tidak ditempat. Tapi sementara ini kita tidak perlu repot fikir dulu, kemana kepergiannja itu. Tugas kita mula² adalah menemukan gua itu, karena kalau gua itu memang ada Doughlin sendiri tentu sudah mengetahuinja, Malah bukan hal jang mustahil kalau gua itu dia pergunakan untuk menjembunjikan barang² jang berharga. Dan selain itu, sekarang kitapun mengerti mengapa Cassel tertarik benar waktu kita bitjara² tentang motorboot dulu. Tentu dia sangat menginginkan memiliki motorboot itu jang digunakannja untuk mengambil barang itu dari gua, sehingga dengan demikian akan terdjaminlah kehidupan Georgia jang ditjintainja itu".

XXXIV HARI sudah djauh siang waktu kedua bersahabat itu menaiki perahunja dan bergegas² meninggalkan pulau itu. Sekarang tidaklah begitu sukar lagi, dan dalam beberapa saat sadja merekapun sudah berada dilautan terbuka.

„Kita lihat dulu dimana letak pulau jang disebut-sebut Cassel itu”, sahut Lynch sambil meletakkan kaju pendajungnja, kemudian mengeluarkan peta jang diketemukannja tadi dari sakunja.

Deane sendiri melepaskan pendajungnja dan mendekati Lynch jang sedang memperhatikan peta. Menurut bentuknja peta itu mungkin merupakan salinan langsung dari peta jang biasa dimiliki oleh Kementerian Angkatan Laut di London. Disudut kiri atas terdapat peta sebuah pulau ketjil jang diberi tanda merah, sedangkan dibelakangnja terbatja tjatatan jang dibuat oleh Cassel dan berbunji:

„Sepandjang jang kuketahui dan setelah ditjotjokkan dengan keterangan² dari Dandara, pulau Chaguana jang letaknja kutandai dengan merah itu, hanja bisa ditjapai dengan djalan melalui sebuah gupitan sempit jang memisahkan pulau itu dengan batu karang jang mengelilinginja. Dan gua jang kusebutkan dalam tjatatan²ku, seharusnja terletak diudjung seladjur djalan ketjil jang sengadja dibikin pada tebing karang disebelah utara dari pulau tersebut”.

Sesaat mereka melajangkan pandang kesekelilingnja. Dan dikedjauhan sana tampaklah sekumpulan pulau² ketjil, seolah-olah terapung diatas permukaan laut.

Lynch mengangguk memberi isjarat kepada kawannja agar kembali mengajuh.

„Aku kira pulau itulah jang dimaksud Cassel dalam tjatatannja”.

Deane tidak menjahut. Tjuma geraktangannja makin dipertjepat dan matanja tetap menatap kegugusan pulau² didepannja jang menurut dugaan mereka adalah kepulauan Cinq Iles jang mereka tudju itu.

Dan achirnja sampailah mereka. Setelah ditjotjokkan dengan peta jang mereka bawa, tidak ragu lagi bahwa memang itulah pulau² jang mereka tjari. Pulau Chaguana sendiri luasnja tidak lebih dari tiga atau empat hektare, dan menurut gelagatnja pulau itu adalah pulau jang tidak berpenghuni. Pantai sebelah selatan dan timur terdiri dari dinding² batu karang jang sangat tjuram, sedangkan pantai sebelah barat penuh dengan kumpulan batu karang. Dan setelah men-tjari² achirnja merekapun berhasil menemukan gupitan sebagaimana disebutkan Cassel dalam buku tjatatannja.

Tapi sekalipun hampir seluruh pulau itu mereka kitari, mereka samasekali tidak mendapatkan tanda bahwa pulau itu didiami orang.

„Bert, tjoba aku turun disini”, Deane mengusulkan. Dia menundjuk pada dinding karang jang tidak begitu tinggi dan menurut perhitungannja tidaklah begitu sukar untuk didaki.

„Mungkin dari atas sana kita bisa melihat atau menemukan djalan ketjil jang di-sebut² Cassel itu”.

Lynch mengangguk dan mendajung perahunja kepantai. Deane melompat, kemudian dengan hati² sekali dia menaiki tebing pantai itu. Tjuma beberapa menit dia berada diatas tebing itu dan sesaat kemudian kembali mendapatkan Lynch jang tetap menunggu diperahu.

„Bert, kau lihat dinding karang itu?” tanjanja sambil menundjuk kearah batu karang jang tingginja kira² duapuluh meter dari permukaan laut.

„Ja”, angguk Lynch.

„Aku kira karang itu merupakan sematjam pintu air jang mengalir melalui lubang dibawah permukaan. Dari tempatku berdiri diatas tadi, djelas kulihat bahwa air laut menerobos sebuah lubang jang berada dibawah permukaan dan mengalir pada sebuah danau ketjil jang berada dibalik karang itu”.

„O. K. Kita lihat sadja Robby!” Dan setelah mendajung beberapa saat lamanja, tempat jang ditundjukkan Deane itu dapat mereka tjapai.

„Dengar Robby”, kata Lynch sambil ber-siap² untuk turun. „Aku akan menjelam dan mentjoba melalui lubang itu. Aku mampu berada dibawah air se-kurang2nja selama lima puluh detik. Kalau waktu itu telah lewat dan aku tidak kembali, ikutilah aku”. Tanpa menunggu djawaban rekannja lagi Lynch melompat keair dan langsung menjelam. Tjepat² Deane melihat arlodjinja dan mulai menghitung.

Sampai empatpuluh detik Lynch tidak kundjung muntjul. Dengan ber-debar² da menghela nafas pandjang, dan begitu hitungannja mentjapai limapuluh, diapun melompat mengikuti djedjak rekannja.

Ternjata pekerdjaan itu tidak sesukar jang dia kira sebelumnja, karena dalam beberapa detik sadja dia sudah berhasil melalui lubang itu dan berada diseberang sana. Dan setelah berenang beberapa meter djauhnja tampaklah Lynch sedang duduk pada sebuah batu karang. Tjepat dia mendekati Lynch dan setelah ditolong oleh Lynch turut duduk disampingnja.

„Lihat Robby, kalau kita tahu lebih dulu, barangkali tak perlu repot² menjelam segala”, kata Lynch sambil menundjuk pada suatu arah. „Sebab djalan ketjil jang disebutkan Cassel itu memang ada”.

Deane menoleh kearah jang ditundjukkan Lynch itu dan dengan djelas melihat sedjalur djalan ketjil jang ber-liku² diantara karang².

„Terhalang oleh karang² lainnja djalan itu dari arah laut memang tidak nampak. Tapi aku pasti djalan itulah jang telah dilalui Cassel bersama anaknja”.

„He! Apakah mereka disini djuga?”

Lynch tidak mendjawab, tapi menuntun kawannja itu menaiki sebuah karang jang agak tinggi. Deane betul² keheranan waktu dibalik karang itu dilihatnja Majoor Cassel sedang tenang duduk pada sebuah kursi, sedangkan Georgia berdiri disampingnja.

Tidak seorangpun dari sahabat itu jang menduga bahwa Cassel akan bisa bertindak dengan begitu tjepat, karena sebelum mereka menghindarkan dirinja, tiba² sekali Cassel menjambar sebuah revolver dari sampingnja langsung ditudjukan kepada mereka.

