Lompat ke isi

Sejarah Kota Banjarmasin/Bab 3

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
BAB III KOTA DAN LINGKUNGAN


3.1 Pemekaran Kota Sesudah Tahun 1950—1979

Secara geografis, Kota Banjarmasin makin berkembang sesuai dengan keadaan zaman. Kota Banjarmasin, pada awalnya berpusat di Kuin Cerucuk, dengan hadirnya bangsa Belanda dalam bidang perdagangan, lambat laun pusat kota dan pemerintahan berpindah ke Pulau Tatas. Tentunya sejalan dengan politik kolonisasi pemerintah Belanda. Di pulau ini Belanda membangun sebuah benteng yang disebut Fort Tatas. Pulau Tatas terletak di sebuah delta Sungai Barito sekarang dibatasi oleh Sungai Barito, Sungai Martapura, Sungai Antasan Kecil dan Sungai Kuin.

Pulau Tatas mula-mula disewakan kepada Belanda pada tahun 1747. Di atas pulau ini didirikanlah perkantoran atau loji. Pada tahun 1756 didirikan benteng kayu. Benteng menjadi penting sekali sesudah tahun 1787. Benteng ini menjadi pusat pemerintahan dan kekuasaan Belanda di daerah yang diserahkan oleh Sultan yang memegang kekuasaan Kerajaan Banjar. Fort Tatas menjadi simbol kekuasaan dan berkembangnya penjajahan Belanda atas Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah sampai dengan 29 Desember 1942, dan NICA sampai tahun 1949. Sebagai bangunan bersejarah di daerah Kalimantan Selatan, benteng ini telah dihancurkan untuk: digantikan dengan Masjid Raya Sabilal Muhtadin, dan lenyap dari pengamatan generasi yang akan datang1)

Sebagai titik sentral Fort Tatas dikelilingi oleh bangunan-bangunan perumahan-perumahan, gedung-gedung, pusat-pusat perbelanjaan, pertokoan, kantor-kantor, museum, bar dan restaurant, hotel-hotel, bioskop, teater, dan balai kotapraja. Jaringan lalu lintas juga berpusat pada titik tersebut dan menyebar ke segala arah.

Sesudah tahun 1950-an, pemekaran kota Banjarmasin makin meningkat, seiring dengan padatnya pemukiman di pusat kota. Angka kelahiran meningkat, sedangkan angka kematian menurun sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan pegawai kesehatan dan pengertian masyarakat. Di samping itu gelombang urbanisasi mengalir terus masuk ke kota dari pedalaman, karena gangguan gerombolan Ibnu Hajar (1900—1961), sedang sebagian lagi untuk mencari nafkah dan melanjutkan studi.

Pertambahan penduduk dengan areal pemukiman yang tidak berimbang, mengakibatkan timbulnya distribusi wilayah ke luar titik sentral. Penyebaran penduduk, maka terjadi pada aktivitas-aktivitas khusus yang kemudian menempati wilayah-wilayah tertentu1).

Pemekaran kota Banjarmasin sebelum Repelita pertama tidak serasi, karena pemerintah belum menangani secara serius terhadap perumahan dan pembangunan kota. Kondisi politik dan keamanan di Kota Banjarmasin pada saat itu belum stabil.

Pada tahun 1950-1969 di pinggiran kota sebelah Utara terbentang jalan Belitung & 400 meter arah ke sungai Barito dan terhenti. Pada tikungan arah ke Utara lagi bertemu jalan Kuin. Pada tikungan ini dibangun Pertamina sebagai persediaan minyak untuk Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

30

Jalan Kuin ini terbagi dua oleh Sungai Kuin sendiri, karena itu disebut Kuin Utara dan Kuin Selatan. Pada bagian lain terdapat pula Kampung Alalak yaitu Alalak Utara dan Alalak Selatan. Keduanya adalah perkampungan rakyat yang penempatan rumahnya tidak teratur.

Pada tahun 1970—1979 makin berkembang lagi pembangunan terutama pemukiman dan seiring dengan itu jalan-jalan diperlebar dan diperpanjang arah ke Barito Kuala. Di sini ditemukan jalan Kayu Tangi yang sekarang diganti namanya menjadi Jalan Brigjen H. Hassan Basri. Di kiri dan kanannya dibangun pemukiman Kayu tangi I dan II sebagai realisasi dari proyek perumahan rakyat. Gedung-gedung juga dibangun. pada jalan ini seperti gedung Universitas Lambung Mangkurat, Rumah Sakit Jiwa dan SPSA.

Ke sebelah selatan berkembang pembangunan rumah-rumah rakyat yang umumnya tidak teratur dan berdempet-dempet seperti daerah Kelayan, dan Pemurus. Arah ke Hilir Sungai Martapura ditemukan Kampung Mantuil di pertemuan. Sungai Barito dan Martapura. Antara Mantuil dan Banjarmasin ada dibangun beberapa industri kayu lapis, industri kapal layar dan dok-dok kapal terutama di tepian Sungai Martapuranya3).

