Silsilah Keturunan Raden Demang Sumawijaya (Panjalu-Ciamis)

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

I. Batara Tesnajati[sunting]

Batara Tesnajati adalah tokoh pendiri Kabataraan Gunung Sawal, ia mempunyai seorang putera bernama Batara Layah. Petilasan Batara Tesnajati terdapat di Karantenan Gunung Sawal.

II. Batara Layah[sunting]

Batara Layah menggantikan ayahnya sebagai Batara di Karantenan Gunung Sawal Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Batara Karimun Putih.

III. Batara Karimun Putih[sunting]

Ia menggantikan ayahnya menjadi Batara di Gunung Sawal Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Prabu Sanghyang Rangga Sakti. Petilasan Batara Karimun Putih terletak di Pasir Kaputihan, Gunung Sawal.


IV. Prabu Sanghyang Rangga Gumilang[sunting]

Sanghyang Rangga Gumilang naik tahta Panjalu menggantikan ayahnya, ia dikenal juga sebagai Sanghyang Rangga Sakti dan pada masa pemerintahaanya terbentuklah suatu pemerintahan yang berpusat di Dayeuhluhur Maparah setelah berakhirnya masa Kabataraan di Karantenan Gunung Sawal Panjalu.

Sanghyang Rangga Gumilang menikahi seorang puteri Galuh bernama Ratu Permanadewi dan mempunyai seorang putera bernama Sanghyang Lembu Sampulur. Petilasan Prabu Sanghyang Rangga Gumilang terletak di Cipanjalu.

V. Prabu Sanghyang Lembu Sampulur I[sunting]

Sanghyang Lembu Sampulur I naik tahta sebagai Raja Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Sanghyang Cakradewa.

VI. Prabu Sanghyang Cakradewa[sunting]

Sanghyang Cakradewa memperisteri seorang puteri Galuh bernama Ratu Sari Kidang Pananjung dan mempunyai enam orang anak yaitu:

(1) Sanghyang Lembu Sampulur II,

(2) Sanghyang Borosngora,

(3) Sanghyang Panji Barani,

(4) Sanghyang Anggarunting,

(5) Ratu Mamprang Kancana Artaswayang, dan

(6) Ratu Pundut Agung (diperisteri Maharaja Sunda).

Petilasan Prabu Sanghyang Cakradewa taerdapat di Cipanjalu.

VII.(1). Prabu Sanghyang Lembu Sampulur II[sunting]

Sanghyang Lembu Sampulur II naik tahta menggantikan Prabu Sanghyang Cakradewa, akan tetapi ia kemudian menyerahkan singgasana kerajaan kepada adiknya yaitu Sanghyang Borosngora,sedangkan ia sendiri hijrah dan mendirikan kerajaan baru di Cimalaka Gunung Tampomas (Sumedang).

VII.(2). Prabu Sanghyang Borosngora[sunting]

Sanghyang Borosngora naik tahta Panjalu menggantikan posisi kakaknya, ia kemudian membangun keraton baru di Nusa Larang. Adiknya yang bernama Sanghyang Panji Barani diangkat menjadi Patih Panjalu. Di dalam Babad Panjalu tokoh Prabu Sanghyang Borosngora ini dikenal sebagai penyebar Agama Islam dan Raja Panjalu pertama yang menganut Islam, benda-benda pusaka peninggalannya masih tersimpan di Pasucian Bumi Alit dan dikirabkan pada setiap bulan Maulud setelah terlebih dulu disucikan dalam rangkaian prosesi acara adat Nyangku.

Sanghyang Borosngora mempunyai dua orang putera yaitu:

(1) Rahyang Kuning atau Hariang Kuning, dan

(2) Rahyang Kancana atau Hariang Kancana.

Prabu Sanghyang Borosngora juga didamping oleh Guru Aji Kampuhjaya dan Bunisakti, dua orang ulama kerajaan yang juga merupakan senapati-senapati pilih tanding.

Petilasan Prabu Sanghyang Borosngora terdapat di Jampang Manggung (Sukabumi), sedangkan petilasan Sanghyang Panji Barani terdapat di Cibarani (Banten).