Namun, setjepat Cassel bertindak setjepat itu pula Lynch dan Deane dikagetkan oleh perbuatan Georgia jang sekaligus memukul tangan Cassel sehingga pistol itu terlempar dari tangannja. Suara letusannja menggema dilembah karang itu. Sebentar Cassel menoleh tjepat kepada anaknja jang masih berdiri seperti patung, kemudian beralih kepada Lynch dan Deane.

„Maaf tuan², sebenarnja bukanlah maksud saja untuk membunuh kalian, tapi se-mata² karena keheranan saja atas kedatangan kalian jang mendadak ini”.

Dan waktu kedua sahabat itu turun dari karang Georgia seolah² melompat mendapatkan mereka dan meratap seperti anak ketjil.

„Mengapa kalian datang disini? Tak pernah kami menjakiti kalian, tapi kalian masih sadja mem-buru² kami!”

Dengan penuh kesungguhan Deane menggelengkan kepalanja:

„Engkau salah duga nona! Sedjak kemarin malam kami sibuk men-tjari² engkau dan ajahmu, tiada lain hanjalah demi kepentingan kalian. Bahkan sampai² mendatangi rumah kalian di Teachrown . . . . . . . . . . . . . . .

„Dan tuan² tentu telah berhasil menemukan dokumen² kami . . . . . . . . . . . . . . .!” sela Cassel.

„Begitulah Majoor”, djawab Lynch dengan nada agak ketjewa. „Agaknja tuan tak pernah menaruh prasangka bahwa Doughlin sendiri sebenarnja mungkin telah mengetahui tentang adanja gua itu!”

„Tidak, tak pernah berpikir sedjauh itu, seperti djuga saja tak pernah meragukan ketjakapan tuan sebagai seorang detektif jang ulung!”

Seperti dua orang jang bermusuhan mereka saling memandang dengan sorotmata jang tadjam. Tapi ketegangan ini tidak berlangsung lama. Setelah melihat Lynch dan Deane menggigil kedinginan, Cassel berdiri dari kursinja.

„Maafkan saja tuan². Sekalipun ada hal² jang mungkin menegangkan kita, namun tak selajaknja kalau saja membiarkan tuan² kedinginan seperti itu. Georgia akan saja suruh menghindar sebentar, sementara tuan² menanggalkan pakaian!” berkata demikian dia memberi isjarat kepada Georgia untuk menghindari dari sana, kemudian memberikan mantel jang dipakainja kepada Lynch.

„Pakailah ini, dan biar pakaian tuan itu kering dulu”, sahutnja lagi pada Lynch. Terheran² Deane memandang Lynch karena tanpa membantah dia menerima tawaran Cassel itu. Dan setelah Lynch menerima mantel itu Cassel masuk kedalam gua jang letaknja tidak djauh dari sana dan kembali dengan membawa sehelai selimut tebal jang kemudian diberikannja kepada Deane.

Ramah sekali Cassel menerima pakaian basah kedua sahabat itu dan mengeringkannja diatas sebuah batukarang.

„Kau lhat dibalik keramahannja itu, Robby?” kata Lynch membisiki rekannja. „Seenaknja dia bisa menggerajangi isi saku tjelana kita!”

Sebenarnjalah, dari agak djauh mereka bisa melihat bagaimana Cassel memeriksa pakaian mereka satu demi satu. Dan dalam sekedjap mata sadja dua buah revolver milik kedua sahabat itu sudah beralih ketangan Cassel.

„Kita benar² ompong Bert!” bisik Deane se-olah² menjesali dirinja sendiri. Tanpa mendjawab Lynch mengangguk dan memperhatikan Cassel jang sudah kembali menudju mereka.


XXXV SE-OLAH² tak menghiraukan lagi keadaan mereka saat itu, Lynch duduk bersandar pada dinding karang tidak djauh dari Cassel jang sudah kembali duduk dikursinja, sedangkan Georgia berdiri disamping ajahnja. Gadis itu tampak sangat gelisah dan sesekali melajangkan pandangnja kearah kedua sahabat itu.

„Apakah kalian tidak lapar?” tiba2 sekali Georgia bertanja.

„Ja”, djawab Lynch singkat. Tanpa ber-kata² gadis itu masuk kedalam gua dan kembali dengan membawa sepiring roti.

Dengan lahapnja kedua orang itu makan tanpa sedikitpun menghiraukan Cassel jang tetap memperhatikan mereka. Setelah selesai makan Lynch berdiri dari duduknja kemudian berdjalan menudju batukarang tempat pakaian mereka didjemur. Sepintas lalu dia bisa menangkap bagaimana Cassel bersiap² dengan revolver disakunja.

Setelah itu atjuh tak atjuh dia kembali ketempatnja semula dan lewat dibelakang kursi Cassel. Dan pada saat itulah dengan setjara tiba² sekali dan dengan gerakan kilat tangan Lynch berajun kebelakang, kemudian tindjunja jang kuat menjambar tengkuk Cassel jang sedang duduk. Serangan jang mendadak ini benar² sangat mengedjutkan Cassel. Tanpa bisa berbuat apa² dia menggeliat dari kursinja, kemudian terkapar ditanah. Dan pada saat itu pula Lynch berhasil merampas revolver jang masih dipegangnja.

Tanpa membuang tempo lagi Lynch menekankan laras pistol itu kepunggung Cassel.

„Deane”, serunja kemudian. „Bilang sama gadis itu, kalau dia berani berkutik aku tak akan segan² membunuh ajahnja! Dan ini bukanlah gertak sambal, sekalipun aku benar² tak menginginkan kedjadian ini”.

Cassel sendiri masih sadja menggeletak ditanah. Dengan menggunakan kain sobekan dari mantel Cassel jang dipakainja, disumbatnja mulut Majoor itu rapat, sedangkan tali mantel itu sebagai pengikat kedua tangannja.

Melihat perlakuan Lynch terhadap ajahnja ini Georgia betul² tidak berdaja. Apalagi dia sendiri mendengar antjaman Lynch tadi bahwa kalau dia berani berbuat apa², berarti kematian ajah jang ditjintainja.

Beberapa saat lamanja keadaan lembah itu hening, ketika tiba² sekali mereka mendengar suara motorboot jang sedang menudju tempat itu. Sedjenak kedua sahabat itu berpandangan.

„Robby”, sahut Lynch sambil membangkitkan Cassel. „Kau ambil pakaian itu dan bawalah Georgia kedalam gua. Kalau perlu berbuatlah seperti terhadap ajahnja ini! Tjepat, kita tidak banjak tempo lagi!”

Deane mengangguk. Setengah diseret dia membimbing gadis itu kedalam gua.

„Pertjajalah pada kami”, bisiknja pada gadis itu. „Dan sebetulnja hal ini tak perlu terdjadi. Tapi sajang, ajahmu masih sadja belum mau mengerti apa sebenarnja maksud kami”.

Tanpa menjahut gadis itu duduk disudut gua. Dia betul² tidak berdaja dan dengan mata jang ber-katja² menatap Deane jang tetap berdiri didekatnja.

Sesaat kemudian Lynch masuk bersama Cassel. Didorongnja Majoor itu duduk didekat anaknja. „Ingat Robby”, sahut Lynch sambil memberikan revolver.

„Kalau kedua manusia ini men-tjoba² berkutik, gunakanlah sendjatamu ini! Sebaliknja, kalau kau tidak berani berbuat demikian aku sendiri jang akan menghantjurkan benak kalian bertiga! Tjepat, mana pakaianku!?”

