Tata Bahasa Minangkabau/Bab 5

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

BAB V

SINTAKSIS


5.1 Frasa

Menurut Ramian (19832:137-138), frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi (S, P, O, atau K) dalam suatu klausa. Dalam bahasa Minangkabau ditemukan bentuk-bentuk frasa seperti berikut.

Contoh : (1) rumah batingkek tigo tu
'rumah bertingkat tiga itu'
nan sadang bajalan
'yang sedang berjalan'
ka barangkek
'akan berangkat'
taba bana
'tebal benar'
bisuak siang
'besok siang'
di kadai nasi
'di kedai nasi'

Di samping itu, terdapat pula bentuk-bentuk gabungan kata yang terdiri atas dua Kata atau lebih, seperti tabek lauak 'kolam ikan', tandiang layang-layang lomba layang-layang”, kadai kopi 'kedai kopi'. Deretan contoh ini tidak digolongkan ke dalam frasa, tetapi dinamakan kata majemuk. Sebaliknya, satuan seperti mejanyo 'mejanya', bukuden 'bukuku', dan bajuang 'bajumu' terdiri atas dua unsur yang berupa kata, yakni kata meja, buku dan baju dan unsur yang berupa klitik. Satuan tersebut termasuk frasa, karena klitik masih mempunyai sifat bebas seperti halnya kata.

5.1.1 Frasa Endosentrik dan Eksosentrik

5.1.1.1 Frasa Endosentrik

Unsur yang membangun sebuah frasa dapat berupa kata yang ditambah kata atau kata ditambah frasa. Frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsumya, baik semua unsumya maupun salah satu unsumnya disebut frasa endosentrik. Contoh: duo urang patani 'dua orang petani', dan sadang mambaco 'sedang membaca'. Frasa duo urang patani dan sadang mambaco mempunyai distribusi yang sama dengan unsumya, yaitu unsur patani dan mambaco, karena secara fungsional kata itu dapat menggantikan frasa tersebut.

Frasa endosentrik dapat dibedakan atas (1) frasa endosentrik koordinatif, (2) frasa endosentrik atributif, dan (3) frasa endosentrik apositif.

5.1.1.1.1 Frasa Endosentrik Koordinatif

Frasa ini terdiri dari unsur-unsur yang setara. Kesetaraannya dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau.

Contoh : (2) laki bini 'suami istri'
duo tigo (halai) 'dua tiga (lembar)'
rumah halaman 'rumah pekarangan'
adiak kakak 'adik kakak'
ipa bisan 'ipar bisan'
baraja dan bakarajo 'belajar dan bekerja'
manyabik atau manuai 'menyabit atau menuai'

5.1.1.1.2 Frasa Endosentrik Atributif

Frasa ini berbeda dengan frasa endosentrik koordinatif. Frasa endosentrik atributif terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara karena unsur-unsumya tidak mungkin dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau.

Contoh : (3) panyakik mutah berak 'penyakit muntah berak'
rumah bagonjong 'Tumah bergonjong'
kaco mato itu. 'kaca mata itu'
sayua lilidi 'sayur kangkung'
kabun bungo PKK 'kebun bungan PKK'
sangaik gadang 'sangat besar'
paliang rancak 'paling cantik'

Kata-kata yang digarisbawahi dalam frasa-frasa di atas merupakan unsur pokok, yaitu unsur-unsur yang secara distribusional sama dengan frasa dan secara semantik merupakan unsur yang terpenting, sedangkan unsur yang tidak digarisbawahi merupakan atribut saja.

5.1.1.1.3 Frasa Endosentrik Apositif

Dalam frasa Padang kota tacinto 'Padang kota tercinta' unsur-unsurnya tidak dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau. Secara semantik unsur Padang dan unsur kota tercinta mempunyai makna yang sama. Karena sama, maka unsur kota tacinto dapat menggantikan unsur Padang.

Contoh : (4) Udin, anak Pak Kapalo desa
'Udin, anak Pak Kepala desa'
harimau rajo utan
'harimau, raja hutan'

Kata-kata yang digarisbawahi dalam contoh-contoh frasa di atas merupakan unsur pokok, yang tidak digarisbawahi merupakan aposisinya.

5.1.1.2 Frasa Eksosentrik

Frasa eksosentrik berbeda dengan frasa endosentrik. Ditinjau dari distribusi unsur unsurnya, frasa endosentrik mempunyai diswibusi unsur yang sama, baik semua unsumya maupun salah satu unsurnya. Sedangkan frasa yang tidak mempunyai distribusi unsur sama baik semu unsurnya, maupun salah satu unsurnya disebut frase eksosentrik. Frasa eksosentrik ini, misalnya, diawali oleh kata depan (preposisi).

Contoh : (5) di ladang lado 'di kebun cabe'
untuak mintuo 'untuk mertua'
dari kampuang 'dari kampung'
     dalam lamari baju 'dalam lemari baju'
kapado mande kanduang 'kepada ibu kandung'

5.1.2 Jenis Frasa menurut Kategori Unsurnya

Berdasarkan persamaan distribusi dengan golongannya atau kategori kata, frasa dapat digolongkan atas empat golongan; frasa nominal, frasa verbal, frasa numeral dan frasa keterangan, sedangkan frasa depan sama dengan frasa eksosentrik.


5.1.2.1 Frasa Nominal

Frasa nominal ialah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan kata nominal (benda).

Contoh : (6) buku carito 'buku cerita'
jalan gadang ko 'jalan raya ini'
nan ka tibo 'yang akan datang'
kapa tabang tu 'kapal terbang itu'
kareta api batu baro 'kereta api batu bara'.
jalan bakelok-kelok 'jalan berliku-liku'

Secara kategorial, frasa nominal bisa terdiri atas unsur-unsur seperti terurai di bawah ini.

5.1.2.1.1 Nomina Diikuti Nomina

Frasa ini terdiri atas kata nomina sebagai unsur pokoknya yang diikuti oleh nomina lain sebagai atributnya.

Contoh: (7) cincin ameh 'cincin emas'
rumah kayu 'rumah kayu'
halaman sikola 'halaman sekolah'
pabirik gatah 'pabrik getah'

5.1.2.1.2 Nomina Diikuti Verba

Frasa ini terdiri atas kata nomina sebagai unsur pokok dan diikuti kata verba sebagai atributnya.

Contoh : (8) urang badeta 'orang berdeta'.
kabau baganto 'kerbau bergenta'.
urang mancilok 'orang mencuri'
5.1.2.1.3 Nomina Diikuti Adjektiva

Frasa ini terdiri atas nomina sebagai unsur pokok dan diikuti oleh adjektiva sebagai atribut.

Contoh: (9) ladang baru 'ladang baru'
kudo putiah 'kuda putih'
baju balang 'baju belang'

5.1.2.1.4 Nomina Diikuti Numeralia

Frasa ini terdiri atas kata nomina sebagai unsur pokok dan kata atau frasa numeralia sebagai atributnya.

Contoh : (10) kudo tigo ikua 'kuda tiga ekor'
sawah ampek piriang 'sawah empat petak'
karateh sapuluah alai 'kertas sepuluh helai'
kadai duo tingkek 'toko dua tingkat'
jalo tujuah eto 'jala tiga hasta'

5.1.2.1.5 Nomina Diikuti Keterangan

Frasa ini terdiri atas kata nominal sebagai unsur pokok dan kata atau frasa keterangan sebagai atribut.

Contoh : (11) koran hari ko 'koran hari ini'
nasi kapatang sanjo 'nasi kemarin sore'
acara kini ko 'acara sekarang ini'
urang malam tadi 'orang malam tadi'
kue bisuak pagi 'kue besok pagi'

5.1.2.1.6 Nomina Diikuti Frasa Depan

Frasa ini terdiri atas kata nomina sebagai unsur pokok dan diikuti frasa depan sebagai atributnya.

Contoh : (12) bareh dari Solok 'beras dari Solok'
surek untuak amak 'surat untuk ibu'
kareta api ka Pariaman 'kereta api ke Pariaman'
batu basurek di Batusangkar 'batu bersurat di Batusangkar'
aia dalam galeh 'air dalam gelas'
5.1.2.1.7 Nomina Didahului Numeralia

Frasa ini terdiri atas kata atau frasa nominal sebagai unsur pokok dan didahului oleh kata atau frasa bilangan sebagai atributnya.

Contoh : (13) duo garobak sarok 'dua gerobak sampah'
limo kodi kain batiak 'lima kodi kain batik'
tigo rim karateh taba 'tiga rim kertas tebal'
ampek urang maliang gadang 'empat orang pencuri besar'
salusin ayam buras 'satu lusin ayam buras'

5.1.2.18 Nomina Didahului Artikula

Frasa ini terdiri atas kata atau frasa nomina sebagai unsur pokok dan didahului oleh artikel sebagai atributnya.

Contoh: (14) Si Karim 'Si Karim'
Si Kancia 'Si Kancil'

5.1.2.1.9. Frasa Nominal dengan Kata Nan

Frasa nominal yang lain terdiri atas kata nan yang diikuti oleh nomina, verba, adjektiva, numeralia, kata keterangan, atau frasa preposisi.. Berikut ini contohnya berturut-turut

Contoh: (15) nan iko 'yang ini
nan ka barangkek 'yang akan berangkat'
nan alah baraja 'yang telah belajar'
nan kurang elok 'yang kurang baik'
nan agak itam 'yang agak hitam'
nan tigo kotak 'yang tiga kotak'
nan ampek incek 'yang empat biji'
nan kapatang 'yang kemarin'
nan kini ko 'yang sekarang ini'
nan di kampuang 'yang dikampung'
nan ka Padang 'yang ke Padang'

5.1.2.2 Frasa Verbal

Frasa verbal adalah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata golongan verbal. Misalnya, bentuk sadang batanak 'sedang bertanak mempunyai distribusi yang sama dengan kata batanak 'bertanak'.

Contoh : (21) acok talambek 'sering terlambat'
ka barangkek 'akan berangkat
alah makan 'sudah makan!'
sadang tidua 'sedang tidur'
indak baraja 'tidak belajar'
makan dan minum 'makan dan minum'

Kata-kata acok, ka, alah, sadang, indak merupakan unsur tambahan pada unsur pokoknya dan dalam frasa makan dan minum, unsur utamanya terdiri atas golongan verbal.

Dari unsur-unsur frasa verbal dapat diklasifikasikan hubungan makna antar unsurya sebagai berikut.

5.1.2.2.1 Penjumlahan

Hubungan makna penjumlahan biasanya dinyatakan dengan kata dan 'dan'.

Contoh : (22) minum kopi dan marokok 'minum kopi dan merokok'
mambaco dan manulih 'membaca dan menulis'
batanak dan manggulai 'memasak nasi dan sambal'

5.1.2.2.2 Pemilihan

Hubungan makna pemilihan dinyatakan dengan kata penghubung atau 'atau'.

Contoh : (23) pagi atau patang ari 'pagi atau sore'
pai atau tingga 'pergi atau tinggal'
duduak atau tagak 'duduk atau berdiri'

5.1.2.2.3 Ragam

Makna hubungan unsur frasa ini menyatakan sikap pembicara terhadap tindakan atau peristiwa yang tersebut pada kata golongan verbal yang menjadi unsur pokoknya dan unsur yang lain menjadi atributnya.

Contoh : (24) mungkin pai 'mungkin pergi'
pasti takana 'pasti teringat'
ribo juo 'tiba juga'
5.1.2.2.4 Negatif

Hubungan makna unsur-unsur frasa ini menyatakan hubungan makna negatif.

Contoh : (25) alun barangkek 'belum berangkat'
indak tibo 'tidak tiba'
bukan baraja 'bukan belajar'

barangkek, tibo, baraja pada frasa di atas merupakan unsur pokok, sedangkan kata alun, indak, bukan merupakan unsur atributnya.

5.1.2.2.5 Aspek

Aspek merupakan hubungan suatu tindakan akan berlaku, sedang berlaku, atau sudah berlaku.

Contoh : (26) ka mamareso 'akan memeriksa'
sadang mambaco 'sedang membaca'
alah barangkek 'sudah berangkat'

Kata mamareso, mambaco, dan barangkek merupakan unsur pokok, sedangkan kata ka, sadang, dan alah merupakan atributnya.

5.1.2.2.6 Keseringan

Hubungan makna unsur-unsur frasa ini menyatakan keseringan atau frekuensi.

Contoh : (27) acok mancaliak 'sering melihat'
sasakali sambahyang 'kadang-kadang sembahyang'
taruih manangih 'selalu menangis'
jarang bacakak 'jarang berkelahi'

5.1.2.2.7 Keinginan

Hubungan makna unsur-unsur frasa ini menyatakan suatu kehendak atau keinginan.

Contoh : (28) andak bakarajo 'hendak bekerja'
andak baranang 'hendak berenang'
ingin pai 'ingin pergi'
ingin barangkek 'ingin berangkat'
5.1.2.2.8 Keharusan

Hubungan makna unsur-unsur frasa ini menyatakan suatu keharusan.

Contoh : (29) aruih barubek 'harus berobat'
paralu datang 'perlu datang'

5.1.2.2.9 Kesanggupan

Hubungan makna unsur-unsur frasa ini menyatakan kemampuan, kesediaan, dan kesanggupan. Kata-kata yang sering digunakan sebagai unsur atributnya, antara lain, dapek 'dapat', bisa 'bisa', mampu ',mampu' sanggup 'sanggup', basadio "bersedia'

Contoh : (30) dapek mancaliak 'dapat melihat '
bisa mambimbiang 'bisa membimbing'
mampu bakarajo 'mampu bekerja'
sanggup maantakan 'sanggup mengantarkan'
basadia mangawanan 'bersedia menemani'

5.1.2.2.10 Keizinan

Hubungan makna unsur-unsur frasa ini menyatakan keizinan.

Contoh : (31) buliah manyalang 'boleh meminjam'
buliah pulang 'boleh pulang'
buliah barangkek 'boleh berangkat'

5.1.2.3 Frasa Adjektiva

Frasa verbal adalah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata golongan adjektival. Misalnya, bentuk kurang elok 'kurang baik', mempunyai distribusi yang sama dengan kata elok 'baik' dalam kalimat Parangainyo kurang elok 'Kelakuannya kurang baik'.

Contoh : (32) paliang rancak 'paling bagus'
agak panjang 'agak panjang'
labiah capek 'lebih cepat'
maha bana 'mahal sekali

kata-kata paliang, agak, labiah, dan bana merupakan unsur tambahan pada unsur pokoknya, dalam frasa endosentrik berfungsi atributif. Kata bana selalu mengikti unsur pokoknya, sedangkan ketiga kata yang pertama selalu mendahului unsur pokoknya. Dari unsur-unsur frasa adjektival dapat diklasifikasikan hubungan makna antar unsumya sebagai berikut.

5.1.2.3.1 Penjumlahan

Hubungan makna penjumlahan dapat dinyatakan dengan kata dan.

Contoh : (33) kayo dan pamurah 'kaya dan pemurah'
bangkak dan baraia 'bengkak dan barair'
putiah barasiah 'putih bersih'
itam manih 'hitam manis'

5.1.2.3.2 Pemilihan

Hubungan antara unsur-unsurya biasanya dinyatakan dengan menempatkan kata atau 'atau' secara opsional.

Contoh : (34) jauah (atau) dakek 'jauh (atau) dekat'
lambek (atau) capek 'lambat (atau) cepat'
itam (atau) putiah 'hitam (atau) putih'

5.1.2.3.3 Negatif

Hubungan makna ini dinyatakan dengan indak 'tidak' dan alun 'belum'.

Contoh : (35) alun rancak 'belum baik'
indak angek 'tidak panas'

5.1.2.4 Frasa Numeral

Frasa numeral ialah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata numeralia. Misalnya, frasa tigo buah mangga dalam kalimat Inyo mambali tigo buah mangga. 'Dia membeli tiga buah mangga'.

Contoh : (36) duo ikua ayam 'dua ekor ayam'
salai daun pisang 'sehelai daun pisang'
sapasang sapatu 'sepasang sepatu'

5.1.2.5 Frasa Keterangan

Frasa keterangan ialah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan, kata yang mempunyai kecenderungan menduduki fungsi keterangan dalam kalimat. Misalnya, frasa kapatang sanjo 'kemarin sore' dalam kalimat Baliau datang kapatang sanjo 'Beliau datang kemarin sore'

Contoh : (37) bisuak pagi 'besok pagi'
beko malam 'nanti malam'
kini ko 'sekarang ini'
katiko tu 'ketika itu'

5.1.2.6 Frasa Depan

Frasa depan ialah frasa yang diawali oleh kata depan sebagai penanda dan diikuti oleh kata atau frasa nominal, verba, adjektival, numeral, atau keterangan sebagai aksisnya. Misalnya, frasa di musajik 'di mesjid' dalam kalimat Kami mengaji di musajik 'Kami mengaji di mesjid'.

Contoh : (38) kapasa 'ke pasar'
dalam kabun 'dalam kebun'
sajak pagi 'sejak pagi'

5.2 Klausa

5.2.1 Pengertian Klausa

Klausa ialah satuan gramatikal yang terdiri atas predikat (P) baik disertai dengan subjek (S), Objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). S. O, Pel, dan Ket. dalam klausa bersifat manasuka (boleh ada, boleh juga tidak ada).

Yang sering menjadi unsur inti klausa ialah S dan P. Namun S sering juga dihilangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat penggabungan klausa, dan dalam kalimat jawaban. Misalnya:

(39) Tarago inyo pai ka pasa mambali ikan, amaknyo manyaik sayua ditolong dek adiaknyo.
sementara-dia-pergi-ke-pasar-membeli-ikan, ibunya-memotong-sayur-ditolong-oleh-adiknya
'Sementara dia pergi ke pasar membeli ikan, ibunya memotong sayur ditolong oleh adiknya'.
(40) Sadang mandi.
sedang-mandi
'Sedang mandi'.
Sebagai jawaban pertanyaan: Sadang manga inyo?
sedang-mengapa-dia
'Sedang mangapa dia?'.
Kalimat (39) terdiri atas empat klausa ialah 1. inyo pai ka pasa; 2. mambali ikan, 3. amaknyo manyaik sayua, dan 4. ditolong dek adiaknyo. Klausa 1 terdiri atas unsur SP Ket, klausa 2 terdiri atas unsur P diikuti O, klausa 3 terdiri atas unsur S diikuti P dan O, dan klausa 4 terdiri atas unsur P diikuti Ket. Akibat penggabungan klausa 1 dengan klausa 2, S pada klausa 2 dihilangkan, demikian pula klausa 3 dan 4, S pada klausa 4 dihilangkan.

Kalimat (40) Sadang mandi terdiri atas satu unsur, ialah Sadang mandi yang hanya terdiri atas P. S-nya dihilangkan.

Dapat disimpulkan bahwa yang harus ada dalam klausa ialah P. Unsur-unsur lainnya mungkin ada mungkin juga tidak.

5.2.2 Penggolongan Klausa

Klausa bahasa Minangkabau dapat digolongkan berdasarkan: (1) struktur internya, (2) ada tidaknya kata negatif yang secara gramatikal menegatifkan S dan P, dan (3) kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi P.

5.2.2.1 Klausa dengan Struktur Internya

Klausa yang terdiri atas S dan P disebut klausa lengkap, sedangkan klausa yang tidak ber-S disebut klausa tidak lengkap. Klausa lengkap dapat pula dibedakan atas klausa lengkap S - P susun biasa dan klausa P - S (inversi).

Contoh dari masing-masing jenis klausa lengkap tersebut adalah sebagai berikut.

a) S-P : (41) batang jambu tu gadang bana.
batang-jambu-itu-besar-benar
'Batang jambu itu besar benar.
b) P - S : (42) Gadang bana batang jambu tu.
besar-benar-batang-jambu-itu
'Besar benar batang jambu itu'.

Dapat dijelaskan bahwa batang jambu dan urang banyak adalah S. gadang bana dan masuak adalah P, dan ka musajik adalah Ket.

Klausa tak lengkap tentu saja hanya terdiri atas P (baik disertai 0, Ket, maupun tidak), misalnya.

