Rimba-Rimba/Bab 10

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
52579Rimba-Rimba — Bab 10Joni Syahputra

Rimba-Rimba




MENCARI SENJATA YANG HILANG


Sementara itu, di suatu tempat di tengah hutan belantara, seorang tentara rimba terlihat gusar, gundah, dan wajahnya menyiratkan ketegangan. Ia berjalan bolak-balik di dalam pondok kayu itu. Berdiri. Kemudian duduk dengan bersila di atas lantai kayu pondok itu. Mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya dan menghisap dengan terburu-buru. Menghisap dalam-dalam. Menghembuskannya ke udara. Ruangan pondok penuh sesak karena asap rokok itu.

Kemudian, sepucuk pistol dikeluarkannya dari pinggang. Pistol itu diusap-usapkkannya ke pipinya yang menghitam. Sementara itu di tuar pondok beberapa anak buahnya juga menampakkan ketegangan yang sama. Mereka saling pandang.

“Ada apa dengan komandan?” tanya seorang yang berbadan gemuk.



69

Rimba-Rimba


“Entahlah, Tapi ada kabar tentang truk yang hilang,” jawabnya.

“Truk hilang?”

“Ya. Truk itu berisi senjata dan amunisi. Saya dengar bantuan senjata itu dari Amerika untuk kita.”

Kemudian dia cepat-cepat masuk ke dalam pondok itu. Ia ingin menanyakan kepastian kabar itu. Tapi untung saja temannya itu menahan.

“Jangan masuk. Nanti urusannya bisa panjang.”

“Tidak apa-apa.”

“Pokoknya jangan.”

Tapi orang itu memaksan dan...

"Dor....."

Letusan pistol itu menghentikan niatnya.

Ia tertegun beberapa saat, kemudian tersadar dan cepat-cepat masuk. “Komandan ada apa?”

“Komandan...”

Beberapa orang yang ada di dekat pondok itu berlari ke dalam. Namun sang komandan duduk mematung dengan wajah memerah. Anak buahnya itu kemudian mundur teratur dari dalam pondok yang sempit itu. Kiriman yang seharusnya sudah datang hilang tanpa bekas. Padahal ia sangat yakin tidak akan ada masalah dalam pengiriman.

la tahu orang-orang yang diutusnya untuk menjemput kiriman itu adalah orang-orang yang terlatih. Tapi mengapa masih ada masalah.

“Pengkhianat. Pasti ada yang menjadi pengkhianat,” teriaknya. Suaranya lantang memecah kesunyian rimba belantara itu.

Anak buahnya yang semula berkumpul di depan pondok sudah membentuk formasi perlindungan. Setidaknya dalam jarak 500 meter ke depan sudah



70

Rimba-Rimba

ditempati orang untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan.


Ia tidak tahu apa yang akan dijawab jika komandan pasukan rimba daerah Solok menanyakan hal itu. Bahkan ia bisa dituduh menghilangkan barang tersebut. Atau jangan-jangan dia akan dianggap pencuri barang itu. Ia akan disangka pengkhianat atau mata-mata, Atau malah sebagai gestapu. Komunis. Tuduhan sebagai pengkhianat sangat mungkin karena dia adalah mantan Letnan Angkatan Darat yang mencari peruntungan di Sumatera Barat.


Demi uang ia rela melatih pasukan pemberontak. Ia melatih petani menjadi tentara secara mendadak.


la betul-betul dalam masalah sekarang.


Walau bagaimanapun juga ia harus tetap menjaga kepercayaan komandan-komandan pasukan rimba itu. Ia harus menemukan kembali truk itu. Sebenarnya sama Sekali dia tidak terkait dengan perang ini. Ia sama sekali bukan orang Sumatera tapi asli Jawa. Namun, nasiblah yang membuat ia terkait dengan semua ini. Zaman berubah dengan cepat. Sejarah bergulir seperti bola es di pegunungan.


Semangat juang petani-petani yang dilatihnya membuat ia kagum. Akhirnya putar haluan dan ikut dalam perjuangan itu, walau tanpa dibayar.