Setelah mengenakan pakaiannja jang masih agak basah² itu tjepat² Lynch keluar dari gua itu, sementara Deane sendiri tetap mendjaga didalam gua.

Dari arah djalan ketjil dibalik gua itu djelas sekali terdengar langkah jang sedang mendekat. Dan ini benar² merupakan saat jang menegangkan. Tapi sebagai seorang detektif kawakan Lynch samasekali tidak menampakkan kegugupannja. Tepat diatas djalan masuk gua itu terdapat sebuah batukarang jang tingginja kira² dua meter. Tjepat sekali dia melompat keatas batukarang itu dan dengan amannja berlindung dibalik sebuah batu besar.

Langkah² jang menudju gua itu makin djelas terdengar, sedangkan didalam gua itu tetap dalam keadaan hening. Dan achirnja . . . . . . . . . . . . . . ., muntjullah jang di nantikan itu, jang tiada lain dari orang jang telah lama dikenalnja: Kapten Doughlin!

Dengan sebuah revolver ditangan kanannja Kapten itu berdiri dimuka gerbang gua dan matanja mentjoba menembus kegelapan gua. Dengan sedikit mem-bungkuk² dan sedikit ragu dia melangkahkan kakinja memasuki gua itu. Namun pada saat itu pula Lynch meluntjur dari tempat persembunjiannja dan mendjatuhkan dirinja tepat pada tubuh Doughlin. Dengan suatu tjekikan jiu jitsu jang ketat, Doughlin jang bertubuh raksasa itu tidak mampu berbuat apa². Dia ter-guling² ditanah dan mengerang kesakitan, sedangkan dalam sekedjap mata sadja pistol jang dipegangnja berpindah ketangan Lynch.

Berlari² Deane mendapatkan Lynch, kemudian membantu rekannja itu mengikat Doughlin dengan menggunakan sobekan² mantel jang dipakainja tadi. Dalam keadaan tidak berdaja Kapten itu mereka seret masuk kedalam gua dan diletakkan dimuka Cassel.

„Majoor”, kata Lynch dengan sedikit ramah, „Mungkin tuan tak akan pernah mendengar bahwa manusia jang sangat tuan pertjajai ini datang disini se-mata² hanjalah untuk membunuh tuan dan puteri tuan. Dan ini saja djamin kebenarannja,
Kapten Doughlin tiba² muntjul, Lynch langsung melompati orang jang berbadan tegap itu.
sehingga tak berlebihan kalau saja katakan bahwa hari ini benar² merupakan hari jang paling beruntung dalam kehidupan tuan! Sajang sekali saja sendiri tak ada wewenang untuk menangkap bangsat ini, selain masih ada kewadjiban² lainnja jang harus saja selesaikan".

Kemudian dia beralih pada Georgia: „Nona Cassel, saja dan Deane harus berangkat dulu untuk beberapa djam lamanja. Dan selama itu nona kami tugaskan untuk mendjaga Doughlin disini. Pertjajalah, sebelum tengah malam nanti semua kesulitan ini akan segera berachir, terutama kesulitan² bagi nona dan ajah nona sendiri!"

Tanpa mendjawab gadis itu mengangguk dan memandang kedua sahabat itu dengan mata jang ber-linang². Dan Deane jang melihat adanja ke ragu²an pada gadis itu segera menghampiri dan memegang tangannja erat².

„Georgia", katanja hampir dibisikkan. „Sekali lagi, pertjajalah pada kami. Tigabelas tahun lamanja kau dan ajahmu mereka kurung di-tengah² rawa itu. Bukankah itu sudah tjukup menderita!? Dan sekarang Lynch bersama aku mau membuktikan bahwa ajahmu tidak bersalah apa2 dan segera akan membebaskan dia dari segala penderitaan itu".

Dengan menggigit bbirnja rapat2 gadis itu mengangguk dan memperhatikan langkah2 Deane mengikuti Lynch jang sudah berangkat lebih dulu.


XXXVI GUNA mempertjepat waktu Lynch memutuskan untuk meninggalkan pulau itu dengan perahu motor kepunjaan Doughlin, Akan tetapi alangkah ketjewanja mereka, karena kamarmesin perahu itu dalam keadaan terkuntji. Kembali minta anak kuntji itu kepada Doughlin mereka pikir tak mungkin lagi, karena sudah bisa dipastikan bahwa Doughlin tak akan memberikan anak kuntji itu kepada mereka. Sebab itulah merekapun terpaksa menggunakan perahu mereka lagi.

Waktu mereka kembali dipelabuhan hari telah mendjelang malam. Beberapa saat lamanja mereka ber-tjakap² dipangkalan jang sudah mulai sepi itu.

„Robby, sudahlah sepantasuja kalau saat ini kau bisa mengerti sampai dimana perdjalanan kita, Mula² sekali kita telah tahu apa artinja itu pulau jang bernama Teachtown dan djalan mana jang bisa ditempuh untuk mendatanginja. Dengan bantuan anggota polisi jang tjukup banjak kita akan mampu membekuk gerombolan penjelundup jang bersarang disana itu seluruhnja. Ini sadja sudah merupakan suatu surprise bagi masjarakat disana, terutama bagi para petugas negaranja. Selandjutnja, kaupun tentu bisa bertindak sebagai saksi utama untuk menjatakan bahwa manusia jang bernama Doughlin itu adalah pemimpin dari suatu gerombolan penjelundup tjandu, sedangkan orang tsb. praktis telah kita bekuk. Dengan demikian, djika tak ada aral melintang, maka besok pagi akupun sudah akan bisa menjatakan dengan bangga bahwa penjelundupan serta perdagangan gelap dari tjandu jang sudah sekian lamanja bersimaharadjalela di Trinidad ini dapat kubongkar sampai akar²nja, jang berarti bahwa tugasku terutama dipulau ini dapat kuselesaikan dengan baik".

„Hm. Lantas?" sela Deane sambil melirik pada rekannja itu.

„Tapi masih ada beberapa hal jang masih belum terang. Aku tetap berkejakinan bahwa dibelakang Doughlin masih ada lagi orang jang bertindak sebagai dalangnja. Dan akupun jakin pula bahwa orang itu ada sangkutpautnja dengan pembunuhan Bronson dulu dan George Graham baru² ini. Dalam hal ini aku sudah punja gambaran siapa orang² itu. Tjuma sajangnja, gambaran bukanlah suatu fakta atau bukti jang memungkinkan kita untuk bertindak. Dan Robby......... itulah kedudukan kita sekarang".

„Ja", angguk Deane se-olah² tak atjuh.

„Sekarang aku tanja, apakah jang harus kita lakukan selandjutnja?"

„He, aneh sekali kau!" udjar Deane sambil tertawa. „Mengapa tanja aku? Padahal tindakan kita sudah tjukup djauh. Bahkan Meah sendiri begitu sadja kau renggutkan dari kebebasannja, demikian pula halnja dengan tindakanmu terhadap keluarga Cassel dan Kapten Doughlin. Dan kalau sudah sedjauh begini, menurut hematku tiada djalan lain ketjuali minta bantuan polisi!"

Lynch mengangguk: „Tjotjok Robby. Tapi kita berbuat itu terlebih dulu kita harus tjari kapalmotor sewaan jang akan kita gunakan lagi nanti. Dengan perahu dajung sudah tjukup membikin aku djemu!"

Berkata demikian Lynch menuding kearah sederetan perahu motor jang sedang berlabuh tidak djauh dari tempat mereka saat itu.

Beriringan mereka berdjalan menudju kapal² motor itu.