Di sebelah timur, daerah ini termasuk padat penduduknya. Bagian ini termasuk pusat kota pada masa Kerajaan Banjar, dan berseberangan dengan pusat pemerintahan Kalimantan Selatan. Pembangunan tidak banyak, tetapi pertambahan perumahan penduduk makin padat. Tetapi bangunan pemerintah

bertambah dengan perumahan ABRI di Kompleks A. Yani dan bertambahnya pasar di kompleks ini. Demikian pula adanya jalan tembus antara Jalan Veteran dan Jalan A. Yani sebagai jalan protokol yaitu Jalan Gatot Subroto. Pembangunan pada jalan Gatot Subroto berhubung dengan pusat, karena di tepi jalan dibangun rumah-rumah gedung dan gedung-gedung kantor. Arah ke dalamnya baik kiri dan kanan perumahan elite baru pada masyarakat Banjar.

31

Di sebelah barat banyak berkembang perumahan rakyat dan buruh-buruh yang tidak teratur. Di samping itu dibangun beberapa gedung dan tower, pelabuhan Tri Sakti dan industri-ndustri kayu.

Pemekaran kota berbarengan dengan pengkaplingan dan pembagian pemilikan tanah. Tanah-tanah pinggiran kota di desa berproses ke tanah kota, terdapat pemisahan hak, dan sekali tercapai, pola-pola pemisahan tanah di wilayah kota timbul secara menyolok.⁴) Dalam proses ini pemilikan tanah yang besar di Banjarmasin menjadi merosot dan pemilik tanah kecil menjadi meningkat. Ketika pemekaran kota ke arah pinggiran, mulanya terjadi pengkaplingan tanah. Karena itu pembagian tanah selalu mendahului pemekaran kota.⁵)

Pemekaran Kota Banjarmasin jika kita tinjau dari sudut sosial, politik, dan ekonomi maka sangat erat kaitannya dengan unsur-unsur keperluan hidup masyarakatnya sehari-hari dan juga dengan mata pencaharian penduduknya.

Dari segi sosial, dapat kita hubungkan dengan kegiatan kota yang merupakan tempat yang serba majemuk, seperti: Tempat hiburan, bioskop, pasar, pertokoan, pabrik, industri, jalanan yang penuh dengan mobil, pendidikan dan lain-lain sebagainya.

Dengan adanya pemekaran kota, maka jadilah kota sebagai tempat untuk mencari usaha-usaha bagi kehidupan sehari-hari. Hal ini tentunya meningkatkan tarap hidup masyarakatnya. Kota menyediakan sarana hiburan seperti Arjuna Plaza, bioskop dan lain-lain.⁶) Kotamadya Banjarmasin yang semakin mekar, membawa akibat yang sudah tentu mempunyai dampak, baik positif maupun negatif.

Adapun pengaruh yang positif jika ditinjau dari sudut sosial, yaitu:

1) Kota semakin semarak oleh kemegahan gedung-gedung dan semakin ramai.

32

2) Pendidikan masyarakat semakin tinggi tarafnya, dengan adanya Universitas Lambung Mangkurat, sebagai satu-satunya perguruan tinggi negeri di daerah ini.

3) Dengan mekarnya Kota Banjarmasin, maka taraf hidup rakyat semakin tinggi, sebab mudah mencari usaha sebagai hasil dari pembangunan yang kian meningkat.

4) Sarana jalan atau perhubungan semakin banyak untuk keperluan distribusi, dan lain-lain.

Semua kebaikan dari sudut sosial di atas, akan berlawanan sekali jika diungkapkan segi negatifnya, yaitu:

1) Dengan majunya Kota Banjarmasin yang dimekarkan, maka tingkat kebutuhan masyarakat semakin bertambah, sehingga memerlukan biaya hidup yang tinggi, sedangkan pemekaran kota tidak menjamin bahwa usaha dan kesempatan kerja selalu ada, sehingga akibatnya timbul berbagai penyimpangan hukum dan moral seperti: penodongan, perampokan, Wanita Tuna Susila, dan lain-lain sebagainya.

2) Dengan banyaknya hiburan di Kota Banjarmasin, maka sedikit banyaknya menggeser nilai-nilai budaya yang hidup di masyarakat. Jika dulu sebelum tahun 1950, sifat kegoongroyongan masih banyak dijumpai, namun sesudah itu ada gejala kian menipis.

