Lompat ke isi

Sejarah Kota Banjarmasin/Bab 4

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

BAB IV POLITIK DAN PEMERINTAHAN

4.1 Perkembangan Administrasi Kota

Setelah penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949 Kotapraja Banjarmasin dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS), baru pada bulan April 1950 masuk pemerintahan Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 3/1953 tentang pembentukan Kota Besar Banjarmasin dengan disertai pemberian kewenangan mengatur rumah tangga sendiri, urusan medebewind dan Otonomi Daerah, dengan Walikota pertama ditunjuk oleh Pemerintah Pusat adalah AIDAN SINAGA.

Setelah dikeluarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1957, maka terpisahlah urusan pusat dan daerah yang pada waktu ada pejabat Walikota dan ada pula Kepala Daerah:

  1. H. Horman sebagai P.D. Walikota dan,
  2. Burhan Afhani sebagai Kepala Daerah.

Dengan adanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, maka dilakukan penyempurnaan Sistem penyempurnaan Sistem Pemerintahan di Daerah dengan dikeluarkannya PenPres No. 16 tahun 1956 dan Pen Pres No. 5 tahun 1960 (sete-

lah disempurnakan), dibentuk Lembaga Legislatif DPRD

Gotong Royong terdiri dari wakil-wakil Golongan Karya.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1957 Daerah Indonesia dibagi atas Daerah Swatantra tingkat I dan tingkat II~). Akan tetapi sesudah berlakunya Undang-Undang No. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan yang baru, maka nama Daswati I berubah menjadi Propinsi dan Daswati II menjadi Kabupaten/Kotamadya2 ).

Berhubung Walikota Kotamadya Banjarmasin H. Horman mengundurkan diri beserta sekretarisnya Apipudin· (1959- 1965) dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Ting- kat I Kalimantan Selatan tanggal 28 April 1965 No. 1-2-19- 247 dan dengan surat keputusan Gubernur tanggal 2 Oktober 1965 No. Sekr-BB- 3-26-474 ditunjuk Kapten Quderah H. Adenan (anggota BPH) sebagai Pj. Walikota. Kemudian dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 13-9-1965 No. UP/15/5/18 - 1358, M. Hanafiah sesuai dengan diantara calon yang diajukan oleh DPRD Kotapraja Banjarmasin, diangkat menjadi Walikota Kotapraja Banjarmasin3 ).

Perkembangan administrasi pemerintahan Kotamadya Ban-jarmasin menurut sensus penduduk tahun 1961 dari segi jumlah desa kotapraja dan kecamatan adalah sebagai berikut:

NO.KECAMATANDESA

1. Banjarmasin 1.Kertak Baru 10. Sungai Baru
2. Telawang 11. Kelayan Timur
3. Teluk Dalam 12. Kelayan Barat
4. Pasar Lama 13. Seberang Mesjid
5. Sungai Jingah 14. Melayu
6. Ant. Kecil Timur 15. Mantuil
7. Sungai Miai 16. Kelayan Barat
8. Kween Selatan 17. Pemurus
9. Kween Utara 18. Pengambangan
Jumlah Desa = 18
Jumlah seluruh Kecamatan = 1
Kotapraja Desa = 18

Pada tahun 1974-1979 luas Kodamadya Banjarmasin ± 72.0776 Km2. Secara Hukum dan Administrasi, Kodamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin dibagi atas 4 (empat) wilayah kecamatan dengan 20 kampung dan 779 rukun tetangga (RT), perinciannya sebagai berikut:

KECAMATAN BANYAKNYA KAMPUNG BANYAKNYA RT
Banjar Barat 4 223
Banjar Timur 4 211
Banjar Selatan 5 222
Banjar Utara 7 123
Jumlah 20 779

Untuk meningkatkan kelancaran pelayanan, penghimpunan data kependudukan yang lebih sempurna dan segi-segi administrasi kampung lainnya, yang banyak tergantung pada luas dan jumlah penduduk kampung, maka dianggap perlu untuk segera mengadakan pemekaran kampung di Daerah Kotamadya Banjarmasin dari 20 kampung menjadi 49 kelurahan4).