„Bung, bolehkah kami menjewa salahsatu kapal ini?" tanja Lynch pada beberapa orang nelajan bangsa Negro jang tengah asjik ber-tjakap².

„Kalau tjotjok sewanja bolehlah. Kapal saja tjukup baik", djawab seorang dari mereka sambil menundjuk pada sebuah kapal motor didekatnja.

„Báik, aku beri kau duapuluh dollar, kukira sudah lebih dari tjukup. Tapi aku minta supaja bahanbakarnja tjukup banjak, dan kalau sudah diisi sementara kau boleh pulang dulu kerumahmu, karena aku sendiri belum tahu betul djam berapa akan berangkat".

Sekalipun dengan agak heran, tapi setelah menerima dua puluh dollar ditangannja orang itu tak urung mengangguk, kemudian tjepat² menjiapkan kapalnja.

„Sesuai dengan usulmu sekarang kita kekota dulu dan minta bantuan Sutter untuk pekerdjaan2 selandjutnja", sahut Lynch, kemudian membimbing rekannja itu keluar dari pelabuhan.

Dengan menggunakan taksi mereka kekota dan langsung menudju rumah kediaman Inspektur Kepala Sutter. Hari sudah hampir mendjelang djam delapan malam waktu mereka berdiri dimuka rumah Sutter dan memidjit bel dipintu rumah itu beberapa kali.

Seorang pelajan menjambut kedatangan mereka dan setelah kembali sebentar diapun mengatakan bahwa Inspektur Sutter tengah makan bersama tamunja, namun bersedia menerima kedatangan mereka. Dan sesaat kemudian Inspektur itupun muntjul didepan mereka.

„Inspektur Kepala Sutter? Nama saja Lynch dan ini adalah teman saja doctor Robert Deane".

„Ja...........?" sela Sutter menatap kedua tamunja itu ramah.

„Maafkan kalau kami mengganggu tuan dalam saat seperti ini, karena tuanpun tentu maklum siapa kami. Dan kedatangan kami jang mendadak ini adalah untuk menjampaikan pada tuan sampai dimana pekerdjaan kami. Itupun kalau tuan tidak keberatan".

„O, tentu sadja tidak! Mengapa harus mengganggu? Mari masuk, tuan, Dan Sam, katakan pada tuan Davenant bahwa saja ada tamu. Sediakan tiga kopi diruangan perpustakaan", ia membalik pada pelajannja.

Sutter membawa kedua tamunja itu keruangan perpustakaan, dimana mereka diterima Meah beberapa malam jang lalu.

„Tuan², sajalah jang harus minta maaf", sahutnja sambil menjilahkan tamunja itu duduk pada sebuah sofa. „Karena saja seolah² begitu sadja membiarkan tuan² dalam kesibukan, selain kami sendiri jang tidak berwenang mentjampuri tugas tuan jang penting ini, kamipun beranggapan bahwa memang tuan pun tidak atau belum memerlukan bantuan kami. Sukur kalau sekarang tuan² mau mempertjajakan sebagian tugas tuan itu kepada kami!"

„Terimakasih, inspektur!" djawab Lynch kemudian. „Tapi sajapun harap dimaafkan kalau apa jang akan saja sampaikan sekarang ini belumlah lengkap sebagaimana jang mungkin tuan harapkan".

Lantas bertjeritalah Lynch tentang apa jang telah diketahuinja selama itu. Tapi tentang pembunuhan terhadap diri Gubernur Bronson dan tentang pertemuannja Majoor Cassel samasekali tidak di singgung². Dia mengachiri keterangannja itu dengan sebuah laporan bahwa dia telah berhasil menangkap Doughlin dan meninggalkannja didalam sebuah gua dipulau Chaguana.

Dengan wadjah tjerah Sutter mendengarkan laporan Lynch itu dan achirnja diapun mengangkat lengan kanannja se-olah² memberi hormat.

„Selamat tuan! Selamat atas hasil jang tjemerlang ini, sekalipun....... hasil tuan ini bagi saja merupakan sedikit kerugian".

„Bagaimana maksud tuan?" tanja Lynch kaget.

„O, bukan itu maksud saja", sahut Sutter lagi sambil tertawa, kemudian berdiri dari kursinja. „Saja hanjalah merasa iri atas hasil tuan itu, sebab sebagaimana tuan tahu, hal² sematjam itulah pekerdjaan kami dikepolisian, sedangkan sekarang tuanlah jang ternjata lebih beruntung dari kami. Meski begitu, kami sendiri ada sadja urusan. Sekretaris saja, Meah, dengan setjara tiba² sekali menghilang dan sampai hari ini masih belum ada tanda² kemana kepergiannja itu".

Lynch terdiam sedjenak dan melirik pada Deane jang duduk disampingnja.

„Inspektur", sahutnja kemudian lambat². „Sedikitnja ada dugaan saja dimana tuan Meah pada saat ini, dan sajapun sanggup menemukannja. Selain itu saja punja alasan jang tjukup untuk menarik suatu kesimpulan bahwa kalau tuan Meah dikonfronteer dengan Majoor Cassel, maka pembunuhan terhadap diri Gubernur Bronson jang misterius itu masih bisa terpetjahkan!"

Kaget sekali Inspektur Sutter terlondjak ditempat duduknja dan menatap Lynch tanpa berkedip.

„Apa kata tuan barusan? Majoor Cassel? Masih hidupkah dia? Dimana sekarang?" tanjanja ber-tubi².

„Benar inspektur, dia masih hidup. Tadi belum saja singgung² karena saja tidak berniat meng-hubungkan peristiwa Bronson itu dengan penjelundupan tjandu. Sebagaimana djuga Doughlin, saat ini dia didalam gua dipulau Chaguana bersama anaknja jang masih ketjil, Georgia".

„Dan......... dan Meah?"

„Maaf kalau saja katakan bahwa tiang gantungan sudah tidak sabar lagi menunggu dia. Pada saja ada tjukup bukti² dan kesaksian jang sukar dielakkan. Ja, memang begitulah keadaan sebenarnja".


XXXVII DJELAS sekali bahwa wadjah Inspektur Kepala tiba² sadja mendjadi putjat.

„Tuan Lynch", sahutnja setelah agak sedjenak membisu,

„Saja tidak tahu apakah ada tjukup pengertian pada tuan, bahwa selama tigabelas tahun bekerdja dikepolisian, saja tak henti²nja berusaha untuk membuktikan bahwa Majoor Cassel samasekali tidak berdosa dalam pembunuhan jang tuan anggap misterius itu. Dan sekarang, tiba² sadja saja mendengar dari tuan bahwa jang oleh saja tak "kundjung terpetjahkan itu dapat tuan selesaikan dengan baik sekali. Hal ini benar² sangat menakjubkan".

Dan karena Lynch masih belum mendjawab inspektur itu melandjutkan.

„Untuk ini kami tak akan kepalang tanggung. Apa sadja jang tuan akan kerdjakan, kami bersedia membantu dengan sepenuh hati".

„Terimakasih! Dan untuk ini kami minta sudilah tuan membantu kami dengan beberapa orang anggauta dan memindjamkan revolver untuk kami. Tuan tentu maklum bahwa untuk mendjalankan penangkapan setjara resmi saja samasekali tak ada wewenang".

„Bagaimana kalau saja sendiri?" tanja Sutter.

„Sudikah tuan?" Lynch membalik bertanja.