(45) sadang balago.
'sedang berlaga
(46) manjamua padi
'menjemur padi'
(47) alah lalok di dangau tu.
'sudah tidur di dangau itu'

5.2.2.2 Klausa dengan Ada Tingkatnya Kata Negatif yang Secara Gramatikal Menegatifkan Masing-masing Unsur Kalimat

Klausa dengan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatikal menegatifkan P dapat digolongkan atas: (1) klausa positif dan (2) klausa negatif.

a) Klausa Positif

Klausa positif ialah klausa yang tidak memiliki kata-kata negatif yang secara gramatikal menegatifkan S dan P. Kata-kata negatif yang ada di dalam bahasa Minangkabau akan diuraikan di dalam klausa negatif pada butir 5.2.2.2 b berikut. Contoh-contoh positif adalah sebagai berikut.

(48) Urang tu malapeh ari ka sanjo.
orang-itu-melepas-hari-ke-senja
'Orang itu melepas hari ke senja'.
(49) Anaktu takajuik dek bayang-bayang.
anak-itu-terkejut-olch-bayang-bayang
'Anak itu terkejut oleh bayang-bayang'.
(50) Inyo musuah gadang den.
dia-musuh-besar-saya
'Dia musuh besar saya'.
(51) Salendangnyo di dalam baliak.
selendangnya-di-dalam-kamar
'Selendangnya di dalam kamar.

b) Klausa Negatif

Klausa negatif ialah klausa yang mempunyai kata-kata yang secara gramatikal dapat menegatifkan S - P, Pel, atau Ket dan ada pula kata-kata negatif yang menegatifkan unsur-unsur tertentu saja dari sebuah kalimat. Kata-kata negatif tersebut adalah indak (bagai) (do) 'tidak (mengapa)', alun 'belum', dan jan 'jangan'.

Perlu diterangkan bahwa kata bagai dan do yang terdapat di belakang indak di atas bersifat mana suka serta posisi yang beragam tergantung pada maknanya dalam suatu kalimat. Keterangan tentang bagai dan do akan dibicarakan bersamaan dengan keterangan penggunaan kata indak.

1) Klausa dengan Kata Negatif indak 'tidak, bukan' Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa unsur-unsur klausa bahasa Minangkabau adalah S, P, O, Pel, dan Ket. Salah satu unsur tersebut dapat dinegatifkan dengan kata negatif indak 'tidak'.

(52) a. Si Buyuang mancilok ubi.
si-buyung-mencuri-ubi
'Si Buyung mencuri ubi'.
b. Indak si Buyuang nan mancilok ubi.
tidak-si-buyung-yang-mencuri-ubi
'Bukan si Buyung yang mencuri ubi'.

Kata indak pada (52) b menegatifkan S. Perlu dijelaskan bahwa di dalam menegatifkan S dengan kata indak, kata nan 'yang' biasa ditambahkan di depan P. Kata nan berfungsi untuk menegaskan bahwa bukan S yang ada di dalam klausa tersebut yang dimaksudkan oleh P atau/tapi S yang lain.

Menghilangkan kata nan dari klausa seperti (52) b membuat klausa tersebut rancu. Contoh-contoh penegatifan S dengan kata indak dapat dilihat di dalam klausa berikut.

(53) a. Si Sutan sakik paruik.
si-Sutan-sakit-perut
'Si Sutan sakit perut'.
b. Indak si Sutan nan sakik paruik.
tidak-si-Sutan-yang-sakit-perut
'Bukan si Sutan yang sakit perut.
(54) a. Mamaknyo masinis kareta api.
mamaknya-masinis-kereta-api
'Mamaknya masinis kereta api'.
b. Indak mamaknyo nan masinis kareta api.
tidak-mamaknya-yang-masinis-kereta-api
'Bukan mamaknya yang masinis kereta api'.
(55) a. Urang tu di Bukit Ambacang.
orang-itu-di-Bukit-Ambacang
'Orang itu di Bukit Ambacang'.
b. Indak urang tu nan di Bukit Ambacang.
tidak-orang-itu-yang-di-Bukit-Ambacang
'Bukan orang itu yang di Bukit Ambacang'.

Penegatifan unsur P, Q, Pel, dan Ket dengan kata indak adalah sebagai berikut.

(56) a. Kami mamanciang ikan.
kami-memancing-ikan
'Kami memancing ikan'.
b. Kami indak mamanciang ikan.
kami-tidak-memancing-ikan
'Kami tidak memancing ikan'.
(57) a. Mande Rubiah pendek.
ibu-Rubiah-pendek
'Ibu Rubiah pendek'.
b. Mande Rubiah indak pendek.
ibu-Rubiah-tidak-pendek
'Ibu Rubiah tidak pendek'.
(58) a. Abaknyo pandeka.
ayahnya-pendekar
'Ayahnya pendekar'.
b. Abaknyo indak pandeka.
ayahnya-tidak-pendekar
'Ayahnya tidak pendekar'.
(59) a. Kambiangnyo di kandang.
kambingnya-di-kandang
'Kambingnya di kandang'.
b. Kambiangnyo indak di kandang.
kambingnya-tidak-di-kandang.
'Kambingnya tidak dikandang'.
(60) a. Bini Angku Datuak tu ampek.
istri-Engku-Datuk-itu-empat
'Istri Engku Datuk itu empat'.
b. Bini Angku Datuak tu indak ampek.
istri-Engku-Datuk-itu-tidak-empat
'Istri Engku Datuk itu tidak empat.
Klausa (56) sampai dengan (60) adalah contoh dari kata indak

yang menegatifkan P.

Seperti telah diuraikan di atas bahwa unsur O juga dapat dinegatifkan dengan kata indak. Namun penegatifan unsur O tersebut selalu mengubah klausa aktif menjadi pasif. Meletakkan kata indak di depan objek dalam klausa aktif akan membuat klausa tersebut tidak benar.

(61) a. Si Baro maelo rotan.
si-Baro-menarik-rotan
'Si Baro menarik rotan'.
b. *Si baro maelo indak rotan.
si-baro-menarik-tidak-rotan
'Si Baro menarik tidak rotan'.
c. Indak rotan (nan) dielo si Baro.
tidak-rotan-yang-di-tarik-si-Baro
'Bukan rotan yang ditarik di Baro'.

Klausa (61) c memperlihatkan proses penegatifan O di mana klausa tersebut harus dijadikan klausa pasif dan kata nan dapat ditempatkan sebelum P dalam klausa pasif tersebut. Contoh lain dari penegatifan O adalah:

(62) a. Yuang Batuah manggaro buruang.
buyung-batuah-menghalau-burung
'Buyung Batuah menghalau burung'.
b. Indak buruang (nan) digaro Yuang Batuah.
tidak-burung-(yang)-dihalau-buyung-Batuah
'Bukan burung (yang) dihalau Buyung Batuah'.

Uraian pada butir-butir terdahulu sudah memaparkan bahwa makna Pel. terdiri atas makna penderita (Pend) dan makna alat (A1). Sama halnya dengan O (yang juga mengandung makna Pend), menjadi pelengkap pada klausa.

(63) a. Anak sikola baraja baso inggirih.
anak-sekolah-belajar-bahasa-Inggris
'Murid sekolah belajar bahasa Inggris'.

juga bermakna Pend. Dengan demikian, penegatifan Pel. yang bermakna Pend. akan mengubah klausa tersebut dari aktif menjadi pasif.

(63) b. Indak baso Inggirih nan dipalajari anak sikola.
tidak-bahasa-Inggris-yang-dipelajari-anak-sekolah
'Bukan bahasa Inggris yang dipelajari murid sekolah'.

Klausa (63) c yang terdiri atas klausa aktif dan kata indak untuk menegatifkan Pel merupakan bentuk yang tidak berterima.

(63) c. *Anak sikola baraja indak baso Inggirih.
anak-sekolah-belajar-tidak-bahasa-Inggris
'Murid sekolah belajar tidak bahasa Inggris'.

Terakhir, untuk penegatifan unsur klausa dengan kata indak ialah penegatifan Ket, seperti di dalam contoh berikut.

(64) a. Si Atun mangalai di barando.
si-Atun-bergolek-di-beranda
'Si Atun bergolek di beranda'.
b. Si Atun mengalai indak di barando.
si-Atun-bergolek-tidak-di-beranda
'Si Atun bergolek tidak di beranda'.
(65) a. Rumahnyo tapanggang kapatang.
rumahnya-terbakar-kemarin
'Rumahnya terbakar kemarin'.
b. Rumahnyo tapanggang indak kapatang.
rumahnya terbakar tidak kemarin
'Rumahnya terbakar tidak kemarin'.
(66) a. Datuak Sumbek mamotong antimun jo padang.
datuk-Sumbek-memotong-ketimun-dengan-pedang
'Datuk Sumbek memotong ketimun dengan pedang'.
b. Datuak Sumbek mamotong antimun indak jo padang.
Datuk-Sumbek-memotong-ketimun-tidak-dengan-pedang
'Datuk Sumbek memotong ketimun tidak dengan pedang'.

(b) Klausa dengan Kata Negatif indak (bagai) (do)

Karena kata bagai dan do menemani kata indak dalam fungsinya menegaskan pengertian negatif dari suatu unsur klausa, maka contoh-contoh klausa negatif penegatifan unsur-unsur klausa (S, P. O. Pel dan Ket) dapat ditayangkan kembali untuk uraian tentang bagai dan (do).

Klausa (67) b dapat diragamkan penegatifannya dengan menambahkan bagai dan do di samping indak.

(67) a. Indak si Buyuang bagai nan mancilok ubi do.
tidak-si-Buyung-yang-mencuri-ubi.
'Bukan si Buyung yang mencuri ubi'.
b. Indak bagai si Buyuang nan mancilok ubi.
tidak-si-Buyung-yang-mencuri-ubi
'Bukan si Buyung yang mencuri ubi'.
c. Indak si Buyuang nan mancilok ubi bagai do
tidak-si-Buyung-yang-mencuri-ubi
'Bukan si Buyung yang mencuri ubi'.

Namun klausa (67) c dan d di bawah ini merupakan klausa yang tidak benar.

d. *Indak si Buyuang nan bagai mancilok ubi do.
tidak-si-Buyung-yang-mencuri-ubi
'Bukan si Buyung yang mencuri ubi'.
e. *Indak si Buyuang nan mancilok bagai ubi do.
tidak-si-Buyung-yang-mencuri-ubi
'Bukan si Buyung yang mencuri ubi'.

Letak kata bagai di depan atau di belakang suatu unit kategori (Si Buyuang nan mancilok ubi) membuat klausa itu merupakan klausa yang berarti (benar). Sebaliknya, jika kata bagai diletakkan di tengah unit kategori (67) d dan e membuat klausa itu tidak berarti (tidak benar).

Perlu dicatat bahwa kata bagai dan do bersifat mana suka. Namun 'kemanasukaan' kedua kata tersebut mempunyai kaidah seperti berikut.

(68) a. Indak (bagai do).
b. Indak (bagai) do.

Dengan kata lain kata bagai selalu dipakai dengan kata do sehingga struktur (68) merupakan bentuk yang tidak benar.

(68) *Indak si Buyuang bagai nan mancilok ubi...

Walaupun kalimat struktur ini muncul juga dalam pecakapan se-hari-hari, namun masih terasa klausa tersebut kurang lengkap tanpa kata do. Sedangkan kata do dapat hadir tanpa kata bagai seperti di dalam (69)

(69) Indak si Buyuang nan mancilok ubi do.

Sama halnya dengan penegatifan S dengan memakai kata indak bagai do, penegatifan unsur-unsur klausa yang lain yaitu (P, O, Pel, dan Ket) juga dapat dilakukan dengan memakai indak bagai do dengan ketentuan yang sama dengan kaidah di atas (tentang kemanasukaan pemakaian kata bagai dan do). Ketentuan yang paling penting adalah unsur-unsur mana yang dinegatifkan selalu tergantung pada penempatan kata indak. Kata indak selalu terletak di depan unsur yang dinegatifkan.

(70) a. Kami indak mamanciang ikan bagai do.
kami-tidak-memancing-ikan
'Kami tidak memancing ikan'.
b. Kami indak mamanciang ikan do.
kami-tidak-memancing-ikan
'Kami tidak memancing ikan'.
(71) a. Mande Rubiah indak pendek bagai do.
ibu-Rubiah-tidak-pendek
'Ibu Rubiah tidak pendek'.
b. Mande Rubiah indak pendek do.
ibu-Rubiah-tidak-pendek
'Ibu Rubiah tidak pendek'.
(72) a. Abaknyo indak pendeka bagai do.
ayahnya-tidak-pedekar
'Ayahnya bukan pendekar'.
b. Abaknyo indak pendeka do
ayahnya-tidak-pendekar
'Ayahnya bukan pendekar'.
(73) a. Kambiangnyo indak di kandang bagai do.
kambingnya-tidak-di-kandang
'Kambingnya tidak di kandang'.
b. Kambiangnyo indak di kandang do.
kambingnya-tidak-di-kandang
'Kambingnya tidak di kandang'.
(74) a. Bini Angku Datuak tu indak ampek bagai do.
istri-Engku-Datuk-itu-tidak-empat
'Istri Engku Datuk itu tidak empat'.
    b. Bini Angku Datuak indak ampek do.
    istri-Engku-Datuk-tidak-empat
    'Istri Engku Datuk tidak empat'

Contoh-contoh di atas adalah tentang penggunaan kata indak bagai do dalam penegatifan P.

Penegatifan O sama halnya dengan penegatifan S dalam hal susun-an kata indak, bagai, dan do di mana kata nan juga ada. Klausa (75) a memperlihatkan bahwa kata bagai dapat diletakkan di depan kata nan.

(75) a. Indak rotan bagai nan dielo si Baro do.
tidak-rotan-yang-ditarik-si-Baro
'Bukan rotan yang di tarik si Baro'.
b. Indak rotan nan dielo si Baro bagai do.
tidak-rotan-yang-ditarik-si-Baro
'Bukan rotan yang ditarik si Baro'.

Berikut ini adalah contoh penegatifan unsur Pel dan Ket dengan kata negatif indak bagai do.

(76) a. Indak baso Inggirih bagai nan dipalajari anak sikola do.
tidak-bahasa-Inggris-yang-dipelajari-anak-sekolah
'Bukan bahasa Inggris yang dipelajari murid sekolah'.
b. Indak bagai baso Inggirih nan dipalajari anak sikola bagai do.
tidak-bahasa-Inggris-yang-dipelajari-anak-sekolah
'Bukan bahasa Inggris yang dipelajari anak murid sekolah'.
c. Indak baso Inggirih nan dipalajari anak sikola bagai do.
tidak-bahasa-Inggris-yang-dipelajari-anak-sekolah
'Tidak bahasa Inggris yang dipelajari anak murid sekolah'.
(77) a. Si Atun mangalai indak bagai di barando do.
si-Atun-bergolek-tidak-di-beranda
'Si Atun bergolek tidak di beranda'.
b. Si Alun mangalai indak dibarando bagai do.
si-Atun-bergolek-tidak-di-beranda
'Si Atun bergolek tidak di beranda'.
c. Si Atun mangalai indak di barando do.
si-Atun-bergolek-tidak-di-beranda
'Si Atun bergolek tidak di beranda'.
2) Klausa dengan Kata Negatif indak ado 'tidak ada'

Kata negatif indak ado dipakai untuk menegatifkan P yang menyatakan tempat. Contoh:

(78) Karateh tu indak ado di sinan.
kertas-itu-tidak-ada-di-sana
'Kertas itu tidak ada di sana'.
(79) Mariam indak ado di Padang.
Mariam-tidak-ada-di-Padang
'Mariam tidak ada di Padang'.
(80) Nani indak ado di kamar.
Nani-tidak-ada-di-kamar
'Nani tidak ada di kamar'.

Kata penegas negatif bagai dan do dapat dipakai menyertai indak dengan ketentuan yang sama seperti yang telah diuraikan di atas.

(81) a. Karateh tu indak ado bagai di sinan do.
kertas-itu-tidak-ada-di-sana
'Kertas itu tidak ada di sana'.
b. Karateh tu indak ado di sinan bagai do.
kertas-itu-tidak-ada-di-sana
'Kertas itu tidak ada di sana'.
c. Karateh tu indak ado di sinan do.
kertas-itu-tidak-ada-di-sana
'Kentas itu tidak ada di sana'.
3) (a) Klausa dengan Kata Negatif alun 'belum'
Kata negatif alun dipakai untuk menegatifkan P yang terdiri atas kata atau frasa golongan V, FD, dan Bil. Kata negatif ini dipakai untuk menyatakan 'sesuatu akan terjadi atau akan dilakukan'.
Contoh:
(82) Kapa tu alun marapek.
kapal-itu-belum-merapat
'Kapal itu belum merapat'.
(83) Ayahnyo alun ka Makah.
ayahnya-belum-ke-Mekah
'Ayahnya belum ke Mekah'.
(84) Mariana alun cegak.
Mariana-belum-sembuh
'Mariana belum sembuh'.
(85) Anaknyo alun sapuluah.
anaknya-belum-sepuluh
'Anaknya belum sepuluh'.

(b) Klausa dengan Kata Negatif alun bagai do

Klausa (82) sampai dengan (85) dapat diragamkan dengan menambahkan bagai dan do yang berfungsi untuk menegaskan arti, seperti berikut.

(86) a. Kapa tu alun marapek bagai do.
kapal-itu-belum-merapat
'Kapal itu belum merapat'.
b. Kapa tu alun bagai marapek do.
kapal-itu-belum-merapat
'Kapal itu belum merapat'.
c. Kapa tu alun marapek do.
kapal-itu-belum-merapat
'Kapal itu belum merapat'.
(87) a. Ayahnyo alun ka Makah bagai do.
ayahnya-belum-ke-Mekah
'Ayahnya belum ke Mekah'.
b. Ayahnyo alun bagai ka Makah do.
ayahnya-belum-ke-Mekah
'Ayahnya belum ke Mekah'.
c. Ayahnyo alun ka Makah do.
ayahnya-belum-ke-Mekah
'Ayahnya belum ke Mekah'.
(88) a. Mariana alun cegak bagai do.
Mariana-belum-sembuh
'Mariana belum sembuh'.
b. Mariana alun bagai cegak do.
Mariana-belum-sembuh
'Mariana belum sembuh'.
c. Mariana alun cegak do.
Mariana-belum-sembuh
'Mariana belum sembuh'.
(89) a. Anaknyo alun sapuluah bagai do.
anaknya-belum-sepuluh
'Anaknya belum sepuluh'.
b. Anaknyo alun bagai sapuluah do.
anaknya-belum-sepuluh
'Anaknya belum sepuluh'.

Klausa (86)a, (87)a, (88)a dan (89)a dapat pula diragamkan dengan mengganti kata bagai dengan lai, seperti berikut.

(90) Kapa tu alun marapek lai do.
kapal-itu-belum-merapat
'Kapal itu belum merapat'.
(91) Anaknyo alun ka Makah lai do.
anaknya-belum-ke-Mekah
'Anaknya belum ke Mekah'.
(92) Mariana alun cegak lai do
Mariana-belum-sembuh
'Mariana belum sembuh'.
(93) Anaknyo alun sapuluah lai do.
anaknya-belum-sepuluh
'Anaknya belum sepuluh'.

Kata do dalam klausa (90) sampai dengan (93) dapat dihilangkan. Setelah menjajaki uraian kata-kata penegas negatif bagai dan do yang digunakan bersama indak, dan alun, kedua kata tersebut mengandung makna tertentu sesuai dengan kaidah:

indak
alun
- bagai - do

Yang berarti kata indak atau alun harus ada dalam penegatifan suatu unsur klausa, dan do bisa hadir bersama indak atau alun tanpa bagai, serta bagai tidak bisa hadir tanpa do, maka kata bagai do ialah untuk menegaskan kenegatifan yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan kata do yang hadir tanpa bagai hanya berfungsi untuk menegaskan kenegatifan suatu unsur dalam penyertaan si penutur.