Kota Banjarmasin semakin padat, dan rumah-rumah penduduk semakin sesak. Ditinjau dari sudut sosial, hal ini sangat rawan jika terjadi kebakaran yang memang sering melanda kota ini. Tidak terlepas dari padatnya penduduk adalah masalah sampah dan bekas barang-barang keperluan penduduk. Tapi yang sangat meresahkan adalah banyaknya WTS, baik yang nyata ataupun terselubung. Padahal penduduk kota Banjarmasin dikenal sebagai orang yang taat beragama Islam. Masalah yang lebih rumit lagi adalah banyaknya angkatan kerja yang menganggur, sebab lowongan kerja yang tadinya kosong telah terisi oleh pencari kerja lainnya.

Jelaslah bahwa jika dilaksanakan pemekaran kota, di samping ada kebaikannya berarti pula ada keburukannya. Sedangkan yang menerima akibatnya adalah masyarakat juga.

Jika kita tinjau dari sudut politik, pemekaran kota Banjarmasin ada juga dampaknya. Dengan adanya berbagai golongan masyarakat dan suku bangsa menjadi warga kota ini, maka secara tidak langsung akan memudahkan terjadinya pembauran, sehingga persatuan dan kesatuan bangsa yang kita kehendaki akan lebih kokoh. Di samping itu pula, dengan adanya pembauran sedikit banyaknya menimbulkan akulturasi kebudayaan daerah masing-masing.

Aspek lainnya dari pemekaran kota Banjarmasin dapat diartikan sebagai usaha pemerintah untuk meningkatkan kemajuan yang merata di seluruh wilayah Indonesia, yang mempunyai 27 propinsi, yang berarti juga 27 ibu kota propinsi, dan salah satunya ialah propinsi Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin.7)

Kota Banjarmasin merupakan tempat pusat kegiatan administrasi pemerintahan, sehingga dengan adanya pemekaran akan dapat menyusun struktur kota, sebagaimana dalam tahun 1961-1962, maka pembangunan diarahkan pada pertokoan.8) Dengan adanya usaha ini, maka secara politik suasana kota yang dulunya semraut dan tidak teratur, akan mudah ditata baik bentuk maupun letaknya, sehingga kota akan kelihatan teratur, bersih dan nyaman.

Dari segi ekonomi letak yang strategis menjadikan kota Banjarmasin memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian dan kelancaran roda pemerintahan dari daerah-daerah hinterlandnya.

Adanya dua pelabuhan dalam daerah Tingkat Jl Banjarmasin yakni pelabuhan pantai yang terletak di sungai Marta34 pura dan pelabuhan Samudera/pelabuhan ekspor yang terletak di Sungai Barito, menjadikan kota Banjarmasin sebagai pusat perdagangan dan kota pelabuhan utama bagi daerah-daerah Kalimantan Selatan dan sekaligus pula sebagai pelabuhan tran- sito untuk daerah Tingkat I Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Prospek pembangunan ekonomi Kalimatan Selatan akan menjadikan kota Banjarmasin sebagai sentral ekonomi yang utama.

Daerah-daerah produsen yang menunjang kota Banjarmasin dalam kedudukannya sebagai sentral ekonomi utama adalah Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala dan kabupaten- kabupaten di Hulu Sungai. Hubungan kota Banjarmasin sebagai daerah sentral ekonomi utama dengan daerah penunjangnya dapat dilakukan baik melalui darat maupun melalui sungai yang kondisinya memadai.

Adanya kota Banjarmasin sebagai pusat perdagangan se- perti disebutkan di atas adalah pengaruh dari pemekaran kota, sehingga perekonomian di kota ini semakin berkembang dengan pesat dari tahun ke tahun.9)

Mata pencaharian penduduk umumnya adalah berdagang, jadi pegawai, memburuh, sebagian petani dan nelayan. Karena itu pemekaran kota Banjarmasin jika ditinjau dari sudut eko- nomi sangat tepat sekali, karena akan menambah sarana bagi kepentingan masyarakat.

Jika kita tinjau dari sudut ekonomi pemekaran kota Ban- jarmasin sangat erat kaitannya dengan segi sosial dan politik. Dampak negatif dari segi sosial sebenarnya merupakan akibat dari faktor ekonomi.10) Segi-segi yang berhubungan antara pemekaran kota Banjarmasin dengan ekonomi adalah: 1) Pertokoan Toko-toko yang teratur mempermudah para pembeli un- tuk mencari barang keperluannya, dengan demikian akan meng- untungkan bagi pedagang. 2) Pasar

Dengan semakin bertambahnya lokasi pasar, akan membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin berusaha atau bekerja dengan berdagang. Hal ini merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya.

3) Distribusi

Dengan adanya ketertiban hasil pemekaran kota di Banjarmasin ini, maka hal itu mempermudah pemerintah untuk mengawasi barang-barang yang akan disalurkan oleh produsen, sehingga tidak terjadi apa yang dikenal istilah ”Barang Selundupan”. Adapun kaitannya dengan perhubungan ialah agar saluran lalu lintas penyampaian barang dari produsen ke konsumen dapat sampai dengan lancar. Hal ini erat kaitannya dengan sarana transportasi.