„O tentu sadja. Bahkan sebagai kepala polisi tertinggi disini, siapapun berhak saja tangkap!"

Tanpa menunggu djawaban Lynch lagi Sutter membuka latji medjatulis dan mengeluarkan dua putjuk revolver dari dalamnja jang kemudian memberikannja kepada Lynch dan Deane.

„Mari tuan², mobil saja menunggu diluar", katanja sambil mengambil topi bulunja dan dikepitnja dengan tangan kanannja. Tapi segera pula ia meletakkan kembali topi itu diatas medja.

„Ah, untuk tugas sematjam ini kukira tak perlu resmi²an", sahutnja lagi. „Dan idzinkanlah saja untuk menemui Davenant dulu. Dia perlu tahu bahwa saja pergi".

„Tapi, lebih baik kalau tuan Davenant tak perlu tahu", Lynch menjarankan.

„Begitu pendapat tuan? Baiklah! Kita pergi sadja?"

„Masih ada lagi Inspektur. Saja harap dengan sangat agar tuan memberikan beberapa peluru tjadangan pada kami. Siapa tahu diperlukan lebih dari jang ada pada kita sekarang".

Sedikit Sutter agak ragu. Namun tak urung dia membuka latjinja dan memberikan sekotak peluru lagi kepada Lynch. Dan beberapa menit kemudian mobil merekapun sudah meluntjur menudju pangkalan Angkatan Laut.

Waktu mereka datang disana motorboot jang akan disewa Lynch sudah disiapkan ditempatnja dan tanpa me-nunggu² lagi merekapun berlompatan keatasnja. Deane memegang kemudi, sedangkan Lynch duduk berdampingan dengan Sutter.

„Lynch, apakah tuan sudah tahu pula siapa orangnja jang telah membunuh teman tuan Graham itu?" tanja Inspektur Sutter!

„Kira² memang saja sudah tahu pula, pasti belum, Petundjuk jang saja ketemukan ketjil sekali jaitu sehelai bulu burung. Meski begitu petundjuk jang ketjil itu masih dapat kita gunakan sebagai pegangan".

„Sajang sekali karena tuan telah membiarkan bekas djari² tuan pada gagang pisau itu, sehingga menjukarkan kami dalam penjelidikan selandjutnja".

„Saja akui bahwa itu adalah salahsatu kelalaian saja".

„Memang, tentang itu Lenley sendiri sudah tjerita pada Gaja".

Beberapa saat lamanja hening. Pantai pulau Chaguana jang djadi tudjuan mereka saat itu mulai menampakkan dirinja. Remang² dan kian lama kian mendekat, dan achirnja sampailah mereka.

„Inilah tudjuan kita, Inspektur", sahut Lynch setelah Deane menghentikan mesin.

„Ja", angguk Sutter sambil berdiri dan mulai memperhatikan keadaan pulau itu, kemudian melompat kepantai diikuti oleh Deane. Lynch sendiri masih sibuk. Ditempatkannja lampu kapal itu tinggi diburitan sehingga keadaan kapal itu dapat diterangi dengan baik, kemudian setelah melepaskan kawat bateré mesin kapal itu dan memasukkannja kedalam sakutjelananja, iapun turun kedarat.

Beriringan mereka memasuki pulau itu dan langsung menudju gua tempat Doughlin dan Cassel dikurung. Ditepi gua itu mereka tertegun sedjenak.

„Inspektur, djalan memasuki gua ini sedikit tjuram. Dan karena kami sudah pernah kesmi, biarlah kami berdjalan dan masuk duluan".

Sutter mengangguk. Namun sementara Lynch dan Deane memasuki gua itu, Sutter bahkan undur kebelakang. Termangus dia, seolah² taru saat itulah menginsafi bahwa apa jang dikatakan oleh Lynch dikota tadi memang benar. Didalam gua sendiri keadaannja belum berobah. Doughlin masih sadja terikat erat², Cassel duduk disudut sedangkan Georgia tetap berdiri didekat ajahnja. Deane seperti jang mau tjepat² menghampiri gadis itu. Namun pada saat itu pula Lynch jang berdjalan dimuka Deane, tiba2 sekali membalik dan mendorong rekannja itu kesamping diikuti dengan sebuah letusan jang memekakkan.

„Gila dia! Betul² gila, padahal hal ini sudah kuduga sebelumnja. Tapi sekarang kita benar² difihak jang menang! Tjepat Robby!" sahut Lynch hampir menggerutu, sedangkan tangan kanannja masih sadja mengatjungkan revolvernja.

Diluar terdengar suara langkah orang jang makin lama makin mendjauh.

„Dan Majoor, insafkah tuan akan kesemua permainan jang tjukup menarik ini?" tanja Lynch lagi pada Cassel jang masih termangu² keheranan.

„Saja betul gelap", sahut orangtua itu. „Siapa dia dan apa maksudnja dengan perbuatannja itu!?"

Lynch tersenjum sinis seraja katanja:

„Betulkah tuan tidak tahu Majoor? Baiklah saja beritahu sekarang, bahwa manusia itu tiada lain dari sahabat tuan jang paling akrab, Inspektur Kepala, bekas Kapten Hubert Sutter... pelindung tuan, pembunuh Gubernur Bronson, badjingan jang paling kedji di Amerika Tengah ini..pemimpin gerombolan penjelundup tjandu terbesar, dan achirnja...... orang jang membuang tuan ke-tengah² rawa Caroni, se-mata² karena kerakusannja dan kehausannja akan kekuasaan!"

Mendengar kata² ini, bukan sadja Cassel jang ternganga keḥeranan, namun Deane sendiri djadi sangat terperandjat.

„Bert, benarkah otjehanmu ini?" tanjanja.

„O, kau sendiri tidak pertjaja Robby? Marilah buktikan", berkata demikian dia memberikan sebuah revolver pada Georgia.

„Peganglah ini, nona! Dan djika Doughlin men-tjoba² lari, tembaklah dia seperti kau menembak andjing gila! Atau kalau tidak, kau dan ajahmu sendiri jang akan dia bunuh!"

Setelah itu berlarian keduanja keluar dari gua itu. Dan beberapa menit kemudian merekapun berhasil mentjapai pantai. „Robby", sahut Lynch ter_engah². „Tak pertjuma kawat batere itu kulepaskan. Tanpa itu tidak mungkin dia bisa lari. Tetunja dia masih sadja men-tjari2 dimana kawat itu kuletakkan, dan selama itu bagi kita tjukup waktu untuk melumpuhkannja!"

Waktu mereka berada kira² tigapuluh meter lagi dari kapal itu, mengertilah Deane mengapa Lynch meletakkan lampu kapal itu tinggi diburitan. Sutter jang pada saat itu sedang berusaha menghidupkan mesin kapal dapat diterangi dengan djelas.

Lynch tertegun sebentar, tangan kanannja terangkat keatas dan achirnja......... menggemalah sebuah letusan dimalam itu, disusul oleh suara Inspektur Kepala Sutter jang memekik, kemudian menggelepar diatas kapal.

„Terhadap bangsat seperti dia tak perlu main ampun lagi!" kata Lynch sambil memasukkan pistol jang masih mengepulkan asap itu kedalam sarungnja.

„Tapi Bert, kalau dia mati..... !"

„Kubidik dia tepat dibelikat kirinja, djadi tidak begitu membahajakan hidupnja. Dia masih ada kesempatan untuk mempertanggung.djawabkan segala dosanja".