KECAMATAN KELURAHAN LUAS
Banjar Barat 12 7,89 ha
Banjar Timur 13 11,58 ha
Banjar Selatan 13 31,55 ha
Banjar Utara 11 20,98 ha
Jumlah 49 72,00 ha
Kemudian pada tahun 1984 menjadi 50 Kelurahan (lihat lampiran).

DAFTAR NAMA-NAMA KELURAHAN DALAM
KOTAMADYA BANJARMASIN


No Kecamatan Desa
Sebelum Dimekarkan
Desa
Sesudah Dimekarkan
Ket
1 2 3 4 5
I. Banjar Barat 1. Teluk Dalam 1. Teluk Dalam
2. Telaga Biru
3. Pelambuan
4. Antasan Besar
2. Kertak Baru 1. Kertak Baru Ulu
2. Kertak Baru Ilir
3. Pasar Lama 1. Pasar Lama
2. Belitung Utara
3. Belitung Selatan
4. Telawang 1. Telawang
2. Teluk Tiram
3. Mawa
3. Mawa
II. Banjar Utara 1. Sungai Jingah 1. Sungai Jingah
2. Surgi Mufti
2. Antasan Kecil Timur 1. Antasan Kecil Timur
3. Sungai Miai 1. Sungai Miai
2. Pangeran
4. Kuin Selatan 1. Kuin Selatan
2. Kuin Cerucuk
5. Kuin Utara 1. Kuin Utara
6. Alalak Selatan 1. Alalak Selatan
7. Alalak Utara 1. Alalak Utara
2. Alalak Tengah
III. Banjar Timur 1. Kampung Melayu 1. Kampung Melayu
2. Kuripan
3. Sungai Bilu
4. Kebun Bunga
2. Pengambangan 1. Pengambangan
2. Benua Anyar
3. Sungai Lulut
1 2 3 4 5
3. Sungai Biru 1. Sungai Baru
2. Pekapuran Laut
3. Pekapuran Raya
4. Karang Mekar
4. Seberang Mesjid 1. Seberang Mesjid
2. Kampung Gedang
IV. Banjar Selatan 1. Kelayan Barat 1 1. Kelayan Luar
2. Kelayan Barat
3. Kelayan Dalam
4. Kelayan Tengah
2. Kelayan Barat II 1. Kelayan Selatan
2. Pekauman
3. Kelayan Timur 1. Kelayan Timur
2. Tanjung Pagar
3. Murung Raya
4. Pemurus 1. Pemurus dalam + Pemurus Baru '84
2. Pemurus Luar
5. Mantuil 1. Basirih
2. Mantuil

Banjarmasin, 8 Oktober 1982
Kepala Kantor Bangdes
Kodya Banjarmasin.
ttd.
AS'ARIE SYACHMANINAN
NIP 010044253

Dengan berlakunya Undang-Undang No. 5 tahun 1974 dan surat keputusan Menteri Dalam Negeri No. 130 tahun 1978 telah ditetapkan struktur organisasi pemerintahan dan tata kerja Sekretaris Wilayah Daerah dan Sekretaris Dewan Pemerintahan Kodya Dati II Banjarmasin5). Kemudian dituangkan lagi ke dalam peraturan daerah No. 2 tahun 1979, terdiri atas:

1). Sekretaris Wilayah, terdiri atas 9 bagian yaitu:
    a) Bagian Pemerintahan
    b) Bagian Hukum Organisasi dan Tata Laksana

c)Bagian Pembangunan

d)Bagian Keuangan

e)Bagian Perekonomian

f)Bagian Kesejahteraan Rakyat

g)Bagian Umum Humas dan Protokol

h)Bagian Kepegawaian

i)Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah6 )