4) Tempat hiburan dan bioskop

Tempat hiburan dan bioskop juga berkaitan erat dengan lajunya pembangunan di daerah Kotamadya Banjarmasin, khususnya di bidang ekonomi, karena keduanya dapat dijadikan usaha.

5) Perumahan

Karena tingkat ekonomi masyarakat terlalu rendah, sehingga banyak rumah-rumah penduduk yang layak disebut gubuk, tidak teratur dan berlapis-lapis, sehingga mempersulit tujuan pemekaran kota yang diharapkan, yakni kota bersih, indah, teratur dan nyaman.

6) Terminal taksi kota dan parkir sepeda motor

Taksi kota sangat diperlukan oleh masyarakat, sehingga merupakan usaha yang baik bagi para sopir, maka agar ada keteraturan sepantasnyalah terminal taksi kota tersebut dibangun. Sedangkan parkir sepeda motor juga tidak kalah pentingnya untuk kepentingan pengendara sepeda motor.

Kesemua segi di atas dapat menambah pendapatan masyarakat yang dengan sendirinya juga menguntungkan Pemerintah Daerah, melalui pajak atau iuran yang diedarkan, baik yang sifatnya bulanan ataupun juga mingguan dan harian.

Pemekaran kota Banjarmasin ini sangat erat kaitannya dengan kepentingan pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dan masyarakat merupakan dua komponen yang tak terpisahkan dalam melaksanakan pemekaran kota Banjarmasin ini. Sudah sewajarnya pemerintah menetapkan peraturan sebaikbaiknya untuk kepentingan masyarakat, sehingga tidak menggelisahkan ataupun meresahkan masyarakat tersebut. Berkaitan dengan itu pula masyarakat sudah sepantasnya menaati dengan penuh kesadaran atas peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintahnya. Dengan bekerjasamanya dua komponen tersebut, maka pemekaran kota Banjarmasin dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga gedung-gedung, baik untuk pemerintahan ataupun hiburan serta pertokoan dapat dibangun, dan juga sarana jalan untuk kepentingan perhubungan semakin teratur.

32 Pertumbuhan Pemukiman-pemukiman dan Perbaikan Perkampungan

Sampai tahun 1979 penduduk Banjarmasin berjumlah: 381.286. Luas per Km2 72. Kepadatan penduduk Banjarmasin per Km2 5.296. Dari kenyataan-kenyataan jumlah penduduk di Banjarmasin yang banyak itu, maka setelah rumah penduduk disusun, mereka menempati rumah yang terdiri dari:

Rumah tunggal :

Rumah Kopel :

Rumah gandeng berjumlah 4.286 dan jumlah keseluruhan rumah adalah 57.586. 1 2)

Pertumbuhan pemukiman penduduk di Kotamadya Banjarmasin antara tahun 1965 sampai 1979 sudah sangat pesat dan menimbulkan permasalahan yang rumit yang dihadapi oleh pihak Pemerintah Daerah dan bagi kita semua yang menyadari akan pentingnya lingkungan yang sehat, indah dan teratur.

Pemukiman penduduk di Kotamadya Banjarmasin kalau kita amati dalam peta pemukiman sekitar tahun 1965 masih sangat jarang sekali dan belum menjadi masalah yang serius bagi Pemerintah yang mengaturnya dan bagi keindahan kota ini.

Penduduk Kotamadya Banjarmasin sekitar tahun 1965 masih sangat sedikit dan hal ini tidak menjadi masalah dalam memukimkan penduduknya. Di Banjarmasin wilayah-wilayah yang dijadikan penduduk sebagai tempat tinggal sekitar tahun 1960-an terutama daerah-daerah yang dekat dengan jalan raya dan masih banyak sawah-sawah pasang surut di luar kotamadya Banjarmasin.1 3) .

Kita lihat saja misalnya, di sekitar jalan Sutoyo dan Pembangunan, sekitar tahun 60-an masih jarang sekali rumah-rumah penduduk dan di sana-sini masih leluasa untuk melepaskan pandangan baik ke kiri maupun ke kanan. Tetapi sekarang keadaannya sudah sangat jauh berbeda. Rumah-rumah yang satu saling berhimpitan dengan yang lain, dan ini karena jumlah penduduk yang meningkat dengan drastis tanpa diimbangi dengan pemukiman yang layak dan memadai.

Mereka yang datang ke Banjarmasin tidak hanya orang dari Hulu Sungai dan Kalimantan Tengah, tetapi juga orang-orang dari Jawa yang bermigrasi ke sini dengan membawa keluarganya. Hal inilah yang menimbulkan problem kependudukan, terutama masalah rumah sebagai tempat tinggal.

