Seri Pahlawan: Abdul Moeis/Bab 3

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

TERJUN KE DUNIA JURNALISTIK

Abdul Moeis berhenti bekerja sebagai pegawai Pemerintah. Sesudah itu ia bekerja pada suratkabar Preanger Bode di Bandung. Surat kabar itu berbahasa Belanda. Pemimpinnya pun orang Belanda.

Ia tertarik kepada bidang kewartawanan. Abdul Moeis merasa bahwa ia berbakat untuk mengarang. Bukankah sejak kecil ia sudah biasa bersilat lidah?

Mula-mula ia diberi pekerjaan sebagai korektor. Tugasnya ialah mengoreksi naskah agar jangan sampai terjadi salah cetak. Karena tugas tersebut, ia banyak membaca karangan-karangan yang ditulis oleh orang Belanda. Banyak isinya yang menghina bangsa Indonesia. Abdul Moeis pun merasa terhina. Hatinya kesal.

Perasaan kebangsaan Abdul Moeis tersinggung. Perasaan kebangsaan itu sudah tumbuh waktu ia belajar di Stovia. Kepada atasannya diajukannya protes. Tetapi protes-protesnya tidak diindahkan. Oleh karena itu dibuatnya pula karangan-karangan yang berisi pembelaan terhadap bangsanya. Tetapi atasannya tidak mau memuat karangan-karangan tersebut dalam suratkabar.

Moeis tidak kehilangan akal. Penghinaan yang ditulis oleh orang Belanda itu harus dibalas, demikian pikirnya. Ia merasa wajib dan terpanggil untuk membela martabat bangsanya. Karangan-karangannya

Abdul Moeis sedang memeriksa naskah.

dikirimkannya ke surat kabar De Express. Surat kabar itu juga berbahasa Belanda. Pimpinannya ialah E.F.E. Douwes Dekker, dr. Tjipto Mangunkusumo (baca: dr. Cipto Mangunkusumo) dan Suwardi Suryaningrat. Douwes Dekker adalah seorang Belanda peranakan. Tetapi ia merasa dirinya orang Indonesia, bukan orang asing. Kemudian namanya diganti dan terkenal dengan nama Danudirja Setiabudhi. Suwardi Suryaningrat pun kemudian mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.

Ketiga orang pemimpin De Express itu adalah orang nasionalis. Mereka tidak menyukai penjajahan Belanda. Karangan-karangan yang dimuat dalam surat kabar De Express banyak yang membela bangsa Indonesia. Karena itulah karangan Abdul Moeis mereka terima dengan senang hati. Sejak saat itu nama Abdul Moeis mulai dikenal oleh masyarakat.

Karena sering bertengkar dengan pimpinan Preanger Bonde, akhirya Abdul Moeis minta berhenti. Kebetulan pada waktu itu di Bandung ada surat kabar Kaum Muda. Pimpinan surat kabar itu sudah mengenal Abdul Moeis melalui karangan-karangan yang dimuat dalam De Express. Abdul Moeis dimintanya untuk menjadi pimpinan redaksi Kaum Muda. Permintaan itu dipenuhi Moeis dengan segala senang hati. Mulai akhir tahun 1914 ia bekerja sebagai pemimpin redaksi surat kabar Kaum Muda.

Dalam surat kabar itu ia dapat melepaskan keinginannya untuk mengarang. Karangan-karangannya penuh berisi kritikan terhadap penjajahan Belanda. Kepincangan-kepincangan yang terdapat dalam masyarakat akibat penjajahan, diuraikan dengan jelas. Dikupasnya bagaimana rakyat menderita di bawah penjajahan Belanda.

Surat kabar Kaum Muda mempunyai ruangan yang disebut ruangan "iseng-iseng". Ruangan itu sama dengan ruangan pojok yang terdapat dalam surat kabar-surat kabar zaman sekarang. Ruangan iseng-iseng itu diberi nama "Keok ". Kata itu berasal dari bahasa Minangkabau. Artinya ialah, kalah dan takut, diambil dari bunyi ayam yang kalah dalam aduan.

Ruangan ”Keok” sangat digemari oleh pembaca. Ruangan itu diisi oleh Abdul Moeis dengan kata-kata yang penuh sindiran tetapi lucu. Sindiran itu ditujukannya terhadap lawan-lawannya, terutama orang Belanda. Karena ada ruangan ”Keok” itu, surat kabar Kaum Muda sangat laris. Penggemarnya bukan hanya orang-orang pergerakan, tetapi juga pegawai pemerintah. Contoh dari isi ruangan ”Keok” adalah seperti di bawah ini:

Dalam tahun 1915 ada seorang wanita yang akan diangkat menjadi lurah di daerah Serang. Masyarakat ribut karena tidak setuju, Mereka menganggap, seorang wanita. tidak pantas menjadi lurah. Maka menulislah Abdul Moeis dalam ruangan ”Keok”. Dengan halus dan penuh humor dikatakannya bahwa orang-orang yang tidak setuju itu lupa siapa yang memerintah negeri mereka. Bukankah yang memerintah negeri mereka itu seorang wanita? Yang dimaksudkan Abdul Moeis ialah Ratu Wilhelmina yang ketika itu menjadi ratu kerajaan Belanda.

Waktu pecah Perang Dunia I timbul rasa kuatir, bahwa Indonesia mungkin akan terlibat dalam perang. Bagaimanakah reaksi Abdul Moeis? Dalam ruangan ”Keok” ditulisnya bahwa orang Indonesia tidak perlu kuatir. Biarlah perang di Eropah itu berlangsung lama. Kalau perang itu berlangsung lama, akan banyak laki-laki yang mati. Untuk menggantikan mereka, orang-orang Eropah yang ada di Indonesia akan dipanggil ke Eropah. Kalau hal itu terjadi, akan banyak terdapat lowongan pekerjaan. Orang-orang Indonesia akan mendapat kesempatan untuk mengisinya.