VIII.(1). Prabu Rahyang Kuning[sunting]

Rahyang Kuning menggantikan Sanghyang Borosngora menjadi Raja Panjalu, akibat kesalahpahaman dengan adiknya yang bernama Rahyang Kancana sempat terjadi perseteruan yang akhirnya dapat didamaikan oleh Guru Aji Kampuh Jaya dari Cilimus. Rahyang Kuning kemudian mengundurkan diri dan menyerahkan tahta Panjalu kepada Rahyang Kancana.


VIII.(2). Prabu Rahyang Kancana[sunting]

Rahyang Kancana melanjutkan tahta Panjalu dari kakaknya, untuk melupakan peristiwa berdarah perang saudara di Ranca Beureum ia memindahkan kaprabon dari Nusa Larang ke Dayeuh Nagasari, sekarang termasuk wilayah Desa Ciomas Kecamatan Panjalu.

Rahyang Kancana mempunyai dua orang putera yaitu:

(1) Rahyang Kuluk Kukunangteko atau Hariang Kuluk Kukunangteko, dan

(2) Rahyang Ageung atau Hariang Ageung.

Prabu Rahyang Kancana setelah mangkat dipusarakan di Nusa Larang Situ Lengkong. Pusara Prabu Rahyang Kancana sampai sekarang selalu ramai didatangi para peziarah dari berbagai daerah di Indonesia.

IX.(1). Prabu Rahyang Kuluk Kukunangteko[sunting]

Rahyang Kuluk Kukunangteko menggantikan Rahyang Kancana menduduki tahta Panjalu, ia didampingi oleh adiknya yang bernama Rahyang Ageung sebagai Patih Panjalu. Sang Prabu mempunyai seorang putera bernama Rahyang Kanjut Kadali Kancana atau Hariang Kanjut Kadali Kancana.

Pusara Rahyang Kuluk Kukunangteko terletak di Cilanglung, Simpar, Panjalu.

X. Prabu Rahyang Kanjut Kadali Kancana[sunting]

Rahyang Kanjut Kadali Kancana menggantikan ayahnya sebagai Raja Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Rahyang Kadacayut Martabaya atau Hariang Kadacayut Martabaya. Rahyang Kanjut Kadali Kancana setelah mangkat dipusarakan di Sareupeun Hujungtiwu, Panjalu.

XI. Prabu Rahyang Kadacayut Martabaya[sunting]

Rahyang Kadacayut Martabaya naik tahta menggantikan ayahnya, ia mempunyai seorang anak bernama Rahyang Kunang Natabaya atau Hariang Kunang Natabaya.

Rahyang Kadacayut Martabaya jasadnya dipusarakan di Hujungwinangun, Situ Lengkong Panjalu.

XII. Prabu Rahyang Kunang Natabaya[sunting]

Rahyang Kunang Natabaya atau Hariang Kunang Natabaya menduduki tahta Panjalu menggantikan ayahnya, ia menikah dengan Apun Emas. Apun Emas adalah anak dari penguasa Kawali bernama Pangeran Mahadikusumah atau Apun di Anjung yang dikenal juga sebagai Maharaja Kawali (1592-1643) putera Pangeran Bangsit (1575-1592). Sementara adik Apun Emas yang bernama Tanduran di Anjung menikah dengan Prabu di Galuh Cipta Permana (1595-1608) dan menurunkan Adipati Panaekan.

Dari perkawinannya dengan Nyai Apun Emas, Prabu Rahyang Kunang Natabaya mempunyai tiga orang putera yaitu :

1) Raden Arya Sumalah,

2) Raden Arya Sacanata, dan

3) Raden Arya Dipanata (kelak diangkat menjadi Bupati Pagerageung oleh Mataram).

Pada masa kekuasaan Prabu Rahyang Kunang Natabaya ini, Panembahan Senopati (1586-1601) berhasil menaklukkan Cirebon beserta daerah-daerah bawahannya termasuk Panjalu dan Kawali menyusul kemudian Galuh pada tahun 1618.

Pusara Prabu Rahyang Kunang Natabaya terletak di Ciramping, Desa Simpar, Panjalu.