Kalau dahulu satu rumah hanya ditempati satu keluarga, tetapi sekarang satu rumah kemungkinan bisa ditempati dua atau bahkan tiga kepala keluarga. Mereka tidak memperhitungkan apakah rumah mereka mememuhi syarat untuk didiami oleh sekian banyak orang atau faktor lain yang menjadi masalahnya, misalnya orang Banjar kebanyakan tinggal di rumah yang besar yang didiami oleh beberapa kepala keluarga dan ini karena menuruti adat orang Banjar yaitu bubuhan yang menjadi ciri khas dari mereka.1 4)

Kita ambil contoh lagi, misalnya di sekitar Banjar Raya yang dulunya belum banyak didiami oleh penduduk, sekarang penuh dengan bangunan-bangunan liar dan semrawut yang saling berhimpitan satu sama lainnya. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah penduduk akibat migrasi atau urbanisasi.

Di daerah sekitar Plimer atau Tri Sakti pun sekarang juga penuh dengan berjejal-jejalnya rumah. Secara tidak sengaja mereka mendirikan rumah-rumah karena mengikuti kawan-kawannya, karena ingin rumah yang mempunyai tetangga, padahal daerah itu daerah yang kurang sehat bila dipandang dari segi kesehatan.

Daerah lain yang menjadi tempat pemukiman penduduk yang berjubel adalah daerah Kelayan. Dahulu tidak begitu banyak perumahan yang didirikan di situ, tapi tahun 70-an ke atas rumah-rumah di sekitar Kelayan sudah mulai agak rapat antara yang satu dengan yang lain.1 5)

Penduduk mendirikan rumah-rumah di sini memilih daerah mudah transportasinya, yaitu di pinggir sungai Martapura dan anak cabangnya. Penduduk Kotamadya Banjarmasin kian tahun kian bertambah banyak dan sejalan dengan itu maka kebutuhan akan perumahan bertambah meningkat. Mereka yang tidak memiliki tanah untuk mendirikan rumah terpaksa mendirikan rumah di daerah-daerah yang seharusnya tidak boleh didirikan bangunan apa pun karena daerah itu dijadikan alur lalu lintas air, yaitu untuk jukung dan klotok. Setelah sebagian daerah sungai tadi dijadikan perumahan oleh penduduk, maka alur lalu lintas air otomatis terganggu. Seperti telah kita ketahui bahwa baik wilayah yang ada di Kecarnatan Banjar Barat, Timur, Selatan dan Utara sekarang ini banyak daerahnya yang dijadikan areal perumahan oleh Pemerintah Daerah guna memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi warganya. Di antara empat kecamatan yang ada di Banjarmasin paling banyak dan paling padat penduduknya adalah Kecamatan Banjar Barat, namun kecamatan ini wilayahnya paling sempit bila dibandingkan dengan tiga kecamatan lainnya. Hal ini berarti tanah yang dijadikan tempat perumahan sangat sempit dengan penduduk yang padat.1 6)

Dalam mengusahakan perumahan bagi warganya, pihak Pemerintah Daerah Banjarmasin sedikit demi sedikit membangun beberapa proyek perumahan, misalnya membangun perumahan yang sehat dan sederhana untuk mereka yang belum mempunyai sendiri. Bagi penduduk yang belum mempunyai rumah mereka menyewa rumah dengan sistem kontrakan atau membeli secara kredit. Hal ini menambah beban mereka sehingga bertambah berat.