4)a. Klausa dengan Kata Negatifan jan 'jangan'
Kata jan dipakai untuk menyatakan larangan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan atau tindakan. Namun sebahagian besar unsur klausa dapat dinegatifkan dengan kata larangan jan tanpa memutuskan antara tindakan dengan unsur-unsur lain. Unsur P yang tidak bisa dinegatifkan dengan kata larangan jan ini ialah P yang terdiri atas nomina dan numeralia.
Penyertaan yang diungkapkan dengan menggunakan kata jan ini selalu ditujukan untuk orang kedua (tentang kata ganti persona dibicarakan pada bahagian lain dari buku ini).
(94) a. Ang mambalah kayu.
kamu-membelah-kayu
'Kamu membelah kayu'.
b. Jan ang mambalah kayu.
jangan-kamu-membelah-kayu
'Jangan kamu membelah kayu'.
c. Jan mambalah kayu.
jangan-membelah-kayu
'Jangan membelah kayu'.
(95) a. Ang ibo mancaliaknyo.
kamu-kasihan-melihatnya
'Kamu kasihan melihatnya'.
b. Jan ang ibo mancaliaknyo.
jangan-kamu-kasihan-melihatnya
'Jangan kamu kasihan melihatnya'.
c. Jan ibo mancaliaknyo.
jangan-kasihan-melihatnya
'Jangan kasihan melihatnya'.
(96) a. Ang ka Bukittinggi.
kamu-ke-Bukittinggi
'Kamu ke Bukittinggi'.
    b. Jan ang ka Bukittinggi.
    jangan-kamu-ke-Bukittinggi
    'Jangan kamu ke Bukittinggi'.
    c. Jan ka Bukittinggi.
    jangan-ke-Bukittinggi
    'Jangan ke Bukittinggi'.

Butir-butir b dan c dari klausa (94), (95) dan (96) di atas adalah klausa yang mengandung pemyataan larangan yang ditandai oleh kata jan, sedangkan S bersifat manasuka. Ada beberapa kemungkinan lain dalam menempatkan kata jan.

(97) a. Ang mambalah kayu di kabun sanjo.
kamu-membelah-kayu-di-kebun-senja
'Kamu membelah kayu di kebun waktu senja',
b. Jan ang mambalah kayu di kabun sanjo
jangan-kamu-membelah-kayu-di-kebun-senja
'Jangan kamu membelah kayu di kebun waktu senja'.
c. Ang jan mambalah kayu di kabun sanjo.
kamu-jangan-membelah-kayu-di-kebun-senja
'Kamu jangan membelah kayu di kebun waktu senja'.
d. Ang mambalah kayu jan di kabun sanjo.
kamu-membelah-kayu-jangan-di-kebun-senja
'Kamu membelah kayu jangan di kebun waktu senja'.
e. Ang mambalah kayu di kabun jan sanjo.
kamu-membelah-kayu-di-kebun-jangan-senja
'Kamu membelah kayu di kebun jangan waktu senja'.
f. *Ang mambalah jan kayu di kabun sanjo.
kamu-membelah-jangan-kayu-di-kebun-sanjo
'Kamu membelah jangan kayu di kebun waktu senja'.

Dari contoh di atas dapat kita lihat bahwa kata jan dapat ditempatkan di depan S, P dan Ket tetapi tidak dapat di depan O atau Pel. Dari butir-butir (97) a sampai dengan e di atas, kata ang dapat dihilangkan seperti ketentuan sudah disebutkan di atas. Kata jan dengan makna larangan dapat ditegaskan dengan menggunakan kata lo 'pula', seperti:

(98) a. Jan ang mandi lo.
jangan-kamu-mandi-pula
'Jangan kamu mandi pula'.
b. Jan lo ang mandi.
jangan-pula-kamu-mandi
'Jangan pula kamu mandi'.
c. Jan mandi lo.
jangan-mandi-pula
'Jangan mandi pula'.
d. Jan lo mandi.
jangan-pula-mandi
'Jangan pula mandi'.
e. *Jan ang lo mandi.
jangan-kamu-pula-mandi
'Jangan kamu pula mandi'.

Bila kita perhatikan susunan kata jan dan lo dalam butir-butir (98) a sampai dengan e di atas, kata lo mempunyai dua kemungkinan posisi, yaim di belakang kalimat (terpisah dari jan) atau di belakang kata jan. Berikut ini dapat dilihat contohnya dengan klausa yang lebih kompleks:

(99) a. Jan ang mambao anak ang ka pasa lo.
jangan-kamu-membawa-anak-kamu-ke-pasar-pula
'Jangan kamu membawa anakmu ke pasar pula'.
b. Jan lo ang mambao anak ang ka pasa.
jangan-pula-kamu-membawa-anak-kamu-ke-pasar
'Jangan pula kamu membawa anakmu ke pasar'.

Lebih jauh kemungkinan posisi kata lo dapat diragamkan yaitu: (1) di belakang S, (2) di belakang P + O atau P + Pel, (3) di belakang Ket. Ini dapat dijelaskan dengan menggunakan pola berikut.

1. Jan + S + P + O, pel + Ket + Lo
  1. Jan + S + P + {O pel} + Lo + Ket
  2. Jan + S + Lo + Nan + P + {O pel} + Ket

Dari pola 3 di atas dapat dilihat bahwa jika larangan ditekankan pada S, kata nan harus dipakai, seperti:

(100) Jan ang lo nan basikareh arang.
jangan-kamu-pula-yang-bersikeras-arang
'Jangan kamu pula yang bersikeras arang'.
(101) Jan ang lo nan sansai.
jangan-kamu-pula-yang-sengsara
'Jangan kamu pula yang sengsara'.
(102) Jan ang lo nan ka Koto Gadang.
jangan-kamu-pula-yang-ke-Kota-Gadang
'Jangan kamu pula yang ke Kota Gadang'.

Khusus untuk pola 3 di atas perlu dijelaskan bahwa jika penekanan larangannya pada S, maka orang ke dua dapat diganti dengan orang pertama atau ketiga, seperti:

(103) Jan ambo lo nan pai.
jangan-saya-pula-yang-pergi
'Jangan saya pula yang pergi'.
(104) Jan awak lo nan kareh.
jangan-kita-pula-yang-keras
'Jangan kita pula yang keras'.
(105) Jan inyo lo nan dipikek.
jangan-dia-pula-yang-dipikat
'Jangan dia pula yang dipikat'.
(106) Jan abak lo nan ka Taluak Bayua
jangan-ayah-pula-yang-ke-Teluk-Bayur
'Jangan ayah pula yang ke Teluk Bayur'.

5.2.2.3 Klausa dengan Kategori Kata atau Frase yang Menduduki Fungsi P

Seperti yang telah dikemukakan pada bahagian-bahagian terdahulu, P mungkin terdiri atas kata atau frasa golongan N, V, Bil, atau FD. Berdasarkan itu, klausa dapat digolongkan menjadi klausa nominal, klausa verbal, klausa bilangan dan klausa depan.

a) Klausa Nominal
Klausa nominal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frase golongan N, misalnya:
(107) Gaek tu pandeka.
orang-tua-itu-pendekar
'Orang tua itu pendekar'.
(108) Amai tu pagawai.
ibu-itu-pegawai
'Ibu itu pegawai'.
(109) Nan dibalinyo tapai.
yang-dibelinya-tapai
'Yang dibelinya tapai'.
(110) Nan dituntuiknyo kaadilan.
yang-dituntutnya-keadilan
'Yang dituntutnya keadilan'.

Perlu dijelaskan, bahwa kata golongan N atau kata nominal ialah kata-kata yang secara gramatikal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

(i) Pada tataran klausa, secara dominan menduduki fungsi S dan O, seperti:
Inyiak Wai manjua padi.
kakek-Wai-menjual-padi
'Kakek Wai menjual padi'.
(ii) Pada tataran frasa, kata golongan N dapat diikuti kata tu seperti:
John tu; talua tu
john-itu telur-itu
'John itu' 'telur itu'.
(iii) Pada tataran frasa, kata golongan N dapat diikuti kata-kata yang menyatakan jumlah, seperti: jambu duo buah 'jambu dua buah', kambiang duo ekor kambing dua ekor, rokok tigo batang 'rokok tiga batang', aia sagaleh 'air segelas'.
b) Klausa Verbal dan Klausa Adjektival
Klausa verbal ialah klausa P-nya terdiri atas kata atau frase verbal
atau adjektival. Walaupun Ramlan (1981) tidak secara tegas memisahkan antara kata atau frasa verbal dan kata atau frasa adjektival, namun di sini perlu dipisahkan mengingat dalam bahasa Minangkabau perilaku kedua jenis kata tersebut jelas berbeda. Perbedaannya dapat kita ikuti di dalam uraian-uraian berikut (di dalam butir ini), misalnya:
(111) Sutan Panghulu mambajak sawahnyo.
Sutan-Penghulu-membajak-sawahnya
'Sutan penghulu membajak sawahnya'.
(112) Si Karajan bajalan taruih.
si-Karajan-berjalan-terus
'Si Karajan berjalan terus'.
(113) Batang kayu di lurah tu tinggi-tinggi.
batang-kayu-di-lurah-itu-tinggi-tinggi
'Pohon di jurang itu tinggi-tinggi'.
(114) Ayia sungai tu dingin.
air-sungai-itu-dingin
'Air sungai itu dingin'.

Kata golongan V dan Adj (adjektiva) ialah kata-kata yang mempu- nyai perilaku umum sebagai berikut.

(i) Pada tataran klausa, kata golongan V dan Adj dapat menduduki fungsi P. Contoh:
mandaki 'mendaki', bakarajo 'bekerja', mangaji 'mengaji', latiah letih', landai "landai', tempang tak seimbang'.
(ii) Pada tataran frase, kata golongan V dan adj dapat didahului oleh aspek waktu: sudang manurun 'sedang menurun', alah bakarajo 'sudah bekerja', ka mangaji 'akan mengaji', sadang latiah 'sedang letih', alah landai 'sudah landai', ka tempang 'akan tidak seimbang'.

Prilaku khusus dari verba adalah sebagai berikut.

(i) Pada tataran frasa verba dapat diikuti oleh Ket cara seperti capek-capek 'cepat-cepat, jo sanang ati 'dengan senang hati', elok-elok 'baik-baik'.
Misalnya:
balari capek-capek 'berlari cepat-cepat', bakarajo jo sanang ati 'bekerja dengan senang hati', batutua elok-elok 'berkata-baik-baik'.
(ii) Juga pada tataran frasa, verba diikuti oleh Ket dengan alat (AI) seperti: jo panah 'dengan panah', jo galah 'dengan galah', jo aia 'dengan air'.
Misalnya: mambunuah jo panah 'membunuh dengan panah', mamikek jo gatah 'memikat dengan getah', maapuih jo aia liua 'menghapus dengan air ludah'.

Perilaku kasus adjektiva sebagai berikut.

(i) Pada tataran frase, adjektiva dapat didahului oleh kata pemeri (Qualifier) dan diikuti oleh kata pemeri. Misalnya:agak ibo 'agak hiba, agak busuak 'agak busuk', sulik bana 'sulit benar', arum bana 'harum benar', sakik saketek 'sakit sedikit', sanang saketek 'senang sedikit'.
Perlu dicatat bahwa walaupun verba juga bisa diikuti oleh kata bana tetapi maknanya berbeda dengan bana yang mengikuti adjektiva. Makna kata bana yang mengikuti verba adalah sungguh-sungguh (secara serius). bakarajo bana 'bekerja betul', mamintak bana 'meminta betul'.
(ii) Pada tataran frase, adjektiva dapat pula didahului kata pembanding labiah 'lebih', paliang 'paling', dan awalan pembanding sa- 'se-'. Misalnya: labiah rancak lebih bagus', labiah gata 'lebih gatal', paliang santiang 'paling hebat', paliang gaek 'paling tua', sarumik 'sesulit', sabulek 'sebulat',

Kata verbal dapat digolongkan menjadi beberapa golongan. Berdasarkan penggolongan itu, klausa verbal dapat digolongkan menjadi:

A. Klausa verbal yang intransitif. P dari klausa ini terdiri atas kata verbal intransitif atau frasa yang unsur intinya adalah verbal intransitif. Misalnya:
(115) Ula tu manjala di rantiang-rantiang kayu.
ular-itu-menjalar-di-ranting-ranting-kayu
'Ular itu menjalar di ranting-ranting kayu'.
(116) Anak uda tu bagaluik jo kawan-kawan samo gadang.
anak-abang-itu-bergelut-dengan-kawan-kawan-sama-besar
'Anak abang itu bergelut dengan kawan-kawan sama besar'.
B. Klausa Verbal yang Aktif
P dari klausa ini terdiri atas verbal yang transitif atau frasa verbal yang unsur intinya verbal transitif.
Misalnya:
(117) Si Pian manjalo ikan
si-Pian-menjala-ikan
'Si Pian menjala ikan'.
(118) Guru manjinjiang pisang sasikek.
guru-menjinjing-pisang-sesisir
'Guru menjinjing pisang sesisir'.
(119) Akianyo inyo minum racun.
akhimya-dia-minum-racun
'Akhirnya dia minum racun'.
C. Klausa Verbal yang Pasif
P dari klausa ini terdiri atas verbal pasif atau frasa verbal yang unsur intinya verbal pasif, Misalnya:
(120) Di suduik tu bana ambo dilakak (dek) si Beram.
di-sudut-itu-benar-saya-dipukul-(oleh)-si-Beram
'Di sudut itu benar saya dipukul (oleh) si Beram'.
(121) Jodohnya ditantuan (dek) mamak-mamaknyo.
jodohnya-ditentukan-(oleh)-mamak-mamaknya
'Jodohnya ditentukan (oleh) mamak-mamaknya'.
(122) Pasan tu haruih awak sampaian.
pesan-itu-harus-saya-sampaikan
'Pesan itu harus saya sampaikan'.
(123) Ambo puji karajonyo tu.
saya-puji-kerjanya-itu
'Saya puji kerjanya itu'.
(124) Inyo lah takabek dek janjinyo jo paja tu.
dia-telah-terikat-oleh- janjinya -dengan-anak-itu
'Dia sudah terikat oleh janjinya dengan anak itu'.
(125) Si Gani sadang tapukau jo pitih banyak.
si-Gani-sedang-terpukau-dengan-uang-banyak
Si Gani sedang terpukau oleh uang banyak'.
(126) Tadanga bunyi bansi baibo-ibo tangah malam.
terdengar-bunyi-suling-berhiba-hiba-tengah-malam
'Terdengar bunyi suling berhiba-hiba tengah malam'.
(127) Rahasionyo katauan juo.
rahasianya-ketahuan-juga
'Rahasianya ketahuan juga'.

Dari contoh di atas dapat dilihat adanya empat macam kata kerja pasif.

a. V pasif bentuk di- (120, 121)

b. V pasif bentuk diri- (122, 123)

c. V pasif bentuk ta- (124, 126)

d. V pasif bentuk ka-an (127)

V pasif bentuk di- bila pelakunya adalah orang ketiga, seperti: - nyo '-nya', urang tu 'orang itu'. Misalnya:

(128) Karupuak tu digoreangnyo.
kerupuk-itu-digorengnya
'Kerupuk itu digorengnya'.
(129) Karupuak tu digoreang urang tu.
kerupuk-itu-digoreng-orang-itu
'Kerupuk itu digoreng orang itu'.
(130) Karupuak tu digoreang abak.
kerupuk-itu-digoreng-ayah
'Kerupuk itu digoreng ayah'.

V pasif bentuk dari- pada umumnya dipakai apabila pelakunya terdiri atas orang pertama dan kedua dan kata yang menunjukkan kedua persona itu:

(131) Surek tu lah den campakan.
surat-itu-sudah-saya-buang
'Surat itu sudah saya buang'.
(132) Surek tu lah ambo campakan.
surat-itu-sudah-saya-buang
'Surat itu sudah saya buang'.
(133) Surek tu lah ang campakan.
surat-itu-sudah-kamu-buang
'Surat itu sudah kamu buang'.
(134) Surek tu lah kalian campakan.
surat-itu-sudah-kalian-buang
'Surat itu sudah kalian buang'.
(135) Surek tu lah amak campakan.

surat-itu-sudah-ibu-buang

'Surat itu sudah ibu buang'.

(136) Surek tu lah kau campakan.

surat-itu-sudah-kamu-buang

'Surat itu sudah karni buang'.

(137) Surek tu lah kami campakan.

surat-itu-sudah-kami-buang

'Surat itu sudah kami buang'.

(138) Surek tu lah awak campakan.

surat-itu-sudah-saya-buang

'Surat itu sudah saya buang'.

Kadang-kadang persona ketiga juga dipakai bersama V pasif bentuk dari-.

(139) Surek tu lah liau campakan.

surat-itu-sudah-beliau-buang

'Surat itu sudah beliau buang'.

(140) Surek tu lah inyo campakan.

surat-itu-sudah-dia-buang

'Surat itu sudah dia buang'.

Kata kerja pasif bentuk ta- dan ka-an dapat digunakan bagi semua persona:

(141) Kaba tu tadanga dek

'Kabar itu terdengar oleh'

(142) Rasio si Kucai katauan dek

rahasia-si-Kucai-ketahuan-oleh

'Rahasia si Kucai ketahuan oleh'

den 'saya'
ambo 'saya'
kami 'kami'
kau 'anda' (pr)
ang 'kamu' (Ik)
awak 'kita'
kito 'kita'
inyo 'dia'
Iiau 'beliau'
urang 'orang'
amai 'ibu'

D. Klausa Verbal yang Reflektif

P dari klausa ini terdiri atas V yang termasuk golongan V yang reflektif, yaitu V bentuk maN- diikuti dari.

Misalnya:

(143) Incek Leong manggantuang diri.

incek-Leong-menggantung-diri

'Incek Leong menggantung diri.

(144) Urang tu sadang mamanciaan diri.

orang-itu-sedang-memencilkan-diri

'Orang itu sedang memencilkan diri'.

(145) Rohana sanang manyisiahan diri.

Rohana-senang-menyisihkan-diri

'Rohana suka menyisihkan diri.

E. Klausa Verbal yang Resiprokal

P dari klausa ini terdiri atas V resiprokal yang berbentuk ba-an berulang yang bermakna saling. Misalnya:

(146) Arimau jo buayo tu bahampeh-hampehan.

harimau-dengan-buaya-itu-berhempas-hempasan

'Harimau dan buaya itu berhempas-hempasan'.

(147) Anaknyo jo anak si Lena bapacik-pacikan.

anaknya-dan-anak-si-Lena-berpegang-pegangan

'Anaknya dan anak si Lena berpegang-pegangan'.

(148) Anak-anak mudo tu bapandang-pandangan'

anak-anak-muda-itu-berpandang-pandangan

'Anak-anak muda itu berpandang-pandangan'.

Di samping bentuk V ba-an berulang, P dari klausa ini juga terdiri atas V yang berbentuk baku- yang juga bermakna saling. Biasanya makna dari V ini adalah tindakan yang keras yang saling dilakukan oleh beberapa orang.

Misalnya:

(149) Tantara awak jo tantara musuah bakutembak dakek jalan kareta api.
tentara-kita-dan-tentara-musuh-bakutembak-dekat-jalan-kereta-api
'Tentara kita dan tentara musuh bakutembak dekat jalan kereta api'.
(150) Palimo Alang Bangkeh bakuhantam jo kamanakannyo.
Panglima Alang-Bangkeh-bakuhantam-dengan-kemanakannya
'Panglima Alang Bangkeh bakuhantam dengan kemanakannya'.

Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya terdiri atas adjektival atau frasa yang unsur intinya adjektival.

Misalnya:

(151) Gunuang Marapi tinggi.
gunung-merapi tinggi
'Gunung merapi tinggi'.
(152) Padang angek bana.
Padang-panas-sekali
'Padang panas sekali'.
(153) Atok rumah urang Minang runciang-runciang sarupo tanduak kabau.
atap-rumah-orang-Minang-runcing-runcing-serupa-tanduk-kerbau
'Alap rumah orang Minang runcing-runcing serupa tanduk kerbau'.

F. Klausa Bilangan

Klausa bilangan ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa numeralia. Misalnya:

(154) Ayia tu duo sayak.
air-itu-dua-sayak
'Air itu dua sayak'.
(155) Anaknyo ampek (urang).
anaknya-empat-(orang)
'Anaknya empat (orang)'.
(156) Kambiangnyo tujuah (ikua).
kambingnya-tujuh-(ekor)
'Kambingnya tujuh (ekor)'.
(157) Rokoknyo sapuluah (batang).
rokoknya-sepuluh-(batang)
'Rokoknya sepuluh batang'.
(158) Bareh kami duo karuang.
beras-kami-dua-karung
'Beras kami dua karung'.
(159) Kopi den duo sendok.
kopi-saya-dua-sendok
'Kopi saya dua sendok'.