XIII.(1). Raden Arya Sumalah[sunting]

Arya Sumalah naik tahta Panjalu bukan sebagai Raja, tapi sebagai Bupati di bawah kekuasaan Mataram. Ia menikah dengan Ratu Tilarnagara puteri dari Bupati Talaga yang bernama Sunan Ciburuy atau yang dikenal juga dengan nama Pangeran Surawijaya, dari pernikahannya itu Arya Sumalah mempunyai dua orang anak, yaitu:

(1) Ratu Latibrangsari dan

(2) Raden Arya Wirabaya.

Arya Sumalah setelah wafat dimakamkan di Buninagara Simpar, Panjalu.


XIII.(2). Pangeran Arya Sacanata atau Pangeran Arya Salingsingan[sunting]

Raden Arya Sumalah wafat dalam usia muda dan meninggalkan putera-puterinya yang masih kecil. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan di Kabupaten Panjalu Raden Arya Sacanata diangkat oleh Sultan Agung (1613-1645) sebagai Bupati menggantikan kakaknya dengan gelar Pangeran Arya Sacanata.

Pangeran Arya Sacanata juga memperisteri Ratu Tilarnagara puteri Bupati Talaga Sunan Ciburuy yang merupakan janda Arya Sumalah. Pangeran Arya Sacanata mempunyai banyak keturunan, baik dari garwa padminya yaitu Ratu Tilarnagara maupun dari isteri-isteri selirnya (ada sekitar 20 orang anak), anak-anaknya itu dikemudian hari menjadi pembesar-pembesar di tanah Pasundan.

Dua belas diantara putera-puteri Pangeran Arya Sacanata itu adalah:

(1) Raden Jiwakrama (Cianjur),

(2) Raden Ngabehi Suramanggala,

(3) Raden Wiralaksana (Tengger, Panjalu),

(4) Raden Jayawicitra (Pamekaran, Panjalu),

(5) Raden Dalem Singalaksana (Cianjur),

(6) Raden Dalem Jiwanagara (Bogor),

(7) Raden Arya Wiradipa (Maparah, Panjalu),

(8) Nyi Raden Lenggang,

(9) Nyi Raden Tilar Kancana,

(10) Nyi Raden Sariwulan (Gandasoli, Sukabumi),

(11) Raden Yudaperdawa (Gandasoli, Sukabumi), dan

(12) Raden Ngabehi Dipanata.

XIV.(7). Raden Arya Wiradipa[sunting]

Arya Wiradipa memperisteri Nyi Mas Siti Zulaikha puteri Tandamui dari Cirebon, ia bersama kerabat dan para kawula-balad (abdi dan rakyatnya) dari keraton Talaga mendirikan pemukiman yang sekarang menjadi Desa Maparah, Panjalu. Dari pernikahannya itu Arya Wiradipa mempunyai empat orang anak, yaitu:

(1) Raden Ardinata,

(2) Raden Cakradijaya,

(3) Raden Prajasasana, dan

(4) Nyi Raden Ratna Gapura.

XV. (3). Raden Tumenggung Cakranagara I[sunting]

Raden Prajasasana yang setelah dewasa dikenal juga dengan nama Raden Suragostika mengabdi sebagai pamong praja bawahan Pangeran Arya Cirebon (1706-1723) yang menjabat sebagai Opzigter (Pemangku Wilayah) VOC untuk wilayah Priangan (Jawa Barat) dan bertugas mengepalai dan mengatur para bupati Priangan. Raden Suragostika yang dianggap berkinerja baik dan layak menduduki jabatan bupati kemudian diangkat oleh Pangeran Arya Cirebon menjadi Bupati Panjalu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara menggantikan Tumenggung Wirapraja.

Tumenggung Cakranagara I memperisteri Nyi Raden Sojanagara puteri Ratu Latibrangsari (kakak Arya Wirabaya) sebagai garwa padmi (permaisuri) dan menurunkan tiga orang putera, yaitu:

(1) Raden Cakranagara II,

(2) Raden Suradipraja, dan

(3) Raden Martadijaya.