3.3 Penduduk dan Mobilitas Penduduk

Dari tahun 1935 sampai tahun 1950 Penduduk Kotamadya Banjarmasin sebesar 75.050 sampai tahun 1950, tapi tahun 1960 belum diketahui pasti, karena pada masa itu sensus penduduk belum diadakan. Kemudian tahun 1961 sensus penduduk telah dilakukan secara teliti.17) Secara keseluruhan tahun 1935-1961, atau selama 26 tahun meningkat dari 75.050 menjadi 214.096 jiwa, yang berarti kenaikan 139.046 jiwa atau 185,27%. Rata-rata per tahunnya penduduk Kotamadya Banjarmasin sebesar 5.348 jiwa, atau 7,13%. Kenaikan penduduk yang amat tinggi ini disebabkan oleh karena urbanisasi dari pedalaman/desa ke kota, dengan tujuan mencari nafkah, menambah pendidikan, dan ada pula yang meninggalkan kampung halamannya karena gangguan keamanan dari KRJT dengan lbnu Hajarnya. Pada tahun 1935, jumlah penduduk Kotamadya Banjarmasin 235.553 jiwa. lni berarti jumlah penduduk kota Banjarmasin meningkat 21.475 jiwa, atau sebesar 9, 11 % selama 5 tahun. Angka rata-rata setiap tahunnya berjumlah 4.291 jiwa, atau sebesar 1,83%. 18 ) Jumlah ini inenunjukkan bahwa penelitian atau sensus penduduk pada tahun 1961-1965 dilakukan dengan cermat. Sedangkan periode sebelumnya pencatatan belum ada dan yang ada pada zaman kolonial tahun 1935-an adalah merupakan pencatatan yang sepihak, karena obyeknya diutamakan untuk bumi putera yang nantinya dipergunakan sebagai ukuran pajak kepala. Bagi mereka, bangsa Belanda, Jepang, dan Timur Asing lain hal ini tidak mereka berlakukan. Di samping itu arus urbanisasi berkurang karena keamanan di daerah juga stabil dan petani aktif kembali mengerjakan lahan-lahannya di pertanian. Pada saat itu sudah diperkenalkan tentang Keluarga Berencana. Dalam tahun 1968, penduduk Kotamadya Banjarmasin berjumlah 252.288 jiwa. 19) Antara tahun 1965 sampai tahun 1968 terjadi kenaik-n penduduk sebesar 16.735 atau sebesar 7,72% selama 3 tahun, angka rata-rata pertahunnya sebesar 5.578 atau sebesar 2,21 %. Angka menunjukkan naik dari 1% berarti rata-rata tahun sebelumnya sebesar 0,38%. Kenaikan ini terjadi karena arus urbanisasi dan pemekaran kota, dan yang utama bertambahnya angka kelahiran, dan berkurangnya angka kematian. Angka ini dapat dipertahankan tanpa mengalami kenaikan yang menyolok, pada tahun 1973. Pada tahun 1973 penduduk Kotamadya Banjarmasin meningkat menjadi 293.801 jiwa. 20) Dengan demikian kenaikan jumlah penduduk dari tahun 1968 sampai dengan 1973 atau selama 5 tahun sebesar 41.513 atau sebesar 14, 12%. Angka rata-rata pertahunnya sebesar 8.303 jiwa, atau 2,82%. Kenaikan rata-rata selama 5 tahun sebesar 0,61 % dari tahun sebelumnya. Kenaikan jumlah penduduk tersebut selain karena faktor-faktor di atas, penyebabnya yang dominan adalah karena bertambahnya pemukiman-pemukiman baru, baik yang swasta yang telah direncanakan oleh pemerintah, usaha masyarakat sendiri, maupun dari pemerintah sendiri. Dari fasilitas ini banyak yang mulanya berasal dari daerah mengambil rumah kredit pada pemukiman baru di Kotamadya Banjarmasin. Walaupun demikian kenaikan itu masih relatif rendah. Pada tahun 1978, penduduk Kotamadya Banjarmasin berjumlah 325.305. Berarti kenaikan penduduk selama 5 tahun besarnya 31.504, atau sebesar 9,68%. Angka rata-rata pertahunnya 6.301, atau sebesar 1,94%. 21) Di sini tampak terjadi penurunan dari rata-rata 2,82%, turun menjadi 1,94%. Berarti angka rata-rata penurunan penduduk Kotamadya Banjarmasin sebesar 0,88%. Penurunan jumlah kenaikan penduduk tersebut selain sebab-sebab seperti disebutkan di atas, juga karena keberhasilan pemerintah yang pada tahun 1977/1978 mengintensifkan pengelolaan program Keluarga Berencana Nasional di Kalimantan Selatan, khususnya Kotamadya Banjarmasin. Dengan meningkatnya peserta KB aktif dan KB baru, maka angka kenaikan penduduk dapat ditekan. Tentu saja terjadi pula migrasi intern dan ekstern, yang menyebabkan persentasi kenaikan dan penurunan itu dapat bervariable (lihat tabel berikut).


PENDUDUK KOTAMADYA BANJARMASIN TAHUN 1935-1978
No. Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Kenaikan Penduduk % Tahun Jumlah Rata-Rata Pertahun % Rata-rata pertahun
1. 1935 75.050 - - - - -
2. 1961 214.096 139.046 185,27 26 5348 7,13
3. 1965 235.553 21.457 9,11 5 4297 1,83
4. 1968 232.288 16.735 7,72 5 5578 2,21
5. 1973 293.801 41.513 14,12 5 8303 2,82
6. 1978 325.305 31.504 9,68 5 6301 1,94 Perkembangan kota dengan arus urbanisasi sangat erat

sekali kaitannya. Semakin banyak sarana yang dibangun oleh pemerintah atau dari pihak swasta, baik berupa sarana hiburan maupun lapangan pekerjaan, semakin banyak pula arus urbanisasinya.