Numeralia ialah kata-kata yang dapat diikuti oleh satuan seperti: urang 'orang', ikua 'ekor', batang batang', alai 'helai', buah 'buah', meter 'meter', kilo 'kilo', bungkuih 'bungkus', dan lain-lain. Misalnya: satu 'satu', duo 'dua' dan seterusnya. Sedang frasa bilangan ialah frasa yang distribusinya sama dengan kata numeralia. Misalnya: tigo ikua 'tiga ekor, duo gantang 'dua gantang', ampek sukek 'empat sukat' dan anam buah 'enam buah'.

Kalau kita perhatikan klausa (154), (158) dan (159), kita dapat melihat bahwa S-nya terdiri atas KB yang tidak dapat dihitung, yaitu: aia 'air', bareh 'beras', dan kopi 'kopi'. Untuk klausa ini, satuan yang mengikuti KBil tak bisa dihilangkan. Jadi kalimat-kalimat di bawah ini tidak benar.

(160) *Ayia tu duo.
air-itu-dua
'Air itu dua'.
(161) *Bareh kami duo.
beras-kami-dua
'Beras kami dua'.
(162) *Kopi den duo.
kopi-saya-dua
'Kopi saya dua'.
Pada klausa yang S-nya terdiri atas N yang dapat dihitung, satuan yang mengikuti numeralia dalam klausa tersebut dapat dihilangkan, seperti berikut ini.
(163) Rokoknyo sapuluah.
rokoknya-sepuluh
'Rokoknya sepuluh'.
(164) Anaknya ampek.
anaknya empat
'Anaknya empat'.
(165) Kambiangnyo tujuah.
kambingnya-tujuh
'Kambingnya tujuh'.

G. Klausa Frasa Depan

Klausa frasa depan ialah klausa yang P-nya terdiri atas frasa depan, yaitu frasa yang diawali dengan kata depan dan diikuti oleh kata atau frasa nominal. Misalnya:

(166) Surek tu untuak Mangkuto Rajo.
surat-itu-untuk-Mangkuto-Rajo
'Surat itu untuk mangkuto Rajo'.
(167) Ladiang ko dari si Tuah.
golok-ini-dari-si-Tuah
'Golok ini dari si Tuah'.
(168) Pitih tu di dalam kampia.
uang-itu-di-dałam-tas
'Uang itu di dalam tas'.
(161) Kapindiang di bawah lapiak.
kapinding-di-bawah-tikar
'Kapinding di bawah tikar'.

Kata depan dapat dibagi dua dalam bahasa Minangkabau, yaitu yang terdiri atas satu kata dan yang terdiri atas dua kata. Kata depan yang terdiri atas dua kata perlu dijelaskan penggunaannya.

Kata depan di ateh 'di atas', di bawah 'di bawah', ka bawah 'ke bawah' berfungsi sebagai kata depan jika diikuti oleh kata atau frasa nominal, misalnya: ka ateh gunuang 'ke atas gunung', di bawah lapiak 'di bawah tikar'. Sedangkan jika dipakai tanpa
    kata frasa nominal yang mengikutinya maka kata yang pertama (di atau ka) berfungsi sebagai kata depan dan kata kedua (ateh 'atas' atau bawah 'bawah') sebagai kata benda. Misalnya:
    (170) Urang tu ka ateh.
    orang-itu-ke-atas
    'Orang itu ke atas'.
    (171) Kami ka bawah.
    kami-ke-bawah
    'Kami ke bawah'.
    (172) Adiaknyo di ateh.
    adiknya-di-atas
    'Adiknya di atas'.
    (173) Kakaknyo di bawah.
    kakaknya-di-bawah
    'Kakaknya di bawah'.

5.2.3 Kalimat

5.2.3.1 Pengertian Kalimat

Ditinjau dari sudut bentuknya, kalimat dapat berupa: kata, frasa atau klausa. Sesungguhnya yang menentukan satuan gramatikal itu sebuah kalimat atau tidak bukanlah unsur-unsur tersebut, melainkan intonasi dan pikiran yang diungkapkannya.

Kalimat adalah satuan terkecil ujaran atau teks yang mengungkapkan pikiran yang utuh dengan diiringi intonasi yang disela oleh jeda dan diakhiri intonasi selesai. Jeda panjang yang mengikuti intonasi selesai itu memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi dengan arus ujaran atau teks berikutnya.

Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!) yang sepadan dengan intonasi selesai. Sedangkan jeda pendek yang terdapat di antara dua jeda panjang, antara lain ditandai oleh tanda koma (,), tanda titik koma (;), dan tanda titik dua (:) (Moeliono et al., 1988).

Berikut ini dicontohkan sebuah wacana yang terbentuk dari beberapa kalimat.

Lorong di Tuanku Rajo Mudo lah mangirim surek ilia mudiak. Inyo kamamancang galanggang tujuah ari tujuah malam untuak mancari

     jodoh Puti Jailan. Lorong di urang banyak tu lalu basigap anyolai. Alah salasai tantang itu, muloitah urang di galanggang nan datang indak putuih-putuih.
    (Perihal Tuanku Rajo Mudo telah mengirimkan surat undangan ke seluruh penjuru. Dia akan menyelenggarakan keramaian tujuh hari tujuh malam guna mendapatkan jodoh Puti Jailan. Semua orang berpartisipasi mempersiapkannya. Setelah selesai persiapan mulailah, gelanggang tidak henti-henti didatangi orang).

Dalam wacana (teks) di atas, berdasarkan pengertian kalimat yang telah dikemukakan, ditemukanlah beberapa kalimat, yakni:

(1) Lorong di Tuanku Rajo Mudo lah mangirim surek ilia mudiak.
(2) Inyo kamamancang galanggang tujuah ari tujuah malam untuak mancari jodoh Puti Jailan.
(3) Lorong di urang nan banyak tu lalu basiap anyolai.
(4) Alah salasai tantang itu, mulailah urang di galanggang nan datang indak putuih-putuih.

Kalimat-kalimat yang lebih pendek juga dimungkinkan seperti contoh berikut.

(5) Bilo ang pulang?
'Kapan kamu pulang?".
(6) Kapatang.
'Kemarin'.
(7) Tuanko Rajo Mudo mambuek galanggang.
"Tuanku Rajo Mudo menyelenggarakan keramaian'.
(8) Untuak apo galanggang dinyo?
'Untuk apa keramaian baginya?".

5.2.3.2 Jenis-jenis Kalimat

5.2.3.2.1. Kalimat Berklausa dan Kalimat Tak Berklausa

Setiap kalimat terdiri atas dua unsur. Unsur pertama bersifat segmental (intonasinya, jeda, tekanan, dan sebagainya) dan unsur kedua bersifat segmental yang umumnya berupa klausa. Kalimat-kalimat (1), (2), (3), (4), (5), dan (7) di samping memiliki ciri suprasegmental juga memiliki satuan bahasa yang berupa klausa, sedangkan kalimat (6) dan (8) unsumnya tidak berklausa, tetapi berunsur frasa. Kalimat berklausa adalah kalimat yang memiliki satuan yang berupa klausa. Yang dimaksud dengan klausa adalah satuan gramatik yang berfungsi sebagai P (Predikat), disertai ataupun tidak disertai oleh S (Subjek), O (Objektif), Pel (Pelengkap), dan Ket (Keterangan). Dengan sederhana klausa itu adalah:

(S) P (O) (Pel) (Ket)

Fungsi yang berada dalam tanda kurung bersifat manasuka: boleh ada dan boleh pula tidak.

Berdasarkan batasan klausa ini, maka dapatlah dilihat bahwa kalimat (1) Lorong di Tuanku Rajo Mudo lah mangirim ilia mudiak memiliki unsur klausa karena di dalamnya terdapat satuan gramatik lah mangirim 'telah mengirim' yang berfungsi sebagai P. Pola kalimat (1) tersebut adalah SPO Ket, yakni Tuanku Rajo Mudo berfungsi sebagai S, surek sebagai O, dan ilia mudiak sebagai Ket.

Kalimat (2) terdiri atas dua klausa karena di dalamnya terdapat dua satuan gramatik yang berfungsi sebagai P, yakni: ka mamancang dan mancari. Selengkapnya pola kalimat (2) adalah: inyo S, ka mamancang P, galanggang O, tujuah ari tujuah malam Ket, untuak T (konjungsi), mancari P, dan jodoh Puti Jailan O. Pola selengkapnya adalah SPOPPO.

Kalimat (5) disebut kalimat berklausa karena di dalamnya sudah ada satuan gramatik yang berfungsi sebagai P, yakni pulang walaupun tidak ada O dan Ket.

Dalam pada itu, kalimat (6) disebut kalimat tak berklausa karena di dalamnya tidak ada satuan gramatika yang berfungsi sebagai P.

(6) Kapatang.
'Kemarin'.

Kalimat (6) yang merupakan jawaban atas pertanyaan Bilo ang pulang? itu pada hakikatnya mewakili pengertian:

(9) Ambo pulang kapatang.
'Saya pulang kemarin'.

Dengan demikian, kalimat (6) hanya terdiri dari Ket. saja.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kalimat tak berklausa dan kalimat berklausa, perhatikan juga situasi percakapan berikut ini:

(10) Siakolah nan ang cari?

'Siapa yang engkau cari?'.

(11) Anak gadih,

'Anak gadis'.

Perhatikan juga situasi lain berikut.

(12) Jo si ang pai manonton?

'Dengan siapa kamu pergi menonton?'

(135) Anak gadih.

'Anak gadis'.

Kalimat (11) pada hakikatnya merupakan pemendekan dari kalimat Nan ambo cari anak gadih. 'Yang saya cari anak gadis' kalimat (12) adalah kalimat berklausa. Sedangkan kalimat: (13) pada hakikatnya merupakan pemendekan dari kalimat Ambo pai manonton jo anak gadih. 'Saya pergi menonton dengan anak gadis'. sehingga kalimat (14) itu hanya merupakan satuan gramatik yang berfungsi sebagai Pel (Pelengkap). Jadi, kalimat (14) itu merupakan kalimat tak berklausa. Kalimat berklausa dapat dibedakan atas kalimat berklausa tunggal, dan kalimat berklausa jamak yang akan dibicarakan lebih lanjut pada 5.2.3.3. Kalimat tak berklausa dapat pula dibedakan atas kalimat berbentuk frasa dan berbentuk kata. Uraian di atas dapat diringkaskan sebagai berikut.

5.2.3.2.2. Bagian Inti dan Bagian Bukan-Inti

Jika dilihat dari segi bentuknya kalimat terdiri atas bagian-bagian yang dibedakan berdasarkan statusnya, sebagai unsur pembentuk yang inti dan yang bukan inti. Bagian kalimat yang tidak dapat dihilangkan adalah bagian inti, sedang bagian kalimat yang dapat dihilangkan adalah bagian bukan inti (Moeliono et al., 1988).

Perhatikan kalimat berikut:

(14) Bisuak awak mamainkan sepak rago di tanah lapang.
'Besok kita memainkan sepak raga di tanah Japang'.

Kalimat dapat pula dibentuk berdasarkan dua kesatuan inti atau lebih, baik disertai bagian bukan inti atau tidak, Kalimat yang demikian itu disebut kalimat majemuk.

5.2.3.2.3. Pembagian Kalimat dari segi Maknanya

Berdasarkan maknanya atau nilai komunikatifnya kalimat dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yakni (i) kalimat berita, (ii) kalimat perintah, (iii) kalimat tanya, dan (iv) kalimat seru.

A. Kalimat Berita

Kalimat berita sering pula disebut kalirnat deklaratif, yakni kalimat yang isinya memberitahukan sesuatu kepada pendengarnya atau pembacanya. Reaksi atau tanggapan yang diharapkan dari pendengar ataupembaca hanyalah berupa perhatian dan pemahaman terhadap isi kalimat yang dikemukakan pembicara atau penulisnya. Dalam komunikasilisan pembedaan kalimat berita dengan kalimat lain ditentukan oleh pola intonasinya, sedangkan dalam komunikasi tulisan ditentukan oleh tanda bacanya. Kalimat (19) dan (20) adalah kalimat berita dengan pola intonasi **23//231**.

(19) Urang asiang tu panah kanai ati ka gadih Minang
23//231 #
'Orang asing itu pernah jatuh cinta kepada gadis Minang'.
(20) Anak ketek tu lah bapombie Io.
23//231
'Anak kecil itu telah berpacaran puia'.

B. Kalimat Tanya

Kalimat tanya disebut juga dengan kalimat interogarif, yakni kalimat yang isinya menanyakan sesuatu (benda, keadaan, peristiwa, kemungkinan, dan lain-lain) atau seseorang. Reaksi atau tanggapan yang diharapkan dari pembaca atau pendengar adalah berupa jawaban yang memberitahukan perihal yang ditanyakan. Pada hakikatnya setiap kalimat tanya mengharapkan reaksi jawaban dalam bentuk kalimat berita dari lawan bicaranya.

Pembentukan kalimat tanya bertolak dari kalimat berita yang dimodifikasi bentuknya (Moeliono, (1988). Apa pun bentuk kalimat berita dapat diubah menjadi kalimat tanya. Ada empat cara untuk membentuk kalimat tanya dari kalimat berita, yakni : (1) dengan mengubah intonasi kalimat, (2) dengan mengembalikan urutan kata, (3) dengan memakai kata iyo atau indak, dan (4) dengan menambahkan kata tanya.

a) Pembentukan Kalimat Tanya dengan Mengubah Intonasi

Kalimat berita dapat diubah menjadi kalimat tanya dengan mengubah intonasi pada penggalan kata terakhir. Pola intonasi kalimat berita adalah // 2 3 // 2 3 1 //, sedangkan pola intonasi kalimat tanya adalah // 2 3 // 3 1 (2) 3 //. Pada kalimat berita intonasi akhir menurun, sedang pada kalimat tanya intonasi akhir menaik.

Perubahan intonasi tersebut dapat pula diiringi oleh perubahan partikel -koh '-kah' pada subjek atau pun predikat. Misalnya:

(25) Apaknyo pai ka Jakarta.
2 3 // 2 3 1
'Bapaknya pergi ke Jakarta'.
(26) a. Apaknyo pai ka Jakarta?
2 3 // 31 23
'Bapaknya pergi ke Jakarta?'
b. Apaknyo paikoh ka Jakarta?
2 3 // 3 1 2 3
'Bapaknya pergikah ke Jakarta?"

Kalimat berita (25) diubah intonasinya menjadi kalimat tanya (26) a serta ditambah partikel -koh menjadi kalimat tanya (26) b.

Partikel-koh berfungsi untuk menegaskan bagian yang ditanyakan. Pada kalimat (26) b, yang ingin didapatkan kepastiannya adalah per- buatannya, sedangkan pelakunya sudah jelas.

Perubahan intonasi dan penambahan partikel -koh juga berlaku pada kalimat berita inversi, perhatikan contoh kalimat (27), yang dijadikan kalimat tanya (28)

(27) Pai apaknyo ka Jakarta.
'Pergi bapaknya ke Jakarta'.

(28) Paikoh apaknyo ka Jakarta?
'Pergikah bapaknya ke Jakarta?'

Di samping koh juga dapat digunakan partikel -kolah yang pada hakikatnya merupakan penggabungan dua partikel -koh dan -lah. Penggunaan partikel -kolah berfungsi untuk menyatakan lebih sopan, baik pada kalimat berita biasa atau pun pada kalimat berita inversi. Berikut ini contohnya.

(29) Paikolah apaknyo ka Jakarta?.
'Pergilah bapaknya ke Jakarta?'

b) Pembentukan Kalimat Tanya dengan Pembalikan Urutan Kata

Jika kalimat berita terdapat kata-kata modal seperti buliah 'boleh', bisa 'bisa', alah 'sudah', amuah 'mau', acok 'sering', jarang 'jarang', iyo 'memang', indak (lai) 'tidak (lagi)', jadi 'jadi', (indak) jadi '(tidak) jadi', maka pembentukan kalimat tanya adalah dengan memindahkan kata modal tersebut ke permulaan kalimat ditambah dengan partikel -koh atau -kolah. Berikut ini beberapa contohnya.

(30) a Anak tu bisa pandai kok lai taman.
'Anak itu bisa pandai jika tekun'.
b. Bisakoh anak tu pandai kok lai taman?
'Bisakah anak itu pandai jika tekun?'
c. Bisakolah anak tu pandai kok lai taman?
'Bisakah anak itu pandai jika tekun?'
(31) a. Gadih ketek tu alah balaki.
'Gadis kecil itu sudah bersuami'.
b Alahkoh gadih ketek tu balaki?
'Sudahkah gadis kecil itu bersuami?'
c. Alahkoh gadih ketek tu balaki?
'Sudahkan gadis kecil itu bersuami'?'
(32) a. Si Sulin acok bamalam di rumah bakonyo.
'Si Sulin sering bermalam di rumah keluarga ayahnya'.
b. Acokkoh si Sulin bamalam di rumah bakonyo?
'Seringkah si Sulin bermalam di rumah keluarga ayahnya?'
c. Acokkolah si Sulin bamalam di rumah bakonyo?
'Seringkah si Sulin bermalam di rumah keluarga ayahnya?'
(33) a. Rubiah jarang ka rumah mantuonyo.
'Rubiah jarang ke rumah mertuanya'.

b. Jarangkoh Rubiah ka rumah mantuonyo?
'Jarangkah Rubiah ke rumah mertuanya?'
c. Jarangkolah Rubiah ka rumah mantuonyo?
'Jarangkah Rubiah ke rumah mertuanya?'

Dari kalimat-kalimat tanya seperti pada contoh-contoh di atas, dapatlah dibedakan penggunaan partikel -koh dengan partikel -kolah yang mengiringi pembalikan urutan kata kalimat berita itu. Partikel -koh digunakan apabila si pembicara betul-betul belum mengetahui sesuatu yang ditanyakan itu, sedangkan partikel -kolah digunakan apabila si pembicara sudah mengetahui masih meragukan kebenarannya. Untuk memastikan informasi tersebut maka digunakan partikel -kolah.

Kata modal sadang 'sedang', ka(n) 'akan' tidak dapat mengikuti pola kata-kata modal tersebut, seperti berikut.

(34) a. Tambarain ka basunaik.
Tambarain akan berkhitan'.
b. *Kakoh Tambarin basunaik?
'Akankah Tambarain berkhitan?"
c. *Kakolah Tambarain basunaik?
'Akan jadikah Tambarain berkhitan?'
(35) a. Aia nasi sadang malimpah dari periuk.
'Air nasi sedang melimpah dari periuk'.
b. *Sadangkoh aia nasi malimpah dari pariuk?
Sedangkah air nasi melimpah dari periuk?'
c. *Sadangkolah aia nasi malimpah dari pariuk?
'Sedangkah air nasi melimpah dari periuk?'

Pembentukan dengan pembalikan hanya dapat dilakukan bersama predikatnya, seperti:

(36) c. Ka basunaikkoh Tambarain?
'Akan berkhitankah Tambarain?'
d. Ka basunakkolah Tambarain?
'Akan berkhitankah Tambarain?"
(37) c. Sadang malimpahkoh aia nasi dari pariuk?
'Sedang melimpahkan air nasi dari periuk?'
d. Sadang malimpahkolah aia nasi dari pariuk"
'Sedang melimpahkan air nasi dari periuk?'

Semuanya bentuk kalimat berita inversi dapat diubah menjadi kalimat tanya dengan mengubah intonasinya ke intonasi kalimat tanya. Di samping itu, dapat pula dibentuk kalimat tanya dengan pemberian partikel -koh dan kolah pada predikatnya. Contoh:

(38) a. (A)lah masak sampelo tu.
'Sudah masak pepaya itu'.
b. (A)lahkoh masak sampelo tu?
'Sudahkah masak pepaya itu?"
c. (A)lahkolah masak sampelo tu?
'Sudahkah masak pepaya itu?'
d. (A)lah masakkolah sampelo tu?
'Sudah masakkah pepaya itu?"

Kalimat inversi yang mempunyai objek dan pelengkap, dapat juga dibentuk menjadi kalimat tanya dengan memberi partikel -koh atau -kolah yang ditempatkan di belakang objek atau pelengkap itu, tetapi tidak dapat ditempatkan di belakang predikatnya.