Sementara dari garwa ampil (isteri selir) Tumenggung Cakranagara I juga mempunyai empat orang puteri, yaitu:

(4) Nyi Raden Panatamantri,

(5) Nyi Raden Widaresmi,

(6) Nyi Raden Karibaningsih, dan

(7) Nyi Raden Ratnaningsih.

Tumenggung Cakranagara I setelah wafat dimakamkan di Cinagara, Desa Simpar, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis.

XVI.(1). Raden Tumenggung Cakranagara II[sunting]

Raden Cakranagara II menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Bupati Panjalu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara II, sedangkan adiknya yang bernama Raden Suradipraja diangkat menjadi Patih Panjalu dengan gelar Raden Demang Suradipraja.

Tumenggung Cakranagara II mempunyai enam belas orang anak dari garwa padmi dan isteri selirnya, keenambelas putera-puterinya itu adalah:

(1) Nyi Raden Wijayapura,

(2) Nyi Raden Natakapraja,

(3) Nyi Raden Sacadinata,

(4) Raden Cakradipraja,

(5) Raden Ngabehi Angreh,

(6) Raden Dalem Cakranagara III,

(7) Nyi Raden Puraresmi,

(8) Nyi Raden Adiratna,

(9) Nyi Raden Rengganingrum,

(10) Nyi Raden Janingrum,

(11) Nyi Raden Widayaresmi,

(12) Nyi Raden Murdaningsih,

(13) Raden Demang Kertanata,

(14) Raden Demang Argawijaya,

(15) Nyi Raden Adipura, dan

(16) Nyi Raden Siti Sarana.

Tumenggung Cakranagara II setelah wafat dimakamkan di Puspaligar, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis.

XVII.(6). Raden Tumenggung Cakranagara III[sunting]

Raden Cakranagara III sebagai putera tertua dari garwa padmi (permaisuri) menggantikan posisi ayahnya sebagai Bupati Panjalu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara III.

Pada tahun 1819 ketika Pemerintah Hindia-Belanda dibawah pimpinan Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. Baron Van der Capellen (1816-1836) dikeluarkanlah kebijakan untuk menggabungkan Kabupaten Panjalu, Kawali, Distrik Cihaur dan Rancah kedalam Kabupaten Galuh. Berdasarkan hal itu maka Tumenggung Cakranagara III dipensiunkan dari jabatannya sebagai Bupati Panjalu dan sejak itu Panjalu menjadi kademangan (daerah setingkat wedana) di bawah Kabupaten Galuh.

Pada tahun itu Bupati Galuh Wiradikusumah digantikan oleh puteranya yang bernama Adipati Adikusumah (1819-1839), sedangkan di Panjalu pada saat yang bersamaan putera tertua Tumenggung Cakranagara III yang bernama Raden Sumawijaya diangkat menjadi Demang (Wedana) Panjalu dengan gelar Raden Demang Sumawijaya, sementara itu putera ketujuh Tumenggung Cakranagara III yang bernama Raden Cakradikusumah diangkat menjadi Wedana Kawali dengan gelar Raden Arya Cakradikusumah.

Tumenggung Cakranagara III mempunyai dua belas orang putera-puteri, yaitu:

(1) Raden Sumawijaya (Demang Panjalu),

(2) Raden Prajasasana Kyai Sakti (Nusa Larang, Panjalu),

(3) Raden Aldakanata,

(4) Raden Wiradipa,

(5) Nyi Raden Wijayaningrum,

(6) Raden Jibjakusumah,

(7) Raden Cakradikusumah (Wedana Kawali),

(8) Raden Cakradipraja,

(9) Raden Baka,

(10) Nyi Raden Kuraesin,

(11) Raden Tumenggung Prajadinata (Kuwu Maparah)

(12)Raden Raksadipraja (Kuwu Ciomas, Panjalu), dan

Tumenggung Cakranagara III wafat pada tahun 1853 dan dipusarakan di Nusa Larang Situ Lengkong Panjalu berdekatan dengan pusara Prabu Rahyang Kancana putera Prabu Sanghyang Borosngora.