2)Dinas-Dinas Daerah, terdiri atas:

a)Dinas PU Daerah, Perda No. 11 tahun 1974

b)Dinas Kepermaian Kota, Perda, No. 11 tahun 1974

c)Dinas Kesehatan, Perda No. 11 tahun 1974

d)Perusahaan Daerah Air Minum, Perda No. 12 tahun

1976

e)Kantor Urusan Perumahan

f)Mawil Hansip

g)IPEDA

Di samping dinas-dinas terdapat pula beberapa unit kerja yaitu: Kantor Sosial Politik, Kantor Agraria, Kantor Pemba- ngunan Desa, Kantor Keluarga Berencana, dan Kantor Perpusta- kaan Umum.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No- mor 69 Tahun 1973, Struktur Pemerintahan Kecamatan dime- karkan dari 1 (satu) Kecamatan menjadi 4 (empat) kecamatan yaitu: Kecamatan Banjar Timur, Kecamatan Banjar Barat, Keca- matan Banjar Utara, dan Kecamatan Banjar Selatan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, struktur pemerintahan kelurahan atau semua perangkat kelurahan telah diangkat dengan status Pegawai Negeri Sipil.

Pemerintah kelurahan ini, dari tahun 1961 berjumlah 18 (delapan belas) kelurahan, naik pada tahun 1974, menjadi 20 (duapuluh) kelurahan, atau naik 11,11 persen, dan pada tahun 1979 jumlah kelurahan dimekarkan lagi menjadi 49 Kelurahan, atau naik 29 buah kelurahan atau sebesar 161,11 %. Sebagai Pembantu Pemerintahan pada tingkat kelurahan, dibentuk Rukun Tetangga (RT). Jumlah RT dalam Wilayah Kotamadya Banjarmasin, adalah:

1) Kecamatan Banjar Timur 13 Kelurahan dan 291 RT,

2) Kecamatan Banjar Barat 12 Kelurahan dan 286 RT,

3) Kecamatan Banjar Selatan 11 Kelurahan dan 171 RT,

4) Kecamatan Banjar Utara 13 Kelurahan dan 302 RT;

Jadi jumlah seluruhnya 49 Kelurahan dan 1050 RT (Rukun Tetangga).

Lembaga legieslatif (DPRD) Tingkat II Banjarmasin, sebagai patnership Pemerintah selalu bekerjasama dalam mengemban tugas Otonomi Daerah 7). Dewasa ini dalam lembaga DPRD Kotamadya Banjarmasin, terdapat 3 Fraksi yakni: Fraksi ABRI (4 orang), Fraksi Karya Pembangunan (12 orang), dan Fraksi · Persatuan Pembangunan (16 orang)8). Di samping itu dibagi atas 4 komisi DPRD, masing-masing adalah: Komisi A bidang Pemerintahan, Komisi B bidang Ekonomi/Keuangan, Komisi C bidang Pembangunan, dan Komisi D bidang Sosial.

4.2 Kekuatan-kekuatan Sosial dan Politik

Tanda-tanda permulaan pertumbuhan pergerakan nasional di Kodya Banjarinasin, dimulai dengan lahirnya sebuah perkumpulan yang bernama Seri Budiman9). Hal ini atas inisiatif Kiai Bondan. Anggota-anggotanya berasal dari golongan pangreh praja dan golongan pedagang, yaitu golongan masyarakat yang telah mendapatkan pendidikan secara Barat.

Walaupun perkumpulan ini lebih nampak sifat sosialnya daripada aspek politiknya, namun organisasi ini dapatlah kita pandang sebagai organisasi perintis di daerah ini yang menjadi pembuka jalan bagi timbulnya organisasi modem di kemudian hari. Sebagaimana dengan organisasi-organisasi moderen lainnya, maka perkumpulan inipun memakai cara dan metode moderen, misalnya anggaran dasar, anggaran rumah tangga serta tujuan tertentu yang hendak dicapai. Sesuai dengan penonjolan watak sosialnya dari pada watak politiknya, maka perkumpulan ini bertujuan untuk mempererat hubungan sesama anggotanya. Perkumpulan ini tidak dapat hidup lama antara lain karena anggota-anggotanya yang penting dan yang menjadi motor pendorong organisasi pindah tempat. Setahun kemudian setelah bubarnya Seri Budiman, timbul pula organisasi lain yang mempunyai tujuan sama dengan perkumpulan yang mendahului itu10). Perkumpulan tersebut diberi nama "Budi Sempurna" dengan tokohnya Kiai Muhammad Djamdjam.