Salah satu sebab dari timbulnya urbanisasi ini, ialah adanya tekanan penduduk yang terjadi di daerah asal yang mengakibatkan sejumlah penduduk mengalir ke kota, yang dipandang oleh mereka memungkinkan untuk dapat memberi kesempatan sosial ekonomi yang lebih baik. Dengan demikian arus urbanisasi akan mempengaruhi pertumbuhan kota secara langsung. Yang kami maksud dengan tekanan penduduk di atas tadi adalah suatu keadaan di mana sumber-sumber penghidupan yang ada di suatu tempat sudah mulai sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara wajar.

Arus urbanisasi yang terbanyak mengalir ke Kota Banjarmasin adalah dari Hulu Sungai22) . Penyebabnya adalah sebagai berikut:

1) Karena sebagian tanah pertanian di sana tidak memungkinkan untuk mencapai kehidupan yang diinginkan.

2) Karena lalu lintas cukup baik, meskipun sekitar tahun limapuluhan sarana angkutannya, terutama angkutan daratnya sedikit sekali. Baru sekitar tahun 1965 ke atas sarana angkutannya semakin maju.

3) Disebabkan oleh tingkat pertumbuhan penduduk di daerah itu cukup tinggi, sehingga untuk mencari lapangan pekerjaan yang cukup sulit. Akibatnya pembangunan untuk perkembangan kota Banjarmasin harus berpacu dengan mobilitas penduduk kota yang kian melaju, agar dapat menyediakan sarana-sarana kebutuhan penduduk kota yang selaras dengan pertumbuhan penduduk ]cota yang ada.

Namun pada kenyataannya pembangunan sarana-sarana kota yang selalu tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk akibat arus urbanisasi yang cukup tinggi, sekalipun pemerintah daerah bersama-sama pihak swasta masih mampu menyediakan sarana-sarana kebutuhan untuk mengimbangi pertambangan penduduk tersebut. Tetapi hal ini nampaknya hanya akan memancing arus urbanisasi yang lebih deras lagi.

Pada prinsipnya ada dua faktor yang menyebabkan urbanisasi, yaitu:

I) Push Faktor (daya pendorong)

Pada umumnya yang menyebabkan timbulnya urbanisasi adalah terdorong oleh keadaan sosial seseorang di tempat asalnya. Misalnya: sempitnya lapangan kerja di daerah asal seseorang itu, untuk mencari lapangan pekerjaan terpaksa pergi ke kota yang dianggap mempunyai banyak kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang cukup baik. Dan juga pendidikan yang terbatas di daerah asal menyebabkan seseorang harus pindah ke kota untuk dapat menuntut ilmu yang lebih tinggi dan lebih baik.

2) Pull Faktor (daya penarik)

Perpindahan penduduk ke kota karena adanya gambaran kehidupan yang lebih menarik. Misalnya: Kota dianggap lebih menarik karena adanya fasilitas transportasi, pendidikan, penerangan, tempat-tempat rekreasi, kesempatan kerja yang bagus dan hasil yang baik.

Akibat mengalirnya urbanisasi dari pedesaan ke kota maka penduduk Kotamadya Banjarmasin menjadi padat. Bagi mereka yang tidak beruntung mengadu nasib di kota akan tergelincir ke dalam kehidupan miskin sedangkan kembali ke desa mata pencaharian susah.

Akibat dari hal ini pulalah di kota akan bertambah kelompok orang-orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap sehingga menimbulkan atau menambah pengangguran, pengemis, tunawisma,23) Hal tersebut terutama terlihat pada pengangguran dan kehidupan tidak menentu atau tidak punya penghasilan akan mendorong kepada tindak kejahatan.

Perumahan adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang oleh pemerintah dengan dukungan pengusaha Real Estate telah berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap perumahan ini. Setiap warga negara Indonesia berhak untuk menikmati perumahan yang memenuhi norma sosial, dan kesehatan. Untuk memenuhi keperluan ini maka perlu diatur perpindahakn penduduk ke pemukiman baru dan dengan harga rumah yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Dasar dari landasan pembangunan Kotamadya Banjarmasin adalah rencana Garis Besar (Out Line Plan) yang dituangkan dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Kotamadya Banjarmasin Tanggal 17 Agustus 1973 No. 9/DPRD - KPTS/ 1973.24) Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Daerah Kotamadya Banjarmasin pada tahun 1978 bekerjasama dengan Universitas Gajahmada Yigyakarta menyusun rencana induk Kotamadya Banjarmasin yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan, sehingga dalam penyusunannya rencana induk Kotamadya Banjarmasin tersebut masih belum selesai.25) Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah sekarang sangat pesat melaksanakan pembangunan perumahan rakyat, yang didukung pula oleh masyarakat pengusaha baik secara terorganisasi atau perorangan.

Faktor-faktor utama yang menyebabkan timbulnya masalah perumahan di Kotamadya Banjarmasin antara lain :

1) Prosentasi pertambahan penduduk yang cukup tinggi.