XVIII.(1). Raden Demang Sumawijaya[sunting]

Raden Sumawijaya pada tahun 1819 diangkat menjadi Demang Panjalu dengan gelar Raden Demang Sumawijaya. Adiknya yang bernama Raden Cakradikusumah pada waktu yang berdekatan juga diangkat menjadi Wedana Kawali dengan gelar Raden Arya Cakradikusumah. Demang Sumawijaya mempunyai tiga orang anak, yaitu:

(1) Raden Aldakusumah,

(2) Nyi Raden Asitaningsih, dan

(3) Nyi Raden Sumaningsih.

Demang Sumawijaya setelah wafat dimakamkan di Nusa Larang Situ Lengkong Panjalu.

XIX.(1). Raden Demang Aldakusumah[sunting]

Raden Aldakusumah menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Demang Panjalu dengan gelar Raden Demang Aldakusumah, ia menikahi Nyi Raden Wiyata (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu) dan mempunyai empat orang anak, yaitu:

(1) Raden Kertadipraja (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu),

(2) Nyi Raden Wijayaningsih,

(3) Nyi Raden Kasrengga (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu), dan

(4) Nyi Raden Sukarsa Karamasasmita (Reumalega, Desa Krtamandala, Panjalu).

Semantara itu adik sepupunya yang bernama Raden Argakusumah (putera Wedana Kawali Raden Arya Cakradikusumah) diangkat menjadi Bupati Dermayu (sekarang Indramayu) dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara IV. Raden Demang Aldakusumah dan Raden Tumenggung Argakusumah (Cakranagara IV) setelah wafatnya dimakamkan di Nusa Larang Situ Lengkong Panjalu.

XX.(1). Raden Kertadipraja[sunting]

Putera tertua Demang Aldakusumah yang bernama Raden Kertadipraja tidak lagi menjabat sebagai Demang Panjalu karena Panjalu kemudian dijadikan salah satu desa/kecamatan yang masuk kedalam wilayah kawedanaan Panumbangan Kabupaten Galuh, sementara ia sendiri tidak bersedia diangkat menjadi Kuwu (Kepala Desa) Panjalu. Pada tahun 1915 Kabupaten Galuh berganti nama menjadi Kabupaten Ciamis.

Raden Kertadipraja (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu) menikahi Nyi Mas Shinta (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu) dan menurunkan empat orang anak yaitu:

1) Raden Hanafi Argadipraja (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu),

2) Nyi Raden Aminah - Adkar (Cirebon),

3)Nyi Raden Hasibah - Junaedi (Reumalega, Desa Kertamandala Panjalu),

4) Nyi Raden Halimah - Suminta (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu),

5) Raden Ahmad Kertadipraja (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu), dan

6) Nyi Raden Aisah - Padma (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu).

XXI.(1). Raden Hanafi Argadipraja[sunting]

Raden Hanafi Argadipraja menikahi Nyi Raden Dewi Hunah Murtiningsih (Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu) puteri dari Kuwu Cimuncang (sekarang Desa Jayagiri, Panumbangan, Ciamis) bernama Raden Nitidipraja dan menurunkan putera-puteri:

(1) Nyi Raden Sukaesih Abdullah,

(2) Raden H. Muhammad Tisna Argadipraja,

(3) Raden Galil Aldar Argadipraja,

(4) Nyi Raden Hj. Siti Maryam Mansyur, dan

(5) Nyi Raden Siti Rukomih Sukarsana.

XXI.(4). Raden Ahmad Kertadipraja[sunting]

Raden Ahmad Kertadipraja menurunkan putera-puteri:

(1) Raden H. Afdanil Ahmad,

(2) Raden Nasuha Ahmad,

(3) Nyi Raden Kania Ahmad, dan

(4) Raden Subagia Ahmad,

Sumber[sunting]

Argadipraja, R. Duke. (1992). Babad Panjalu Galur Raja-raja Tatar Sunda. Bandung: Mekar Rahayu.

[1]


Karya ini merupakan ekspresi budaya tradisional yang hak ciptanya dipegang oleh negara Republik Indonesia.


Copy, distribute and transmit the work
Copy, distribute and transmit the work
Karya ini memiliki hak cipta. Penggunaan harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya. Lihat Pasal 38 UU No. 28 Tahun 2014 untuk lebih jelas.