(39) a. Mamanjek batang pinang anak tu kapatang.
'Memanjat batang pinang anak itu kemarin'.
b. Mamanjek batang pinangkolah anak tu kapatang?
'Memanjat batang pinangkah anak itu kemarin?
c. *Mamanjekkolah batang pinang anak tu kapatang.
'Memanjatkah batang pinang anak itu kemarin?'.
(40) a. Dikuduang jo arik kayu tu.
'Dipotong dengan gergaji kayu itu'.
b. Dikuduang jo arikkolah kayu tu?
'Dipotong dengan gergajikah kayu itu?"
c. Dikuduangkolah jo arik kayu tu?
'Dipotongkah dengan gergaji kayu itu?"

Kalimat (38) c dan (39) c tidak berterima.

C) Pembentukan Kalimat Tanya dengan Kata Iyo atau Indak

Pembentukan kalimat tanya dengan menambahkan kata iyo atau indak dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian tentang informasi yang telah diketahui penanya sebelumnya.

Kata iyo atau indak dapat ditambahkan pada akhir kalimat. Pada awal kalimat dapat digunakan iyo atau indak saja.

(41) a. Mak mansua (a)lah mandaulu.
'Mak Mansur telah meninggal dunia'.
b. Mak Mansua (a)lah mandaulu, iyo atau indak?
'Mak Mansur telah meninggal dunia, ya atau tidak?'
c. Inyo Mak Mansua (a)lah mandaulu?
'Betulkah Mak Mansur sudah meninggal?'
d. Indak Mak Mansua (a)lah mandaulu?
'Bukankah Mak Mansur sudah meninggal?'
(42) a. Kabau si Gapang baranak kamba.
'Kerbau si Gapang beranak kembar'.
b. Kabau si Gapang baranak kamba, iyo atau indak?
'Kerbau si Gapang beranak kembar, ya atau tidak?'
c. Iyo kabau si Gapang baranak kamba?
'Betulkan kerbau si Gapang beranak kembar?"
d. Indak kabau si Gapang baranak kamba?
'Bukankah kerbau si Gapang beranak kembar?'

Sejalan dengan prinsip penambahan kata iyo atau indak untuk membentuk kalimat tanya, maka kata-kata lain seperti alah 'sudah' atau alun 'belum'; amuah 'mau', anggan 'enggan', lai 'masih'; jadi 'jadi' yang masing-masing berpasangan dengan indak, dapat pula membentuk kalimat tanya. Penggunaan kata alah atau alun untuk menanyakan kepastian kesediaan seseorang dalam mengerjakan sesuatu, lai atau indak digunakan untuk menanyakan kepastian tentang keberadaan sesuatu yang dimiliki seseorang, dan jadi atau indak digunakan untuk menanyakan kepastian seseorang melakukan pekerjaan yang telah direncanakan sebelumnya. Contoh:

(42) a. Inyo pai barubek ka rumah sakik.
'Dia pergi berobat ke rumah sakit'.
b. Inyo pai barubek ka rumah sakik, alah atau alun?
'Dia pergi berobat ke rumah sakit, sudah atau belum?'.
c. Alah inyo pai barubek ka rumah sakik?
'Sudah dia pergi berobat ke rumah sakit?'.
d. Alun (juo) inyo pai barubek ka rumah sakik?
'Belum (juga) dia pergi berobat ke rumah sakit?".
(43) a. Si Piah mancangkua sawah den.
'Si Piah mencangkul sawah saya'.

b. Si Piah mancangkua sawah den, amuah atau indak?
'Si Piah mencangkul sawahku, mau atau tidak?".
c. Si Piah mancangkua sawah den, anggan(nyo) atau indak?
'Si Piah mencangkul sawahku, enggan (dia) atau tidak?"
d. Amuah(nyo) si Piah mancangkua sawah den?
'Maukah (dia) si Piah mencangkul sawahku?".
e. Anggan (nyo) si Piah mancangkua sawah den?
'Enggankah (dia) si Piah mencangkul sawahku?".
(44) a. Naskah Tambo di rumah Mak Datuak Dunia.
'Naskah Tambo di rumah Mak Datuk Dunia'.
b. Naskah Tambo di rumah Mak Datuk Dunia, lai atau indak?
'Naskah Tambo (ada) di rumah Mak Datuk Dunia, ada atau tidak?'
c. Lai naskah Tambo di rumah Mak Datuk Dunia?
'Adakah naskah Tambo di rumah Mak Datuk Dunia?"
d. Indak (do) naskah Tambo di rumah Mak Datuak Dunia?
"Tidakkah naskah Tambo di rumah Mak Datuk Dunia?
(45) a. Anak Datuak Kuniang ka masuak IKIP.
'Anak Datuk Kuning akan masuk IKIP'.
b. Anak Datuak Kuniang ka masuak IKIP, jadi atau indak?
'Anak Datuk Kuning akan masuk IKIP, jadi atau tidak?"
c. Jadi anak Datuak Kuniang ka masuk IKIP?
Jadikah anak Datuk Kuning masuk IKIP?
d. Indak (jadi) anak Datuak Kuniang ka masuak IKIP?
"Tidak (jadi)-kah anak Datuk Kuning akan masuk IKIP?

Semua contoh kalimat tanya dari kalimat (40) sampai (45), pada hakikatnya bisa disertai oleh partikel -koh atau -kolah. Dengan menambahkan koh akan semakin kuat kesan keinginan -kolah keinginan untuk mendapatkan kepastian itu diiringi perasaan keragu-raguan si penanya atau ada kesan pesimistis dalam kalimat tanya tersebut. Berikut ini contoh penggunaannya pada kalimat (40).

(40) e. Inyokah Mak Mansu (a)lah mandaului?
'Betulkah Mak Mansur sudah meninggal?'
f. Inyokolah Mak Mansua (a)lah mandaulu?
'Betulkah Mak Mansur sudah meninggal?'
g. Indak Mak Mansua (a)lah mandaulu?
'Bukankah Mak mansur sudah meninggal?'

h. Indakkoh Mak Mansua (a)lah mandaulu?
'Bukankah Mak Mansur sudah meninggal?'
i. Indakkolah Mak Mansua (a)lah mandaulu?
'Bukankah Mak Mansur sudah meninggal?'

d) Pembentukan Kalimat Tanya dengan Kata Tanya

Kalimat-kalimat tanya yang dibentuk dari kalimat berita pada contoh-contoh di atas merupakan kalimat tanya yang membutuhkan jawaban mengiyakan atau menidakannya. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat tanya itu disebut juga kalimat tanya ya-tidak. Di samping itu, terdapat pula kalimat tanya yang memerlukan jawaban yang memberi penjelasan. Penjelasan yang ingin didapatkan dari pendengar atau pembaca menyangkut unsur-unsur yang belum diketahui dari sebuah kalimat, mungkin unsur subjek, predikat, objek, pelengkap ataupun keterangan. Kalimat tanya dalam hal ini bersifat menggantikan unsur-unsur yang ditanyakan. Contoh:

(46) Kapatang anakden jatuah masuak lubuak.
'Kemarin anakku jatuh masuk sumur'.

Kalimat berita tersebut dapat dibentuk menjadi kalimat tanya de ngan memberi kata tanya tertentu, tergantung unsur mana yang mau digantikan, misalnya:

(46) a. Kapatang anakden jatuah masuak lubuak.
'Kemarin anakku jatuh masuk sumur.'
b. Kapatang sia nan jatuah masuak lubuak?
'Kemarin siapa yang jatuh masuk sumur?'
c. Kapatang manga(po) anak (wa)ang?
'Kemarin mengapa anakmu?"
d. Kama kapatang anak (wa)ang jatuah?
'Ke mana kemarin anakmu jatuh?'

Maka terlihat bahwa kata tanya bilo 'bila/kapan' menggantikan unsur keterangan kapatang 'kemarin'; kata tanya sia(po) 'siapa' menggantikan unsur subjek anakden 'anakku'; kata tanya manga(po) 'mengapa' menggantikan unsur predikat dan pelengkap jatuah masuak lubuak jatuh masuk sumur; dan kata tanya kama 'ke mana' menggantikan masuak lubuak 'masuk sumur'. 1) Kata Tanya a(po) 'apa'

Kalimat berita dalam bentuk apa pun dapat diubah menjadi kalimat tanya dengan menambahkan kata tanya a(po) di awal, tengah, atau di belakang kalimat berita tersebut, tergantung perihal apa yang akan ditanyakan. Kata tanya a(po) biasanya digunakan untuk menanyakan benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan identitas. Perhatikan tiga kalimat berikut.

(47) Guru tu sadang maajaan ilmu bumi.
'Guru itu sedang mengajarkan ilmu bumi'.
(48) Mak Tuah mairik kabau.
'Mak Tuah menghela kerbau'.
(49) Mande Rubiah batanam bungo.
'Mande Rubiah bertanam bungan'.

Kalimat-kalimat berita di atas dapat diubah menjadi kalimat tanya (47) a, (48) a dan (49) a, dengan menggunakan kata tanya a(po) diakhiri kalimat ataupun (47) b. (48) b dan (49) b dengan a(po) di awal kalimat.

(47) a. Guru tu sadang maajaan a(po)?
'Guru itu sedang mengajar apa?'
b. A(po) nan sadang diajaan guru tu?
'Apa yang sedang di ajarkan guru itu?'
(48) a. Mak Tuah mairik a(po)?
'Mak Tuah menarik apa?'
b. A(po) nan diirik Mak Tuah?
'Apa yang ditarik Mak Tuah?'
(49) a. Mande Rubiah batanam a(po)?
'Ibu Rubiah bertanam apa?'.
b. A(po) nan ditanam Mande Rubiah?
'Apa yang ditanam Ibu Rubiah?*

Berdasarkan contoh di atas, maka kalimat (47) b. (48) b dan (49) b merupakan kalimat tanya yang dibentuk berdasarkan kalimat berita pasif dan selalu mendapatkan kata sambung nan 'yang'. Dengan demikian, jika kalimat berita aktif yang akan dijadikan kalimat tanya, kata tanya a(po) selalu digunakan di akhir kalimat; sedangkan jika kalimat berita pasif yang akan diubah menjadi kalimat tanya, kata tanya a(po) digunakan pada awal kalimat dengan tambahan kata sambung nan. Kalimat tanya a(po) dapat pula diberikan jika hendak menanyakan identitas benda, tumbuh-tumbuhan, atau hewan. Penempatannya dapat di awal atau di belakang, seperti pada contoh berikut yang dibentuk dari kalimat (47) dan (48).

(47) c. Guru tu sadang maajaan ilmu bumi a(po)?
'Guru itu sedang mengajarkan ilmu bumi apa?"
d. Ilmu bumi a(po) nan sadang diaajan guru tu?
'Ilmu bumi apa yang sedang diajarkan guru itu?'
(48) c. Mak Tuah mairik kabau a(po)?
'Mak Tuah menarik kerbau apa?'
d. Kabau a(po) nan ditarik Mak Tuah?
'Kerbau apa yang ditarik Mak Tuah?'

Pertanyaan tersebut akan menuntut informasi tambahan seperti ilmu bumi Indonesia dan kabau jalang.

Kalimat (57) a, (57) c, (58) a, (58) c, (59) a dan (59) c menanyakan sesuatu yang menempati posisi objek kalimat, sedangkan kalimat (57) b, (57) d, (58) b, (58) d, (59) b dan (59) d menanyakan sesuatu yang menempati posisi subjek kalimat. Kalimat tanya a(po) dapat juga menanyakan sesuatu yang menempati predikat kalimat, misalnya:

(49) Tu anak kabau.
'Itu anak kerbau'.

Dari kalimat tersebut dapatlah dibentuk kalimat tanya sebagai berikut.

2) Kata Tanya Sia(po) 'siapa'

Kata Tanya sia(po) digunakan untuk menanyakan Tuhan, malaikat, dan orang. Penempatan dan perilaku kata tanya sia(po) sama dengan kata tanya a(po).

Misalnya:

(50) Inyo sangaik picayo bana ka Tuhan.
'Dia sangat percaya benar kepada Tuhan'.
(51) Awak diiringi taruih dek malaikat.
'Kita diiringkan terus oleh malaikat'.

Berdasarkan kalimat-kalimat berita (50), dan (51) tersebut dapatlah dibentuk kalimat-kalimat seperti berikut.

(50) a. Sia(po) sangaik picayo bana ka Tuhan?
'Siapa sangat percaya kepada Tuhan?'

b. Inyo sangaik picayo bana ka sia(po)
'Dia sangat percaya kepada siapa?'.
c. Sia(po) nan sangaik nyo picayo bana?
'Siapa yang sangat dia percayai?".
d. Tuhan sangaik dipacayoi bana dek sia(po)?
"Tuhan sangat dipercayai oleh siapa?"
(51) a. Sia(po) nan diiringi taruih dek malaikat?
'Siapa yang diiiringi terus oleh malaikat?'.
b. Awak diiringi taruih dek sia(po)?
'Kita diikuti terus oleh siapa?"
c. Sia(po) mairingan awak taruih?
'Siapa mengikuti kita terus?".
d. Malaikat taruih mairingan sia(po)?
'Malaikat terus mengikuti siapa?'

Kata tanya sia(po) juga dapat mendahului posisi predikat dan pewatas dalam frasa nominal.

(52) a. Inyo adiak den.
'Dia adik saya'.
b. Inyo sia(po)?
'Dia siapa?'.
(53) a. Bola ijau tu bola si Dede.
'Bola hijau itu bola si Dede'.
b. Bola ijau tu bola sia(po) (tu)?
'Bola hijau itu bola siapa?"

3) Kata Tanya Manga 'mengapa

Kata tanya manga digunakan apabila hendak menanyakan tindakan atau pekerjaan seseorang atau menanyakan sebab terjadinya suatu peristiwa. Berikut ini contoh pertanyaan tentang tindakan.

(54) Manga amak ang cako di dapua?
'Mengapa ibumu tadi di dapur?"
(55) Angku Kadi manga di musajik?
'Engku Kadi mengapa di mesjid?'
(56) Sadang manga adiak ang di alaman?
'Sedang mengapa adikmu di halaman?'
(57) Manga anak-anak mudo baondoh-ondoh ka tapi lauik?
'Mengapa anak-anak muda berduyun-duyun ke tepi laut?'.

(58) Lah marasai den di kampuang manga indak ang tolong?
'Telah menderita saya di kampung mengapa tidak kamu bantu?'

Kalimat-kalimat (54), (55), dan (56) adalah kalimat tanya yang dibentuk dengan tanya manga untuk menanyakan perbuatan seseorang. Jawaban dari kalimat-kalimat tersebut adalah kalimat (59), (60), dan (61). Sedangkan, kalimat-kalimat (57) dan (58) merupakan kalimat tanya yang menanyakan sebab terjadinya suatu peristiwa atau perbuatan sehingga jawabannya adalah kalimat (63) dan (64).

(59) Amak den cako mananak sipuluik di dapua.
'Ibuku tadi memasak ketan di dapur'.
(60) Angku Kali manikahan uni den di musajik.
'Engku Kadi menikahkan kakak perempuanku di masjid'.
(61) Adiak den sadang maaru tanah di alaman,
'Adikku sedang bermain tanah di halaman'.
(62) Urang sadang batabuik tu mako anak-anak mudo baondoh-ondoh ka tapi lauik.
'Orang sedang menyelenggarakan pertunjukan tabut, itu sebabnya anak-anak muda berduyun-duyun ke tepi laut'.
(63) Aden marasai pulo tu mako (wa)ang indak den tolong.
'Saya sedang menderita pula, itu sebab kamu tidak saya bantu'.

4) Kata Tanya Baa 'Bagaimana'

Kata tanya baa digunakan untuk menanyakan keadaan seseorang, cara melakukan suatu pekerjaan, dan sebab terjadinya suatu keadaan atau perbuatan. Contoh:

(64) Baa ujian ambo Pak?
'Bagaimana ujian saya, Pak?'
(65) Baa caro mamelokan kompor tu'?
'Bagaimana cara memperbaiki kompor itu?'
(66) Baa mako tabaka rumah tu?
'Apa sebabnya terbakar rumah itu?'

Posisi kata tanya baa dapat dipindah-pindahkan ke tengah atau ke belakang kalimat sehingga kalimat di atas dapat pula berbentuk:

(65) a. Ujian ambo baa Pak?
'Ujian saya bagaimana, Pak?'

(66) a. Caro mamelokan kompor tu baa?
'Cara memperbaiki kompor itu bagaimana?'
(67) a. Mako tabaka rumah tu baa sababnyo?
'Apa sebabnya rumah itu terbakar?'

5) Kata Tanya Ma(nyo) 'Mana'

Kata tanya Ma(nyo) digunakan untuk menanyakan keberadaan suatu benda, hewan, tumbuh-tumbuhan ataupun kehadiran seseorang. Contoh:

(68) Ma(nyo) bungo nan awak tanam sari?
'Mana bunga yang kita tanam dahulu?'
(69) Ma(nyo) anjiang nan manggigik ang patang?
'Mana anjing yang menggigit kamu kemarin?'

Penempatan kata tanya ma(nyo) dapat dipindahkan ke belakang sehingga kalimat-kalimat tersebut dapat pula berbentuk sebagai berikut.

(68) a. Bungo nan awak tanam sari, ma(nyo)?
"Bunga yang kita tanam dahulu, mana?"
(69) a. Anjiang nan manggigik ang patang, ma (nyo)?
'Anjing yang menggigit kamu kemarin, mana?

Kata tanya ma(nyo) dapat juga digunakan untuk menanyakan pilihan dan kehadiran orang atau keberadaan benda, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Contoh:

(70) a. Nan ma(nyo) paja ketek nan mancaringik tadi?
'Yang mana anak kecil yang nakal tadi?'
b. Paja ketek nan mancaringik tadi, nan ma(nyo)?
'Anak kecil yang nakal tadi, yang mana?"
(71) a. Nan ma(nyo) rumah Pak Camaik?
'Yang mana rumah Pak Camat?'
b. Rumah Pak Camaik yang ma{nyo)?
Rumah Pak Camat yang mana?"

Pada contoh kalimat (70) dan (71) itu dapat dilihat bahwa untuk menanyakan kepastian pilihan, kata tanya ma(nyo) ditambah dengan kata sambung nan 'yang' di depannya.

6) Kata Tanya kama 'ke mana'

Kata tanya kama digunakan untuk menanyakan tujuan arah. Contoh:

(72) a. Kama Tuak, tagageh bana?
'Ke mana Datuk, buru-buru benar?'
b. Datuak tagageh bana, kama?
'Datuk terburu-buru benar, ke mana?'
(73) a. Kama maadok sumbayang?
'Menghadap ke mana sembahyang?'
b. Sumbayang maadok kama?
'Sembahyang menghadap ke mana?'
(74) a. Kama diadokan pondok awakko nan karancak?
'Ke mana dihadapkan pondok kita ini sebaiknya?'
b. Diadokan kama pondok awakko nan karancak?
'Dihadapkan kemana pondok ini sebaiknya?'
c. Nan karancak pondok awakko diadokan kama?
'Sebaiknya pondok kita ini dihadapkan ke mana?'

7) Kata Tanya Dima 'di mana'

Kata tanya dima digunakan untuk menanyakan tempat beradanya benda atau orang. Contoh:

(75) a. Dima Pak Udin tingga kini?
'Di mana Pak Udin tinggal sekarang?'
b. Pak Udin dima tingga kini?
'Pak Udin dimana tinggal sekarang?'
(76) a. Dima talataknyo karambia nan bali cako?
'Terletak di mana kelapa yang dibeli tadi?'
b. Talataknyo karambia nan babali cako, dima?
'Kelapa yang dibeli tadi terletak dimana?'.

8) Kata Tanya Darima 'dari mana'

Kata tanya darima 'dari mana' digunakan menanyakan tempat yang ditinggalkan atau tempat asal. Contoh:

(77) a. Darima dapek talua itiak ko dek ang?
'Dari mana engkau dapat telur itik ini?'
b. Talua itiak ko darima dapek dek ang?
Telur itik ini dari mana kau dapat?'
c. Talua itiak ko dapek ang darima?
Telur itik ini kau dapat dari mana?'
(78) a. Darima kambiang tu dibaonyo?
'Dari mana kambing itu dibawanya?'

b. Kambiang tu darima dibaonyo?
'Kambing itu dari mana dibawanya?'
c. Kambiang tu dibaonyo dari mama?
'Kambing itu dibawanya dari mana?'