2) Mahalnya biaya pembangunan perumahan, satu dan lain hal berhubungan dengan kondisi daerah yang banyak rawa.

3) Kemampuan penduduk yang relatif rendah, untuk memahami biaya kehidupan kota yang cukup tinggi.

Usaha-usaha dalam rangka pengadaan fasilitas perumahan yang memenuhi kebutuhan rumah sehat bagi warga kota oleh pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin antara lain meliputi:

1) Penyediaan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan rumah sehat bagi warga kota.

2) Penertiban dan pembinaan usaha Real Estates.

3) Mengefektifkan pelaksanaan peraturan daerah di bidang bangunan perumahan.

Hal ini terutama dititikberatkan pada usaha pemekaran kota dan penertiban penyebaran penduduk serta penertiban dan pengendalian perkembangan penduduk dan penyempurnaan sistem registrasi dan pengolahan data statistik penduduk. Dalam hubungan ini perlu usaha mengintensifkan pengendalian dan pengawasan penduduk tiap-tiap wilayah serta meningkatkan hubungan kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya.26)

Penyebaran penduduk ke pemukiman baru di Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin adalah suatu pengembangan yang mengatur tata ruang fisik kampung dengan memperhatikan tata masyarakatnya, sehingga tercapai tingkat perkembangan kota/kampung yang optimal, effisien, tertib dan aman.2 7) Tata ruang fisik kota/kampung harus mampu mengarahkan perkembangan kehidupan masyarakat untuk bermukim, berusaha, beribadat dan berekreasi dengan pelayanan yang seoptimal mungkin. Kesemuanya itu harus memperhatikan keseimbangan ekologi perkampungan, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dalam jangka waktu yang cukup lama. Usaha dan pelaksanaan pembangunan penyebaran penduduk ke pemukiman baru akan tercapai dengan baik, apabila semua pihak telah dapat meresapi dan menghayati arti dan tujuan pembangunan itu. Adanya saling pengertian akan hakhak dan kewajiban yang harus dipikul oleh masyarakat akan merupakan kunci sukses bagi pencapaian kesejahteraan. Dengan demikian bisa diharapkan saling menunjang antara pemerintah dan masyarakat dalam membina lingkungan pemukiman dan

pelestariannya. Kondisi seperti ini merupakan pengalaman bersama yang harus dipelihara sebaik-baiknya.

CATATAN

1) M. Idwar Saleh, Banjarmasin. Depdikbud Museum Lambung Mangkurat, Banjarbaru, 1981/1982 hal. 129.

2) Soejono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, CV. Rajawali, Jakarta, 1983 hal. 82.

3) Wawancara dengan As'ari, hari Sabtu, tanggal 25 Oktober 1985.

4) Hans-Dieter Evers, Sosiologi Perkotaan, LP3ES, Jakarta, 1982, hal. 23.

5) ibid, hal. 24.

6) Repelita, Kotamadya Banjarmasin Tahun 1974-1979, hal. 80.

7) Monografi, Propinsi Kalimantan Selatan, BKKBN Prop. Kalsel, 1977, hal. 28.

8) Repelita, op.cit., hal. 81.

9) Departemen Penerangan Kodya Banjarmasin, Mengenal Kotamadya Banjarmasin, 1982, hal. 9.

10) ibid, hal. 10.

11) ibid, hal. 12.

12) ibid, hal. 13) ibid, hal.

14) ibid, hal. 6.

15) Hasil wawancara dengan Bapak Tuhalus, tanggal 5 November 1985.

16) ibid.

17) Team Penyusun Pemda Kalsel, Kalimantan Selatan 1963-1968, Pemda Kalsel, Banjarmasin, 1968, hal. 3.

18) ibid, hal. 4.

19) Loe Cit.

20) Sensus Statistik, Kalimantan Selatan Dalam Aangka 1974 Kantor Sensus dan Statistik Prop. Kalsel, Banjarmasin 1974, hal. 7.

21) Sensus dan Statistik, Registrasi Penduduk Kalsel Tahun 1978, Kantor Sensus dan Statistik, Banjarmasin, 1978, hal. 14.

22) Wawancara dengan Bapak Abdurachman, Staf Kotamadya Banjarmasin, tanggal 19 Agustus 1985.

23) Ny. Pudjiwati Sajagyo, Sosiologi Pembangunan, Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta, Jakarta, 1985, hal. 74.

24) Surat Keputusan DPRD Tingkat II Kodya Banjarmasin, tanggal 17 Agustus 1973, No. 9/DPRD-KPTS/73.

25) BAPPEDA, MONOGRAFI KOTA BANJARMASIN, Bappeda Kodya Daerah Tingkat II, 'Banjarmasin, 1975, hal. 20.

26) ibid, hal. 21.

27) ibid, hal. 22.