XXXVIII „ROBBY, sudah adakah keterangan mengenai sehelai bulu burung jang kita ketemukan dekat majat Graham dulu?" tanja Lynch sementara mereka berdjalan menudju perahu.

„Belum".

„Kalau begitu baiklah kutjeritakan. Dulu burung itu warna aslinja memang sudah merah, djadi bukanlah karena darah Graham. Dan bulu burung sematjam itu pernah dua kali kulihat selama kita di Trinidad ini".

„Ha! Kalau begitu.........?"

„Presis. Sutterlah jang membunuh rekan kita itu". Berkata demikian Lynch naik keatas perahu dan mengambil lampu jang diletakkan diburitan lalu membawanja ketempat Sutter jang dalam keadaan pingsan. Tjuma nafasnja jang menanda. kan bahwa orang itu masih hidup.

„Lihat Robby", sahut Lynch sambil menundjuk pada beberapa helai bulu burung jang digunakan sebagai hiasan lengan badju Sutter. „Ahli ilmu kimia akan menjatakan nanti bahwa bulu² burung ini sama djenisnja dengan bulu burung jang kita ketemukan dekat majat Graham dulu, sehingga dengan demikian sekaligus kita bisa mendakwa orang ini sebagai pembunuh dari Gubernur Bronson dan rekan kita Graham".

Deane menggeleng:„Aku belum terang benar", katanja.

„Robby, kau masih ingat barangkali waktu Sutter mengundjungi kapal Carupano dulu, dia mengenakan djuga topi seragamnja jang dihiasi dua helai bulu burung, satu berwarna merah dan satu lagi putih. Ketika dia menanggalkan topi itu segera dikepitnja dengan tangan kanannja, jang menurut dugaanku adalah salahsatu kebiasaan dia. Dan dugaan ini djadilah satu kejakinan ketika tadi malam diapun telah berbuat jang sama, menanggalkan topi itu dan langsung mengepitnja dengan tangan kanannja. Dengan kebiasaannja itulah maka kedua helai bulu burung itu selalu bersentuhan dengan lengan badjunja, dan tidaklah pula mengherankan kalau sewaktu bisa terlepas dan menjangkut dilengan badjunja itu".

„Ja, lantas?" sela Deane.

„Adalah penting sekali bagi dia untuk segera mengetahui bagamana wadjahku sebagai tjalon rivalnja atau sebagai tjalon korbannja. Ini kita buktikan dengan kundjungannja keatas Carupano dulu. Pembunuhan terhadap Graham sendiri dia undurkan sampai aku tiba disana, karena kalau Graham dibunuh lebih dulu maka akupun tentu akan ber-siap² menghadapi kemungkinan jang sama, sehingga pembunuhan terhadap diriku tak akan begitu mudah lagi. Kemudian kau tentu ingat, waktu Sutter mengadakan undangan makan dihotel Qeens Park. Mengapa tidak dirumahnja sadja, karena diapun punja tjukup tempat dan pelajan!? Karena, disanalah tempat Graham bermalam, demikian pula aku. Mudjur aku tidak bernasib buruk seperti Graham karena waktu Meah akan membunuhku kau telah berhasil mentjegahnja.........!"

„Meah? Diakah jang menjerangmu dengan pisau malam itu?"

„Ja. Hampir setiap tamu jang datang disatu tempat jang
Lynch membidikkan revolvernja dengan hati pada Inspektur Sutter jang sedang berusaha melarikan diri, ,,blaue
baru, mempunjai kebiasaan melihat² keadaan tempat itu pada malam jang pertama. Dan perhitungan sematjam itu telah mereka gunakan dengan baik".

„Bagaimana kau bisa jakin bahwa dia Meah?"

„Waktu itu baru dugaanku. Sebagaimana kau ketahui Meahpun turut pula menjertai Sutter kegeladak Carupano. Djadi Meah termasuk salah seorang jang paling dulu mengenalku, sedangkan kepastian barulah kuketahui dalam kundjungan kita beberapa malam jang lalu. Ingatkah kau waktu aku begitu sadja minta tjerutu padanja?"

„Ja".

„Nah, itu adalah salah satu usahaku untuk mendapatkan kepastian, jang terniata telah berhasil baik. Meskipun kotak tjerutu itu terletak didekat tangan kanannja, namun dia menjodorkan tjerutu itu dengan tangan kirinja, sedangkan tangan kanannja tetap didalam sakunja. Menurut hematku ini tiada lain karena tangan kanan itu dalam keadaan luka sebagai akibat lemparanku dengan pisaunja waktu dia menjerangku pada malam jang pertama itu”.

Tanpa menghiraukan Deane jang termangu² mendengar keterangan rekannja itu, Lynch mengambil seutas kawat kontak dari sakunja.

„Pasanglah kawat batere itu, kita harus tjepat² kekota lagi. Jang tiga orang itu djangan dibawa dulu, biarlah Lenley jang mengambilnja belakangan".

Deane mengerdjakan perintah Lynch itu dengan tjekatan dan beberapa saat kemudian perahu merekapun sudah meluntjur menudju pelabuhan dengan membawa Inspektur Kepala Sutter jang masih dalam keadaan pingsan.

„Setelah Meah gagal dengan serangannja itu, lantas bagaimana?" tanja Deane lagi.

„Ketika Sutter melihat bahwa Graham pergi kebiliknja jang ada ditingkat atas diapun turut naik. Kita tahu bahwa demikian djauhnja pekerdjaan Graham, sehingga dalam waktu jang singkat sadja dia akan bisa membongkar peristiwa ini dengan baik. Satu²nja djalan untuk mentjegah itu adalah menjingkirkan Graham, Dan dalam hal ini ternjata Sutter lebih beruntung. Graham duduk dengan membelakangi pintu. Dan Sutter menggunakan pisau jang biasa dimiliki buruh² kasar disini, untuk menjesatkan dugaan orang bahwa rekan kita itu dibunuh oleh salah seorang buruh Tionghoa umpamanja. Kita bajangkan sekarang, tanpa diketahui Sutter masuk kedalam bilik. Kalau Graham kebetulan membalik, bisa sadja dia mengatakan bahwa kedatangannja itu sebagai kundjungan biasa. Tapi Graham tetap tidak menoleh. Sutter terus melangkah dan achirnja, dengan suatu antjang² jang kuat ditikamnja punggung Graham jang malang itu, sedemikian kuatnja sehingga Sutter sendiri terdorong kemuka dan dengan sendirinja mendorong pula tubuh Graham. Pada saat itulah bulu burng itu terlepas dari lengan badjunja dan djatuh diatas darah Graham. Tanpa menghiraukan ini tjepat² dia mengambil tjatatan Graham dari tangannja dan langsung pula kembali menemui tamu²nja diruangan bawah. Sementara itu diapun punja kejakinan bahwa aku sendiri tentu telah terbunuh oleh Meah......"

„Tentang ini aku mengerti sudah. Jang belum kau tjeritakan, mengapa pisau jang digunakan Sutter itu sengadja kau pegang?"