Setelah 2 tahun perkumpulan ini berjalan, atas persetujuan pengurus dan anggota-anggotanya perkumpulan ini berganti nama "Budi Buana"11). Diperkirakan orang masuknya organisasi sosial politik di Kotamadya Banjarmasin, sekitar tahun 1943. Dan terus berkembang hingga setelah kemerdekaan. Namun hanya sebagian saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Dalam waktu-waktu selanjutnya. setelah bubar organisasi tersebut, timbullah pergerakan dengan corak baru dalam semangat dan cita-cita yang akan dicapai yaitu perkumpulan yang bersifat perjuangan politik dengan tujuan mencapai persatuan, kecintaan kepada tanah air dan kemerdekaan. Dengan kata lain muncullah organisasi-organisasi yang lebih menonjolkan aspek nasional politik. Perkumpulan-perkumpulan yang memiliki semangat dan cita-cita seperti itu antara lain: Sarikat Islam, persatuan pemuda yang terdapat di daerah ini dan yang dalam proses perkembangan pergerakan selanjutnya akan nampak dalam organisasi-organisasi politik dan sosial yang ada di daerah ini.

4.2.1 Perkembangan Sosial-Politik Tahun 1950-1961

Setelah Indra Buana dibubarkan muncullah organisasi-organisasi baru yang dibawa dari Jawa yaitu Serikat Islam yang kemudian diikuti oleh Muhammaddiyah dan selanjutnya Nahdatul Ulama. Pertikaian antara Muharnmadiyah dengan Nahdatul Ulama mengakibatkan munculnya kelompok lokal moderat, Musyawaratutthalibin dan Persatuan Perguruan Islam. Perluasan Sarikat Islam yang begitu cepat di Kotamadya Banjarmasin agaknya disebabkan oleh ide-ide yang dibawanya langsung dapat diterima oleh rakyat banyak yang beragama Islam. Semboyan mereka "Berani karena benar, takut karena salah", selalu didengung-dengungkan oleh para anggota Sarikat Islam di masyarakat.

Organisasi yang bersifat nasional berikutnya yang lahir di Kotamadya Banjarmasin sesudah Sarikat Islam adalah Muhammadiyah dengan pramotornya seorang ulama, yaitu Haji M. Japri. Gerakan ini walaupun pada mulanya mendapat tantangan hebat di kalangan penduduk, akhirnya mendapat posisi yang penting di daerah ini, karena kesungguhan para penganjurnya. Muhammadiyah seperti halnya Sarikat Islam adalah organisasi berdasar Islam. Tujuan terpenting dari Muhammadiyah ialah memurnikan paham-paham agama Islam yang·dianggapnya telah banyak menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad saw, dengan semboyannya yang terkenal "Kembali kepada Qur'an dan Hadist12). Pada dasarnya organisasi-organisasi yang ada di daerah Kotamadya Banjarmasin adalah organisasi Islam. Ini dapat kita lihat dari masyarakat·Banjar itu sendiri yang merupakan masyarakat agamis mayoritas Islam, sehingga pada menjelang PEMILU, (lihat tentang Pemilu) masing-masing partai sosial politik saling bersaingan terutama sekali partai yang berdasarkan agama Islam. Namun tidak semua condong kepada.partai-partai Islam tersebut, karena ada pula yang bernaung di bawah partai-partai politik yang mendukung pendidikan.