9) Kata Tanya Bilo 'bila, kapan'

Kata tanya bilo digunakan untuk menanyakan waktu. Kata tanya ini kadang-kadang bervariasi dengan bentuk pabilo 'apabila'. Contoh:

(79) a. (Pa) bilo mamak ang ka pulang dari rantau?
'Kapan mamakmu akan pulang dari rantau?'
b. Mamak ang (pa)bilo ka pulang dari rantau?
'Mamakmu kapan akan pulang dari rantau?'
c. Mamak ang ka pulang dari rantau, (pa)bilo?
'Mamakmu akan pulang dari rantau, kapan?'
(80) a. Sajak (pa)bilo ang manjadi pulisi?
'Sejak kapan kamu menjadi polisi?'
b. (Wa)ang manjadi pulisi sajak (pa)bilo?
'Kamu menjadi polisi sejak kapan?'

Dengan demikian, kata tanya (pa)bilo dapat digunakan untuk menanyakan waktu yang telah lalu ataupun yang akan terjadi.

10) Kata Tanya Bara 'berapa'

Kata tanya bara 'berapa' digunakan untuk menanyakan jumlah, bilangan, dan harga. Contoh:

(81) a. Bara lado ko saonggok?
'Berapa harga cabai ini seonggok?'
b. Lado ko bara saonggok?'
'Cabai ini berapa seonggok?'
c. Lado ko saonggok bara?
'Cabai ini seonggok berapa?'
(82) a. Bara urang cucu Inyiak nan iduik?
'Berapa orang cucu Inyik yang hidup?'
b. Cucu Inyiak nan iduik bara urang?
'Cucu Inyik yang hidup berapa orang?'
(83) a. Pukua bara ari kini?
'Pukul berapa sekarang?'
b. Ari pukua bara kini?
'Pukul berapa sekarang?'

c. Kini ari pukua bara?
'Sekarang pukul berapa?'

Kata tanya bara dapat juga digunakan untuk menanyakan tingkatan ataupun urutan, akan tetapi harus ditambah dengan ka-, sehingga menjadi kabara 'keberapa'. Contoh:

(84) a. Iko anak nan kabara ko?
'Ini anak yang keberapa?"
b. Nan kabara anak ko?
'Yang keberapa anak ini?'
(85) a. Rumah ang nan kabara dari surau?
'Rumahmu yang keberapa dari surau?'
b. Nan kabara rumah ang dari surau?
'Yang keberapa rumahmu dari surau?"

Semua kata tanya dapat ditambahkan dengan partikel -lah, -ko, dan kolah, baik ketika kata tanya itu pada posisi awal, tengah, maupun akhir kalimat, sehingga kata-kata tanya itu bervariasi sebagai berikut.

1) a(po) 'apa' bervariasi dengan alah 'apalah', ako 'apa ini', akolah 'apalah ini', apolah 'apalah', apokok 'apa ini' dan apokolah; dan juga dengan alo 'apa pula' dan apolo 'apa pula'. Contoh:
(86) a(po)
alah
ako
akolah
apolah nan tajadi?
apoko
apokolah
apoko
alo
'Apa yang terjadi?'
2) Sia(po) 'siapa' bervariasi dengan sialah, siako, sialo, siakolah, siapolah, siapoko, siapolo, dan siapokolah.
3) Manga 'mengapa' bervariasi dengan mangalah, mangako, mangalo, dan mangakolah.
4) Ma(nyo) 'mana(dia)' bervariasi dengan mako, makolah, malo, manyoko, manyokolah.

  1. Kama 'kemana' bervariasi dengan kamalo, kamako, dan kamakolah.
  2. Dima 'di mana' bervariasi dengan dimalo, dimako, dan dimakolah.
  3. Baa 'bagaimana' bervariasi dengan baalo, baako, baalah, dan baakolah.
  4. Darima 'dari mana' bervariasi dengan darimalo, darimako, dan darimakolah.
  5. Bilo 'bila' bervariasi dengan bilolo, bilokok, dan bilokolah.
  6. Bara 'berapa' bervariasi dengan baralo, barako, dan barakolah.

C) Kalimat Perintah

Kalimat perintah atau kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya meminta lawan bicara untuk melakukan tindakan sesuai dengan maksud kalimat. Misalnya:

(87) Datanglah ka rumah kami!
'Datanglah ke rumah kami!'

Pada umumnya predikat kalimat perintah kata yang menjadi predikatnya adalah verbal, baik transitif maupun intransitif. Dalam komunikasi tulisan, kalimat perintah ditandai dengan tanda seru di belakangnya. Sedangkan dalam komunikasi lisan, kalimat perintah ditandai oleh intonasi perintah sebagai berikut ini.

(88) a. Pai ka rumah Pak Hasan awak!
  # 2 3 # 3 2 2 1 #
  'Pergi ke rumah Pak Hasan kita!'
  b. Pailah ka rumah Pak Hasan!
  # 3 #   2 1 #
  'Pergilah ke rumah Pak Hasan!'
  c. Jan pai ka rumah Pak Hasan!
  # 3# 3 2   1 #
  'Jangan pergi ke rumah Pak Hasan!'
  d. Cubo pai ka rumah Pak Hasan!
  # 3 // 3 2  1 #
  'Awas kalau pergi ke rumah Pak Hasan!"
  e. Ambo mintak, pailah ka rumah Pak Hasan!
  # 2 3// 3 2  1 #
  'Saya minta, pergilah ke rumah Pak Hasan!'

  1. Silakan datang ka rumah Pak Hasan!
  2. # 3  //  2  1  #
    'Silakan datang ke rumah Pak Hasan!"

Berdasarkan contoh-contoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola intonasi kalimat perintah adalah // (3) 2 // (3) 2 1 // untuk situasi ajakan (88) a dan e, dan situasi permintaan atau persilakan (88) b dan f. Sedangkan pola intonasi kalimat perintah dalam situasi larangan (88) e dan ancaman (88) d adalah // 3 // 3 2 1 //. Pola intonasi ini menentukan maksud kalimat perintah itu apakah merupakan ancaman atau persilaan. Misalnya kalimat (88) a dapat pula menjadi persilaan jika pola intonasi yang digunakan // 2 // 2 1 //, tanpa mengubah sedikit pun kata-katanya. Begitu pula kalimat (105) b akan berubah menjadi ancaman jika digunakan pola intonasi // 3 // 3 2 1 //.

Pembentukan kalimat perintah dari kalimat berita terutama dilakukan dengan (a) pengubahan lagu intonasinya sesuai dengan penjelasan di atas, (b) penambahan partikel -lah, (c) penghilangan prefiks ma- sekaligus penambahan sufiks an-, dan (d) penambahan kata-kata perintah.

a) Pembentukan Kalimat Perintah dengan Mengubah Intonasi

Pada umumnya kalimat berita taktransitif dapat diubah menjadi kalimat perintah. Pengubahan kalimat berita menjadi kalimat perintah ialah dengan mengubah intonasi diiringi dengan jeda pendek antara subjek kalimat dengan predikat kalimat. Contoh:

(89) Muin pai ka lapau Mak Lisuik.
'Muin pergi ke warung Mak Lisut'.

Kalimat tersebut dapat diubah menjadi kalimat perintah sebagai berikut.

(90) Muin, pai ka lapau Mak Lisuik!
'Muin, pergi ke warung Mak Lisut!'

Kalimat perintah (90) dapat pula berbentuk inversi dengan perintah yang lebih tegas seperti pada (91).

(91) Pai ka lapau Mak Lisuik, Muin!
'Pergi ke warung Mak Lisuit, Muin'

b) Pembentukan Kalimat Perintah dengan Partikel -lah

Kalimat perintah yang dibentuk dengan partikel -lah berasal dari kalimat berita transitif dan taktransitif, baik kalimat berita aktif maupun kalimat berita pasif. Pemberian -lah sekaligus menghilangkan subjek kalimat yang berupa kata ganti. Jika subjeknya bukan kata ganti, maka berlaku pula jeda pendek antara subjek dan predikat. Perhatikan kalimat berikut.

(92) Pian manangguak bada dalam tabek.
'Pian menangguk ikan dalam tebat'.
(93) Pono basaluang tangah malam.
'Pono meniup suling tengah malam'.
(94) Inyo maratok panjang dek kamatian bini.
'Dia menangis lama sekalai karena kematian istri'.

Kalimat perintah dengan penambahan partikel -lah adalah dengan cara menempatkan -lah tersebut di belakang predikat, jika kalimat tersebut taktransitif, atau di belakang objeknya jika kalimat transitif.

(92) a. Pian, manangguak badalah dalam tabek!
'Pian, menangguk ikanlah dalam tabek!'
b. Manangguak badalah dalam tabek!
'Menangguk ikanlah dalam tebat!'
(94) a. Pono, basaluanglah tangah malam!
'Pono, bersalunglah tengah malam!'
b. Basaluanglah tangah malam!
'Bersalunglah tengah malam!'
(95) a. Maratok panjanglah dek kamatian bini!
'Meratap panjanglah karena kematian istri!'

Kalimat berita pasif dapat dibentuk jadi kalimat perintah dengan (a) penambahan kata (i)tu sesudah subjeknya, (b) penghilangan prefiksnya, dan (c) peletakan objek pelakunya di akhir kalimat seperti dalam contoh berikut.

(96) a. Bada ditangguak Pian dalam tabek.
'Ikan ditangguk Pian dalam tebat'.
b. Bada tu tangguaklah dalam tabek, Pian!.
'Ikan itu tangguklah dalam tabek, Pian!'

Penggunaan -lah untuk membentuk kalimat perintah juga dapat ditambahkan pada kata/frasa keterangan tetapi kata/frasa yang berfungsi keterangan itu harus dipindahkan ke awal kalimat.

(97) a. Dalam tabeklah manangguak bada, Pian!
'Dalam tabeklah menangguk ikan, Pian!'
b. Dalam tabeklah manangguak bada!
'Dalam teballah menangguk ikan!'
c. Dalam tabeklah bada tu tangguak, Pian!
'Dalam tebatlah ikan itu tangguk, Pian!'
d. Dalam tabeklah bada tu tangguak!
'Dalam tebailah ikan tu tangguk!'
e. Dalam tabeklah bada ditangguak, Pian!
'Dalam tebatlah bada ditangguk, Pian!'

c) Pembentukan Kalimat Perintah dengan Penggabungan ma- menjadi -an

Pembentuka kalimat perintah dengan mengubah prefiks ma- dan ba- pada kalimat transitif aktif ataupun prefiks di- pada kalimat transitif pasif menjadi sufiks -an dimaksudkan untuk memperhalus sifat perintah; apalagi sufiks -an itu diikuti pula dengan kata (sake)tek ‘sedikit' dan partikel -lah. Misalnya:

(98) a. Ambiaklah kupiah dari Jamari, bao kamari!
'Ambilkan peci dari lemari, bawa ke sini!'.
b. Ambiakan teklah kupiah dari lamari, bao kamari!
'Ambilkan peci dari lemari, bawa ke sini!'
(99) a. Baoan kamari buku den diang!
'Bawakanlah ke sini buku saya olehmu!'
b. Baoanlah kamari buku den diang!
'Bawakanlah ke sini buku saya olehmu!'
c. Baoan kamari buku den diang teklah!
'Bawakanlah ke sini bukuku olehmu!'.

d) Pembentukan Kalimat Perintah dengan Penambahan Kata Perintah

Kata-kata perintah yang digunakan dalam pembentukan kalimat perintah dapat dibedakan atas kata perintah suruhan dapat pula dibedakan atas situasinya, yakni situasi mengajak, menyilakan, dan minta tolong. Kata perintah larangan dibedakan pula atas situasi larangan biasa dan situasi ancaman. Kata perintah untuk mengajak adalah mulah, mari, nah, dan ayo, baik diikuti partikel -lah atau tidak. Contoh:

(100) Nah kito pasamo-samoan karajoko!
'Marilah kita gotong-royong mengerjakan ini!'
(101) Mulah kito pai baralek ka mudiak!
'Marilah kita pergi kenduri ke mudik!'
(102) Mari(-lah) pai mamapeh awak!
'Marilah pergi memancing kita!'
(103) Ayo(-lah) kito pulang basamo!
'Ayolah kita pulang bersama!'

Situasi ajakan sebenamya juga dibentuk tanpa kata perintah, tetapi dengan menempatkan partikel nah dan -lah di akhir kalimat. Contoh:

(100) a. Kito pasamo-samoan karajokonah!
'Kita gotong-royongkanlah kerja ini!'
b. Kito pasamo-samoan karajokolah!
'Kita gotong-royongkanlah kerja ini!'

Kata perintah untuk meminta tolong adalah tolong, dan baa. Kata tolong selalu diletakkan di awal kalimat, sedangkan kata baa selalu di akhir kalimat. Contoh:

(104) a. Tolong ambiakan pituluik!
'Tolong ambilkan pensil!'

Kata perintah untuk mempersilahkan adalah silakan dan cubo. dengan partikel -lah atau tidak. Contoh:

(105) Cubo(lah) minum aia agak sataguak!
'Cobalah minum air barang seteguk!'.
(106) Silakan temui apaknyo dek ang!
'Silakan temui orang tuanya!'.

Kata perintah larangan adalah jan, anti, dan kana, dengan partikel -lah atau tidak: Contoh:

(107) Kanalah dilakekan pulo baju apak ang!
'Janganlah dikenakan pula baju bapakmu!'.
(108) Jan sampai ang agiah pulonyo paisok!
'Janganlah sampai kamu beri dia rokok!'.
(109) Antilah pai manonton pilem tu awak!
'Janganlah kita pergi menonton film itu!'.

Kata perintah ancaman adalah rasaian, awas, jan cubo-cubo, dan mati. Kata jan cubo-cubo hanya ditempatkan di awal kalimat; kata mati ditempatkan di akhir kalimat; sedangkan kata rasaian, dan awas bisa di awal ataupun di akhir kalimat. Contoh:

(110) a. Rasaian, den kaduan ka apak den!
'Awas, saya adukan kepada ayahku!'
b. Den kaduan ka apak den, rasaian!
'Saya adukan ke ayahku, awas!'
(111) a. Awas, kalau kamari inyo bisuak!
'Awas, kalau dia kesini besok!'
b. Kalau kamari inyo bisuak, awaslah!
'Kalau kemari dia besok, awaslah!'
(112) a. Jan cubo-cubo bamain api!
'Janganlah coba-coba bermain api!'
(113) Kalau bakarch arang juonyo bisuak, den banamkan masuak lauik, mati!
'Awaslah, jika dia ribut-ribut juga besok, saya benamkan masuk laut'

d. Kalimat Seru

Kalimat seru dinamakan juga kalimat interjektif, yakni kalimat yang isinya mengungkapkan rasa kagum. Karena rasa kagum berkaitan dengan sifat, maka kalimat seru hanya dapat dibuat dari kalimat berita yang predikatnya adjektiva. Cara membentuk kalimat seru adalah dengan membalikkan urutan kalimat dari S-P menjadi P-S dengan diser- Lai intonasi // (2) 4 // 3 2 1 //. Pembalikan urutan itu dapat disertai partikel -nyo. Kata bana adjektíva; dan kata ondeh (mandeh), owai, iyo sabana.

5.2.3.3 Kalimat Sederhana dan Kalimat Luas

Kalimat sederhana ialah kalimat yang terdiri atas hanya satu klausa, sedangkan kalimat luas ialah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih.

(114) Pangkeknyo lah tinggi.
'Pangkatnya telah tinggi'.
(115) Kabun tu laweh, tapi indak batanaman.
'Kebun itu luas, tetapi tidak bertanaman'.

Kalimat (114) terdiri atas satu klausa; karena itu, disebut kalimat sederhana. Kalimat (115) terdiri atas dua klausa, yakni klausa kabun tu laweh dan kabun tu indak batanam, sehingga disebut kalimat luas.

5.2.3.4 Hubungan Gramatikal antara Klausa yang Satu dengan Klausa yang Lain dalam Kalimat Luas

Dalam bagian ini akan dibicarakan hubungan klausa yang satu dengan klausa yang lain, misalnya klausa yang satu merupakan O dari klausa yang lain. Perhatikan kalimat berikut.

(116) Ambo picayo baso inyo mandapek durian runtuh.
'Saya percaya bahwa dia mendapat durian runtuh'.

Kalimat (116) terdiri atas klausa ambo picayo dan inyo mandapek durian runtuh. Sebenarnya klausa inyo mandapek durian runtuh adalah O dari picayo sehingga kalimat (itu) dapat dibuat menjadi

(117) Ambo picayo tu.
'Saya percaya itu'.

Itu dalam kalimat (117) adalah pengganti klausa yang berfungsi sebagai O dari picayo. Dengan kata lain, klausa yang satu merupakan bagian dari klausa yang lain dalam bentuk O.

Jika kita bandingkan pula kalimat (118) dengan kalimat (119) berikut ini, maka kita akan melihat bahwa dalam kalimat (118), satu klausa merupakan bagian dari klausa lain, sedang di dalam kalimat (119) kedua klausa masing-masing berdiri sendiri.

(118) Wakatu inyo mamikek tadanga deknyo balam tigo gayo.
'Waktu dia memikat, terdengar olehnya balam tiga gayo'.
(119) Balam tu rancak, tapi indak pandai manggayo.
'Balam itu bagus, tetapi tidak pandai manggayo'.

Di dalam kalimat (118), klausa wakatu inyo mamikek merupakan bagian (ket. waktu) dari klausa tadanga deknyo balam tigo gayo. Ini dapat dijelaskan dengan mengganti klausa wakatu inyo mamikek dengan ket. waktu yang lain; misalnya, kapatang.

(120) Kapalang tadanga deknyo balam tigo gayo.
'Kemarin terdengar olehnya balam tiga gayo'.

Bertitik tolak dari hubungan gramatikal klausa yang satu dengan klausa yang lain, kalimat luas dapat dibedakan menjadi dua golongan, yakni (1) kalimat luas yang setara dan (2) kalimat luas yang tidak setara.

5.2.3.4.1 Kalimat Luas yang Setara

Dalam kalimat luas yang setara semua klausa yang ada merupakan klausa inti, tidak merupakan bagian dari klausa yang lain. Klausa yang ada dalam kalimat itu dihubungkan dengan kata penghubung setara. Kata penghubung setara itu adalah dan lagi ‘dan lagi', taruih 'terus', kamudian 'kemudian', atau 'atau', tapi 'tetapi', sadangkan 'sedangkan'. Malainkan 'melainkan', sabaliknyo 'sebaliknya', malahan 'malahan', lagi pulo 'lagi pula', (pu)lo 'pula'. Berikut ini adalah beberapa contoh pemakaiannya.

(121) Atinyo risau, pikirannyo kusuik pulo.
'Hatinya risau, pikirannya kusut pula'.
(122) Atoknyo lah usang, lagi pulo lah tirih.
'Atapnya telah usang, lagi pula telah tiris'.
(123) Nabi Muhammad isra' dari Masjidil Haram ka Masjidil Aqsa, kamudian Mikraj ka langik.
'Nabi Muhammad isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian Mikraj ke langit'.
(124) Anak tu sadang manyumpik buruang atau sadang mainiai balam?
'Anak itu sedang menyumpit burung atau sedang mengintai balam?'
(125) Waang indak sanang jo ambo, tapi waang mintak pilih juo ka ambo.
'Kamu tidak senang dengan saya, tetapi kamu minta uang juga pada saya'.
(126) Inyo taruih bauru-uru ilia mudiak, sadangkan kawannyo baraja samo samo.
'Dia terus berhuru-huru hilir mudik, sedangkan temannya belajar bersama-sama'.

Walaupun (pu)lo terletak di belakang kalimat, fungsinya tetap sebagai kata penghubung, seperti pada kalimat (121).

Kalimat luas yang setara ada juga yang tidak menggunakan kata penghubung.

(127) Urang tu duduak di sampan, mamparatian ombak nan maampeh ka Pasia.
'Orang itu duduk di sampan, memperhatikan ombak yang menghempas ke pasir'.
(128) Abaknyo pakiah, inyo parewa gadang.
'Ayahnya pakih, dia penjudi besar".