„Itupun hanja pertjobaan belaka. Kau tahu bahwa beberapa saat sebelumnja Lord Benton datang mengundjungi kita. Walaupun tidak didjelaskan setjara resmi apa maksud kundjungannja itu, namun dia telah tjukup memberikan petundjuk². Mungkin sadja waktu itu dia tidak begitu pertjaja pada Sutter. Tapi bukti2 dia tidak ada. Djadi menurut perhitunganku begini: Lord Benton menaruh suatu ketjurigaan bahwa ada salah satu pedjabat tinggi disini jang akan mentjoba merintangi segala gerak-gerik tugasku. Salah satu tjara untuk melaksanakan maksudnja ini adalah dengan djalan menangkapku. Inilah sebabnja mengapa aku dengan sengadja memegang gagang pisau itu, karena kalau mereka menangkapku dengan alasan sidikdjari jang diketemukan pada gagang pisau itu, dengan segera akan kuketahui siapa pedjabat jang memerintahkan penangkapan itu. Menurut pendapatku, pedjabat inilah jang dimaksudkan oleh Gubernur Benton. Tapi sebagaimana kau ketahui ternjata Sutter lebih lihay lagi dan tidak mau begitu sadja masuk dalam perangkapku itu".

XXXIX SEORANG pria dengan berpakaian rapih duduk dengan tenangnja diberanda hotel Queens Park, dan orang ini tida lain dari Bertram Lynch, seorang jang namanja begitu sadja mendjadi sangat terkenal diseluruh Trinidad, sekalipun tak seorangpun jang mengenal wadjahnja dengan baik.

„Djam berapa datang?" tanja doctor Robert Deane sambil menghampiri rekannja itu.

„Begitulah, satu djam jang lewat. Lenley memang termasuk orang jang bisa bekerdja".

„Apa sadja jang kalian kerdjakan?"

„Semua kita selesaikan".

„Aku pertjaja. Tapi kalau kau sekali lagi mendjawab dengan teka-teki sematjam begitu, kau djangan menjalahkan aku kalau tubuhmu kulemparkan keluar sana".

„Ah, djangan segalak itu Robby! Baiklah kutjeritakan, tapi pasang telingamu baik². Siap? Baik: Sementara kau dan Lenley mengambil keluarga Cassel dan Doughlin dari Chaguana, bersama dengan dua orang anggota polisi lainnja aku mendapatkan Meah digubuk itu. Kasihan djuga manusia itu, dia menggeletak dalam keadaan lapar dan haus. Tapi aku tidak mau main ampun lagi. Kuhantam dia dengan pertanjaan² jang bertubi² dan tak mungkin dia pungkiri lagi, sehingga achirnja diapun segera bertjerita walaupun hampir seluruh pengakuannja itu telah kuketahui belaka".

„Tentang apa?"

„Persoalan sebenarnja tentang pembunuhan terhadap Bronson. Masih ingatkah kau utjapan² Georgia waktu dia mengantarkan kita dulu? Dan aku begitu jakin bahwa apa jang dikatakan Georgia pada kita waktu dirawa itu adalah utjapan² ajahnja sendiri jang entah sudah berapa puluh kali didengar gadis itu. Dan aku sendiri masih hafal waktu dia berkata: „Orang² jang berada dikamarnja saat itu adalah orang² jang mendengar pula pertengkaran ajah dan Gubernur. Ini karena kantor mereka berdampingan dengan kantor ajah, jaitu Kapten Hubert Sutter dan pembantunja Gokool Meah. Mereka datang hampir bersamaan, jang satu dari pintu sebelah kiri dan jang seorang lagi dari sebelah kanan! Kemudian kau pernah merasa heran karena aku telah begtu teliti mempelajari keadaan bilik kerdja Gubernur itu, sampai² perlu membikin gambarnja. Dan dari gambar jang kubikin itu kau sendiri bisa melihat bahwa kamarkerdja tersebut berbatasan langsung dengan sematjam serambi. Cassel berlutut disamping tubuh Bronson, waktu dia melihat Sutter dan Meah masuk hampir bersamaan. Jang seorang dari kiri dan jang seorang lagi dari kanan, Atau dengan kata lain: Seorang dari mereka itu haruslah datang dari arah serambi tersebut!

„Sebagaimana telah kita dengar, Cassel baru sadja sehari sebelumnja meninggalkan tempat tidurnja karena sakit, sehingga ingatannja masih belum pulih benar. Selain dari itu terhadap Meah dan Sutter dia menaruh kepertjajaan jang penuh, dan tak pernah terlintas diotaknja tentang kemungkinan bahwa salah satu dari kedua orang itu akan muntjul dari arah serambi kantor. Padahal djustru hal inilah jang paling penting dalam peristiwa itu. Kita umpamakan sadja, Cassel jang pergi ketaman Gubernuran untuk menenangkan pikirannja karena pertengkaran dengan atasannja itu kembali masuk lagi dengan melalui tangga dan gang langsung menudju kamar kerdja Gubernur. Saat itu mestinja Bronson belum tewas dan penjerangan pada dirinja baru sadja dua menit jang lewat berlangsung. Karena dikedjutkan oleh suara langkah Cassel itu sipembunuh melarikan diri keserambi, padahal dari sana tak ada djalan untuk terus lolos, sehingga dengan demikian mau tak mau dia harus tetap bersembunji disana dengan sembilan puluh sembilan prosen harapan untuk bisa ditangkap. Dan meskipun tak ada bukti² dugaanku djatuh pada Sutter. Menurut teoriku, orang jang paling tjerdik diantara orang² jang mungkin tersangkut dalam peristiwa itu adalah Sutter. Dan sekarang tahulah aku bagaimana sesungguhnja kedjadian itu berlangsung. Bronson begitu bersikeras untuk mengachiri penjelundupan tjandu terkutuk itu dengan se-tjepat²nja tanpa memandang bulu. Dalam pada itu, mestinja dia sudah menujium bahwa salah satu dari orang² didekatnja ada jang djadi biangkeladi penjelundupan itu. Dan mereka itu hanjalah dua orang: Cassel dan Sutter. Malang sekali karena dugaan Gubernur djatuh pada Cassel jang sebenarnja tidak bersalah itu, Demikianlah sampai drama ini terdjadi. Tanggal 9 Oktober sebagai hari berdarah itu Bronson memanggil Cassel dan tanpa tedeng aling² langsung mendakwa Majoor itu sebagai dalang penjelundupan tjandu. Dan sudah bisa dipastikan bahwa segala utjapan Gubernur itu dapat didengar Sutter dengan lengkap karena letak kantornja jang berdekatan itu. Pada saat itulah Sutter menginsjafi betapa bahajanja kalau pemeriksaan Gubernur itu ber-larut2 sampai achirnja djatuh pada dirinja. Bahkan mungkin djuga dia mendengar utjapan² Gubernur tentang pelundjuk jang telah ada padanja. Dan karena kechawatirannja inilah tjepat sekali Sutter mengambil keputusan. Sesudah mendengar bahwa Cassel turun kebawah melalui tangga, maka Sutterpun tjepat² masuk kebilik Cassel. Diambilnja sangkut jang tergantung didinding kamar itu, kemudian dengan hati2 sekali masuk kedalam bilik Bronson. Sebagaimana djuga jang terdjadi terhadap Graham, ditikamnja Gubernur itu dari belakang dan djatuh dari kursinja.

„Pada saat itu pula Sutter mendengar langkah² Cassel jang kembali dari taman Gubernuran, sehingga tiada pilihan lain bagi dia ketjuali tjepat² menghindar keserambi jang berbatasan dengan bilik itu mungkin berpapasan dengan Cassel jang datang dari djurusan lain. Ketika Cassel masuk Gubernur itu masih menggeletak dilantai. Gugup sekali Cassel mentjabut sangkur itu dari tubuh Gubernur, kemudian berseru minta tolong. Mendengar seruan ini Meah datang menghampiri, sedangkan Sutter jang mengharapkan bahwa baik Cassel maupun Meah tak akan memperhatikan dia, melompat dari persembunjiannja. Namun harapannja ini gagal, karena Meah jang keadaanja mungkin tidak begitu gugup dengan djelas melihat kedatangannja itu. Mudjur bagi dia sebab orang itu tetap bungkam.