4.2.2 Partai-partai Politik Tahun 1961, Menjelang Orde Baru Sampai Dengan 1974

Jumlah dan organisasi partai-partai politik mempunyai pengaruh bagi para calon akan duduk di pemerintahan, sebagaimana akan terlihat apabila menganalisis pemerintah yang demokratis. Tetapi barangkali lebih besar lagi pengaruh ini atas susunan intern organ-organ pemerintahan. Adanya pemerintahan, pengaruh ini mudah difahami kalau diingat bahwa partai-partai tidak saja menguasai pengumpulan para pemilih dan calon, tetapi juga penentuan para utusan1 3 ). Dalam masa orde baru keadaan partai-partai lebih tertib lagi, karena adanya peraturan-peraturan yang memuat penyelenggaraan PEMILU, tapi tak terlepas dari reaksi masyarakat apabila menjelang PEMILU. Perasaan dan kondisi masyarakat semakin hangat, sedang suhu politik pun makin meninggi. Rakyat amat peka bila golongan dan partainya disinggung, sehingga kadang-kadang timbul hal-hal yang tidak wajar di kelompok masyarakat yang sengaja mengambil kesempatan untuk mengacaukan masyarakat, baik secara membonceng pada suatu partai atau membuat issue yang memfitnah dan mengadu domba antara pihak yang satu dengan lainnya. Cara-cara pengacauan itu berupa pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan permainan yang telah diatur di dalam Undang-Undang, baik secara halus maupun secara kekerasan memaksa pihak-pihak lain untuk menggunakan hak pilihnya pada tempat yang tidak dikehendakinya.1 4 ).

Menjelang PEMILU tahun 1971, pemerintah perlu menyatukan partai. Karena terlalu banyak, maka dijadikan tiga partai1 5), yaitu: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (GOLKAR), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Partai Persatuan Pembangunan yang berasal dari gabungan partai-partai Islam, di Kotamadya Banjarmasin selalu banyak pendukungnya dan tidak jarang sekali terjadi kekacauan karena bersemangatnya dalam berkampanye untuk partai yang didukungnya.

Dalam Repelita II ( 1974-1979) Pemda Kotamadya Banjarmasin juga memberikan suatu program yang diarahkan pada usaha-usaha menanamkan keyakinan tentang keampuhan Pancasila dan UUD 1945 melalui proyek-proyek khusus yang diselenggarakan dan diselaraskan dengan kebutuhan dan situasi serta kondisi pada masa-masa tertentu. Pada sektor politik pemerintah meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap haluan Negara dan perundang-undangan/peraturan-peraturan yang berlaku, di samping terus meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya subversi serta golongan ekstrim lainnya yang akan mengganggu stabilitas dan keamanan Negara. Rencana Pemerintah Daerah Kotamadya Banjarmasin dalam bidang Sosial Politik dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

4.3 Pemilu Tahun 1955, 1971, dan 1977

Dalam membahas Partai Politik di Daerah Swatantra Tingkat II Banjarmasin (1955), maka kita mau tidak mau harus membahas pula mengenai Pemilihan Umum. Hal ini disebabkan adanya kaitan yang erat antara Partai Politik dan Pemilihan Umum, karena partai politik dan pemilihan umum merupakan dua realitas yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Bahkan kadang-kadang sulit untuk memisahkan guna keperluan analisis. Sebaliknya Partai-partai Politik itu menganut faham demokrasi untuk memperoleh kekuasaan.

Pemilihan Umum adalah suatu proses kegiatan yang diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat yang pada gilirannya akan mengendalikan jalannya roda pemerintahan.

Tahap-tahap dalam kegiatan Pemilihan Umum 1955 di Kalimantan Selatan, terutama di Kotamadya Banjarmasin:

1) Pendaftaran Pemilih

2) Penetapan jumlah anggota yang dipilih untuk tiap daerah pemilihan.

3) Pengajuan nama dan tanda gambar organisasi.

4) Pengajuan nama calon

5) Penelitian calon-calon

6) Penetapan calon

7) Pengumuman daftar calon

8) Kampanye pemilihan

9) Pemungutan suara Halaman:Sejarah Kota Banjarmasin.pdf/70 10) Perhitungan Suara
11) Penetapan hasil Pemilu:
    a. kursi
    b. penetapan terpilih
    c. peresmian anggota
12. Pengambilan Sumpah.