5.2.3.4.2 Kalimat Luas yang Tidak Setara

Dalam kalimat luas yang setara yang dibicarakan di atas semua klausa merupakan klausa inti. Lain halnya dengan kalimat luas yang tidak setara, di dalamnya terdapat klausa inti dan yang bukan inti. Klausa yang bukan inti ini merupakan bagian dari klausa inti.

Klausa bukan inti ada kalanya merupakan O bagi klausa inti. Misalnya:

(129) Sadonyo urang tau baaso (baso) si Kamba indak sanang tingga di kampuang.
'Semuanya orang tahu bahwa si Kamba tidak senang tinggal di kampung'.

Kalimat (129) terdiri atas dua klausa, (1) sadonyo urang tau dan (2) si Kamba indak sanang tingga di kampuang. Untuk menjelaskan bahwa klausa (2) merupakan objek dari klausa (1), klausa (2) dapat diganti dengan tu sehingga kalimat (192) menjadi

(130) Sadonyo urang tau tu.
'Semuanya orang tahu itu'.

Kata baaso (baso) merupakan kata penghubung antara klausa 1 dan 2. Kata tu pada (130) bersifat manasuka.

Ada pula saatnya klausa bukan inti merupakan S klausa inti, seperti dalam bentuk pasif kalimat berikut.

(131) Baaso (baso) ambo guru indak disangkonyo do.
'Bahwa saya guru tidak disangkanya'.
(132) Ambo suruah inyo manyabik rumpuik untuak kabau indak diiraukannyo.
'Saya suruh dia menyabit rumput untuk kerbau tidak dihiraukannya'.

Kalimat (131) terdiri atas dua klausa, yaitu (1) ambo guru dan (2) indak disangkonyo do. Klausa (1) merupakan klausa bukan inti sedangkan klausa (2) merupakan klausa inti. Hal ini dapat dilihat jika klausa (1) diganti dengan itu sebagai S:

(133) Itu indak disangkonyo do.
'Itu tidak disangkanya'.

Demikian pula pada kalimat (132), jika klausa ambo suruah inyo manyabik rumpuik untuak kabau diganti dengan kata itu, kalimat tersebut akan menjadi:

(134) Itu indak dirisaukannyo do.
'Itu tidak dihiraukannya'.

Klausa bukan inti dapat pula menjadi Pel dari klausa inti, seperti

(135) Ambo lah mangarati bahaso inyo suko bagensi.
'Saya telah mengerti bahwa dia suka sok gengsi'.
(136) Kadang-kadang bisa juo awak bahaso (baso) awak indak buliah mandebaik guru.
'Kadang-kadang bisa juga kita lupa bahwa kita tidak boleh membantah guru'.

Klausa inti ambo lah mangarati pada kalimat (135) mempunyai pelengkap yang berupa klausa bukan inti inyo suko bagensi. Pada kalimat (136) klausa awak indak buliah mandebaik guru merupakan klausa bukan inti yang merupakan Pel dari klausa inti kadang-kadang bisa lupo juo awak. Apabila klausa bukan inti diganti dengan kata itu (tu), kedua kalimat itu menjadi sebagai berikut.

(137) Ambo lah mangarati tu.
'Saya telah mengerti itu'.
(138) Kadang-kadang bisa juo awak lupo tu.
'Kadang-kadang bisa juga kita lupa (itu)'.

Perlu dijelaskan bahwa kata itu dalam bahasa Minangkabau dapat disingkat dengan tu.

Kalau bukan inti dapat pula menjadi Ket dari klausa inti. Misalnya:

(139) Wakatu inyo manyubarang, kudonyo taparosok ka dalam lunau.
'Waktu dia menyeberang, kudanya terperosok ke dalam lumpur'.
(140) Dek karano apak kadang-kadang lupo juo salah sandiri apak taruih manyalahkan urang lain.

'Oleh karena Bapak kadang-kadang lupa dengan kesalahan sendiri, Bapak menyalahkan orang lain'.
(141) Angku pasti diragoi urang asakan angku namuah pulo maragoi urang lain.
'Saudara pasti bisa dihargai orang asalkan Saudara mau pula menghargai orang lain'.
(142) Si Boleang mangiro inyo sajo nan pandai walaupun dalam ujian acok juo inyo kanai.
'Si Boleng itu mengira dia saja yang pandai walaupun dalam ujian sering dia gagal'.

Kata wakatu dalam kalimat (139) menunjukkan bahwa klausa yang mengikuti adalah Ket waktu; kata dek karano dalam kalimat (140) menunjukkan Ket alasan; kata asakan dalam kalimat (141) menunjukkan Ket persyaratan, dan kata walaupun dalam kalimat (142) menunjukkan Ket perlawanan.

Di dalam bahasa Minangkabau juga terdapat klausa bukan inti yang merupakan atribut dari suatu nomina, itu terletak di dalam klausa inti maupun dalam yang bukan ini. Misalnya:

(143) Sawah nan digadaikan ka Datuak Maruun tu alun juo di tabuihnyo.
'Sawah yang digadaikannya kepada Datuk Maruhun itu belum juga ditebusnya'.

Di dalam kalimat (143) terdapat dua klausa: (1) sawah alun ditabuihnyo sebagai klausa inti dan (2) sawah digadaikannyo ka Datuak Maruhun bukan inti. Kata sawah dalam klausa (2) telah diubah menjadi kata nan dan berfungsi sebagai kata penghubung kata sawah dalam klausa (1) sehingga kata sawah dalam klausa (1) diterangkan oleh nan digadaikan ka Datuak Maruhun. Jadi, sawah nan digadaikannyo ka Datuak Maruhun adalah sebuah frasa yang terdiri atas kata benda sawah dan atribut nan digadaikannyo ka Datuak Maruhun. Frasa nominal ini menduduki posisi S.

Seperti yang diuraikan pada bagian lain, nomina dapat menduduki tiga macam posisi, yaitu posisi S, posisi P, dan Posisi O atau Pel. Karena itu klausa bukan inti pun dapat menerangkan nomina yang ada pada posisi yang disebutkan di atas. Pada kalimat (144) berikut nomina yang berposisi O diterangkan oleh sebuah klausa bukan inti.

(144) Si Kutar mambali kudo nan ditambangkan Gaek Karikil
'Si Kutar membeli kuda yang ditambangkan kakek Kerikil'.

Di dalam kalimat (144) juga terdapat dua klausa: (1) Si Kutar mambali kudo dan (2) kudo ditambangkan Gaek Karikil. Klausa nan ditambangkan merupakan atribut dari nomina kudo. Perubahan dari kata kudo menjadi nan sama prosesnya dengan perubahan kata sawah pada kalimat (143) di atas.

Jika masing-masing klausa yang merupakan atribut dari kata-kata nomina yang telah disebutkan itu diganti dengan atribut laweh 'luas' dan balang 'belang', maka akan jelas tampak persamaan distribusi antara klausa atribut dan atribut tersebut seperti berikut ini.

(145) Sawah nan laweh tu alun ditabuinyo.
'Sawah yang luas itu belum ditebusnya'.
(146) Si Kutar mambali kudo balang.
'Si Kutar membeli kuda belang itu'

5.2.3.5 Hubungan Makna Klausa yang Satu dengan Klausa yang Lain dalam Kalimat Luas

Di atas telah diterangkan hubungan gramatikal antara satu klausa dan klausa yang lain dalam satu kalimat. Di samping hubungan gramatikal, terdapat juga hubungan makna yang timbul sebagai hasil pertautan klausa-klausa di dalam suatu kalimat. Dalam penelitian ini ditemukan delapan belas hubungan makna tersebut, yaitu (1) penjumlahan, (2) perturutan, (3) pemilihan, (4) perlawanan, (5) tingkat lebih,(6) waktu, (7) perbandingan, (8) alasan, (9) akibat, (10) syarat, (11) tak bersyarat, (12) pengandaian, (13) harapan, (14) penerangan, (15) isi, (16) cara, (17) perkecualian dan (18) kegunaan.

5.2.3.5.1 Hubungan Penjumlahan

Yang termasuk dalam makna penjumlahan adalah penjumlahan peristiwa, keadaan, atau tindakan. Biasanya hubungan ini ditandai oleh tanda penghubung jo 'dan'. Misalnya:

(147) Inyo mamapeh jo manjalo.
'Dia memancing dan menjala'.
(148) Si Liah manggaleh jo basawah di Kurinci.
'Si Liah berjualan dan bersawah di Kerinci'.

Kata penghubung lain yang menyatakan hubungan ini adalah tambah lo 'tambah pula', dan lagi 'dan lagi', lagi pulo 'lagi pula', tambahan lagi 'tambahan lagi' salain dari 'selain dari', di sampiang 'di samping”, sarato 'serta'. Misalnya:

(149) Si Pangulu pamalu sangaik, tambah lo mangecek indak pandai.
'Si Penghulu pemalu benar, tambahan pula tidak pandai berbicara".
(150) Alah sombong, babaau jo urang indak lo namuah.
'Sudah sombong, berteman dengan orang tidak pula mau'.
(151) Usaho kami ko alun maju lai, dan lagi modal kami alun banyak.
'Usaha kami ini belum maju lagi, dan lagi pula modal kami belum banyak'.
(152) Baliau ko lah digadangan urang dalam masarakaik, lagi pulo baliau lah propesor.
'Beliau ini sudah dibesarkan orang dalam masyarakat, lagi pula beliau sudah profesor'.
(153) Salain awak aruih maragoi urang awak harus indak talampau mangiro dari awak pandai dari urang.
Selain kita harus menghargai orang, kita jangan terlalu mengira diri kita lebih pandai dari orang'.
(154) Di sampiang taat baibadaik, Aji Rasidin tu suko lo badarama.
'Di samping taat beribadat, Haji Rasidin itu suka pula berderma".

Kata alah dan lo dalam kalimat (154) diucapkan dengan mendapat tekanan suara, Kata lo di dalam kalimat itu dapat pula diletakkan di belakang kalimat.

(155) Alah sombong (inyo) babaau jo urang indak namuah Io.
'Sudah sombong dia, berteman dengan orang tidak mau pula'.

Subjek dari klausa-klausa yang ada dalam kalimat yang ditempati oleh kata penghubung alah ... lo, bersifat manasuka seperti contoh di atas.

Kata penghubung sarato 'serta' biasa digunakan untuk bahasa resmi seperti bahasa tulis dan pidato adat. Misalnya:

(156) Rambun Pamenan manangih sarato maampeh-maampeh badan mandanga mandenyo dipanjaroan dek Rajo Angek Garang.
'Rambun Pamenan menangis serta menghempas-hempaskan badan mendengar ibunya dipenjarakan Raja Angek Garang'

(157) Mamak-mamak dari pihak anak daro ka datang beko malam sarato manjampuik marapulai.
'Mamak-mamak dari pihak mempelai perempuan akan datang nanti malam serta menjemput mempelai laki-laki'.

5.2.3.5.2 Hubungan Perturutan

Di dalam kalimat luas yang mengandung makna perturutan ini terdapat peristiwa, keadaan, atau perbuatan yang berturui-turut. Hubungan itu ditandai dengan kata penghubung sudah tu sesudah itu' dan kamudian "kemudian'. Kata penghubung yang pertama dipakai untuk komunikasi kurang formal sedangkan yang kedua untuk bahasa yang formal seperti bahasa tulis dan pidato. Misalnya:

(158) Pak Presiden istirahat sabanta di Taman Bung Hatta Ladang Padi, sudah tu barangkek ka Bangkulu jo helikopter.
'Bapak Presiden istirahat sebentar di Taman Bung Hatta Ladang Padi, sesudah itu berangkat ke Bengkulu dengan helikopter'.
(159) Anak daro jo marapulai didandani daulu di kamarnyo, sudah tu dipasandiangan di palaminan.
'Mempelai perempuan dengan mempelai laki-laki didandani dahulu di kamarnya, sesudah itu dipersandingkan di pelaminan.
(160) Samulo Nabi Muhammad Israg dari Masjidil Haram ka Masjidil Aqsa, kamudian baliau Mikraj ka langik nan katujuah.
'Mula-mula Nabi Muhammad Isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian beliau Mikraj ke langit yang ketujuh".
(161) Sasudah babarapo saat Nabi bajalan dari Makah ka nagari Syam, kamudian datanglah satumpuak awan mamayuangi baliau
"Sesudah beberapa saat Nabi berjalan dari Mekah ke negeri Syam, kemudian datanglah setumpuk awan memayungi beliau'.

Di samping kedua kata penghubung tersebut ada lagi kata penghubung lain, yaitu (alah) sudah ... baru “selesai ... baru ... ". Misalnya:

(162) (Alah) sudah mandi, baru makan.
(Setelah) selesai mandi, baru makan'.

(163) (Alah) sudah urang tu baretong (barundiang) baru datang basamo-samo ka rumah marapulai.
'(Setelah) selesai orang itu berungding, baru datang bersama-sama ke rumah mempelai laki-laki.

Dalam kalimat (162) S bersifat manasuka. Biasanya sifat manasuka itu hanya untuk orang kedua dan merupakan perintah.

5.2.3.5.3 Hubungan Pemilihan

Hubungan pemilihan menyatakan peristiwa, keadaan, atau perbuatan yang terjadi pada salah satu dari yang tersebut pada klausa-klausa yang ada di dalam suatu kalimat luas. Misalnya:

(164) Piliah di ang. Waang pai manggaro buruang atau pai mancari kayu.
'Pilihtah olehmu. Kamu pergi menghalau burung atau pergi mencari kayu'.
(165) Anak sikola tu aruih pai atau malunasi seo rumah nan tigo bulan na alun dibaianyo.
'Anak sekolah itu harus pergi atau melunasi sewa rumah yang tiga bulan yang belum dibayarnya'.

selain atau, masih ada lagi kata penghubung bia ... atau ... 'baik ...maupun ...'. Misalnya:

(166) Bia mangaji atau sikolah indak ambo izinkan waang do.
'Baik mengaji maupun sekolah tidak saya izinkan kamu'.
(167) Bia si Roih atau si Manan indak buliah mangaca-mangaca arato ambo do.
'Biar si Ros atau si Manan tidak boleh mengganggu-ganggu harta saya'.

5.2.3.5.4 Hubungan perlawanan

Hubungan perlawanan terdapat dalam kalimat luas yang klausanya yang satu menyatakan hal yang berlawanan dengan apa yang dinyatakan di dalam klausa yang lain. Hubungan ini dinyatakan dengan kata penghubung tapi 'tetapi', cuma 'cuma', malainkan 'melainkan', sadangkan 'sedangkan', padohal 'padahal', dan sabaliaknyo 'sebaliknya'. Misalnya:

(168) Utaknyo santiang tapi inyo pantang karandahan.
'Otaknya bagus, tetapi dia pantang kerendahan'.

(169) Haratonyo banyak, cuma alun namuah inyo ka Makkah lai do.
'Hartanya banyak, cuma belum mau dia ke Mekkah lagi”.
(170) Indak pitih banyak nan dimintaknyo do, malainkan ati nan suci.
'Bukan uang banyak yang dimintanya, melainkan hati yang suci".
(171) Alah anam taun inyo di IKIP ko alun juo kuliahnyo salasai,padohal inyo rajin bana baraja.
'Sudah enam tahun dia di IKIP ini, belum juga kuliahnya selesai, padahal dia rajin benar belajar.
(172) Inyo bagadang ati ilia mudiak jo kawan-kawannyo, sadangkan induaknyo sakik parah di rumah.
'Dia senang hati hilir mudik dengan teman-temannya, sedangkan ibunya sakit parah di rumah.
(173) Di rumah rancak tu urang bagadang sampai pagi, sabaliaknyo di rumah ketek buruak di subalah ado urang nan latiah dek alun makan.
'Di rumah bagus itu orang bergadang sampai pagi, sebaliknya di rumah kecil buruk di sebelah ada orang yang lemah karena belum makan'.

Khusus tentang kata penghubung malainkan perlu dijelaskan bahwa jika klausa yang mendahuluinya adalah klausa positif, maka kata penghubung malainkan tidak dapat dipakai. Dengan kata lain, kata penghubung malainkan harus didahului oleh klausa negatif.

5.2.3.5.5. Hubungan Tingkat Lebih

Hubungan tingkat lebih ini terdapat di dalam kalimat luas yang pernyataan di dalam sebuah klausanya melebihi pernyataan yang ada di depannya. Kata penghubung yang dipakai untuk menyatakan makna hubungan klausa-klausa pada kalimat luas jenis ini adalah apo lai 'apa lagi', malah (malahan) 'malahan'. Misalnya:

(174) Sawah di sinan tu indak bisa dikarajoan lai apo lagi (lai?) kini lah acok taganang aia.
'Sawah di sana itu tidak bisa dikerjakan lagi, apa lagi sekarang sudah sering tergenang air.
(175) Si Liah acok bana sakik, apo lai kini alah indak bisa turun dari rumah.

'Si Liah sudah sering sakit, apalagi sekarang sudah tidak bisa turun dari rumah'.
(176) Kabun-kabun nan ambo bali tu ka manjadi miliaknyo nantik tu, malah rumah pun ka ambo wariskan untuak inyo juo.
'Kebun-kebun yang saya beli itu akan menjadi miliknya nanti itu, malah rumah pun akan saya wariskan untuk dia'.
(177) Kini salamo ambo indak bapitih lah mulai inyo berang-berang ka ambo, malahan manuduah ambo indak mamparatian anak-anaknyo.
'Sekarang selama saya tidak beruang, dia sudah mulai marah-marah, malahan dia menuduh saya tidak memperhatikan anak-anaknya'.

5.2.3.5.6 Hubungan Waktu

Makna hubungan terdapat dalam kalimat yang klausa bukan intinya menyatakan waktu terjadi suatu peristiwa, keadaan, atau perbuatan yang menyatakan waktu terjadi suatu peristiwa, atau perbuatan yang dinyatakan di dalam klausa inti.

a. Peristiwa pada klausa inti mendahului peristiwa pada klausa bukan inti

(178) Sabalun inyo makan pagi, inyo lah tabiaso minum kopi daulu.
'Sebelum dia makan pagi, dia sudah terbiasa minum kopi dahulu'.
(179) Kaparaluan untuak bakarajo di kantua disiapkannyo dulu sabalun barangkek ka kantua.
'Keperluan untuk bekerja di kantor disiapkannya dahulu. sebelum berangkat ke kantor.

b. Peristiwa pada klausa inti bersamaan mulainya dengan peristiwa pada klausa bukan inti

(180) Sajak adiaknyo sakik, inyo lah jarang datang ka sakola.
'Sejak adiknya sakit, dia telah jarang datang ke sekolah'.
(181) Sadari ketek ambo lah biaso seso.
'Sejak dari kecil saya sudah biasa sengsara'.

c. Peristiwa pada klausa inti terjadi selama berlangsungnya peristiwa pada klausa bukan inti.

(182) Salagi pitih proyek alun kalua, karajo mambangun irigasi kampuang alun bisa mulai.
'Selama uang proyek belum keluar, pembangunan irigasi kampung belum bisa dimulai'.
(183) Samantaro dosen pai ka Jakarta, mahasiswa tapaso indak baraja.
'Sementara dosen pergi ke Jakarta, mahasiswa terpaksa tidak belajar.
(184) Salamo ujan indak turun, tanah sawah kami lah ratak-ratak dek kariang.
'Selama hujan tidak turun, sawah kami sudah retak-retak karena kering'.
(185) Ambo indak ka maagiah ang balanjo, salagi parangai ang co anjiang.
'Saya tidak akan memberi belanja selama kelakuan kamu seperti anjing'.
(186) Tamu-tamu tu duduak di ruang tamu, samantaro Pak Bupati membereskan karajonyo.
Tamu-tamu itu duduk di ruang tamu sementara Bapak Bupati membereskan kerjanya'.
(187) Urang tapaso manumbuak padi di lasuang, salamo eler Datuak Mangkudun rusak.
'Orang terpaksa menumbuk padi di lesung selama heler Datuk Mengkudun rusak'.

d. Peristiwa pada klausa inti terjadi bersamaan waktu dengan berlangsungnya peristiwa pada klausa bukan inti

(188) Samaso ayah kanduangnyo iduik, sagalo cito-citonyo tacapai.
'Semasa ayah kandungnya hidup, segala cita-citanya tercapai'.
(189) Katiko mato ari lah condoang ka ilia, amai-amai pulang jo karanjang baisi jaguang.
'Ketika matahari sudah condong ke hilir, ibu-ibu pulang dengan keranjang berisi jagung'
(190) Wakatu si Puni datang kapatang, si Puaik sadang goyang-goyang lutuik di barando.