„Kemungkinannja, selama men-tjari² „pembunuh" itu ditaman, terdjadilah kata sepakat antara kedua orang itu agar peristiwa tersebut tetap dirahasiakan. Dan perdjandjian itu tetap mereka patuhi sampai sekarang. Bahkan merekapun telah bekerdjasama dengan rapih sekali. Meah mendjadi orang kaja, sedangkan Sutter berhasil membikin sebuah gedung besar dan hidup dengan sangat mewahnja. Dibandingkan dengan Hadji mereka sebagai pegawai kolonial, sungguh kekajaan mereka itu tidak seimbang. Tjandu itulah jang membikin ke duanja kaja raja".

„Dan sekarang tentang hilangnja Cassel. Karena kelitjikannja Sutter agaknja Cassel telah kena pengaruh Sutter bahwa untuk menghindarkan ketjurigaan terhadap dirinja, Cassel diandjurkan untuk menghilang beberapa saat lamanja. Selandjutnja dia berdjandji untuk mengusut peristiwa itu dengan se-baik²nja, namun sebagaimana kukatakan tadi begitu litjinnja Sutter sehingga tuduhan terhadap Majoor itu djustru makin kuat. Dan karena Cassel tidak mau berpisah dengan anaknją, maka diputuskannjalah agar tempat persembunjiannja itu benar² tidak mungkin akan diketahui orang, dalam hal ini rawa Caroni itu.

Pada saat itu Doughlin sendiri tentu sudah lama berada di Teachtown dan bertindak sebagai tangan kanan Sutter dalam penjelundupan² tjandu.

Dipulau inilah Cassel djatuh sakit. Berapa lamanja tak kita ketahui. Tapi setelah sembuh keadaan djiwanja djadi sangat lemah. Dia tidak bisa ingat lagi apa jang terdjadi sebelumnja, baik jang terdjadi atas dirinja maupun disekitarnja.

„Karena sakitnja inilah maka Cassel dan anaknja dibiarkan hidup terus. Kalau tidak, sudah lama dibunuh Sutter. Betapa pun orang jang sakit seperti Cassel tak mungkin akan membahajakan dia baik dalam soal penjelundupan tjandu maupun dalam peristiwa Bronson.

„Robby, kau tentu heran mengapa dalam kundjungan kita pada Meah dulu tentang perdagangan tjandu gelap itu kusinggung² sampai kesoal kerakusan² pedagang besar tanpa menghiraukan pedagang2 ketjilnja jang mendjadi korban. Dan Meah jang kuduga termasuk diantara agen2 ketjil itu benar² telah terbakar dan merasa terkitjuh oleh kerakusan manusia² sematjam Sutter, Dan tentang ini dapat kubuktikan dengan djelas, waktu aku mengikuti anakbuah Lenley jang ditugaskan untuk mangantarkan suratku dulu. Dengan djalan mengintai melalui djendela katja rumahnja, djelas sekali kulihat bagaimana Sutter dan Meah bertengkar dengan tjukup seru. Dan pada saat itu pula seorang pelajan masuk dan menjodorkan suratku jang dibawa anakbuah Lenley tadi, jaitu tentang undangan kita kepadanja untuk datang dibukit Laventille itu. Disamping itu, kau tentu ingat bahwa aku masih menulis satu surat lagi jang isinja sengadja tak kuberitahukan. Dan surat itupun adalah untuk Meah pula. Didalam surat itu kutulis tentang sematjam persetudjuan dengan Meah untuk mengchianati Sutter dan mendakwa dia sebagai pembunuh Bronson. Waktu Meah membatja suratku jang pertama itu dia tjepat² keluar, sedangkan Sutter membuntutinja sampai ambang pintu. Disaat itulah aku melemparkan surat „perdjandjian” itu melalui djendela. Waktu Sutter membalik dilihatnja suratku itu menggeletak dilantai jang tentu sadja menganggapnja bahwa surat tersebut adalah surat jang diberikan anakbuah Lenley tadi dan terdjatuh dari saku Meah. Kau bisa menduga bagaimana perasaan Sutter setelah membatja surat itu. Harapanku waktu itu ialah, Sutter pasti mentjari Meah digubuk dekat rawa Caroni itu dan menjerangnja. Tapi ternjata Sutter malah langsung menudju Cassel di Teachtown. Kepada Doughlin diperintahkannja agar Majoor itu bersama anaknja diungsikan kesebuah tempat jang tidak mungkin bisa kita tjapai. Karena kalau kedua saksi utama itu lenjap akan sia²lah segala dakwaan kita”.

Sambil menghela nafas pandjang Lynch menatap Deane jang dengan penuh minat mendengarkan keterangan itu.

„Selebihnja kau sendiri tahu. Ternjata Sutter tidak tahu pasti dimana letak gua jang diduganja digunakan Doughlin untuk menjimpan hartakarunnja itu. Karena waktu kita adjak dia mengundjungi gua itu, dengan segala senang hati dia menawarkan dirinja. Tapi setelah tahu, diapun tjepat² lari. Untung kabel batere perahumotor itu telah kuambil lebih dulu. Kalau tidak, dengan enaknja dia bisa kabur, sedangkan kita, Doughlin, Cassel dan Georgia akan mati kelaparan, karena tak seorangpun jang akan mengetahui bahwa dipulau Chaguana jang kosong itu ada penghuni barunja”.

Menggeliat malas Deane berdiri dari kursinja.

„Memang tak sia² mereka mengutusmu dari Djenewa kesini Bert! Dan aku sendiri turut mengutjapkan selamat akan hasilmu jang gemilang itu. Sekarang jang terachir, bagaimana persoalannja dengan Cassel?”

„Tentang itu aku sudah berusaha mentjari keterangan. Dan baru sadja diterima kabar dari London bahwa disana ada seorang adiknja jang kebetulan seorang dokter. Dengan demikian kesehatan selandjutnja akan terpelihara dengan baik”.

Beberapa saat lamanja mereka diam. Dengan sedikit tersenjum Lynch memandang rekannja tenang².

„Dan Robby! Sudahkah kau pikirkan tentang Georgia!?”

„Aku? Mengapa aku jang ditanja?”

„Karena. . . . . . . . . kupikir, ja. . . . . . . . . antara kau dan gadis itu sudah ada sematjam perasaan. . . . . . . . .

tapi masih kanak² dan tentu sadja terlebih dulu harus memerlukan pendidikan jang lajak. Kau ingat, tigabelas tahun dia terasing dari kaumnja dan dari manusia² beradab selain ajahnja itu. Entah kalau nanti. . . . . . . . .”, djawabnja sambil senjum.

„Sajang sekali memang, Robby. Karena sematjam petualangan jang telah kita alami itu, sudahlah sewadjarnja kalau diachiri. . . . . . . . .”.


Tamat

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia karena penciptanya telah meninggal dunia lebih dari 70 tahun yang lalu atau dipublikasikan pertama kali lebih dari 50 tahun yang lalu. Masa berlaku hak cipta atas karya ini telah berakhir. (Bab IX UU No. 28 Tahun 2014)