Partai-partai yang ikut Pemilihan Umum 1955 di Daerah Swatantra Tingkat II Banjarmasin pada waktu itu lebih kurang 11 buah dan ikut menjadi konsestan antara lain:
1) Ikatan Seritak Kerakyatan Indonesia (ISKI)
2) Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi)
3) Partai Indonesia Raya (Parindra)
4) Partai Serikat Islam Indonesia (PSII)
5) Partai Sosialis Indonesia (PSI)
6) Partai Nasional Indonesia (PNI)
7) Partai Nahdatul Ulama (NU)
8) Partai Tarbiyah Islam Indonesia
9) Partai Daya (PD)
10) Partai Keluarga Marabahan
11) Partai yang sifatnya perseorangan yaitu Zafri Zamzam dan M. Adriana1 6).

Adanya demikian banyak partai dalam sistem pemerintahan parlemen telah mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan. Kabinet sering berganti dalam waktu yang relatif singkat. Banyaknya di antara partai-partai tersebut kemudian telah dilarang atau tidak diakui lagi oleh pemerintah.

Pada Pemilihan Umum 1955 di Daerah Swantara Tingkat II Banjarmasin yang menang adalah Partai Nahdatul Ulama

Sebelum terjadinya peristiwa G.30.S/PKI, serta pengakuan Partai Murba tahun 1965, maka di Kotamadya Banjarmasin terdapat partai-partai politik antara lain: Partai NU, PNI, PSII, Partai Islam Perti, Partai Ikatan Pendukung

dekaan Indonesia, Partai Kristen Indonesia (PARKINDO), Partai Katholik, dan Partai Indonesia(PARTINDO).

Pada tanggal 1 Oktober 1965 setelah mendengar siaran RRI yang mengungumkan Pembentukan Dewan Revolusi, Gubernur Kalimantan Selatan tanpa ragu-ragu menilai bahwa tindakan tersebut adalah Coup, atas prakarsa Gubernur dan Pangdam X/LM Amir Machmud pada hari itu juga diadakan rapat dengan Panca Tunggal Propinsi Kalimantan Selatan, guna mengambil langkah-langkah yang segera agar dapat menjaga keselamatan Negara, dan daerah Kalimantan Selatan, terhadap tindakan destruktif.

Ternyata coup terjadi pada tanggal 30 September, sedang pelakunya adalah PKI dan ormas-ormasnya. Segera dilakukan penangkapan terhadap mereka. Suasana tahun 1965 diliputi oleh kegiatan untuk mengikis habis unsur-unsur PKI dari aparat eksekutif dan legislatif. Termasuk Kotamadya Banjarmasin ikut mendukung seluruh aparat, parpol dan ormas serta rakyat membantu sepenuhnya1 7).

Pada tanggal 19 Januari 1964 PKI mengadakan sidang Pleno comite PKI se-Kalimantan Selatan dan telah membahas dengan secara mendalam laporan politik C.C. PKI yang disampaikan pada sidang Pleno ke II C.C. PKI di Jakarta akhir Desember 1963 sebagai dukungan PKI terhadap Tri Program Pemerintah1 8).

Resolusi Pemuda Rakyat Banjarbaru No. R/65/2 yang dikeluarkan dalam tahun 1965 sebelum peristiwa G-30-S/PKI tanggal 25 Juli 1965, berbunyi sebagai berikut:

  1. 1) Menuntut kepada pemerintah, segera membubarkan Partai Murba karena ternyata Parati Murba pemecah belah kekuatan Nasional dan nyata-nyata menjadi antek kaum revisionis.
  2. 2) Laksanakan Pemilu, yang pelaksanannya dengan cara yang mudah dan murah, yakni: dengan cara suara yang
diperoleh dari masing-masing partai dan golongan itu men­jadi dasar untuk membaharui DPRD, BPH, DPRDGR, MPRS.

3) Mendukung adanya musyawarah Besar Tani, karena Mubes Tani akan melancarkan pelaksanaan UUPA dan UUPBH, sekaligus akan menaikkan produksi khusus di bidang pangan.