'Waktu si Puni datang kemarin, si Fuad sedang goyang-goyang lutut di beranda'.
(191) Indak ado urang nan baati sanang, samaso Japang manjajah nagari ko.
'Tidak ada orang yang berhati senang, semasa Jepang menjajah negeri ini'.
(192) Sadonyo urang baranti bakarajo, katiko azan tadanga.
'Semuanya orang berhenti bekerja ketika azan terdengar.
(193) Banyak Japang nan bunuah diri wakatu inyo tau baso inyo kalah parang.
'Banyak orang Jepang yang bunuh diri waktu dia tahu bahwa dia kalah perang'.

e. Peristiwa pada klausa inti terjadi segera setelah peristiwa pada klausa bukan inti berlangsung

(194) Baitu nampak pitih dek inyo, disembanyo dan dibaenyo tabang.
'Begitu dia melihat uang, disambarnya dan dibawanya kabur'.
(195) Inyo langsuang datang ka rumah pambunuah tu, baitu inyo tau tampek tingga pambunuh tu.
'Ia langsung datang ke rumah pembunuh itu, begitu dia tahu tempat tinggal pembunuh itu'.

f. Peristiwa pada klausa inti terjadi setiap kali peristiwa pada klausa bukan inti berlangsung

(196) Satiok (kali) inyo datang, inyo mambaok karambia.
'Setiap dia datang, dia membawa kelapa'.
(197) Anjiang tu manyalak satiok(kali) inyo manampak babi.
'Anjing itu menggonggong setiap (kali) dia melihat babi'.

g. Peristiwa pada klausa inti terjadi sampai mulainya peristiwa pada klausa bukan inti

(198) Sampai mamaknyo maningga, indak panah inyo manjajak rumah mamaknyo tu do.
'Sampai mamaknya meninggal, tidak pemah dia menginjak rumah mamaknya itu'.
(199) Alun baranjak inyo dari tampek sajaknyo sampai kapatabang tu ilang dari pandangannyo.

    'Belum beranjak dia dari tempat duduknya sampai kapal terbang itu hilang dari pandangannya'.

h. Peristiwa pada klausa inti terjadi sesudah peristiwa pada klausa bukan inti

(200) Sasudah dikasainyo ambo, ambo indak namuah maragoinyo lai.
'Sesudah dikasarinya saya, saya tidak mau menghargainya lagi'.
(201) Indak ado urang nan barani lalu di jalan tu, sasudah si Kebeang kanai ranjau di sinan.
'Tidak ada orang yang berani lewat di jalan itu, sesudah si Kebeng kena ranjau di sana'.

5.2.3.5.7 Hubungan Perbandingan

Hubungan ini menyatakan perbandingan antara apa yang dinyatakan dalam klausa inti dan apa yang dinyatakan dalam klausa bukan inti. Kata penghubung daripado 'daripada' menunjukkan bahwa yang dinyatakan dalam kiausa inti melebihi yang dinyatakan dalam klausa bukan inti. Biasanya di dalam klausa ini terdapat kata labiah ... 'lebih ...' atau labiah rancak .... 'lebih baik ...', yang berfungsi sebagai Ket. Misalnya:

(202) Si Cua labiah sanang maota daripado bakarajo mancari pitih.
'Si Cua lebih senang berbicara daripada bekerja mencari uang'.
(203) Daripado ang bakubang di sinan, labiah rancak ang pangkua sawah tu.
'Daripada engkau berkubang di sana, lebih baik engkau cangkul sawah itu'.

Sebaliknya, jika perbandingan itu menunjukkan kesamaan atau kemiripan, kata penghubung yang biasa di pakai adalah sarupo 'serupa', saakan-akan 'seakan-akan', saulah-ulah 'seolah-olah', dan saraso 'serasa'. Misalnya:

(204) Tolong aja anak tu sarupo ambo maaja nyo dulu.
Tolong ajar anak itu seperti saya mangajar dia dahulu'.
(205) Rumah tu langang seakan-akan indak ado penghuni.
'Rumah itu sepi seakan-akan tidak ada penghuni'.

(206) Diajarinyo ambo saulah-ulah ambo ko adiaknyo.
'Diajarinya saya seolah-olah saya ini adiknya'.
(207) Indak tangguang angeknyo di Padang Arafah saraso ambo di narako.
'Tidak kepalang panasnya di Padang Arafah serasa saya di neraka'.

5.2.3.5.8 Hubungan Sebab

Hubungan sebab terbentuk jika peristiwa pada klausa bukan inti menyebabkan peristiwa yang disebutkan di dalam klausa inti. Biasanya kata penghubung yang dipakai adalah sebab 'sebab', karano 'karena', dek karano 'oleh karena', dek ulah 'karena ulah', lantaran 'lantaran' dan barakaik 'berkat'. Misalnya:

(208) Baju tu indak jadi dibalinyo sabab aragonyo maha bana.
'Baju itu tidak jadi dibelinya sebab harganya mahal sekali'.
(209) Karano pamarintah lah mambuek paraturan bantuak tu, awak manuruti sajo.
'Karena pemerintah telah membuat peraturan serupa itu, kita menuruti saja'.
(210) Dek karano hidangan lah talatak, baa kalau awak makan lai.
'Oleh karena hidangan telah tersedia, bagaimana kalau kita makan lagi'.
(211) Awak bisa teratur dalam induik ko dek karano awak mengikuti hukum-hukum agamo.
'Kita bisa teratur dalam hidup ini karena kita mengikuti hukum-hukum agama'.
(212) Ambo indak jadi datang dek ari ujan.
'Saya tidak jadi datang karena hari hujan'.
(213) Lantaran keadaan nan indak mamungkinkan, ambo indak bisa manyakolaan anak ambo.
'Karena keadaan yang tidak memungkinkan, saya tidak bisa menyekolahkan anak saya'.
(214) Indak ka mungkin ambo bisa pai lantaran ambo indak bapitih.
'Tidak mungkin saya dapat pergi karena saya tidak beruang'.
(215) Barakaik tabah sarato saba, manjadi juo sawah jo ladangnyo.
'Karena tabah serta sabar, berhasil juga sawah dan ladangnya'.

Kata penghubung sabab, karano, dan dek karano biasa diapakai untuk bahasa yang formal, sedangkan dek dan lantaran untuk yang kurang formal. Kata penghubung barakaik sering menunjukkan makna yang positif, yaitu hal yang baik-baik atau yang menyenangkan. Ini dapat kita lihat dengan menggunakan contoh berikut.

(216) *) Barakaik indak maleh, manjadi juo sawah jo ladangnyo.

Berkat tidak malas, berhasil juga sawah dan ladangnya'.


5.2.3.6.9 Hubungan Akibat Hubungan akibat terbentuk jika peristiwa yang disebutkan dalam klausa bukan inti disebabkan oleh peristiwa yang disebutkan di dalam klausa inti. Kata penghubung yang biasa dipakai di dalam kalimat ini adalah sainggo 'sehingga', sampai 'sampai', dan sampai-sampai 'sampai-sampai'. Misalnya:

(217) sadonyo urang kampuang nan tingga di bukik tu turun ka la pangan Merdeka nan talatak di tangah pasa, sahinggo lapangan tu panuah sasak.
'Semuanya orang kampung yang tinggal di bukit itu turun kelapangan Merdeka yang terletak di tengah pasar sehingga lapangan itu penuh sesak'.
(218) Dilacuiknyo juo anaknyo baulang-ulang, sampai badan anaknyo ijau-ijau.
'Dilecutnya juga anaknya berulang-ulang sampai badan anaknya hijau-hijau'.
(219) Guru tu sangaik somboangnyo, sampai-sampai muridnyo indak maragoinyo lai.
Guru itu sangat sombongnya sampai-sampai muridnya tidak menghargainya'.
(220) Ombak di pasia sabalah kasinan gadang bana, sampai-sampai tapi lauik runtuah dibueknyo.
'Ombak di pasir sebelah sana besar sekali, sampai-sampai tepi laut runtuh dibuatnya'.

5.2.3.5.10 Hubungan Syarat

Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan syarat bagi terlaksananya apa yang tersebut dalam klausa inti. Kata penghubung yang biasa dipakai adalah kok kalau', apabilo 'apabila', kalau 'kalau', asakan 'asalkan'. Misalnya:

(221) Kainginan untuak bajalan jauah ka datang kok awak lah bapitih banyak.
'Keinginan untuk pergi jauh akan datang kalau kita telah beruang banyak'.
(222) Kok datang si Kebeang, kecekan ambo pai ka kantua.
'Kalau datang si Kebeng, katakan saya pergi ke kantor.
(223) Apobilo tibo masonyo ari kiamaik, saluruah alamko ka runtuhan hancua dan tinggalah sabuah dataran.
'Apabila tiba masanya hari kiamat, seluruh alam ini akan hancur dan tinggallah sebuah dataran'.
(224) Pikiran tanang ka datang, apobilo sumbayang taruih dikarajoan.
'Pikiran tenang akan datang apabila sembahyang terus dikerjakan'.
(225) Pasti den balian ang sepeda mini, asakan ang rajin sakola.
'Pasti saya belikan kamu sepeda mini asalkan kamu rajin belajar'.
(226) Asakan angku mengecek jo inyo dulu sabalun pai, Datuak Labiah tu indak ka berang bagai do.
'Asalkan engkau berbicara dengan dia dahulu sebelum pergi, Datuk Labiah itu tidak akan marah'.

5.2.3.5.11 Hubungan Tak Bersyarat

Klausa inti dalam hubungan ini menyatakan hal yang akan terlaksana tanpa menghiraukan apa yang tersebut di dalam klausa bukan inti. Hubungan ini didahului oleh kata-kata penghubung walaupun 'walaupun', bia 'biar', biapun 'biarpun', sekalipun 'sekalipun', sungguahpun 'sungguhpun'. Misalnya:

(227) Ambo tatap ka pai juo, walaupun ang indak jadi pai.
'Saya tetap akan pergi juga walaupun kamu tidak jadi pergi'.
(228) Walaupun paneh alah babulan-bulan, sumua tu indak kariang juo.
'Walaupun panas telah berbulan-bulan, sumur itu tidak kering juga'.
(229) Pulau tu pasti awak rabuik juo, bia badan bakalang tanah.
'Pulau itu pasti saya rebut juga biar badan berkalang tanah'.

(230) Bia ancua tulang jo dagiang, jaso mandeh dikana juo.
'Biar hancur tulang dengan daging, jasa ibu terkenang juga'.
(231) Tatap juo si Reno Pinang bajalan manyisi rimbo gadang, biapun ari lah laruik sanjo.
Tetap juga si Reno Pinang berjalan menyusuri rimba besar biarpun hari telah larut senja'.
(232) Biapun biduak indak bapandayuang, awak arus sampai juo ka subarang.
'Biarpun biduk tidak berpendayung, kita harus sampai juga ke seberang'.
(233) Awak tatap pai juo, sakalipun indak bapitih.
'Kita tetap pergi juga sekalipun tidak beruang'.
(234) Sakalipun ujan labek, karajo awak taruih juo.
'Sekalipun hujan lebat, kerja kita terus juga'.
(235) Bialah ambo bajalan juo, sungguahpun pitih indak di saku.
'Biarlah saya berjalan juga, sungguhpun uang tidak ada di kantong'.
(236) Sungguahpun badannyo cacaik, karajonyo samo jo urang lain.
'Sungguhpun badannya cacat, kerjanya sama juga dengan orang lain'.

Kata penghubung sekalipun 'sekalipun' dapat pula dipakai di akhir klausa bukan inti dengan didahului oleh salah satu kata penghubung lain yang disebutkan di atas. Misalnya:

(236) Bia ujan labek sakalipun, urang tu taruih juo bakarajo.
'Biar hari hujan lebat sekalipun, orang itu terus juga bekerja'.

Klausa inti biasa pula didahului oleh kata tapi 'tetapi' atau namun 'namun'. Misalnya:

(237) Walaupun kawek nan kami bantuak, tapi ikan dilauik nan kami adang.
'Walaupun kawat yang kami bentuk, (tetapi) ikan di laut kami hadang'.

5.2.3.5.12 Hubungan Pengandaian

Dalam hubungan pengandaian ini klausa bukan inti menyatakan suatu syarat yang tidak terlaksana bagi peristiwa pada klausa inti sehingga apa yang dimaksud di dalam klausa inti pun tidak terlaksana. Kata penghubung yang digunakan adalah andaikan 'andaikan', saandainyo 'seandainya', saumpamo 'seumpama', dan tarokan 'misalkan'.

(238) Andaikan bioskop dibuek ditampaik kami tu, lah pasti banyak urang nan ka manonton.
'Andaikan bioskop dibuat di tempat kami itu, tentu pasti banyak orang yang akan menonton'.
(239) Saandainyo ambo ko buruang, ambo lah tabang jauah.
'Seandainya saya ini burung, saya telah terbang jauh'.
(240) Sakironyo datang waang tadi malam, pasti waang dilampangnyo.
'Sekiranya datang kamu tadi malam, pasti kamu ditampamya'.
(241) 'Saumpamo' awak kini punyo kapatabang, kama awak ka pai?
'Seumpamanya saya kini punya kapal terbang, ke mana saya akan pergi?"
(242) Taroklah banyak pitih awak, a nan ka awak buek di rimbo gadang ko.
'Misalkan banyak uang kita, apa yang kita buat di rimba besar ini'.

5.2.3.5.13 Hubungan Harapan

Makna hubungan harapan ini terbentuk jika klausa yang bukan inti berisikan hal yang diharapkan terjadi dengan melakukan apa yang disebut di dalam klausa inti. Kata penghubung yang dipakai adalah supayo 'supaya', buliah nah biar', dan nak 'supaya(agar)'. Misalnya:

(243) Inyo basorak kareh-kareh, supayo tadanga dek urang subarang.
'Dia bersorak keras-keras supaya terdengar oleh orang seberang'.
(244) Supayo bakumpua urang di musajik, dibunyiannyo tabuah.
'Supaya berkumpul orang di masjid, dibunyikannya tabuh'.
(245) Si Juih marambah samaktu buliah nak tarang jalan ka parak.
'Si Jus merambah belukar itu biar terang jalan ke ladang'.
(246) Bialah kami nan datang ka rumah angku, nak jadi juo rapek awak malam ko.
'Biarlah kami yang datang ke rumah Engku agar jadi juga rapat kita malam ini'.

(247) Nak taduah pakarangan awak ko, rancak awak tanam batangkayu dukuliliangnyo.
'Agar teduh pekarangan kita ini, sebaiknya kita tanam batang kayu disekelilingnya'.

5.2.3.5.14 Hubungan Penerang Dalam hubungan ini, klausa bukan inti menerangkan salah satu nomina yang terdapat di dalam klausa inti. Kata penghubung yang dipakai untuk menandai hubungan ini adalah nan 'yang' dan tampek 'tempat'.

(248) Pintu nan ang kunci tu lah dibukak dek urang maliang.
'Pintu yang kamu kunci itu telah dibuka oleh pencuri'.
(249) Inyo maapa ayat nan ditarangkan dek guru Kani.
'Dia menghafal ayat yang diterangkan oleh guru Kani'.
(250) Ngalau tampek urang duduak tadi tu, sabananyo ado ula gadang di dalamnyo.
'Ngalau tempat orang duduk tadi itu sebenarnya ada ular besar di dalamnyo.
(251) Jan lo ang buek rumah di sawah tampek den batanam padi.
'Jangan pula kamu membuat rumah di sawah tempat saya bertanam padi'.
(252) Di ujuang jalan tampek Pak Hatta istirahat wakatu beliau kasinan, lah ditanam baringin untuak mangana jaso beliau.
'Di ujung jalan tempat Pak Hatta istirahat waktu beliau ke sana, telah ditanam beringin untuk mengenang jasa beliau'.

5.2.3.5.15 Hubungan Isi

Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan hal yang menjadi pemerlengkap predikat klausa inti. Kata penghubung yang dipakai adalah bahaso (baso) 'bahwa', kok 'apakah', kalau 'kalau' dan kalau-kalau 'kalau-kalau'. Misalnya:

(253) Ambo lah tau baso apak hebat.
'Saya telah tahu bahwa bapak hebat'.
(254) Baso sipaiknyo bantuak tu lah mangarti juo urang.
'Bahwa sifatnya seperti itu telah mengerti juga orang'.
(255) Ambo batanyo kok uni ka pai.
'Saya bertanya apakah kakak akan pergi'.

(256) Inyo batanyo kok apak namuah manggantian inyo maaja baisuak.
'Dia bertanya apakah bapak mau meggantikan dia mengajar besok'.
(257) Si Mariana sangsi kalau amai namuah manjua tanah tu.
'Si Mariana sangsi kalau ibu mau menjual tanah itu'.
(258) Angku Mali batanyo kalau-kalau ado urang nan namuah mamanjek karambianyo.
'Angku Mali bertanya kalau-kalau ada orang yang mau memanjat kelapanya'.

Perlu dijelaskan bahwa kata penghubung kalau dan kalau-kalau bisa dipakai dengan kata kerja batanyo 'bertanya', mananyokan 'menanyakan', cameh 'cemas', sangsi 'sangsi', dan curiga(?) 'curiga'.

Kata kerja yang biasa dipakai sebagai P dalam klausa inti di sini adalah mangecekan 'menyatakan', mangiro 'mengira', mandanga 'mendengar', manyadari 'menyadari', yakin 'yakin', dan mangusahokan 'mengusahakan'. Hanya kata penghubung baso 'bahwa' yang dapal dipakai untuk kata kerja yang tersebut di atas. Jadi, kalimat (259) dan (260) berikut ini adalah kalimat yang tidak benar:

(259) *Ambo manyasali kalau-kalau padi awak disarangnyo dek amo.
'Saya menyesali kalau-kalau padi kita diserang oleh hama'.
(260) *Ambo batanyo baso bupati ka datang.
'Saya bertanya bahwa bupati akan datang'.

5.2.3.5.16 Hubungan Cara

Dalam hubungan ini, klausa bukan inti menyatakan bagaimana tindakan yang disebutkan dalam klausa inti dilakukan. Kata penghubung yang biasa dipakai adalah sambia 'sambil'. Misalnya:

(261) Anak mudo tu duduak di barando sambia manggoyang-goyangkan kakinyo.
'Anak muda itu duduk di beranda sambil menggoyang-goyangkan kakinya'.
(262) Sambia mandi si Aguih basiua-siua ketek.
'Sambil mandi si Agus bersiul-siul kecil'.

5.2.3.5.17 Hubungan Perkecualian

Yang dinyatakan oleh klausa bukan inti dalam makna hubungan ini adalah sesuatu yang dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam klausa inti. Kata penghubung yang dipakai adalah kacuali 'kecuali' dan salain 'selain'. Misalnya:

(236) Wakatu inyo datang indak ciek juo nan disampaikannyo ka ambo, kacuali inyo mangecekan baso inyo ka pai ka pasa.
'Waktu dia datang tidak satu pun yang disampaikan kepada saya, kecuali dia mengatakan bahwa dia akan pergi ke pasar'.
(264) Urang tu indak jadi mambarasiahkan parak kacuali mencabuik rumpuik di suduik paga.
'Orang itu tidak jadi membersihkan ladang kecuali mencabut ramput di sudut pagar'.
(265) Sadonyo lah dikarajoannyo, salain maliang durian.
'Semuanya telah dikerjakannya, selain mencuri durian'.
(266) Indak ado nan indak dikarajoannyo, salain mambunuh urang.
Tidak ada yang tidak dikerjakannya, selain membunuh orang'.

5.2.3.5.18 Hubungan Kegunaan

Klausa bukan inti menyatakan kegunaan dilakukannya hal yang dinyatakan dalam klausa inti. Kata penghubung yang digunakan adalah untuak 'untuk'. Misalnya:

(267) Sabalun sumbayang awak bauluak untuak mambarasiahan nan kumuah nan lakek di badan awak.
'Sebelum sembahyang kita berwuduk untuk membersihkan kotoran yang melekat di badan kita'.
(268) Ambo bali pisau panjang untuak mandabiah kabau korban.
'Saya beli pisau panjang untuk menyembelih kerbau kurban'.