Sebelum dikeluarkan Supersemar 11 Maret 1966 yang terkenal itu, suasana politik di Kodya Banjarmasin diliputi oleh kabut tebal yang membawa keraguan bagi masyarakat yang progresif revolusioner, karena sebegitu jauh terhadap PKI dan ormasnya belum juga diambil sesuatu tindakan yang tegas oleh pemerintah pusat, padahal mereka melakukan coup, yang mengakibatkan jatuhnya korban beberapa orang pahlawan revolusi kita.

Beberapa demonstrasi telah dilancarkan, baik oleh parpol ormas yang diorganisasi oleh KAPAK, maupun mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam KAMI/KAPPI, untuk menuntut dibubarkan dengan segera PKI beserta ormasnya. Sangat disesalkan bahwa dalam salah satu peristiwa demonstrasi ini telah jatuh korban seorang mahasiswa yang benama: Hassanuddin Majedi pada tanggal 10 Pebruari 1966.

Dengan diterimanya Supersemar oleh Presiden Suharto merupakan penawar dingin dalam suasana negara yang serba sulit dan tidak memuaskan. Suasana politik mulai cerah kembali setelah ditangkapnya beberapa orang menteri dari kabinet 100 menteri, yang banyak membawa malapetaka dan kesengsaraan kepada rakyat dan negara. Ormas yang bemaung di bawah PKI yaitu: Barisan Tani Indonesia (BTI), Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), Pemuda Rakyat, CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia), GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia), LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat), dan HSI (Himpunan Sarjana Indonesia). Partai Kristen Indonesia kurang menunjukkan kegiatan keluar. Hal ini mungkin disebabkan kurang begitu banyak anggota sehingga memungkinkan titik berat daripada kegiatannya ditujukan untuk memperbanyak anggota dengan cara:

  1. Mengadakan kegiatan dalam bidang pendidikan
  2. Kebaktian di gereja dan lain-lain.

Anggota partai ini umumnya terdiri atas orang pendatang yang beragama Kristen. Jarang melahirkan gerakan-gerakan politik, tetapi hanya menanggapi dan menilai situasi politik yang tumbuh atau sedang berkembang.

Menjelang Pemilu 1971, sistem banyak partai itu telah disederhanakan menjadi 3 (tiga) partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Masing-masing menarik peserta sebanyak mungkin, dengan kampanye Luber dan tiap organisasi kekuatan sosial politik diberi kedudukan, kebebasan, kesempatan dan perlakuan yang sama.

Dari hasil pemilu yang telah dilaksanakan di Kotamadya Banjarmasin pada tahun 1971, dengan jumlah suara yang masuk 119.857 suara Partai Persatuan Pembangunan menduduki ranking teratas. Partai Persatuan Pembangunan 70.488 suara, atau sebesar 58%; Golongan Karya menduduki ranking kedua berjumlah 46.690 suara, atau sebesar 39%; dan Partai Demokrasi Indonesia menduduki ranking terbawah berjumlah 2.679 suara, atau hanya sebesar 3%. Pemilu pada tahun ini berjalan lancar dan aman.

Berdasarkan Pemilu 1977, untuk DPRD Tingkat II Kotamadya Banjarmasin jumlah suara seluruhnya 171.088 suara. Dari jumlah itu direbut oleh Partai Persatuan Pembangunan berjumlah 86.986 suara, atau sebesar 60,61%. Berarti kenaikan jumlah suara Partai Persatuan Pembangunan pada pemilu 1977 sebesar 16.498-suara, atau sebesar 2,61%; Golongan Karya berjumlah 53.516 suara, atau sebesar 37,29%. Penurunan jumlah suara Golongan Karya sebesar 1,71%; dan Partai Demokrasi Indonesia berjumlah 3.022 suara, atau sebesar 2,10%, yang berarti penurunan jumlah suara sebesar 0,90%. Jadi Kotamadya Banjarmasin masih didominasi oleh Partai Persatuan Pembangunan dan tahun 1955 dimenangkan oleh Partai Nahdatul Ulama² ²). Halaman:Sejarah Kota Banjarmasin.pdf/76 Halaman:Sejarah Kota Banjarmasin.pdf/77