Dengan latar belakang semua itu, Mangkuto sebagai komandan PRRI di kecamatan itu menerimanya Sebagai anggota. Walaupun secara kedudukan Beni berada di bawah Mangkuto, mereka tidak terkait sebagai atasan dan bawahan,


Beni seringkali melakukan tugas atas perintah komandan PRRI wilayah Solok. Mangkuto hanya harus tahu apa yang dilakukan Beni Ia tidak berhak


7

Rimba-Rimba

memerintah, cuma berkoordinasi. Itu saja. Tapi sering juga Mangkuto tidak mengetahui sama sekali tindak tanduk Beni

Bagi Mangkuto, Beni itu bagai belut yang licin Susah dipegang. Hubungannya secara kepribadian pun tidak terlalu akrab. Bertemu di jalan hanya sebatas menyapa.

Tapi akhir-akhir ini, ia merasakan sesuatu yang aneh pada Beni. Beni juga punya anak buah sebanyak 24 orang. Ia tidak mau ditambah atau dikurangi.

"Ada apa dengan orang itu? Apa tujuannya bergabung dengan tentara rimba? Siapa pasukan-pasukannya itu? Dari mana mereka berasal? Tingkah mereka begitu mencurigakan. Apa misi mereka sebenarnya? beribu tanda tanya menyelam dalam batin Mangkuto.

Namun, ia merasa kagum dengan kelihaian Beni. Setiap menjalankan tugas selalu berhasil, walau tugas berat sekali pun.

Terakhir berkat bantuan komandan di Solok. Beni mempersunting seorang perawan desa di Atahanpanjang. Rumah perempuan itu dekat jembatan di seberang Surau Dagang.

la juga dikenal ahli dalam mata-mata. Ia bisa mengendap-endap tanpa diketahui musuh, kemudian menyergap musuh dengan cepat. Dalam rimba ia digelari kucing gurun.

Kucing Gurun beberapa kali ambil peran dalam pengadaan pasokan senjata. Selama bertugas di ketentaraan ia kena) beberapa “pengusaha? Amerika. Sebenarnya mereka agen-agen CIA untuk Indonesia. Dan datangnya bantuan senjata di dalam truk itu, salah satunya termasuk usaha Beni.



72

Rimba-Rimba

Semula ia menganggap pekerjaan menjemput senjata itu mudah, makanya menyerahkan semuanya pada anak buahnya untuk berhubungan dengan “pengusaha" Amertka yang ada di Teluk Bayur.


Tidak lama kemudian, beberapa anak buahnya masuk ke ruangan tempat Kucing Gurun duduk dengan asap rokok mengepul.

Kucing Gurun terkejut karena mereka masuk tiba-tiba saja tanpa permisi, tidak seperti biasanya.

“Ada apa? Apa yang terjadi?”

"Itu... itu...”

“Itu komandan...”

“Ya, itu apa?”

“Di luar banyak pasukan?”

“Apa?”

“Pasukan mana?”

Kucing Gurun cepat beranjak keluar. Ia begitu terkejut. Ternyata beberapa orang anak buahnya sudah berdiri dengan sikap hormat. Semula Kucing Gurun tidak menyadari siapa yang datang.

“Mati saya,” katanya.

Ia sudah menyadari apa yang terjadi. Ia tahu apa resiko yang akan diterimanya. Tetapi ia tidak dapat membayangkan langkah apa yang akan diambilnya untuk menyelesarkan masalah itu.

"Apakah mereka akan menghukumku karena kelalaian ini. Ataukah mereka akan menuduh aku pengkhianat dan menghabisiku di hutan belantara ini? batinnya.

Semula ia menyadari yang akan datang adalah komandan di wilayah Solok saja. Namun dugaannya sama sekali salah. Ternyata yang datang adalah Panglima tertinggi tentara PRRI di Padang. Ternyata persoalan


73

Rimba-Rimba

senjata hilang sudah sampat di telinga komandan teriinggi.

Lelaki itu cukup tenang. Bahasanya sopan, lembut, namun beriwibawa. Wajahnya kelihatan pucat karena kurang tidur. Mungkin saja sudah beberapa hari tidak tidur. Beni tidak sanggup menatap mata lelaki itu. Ia baru pertama kali bericmu dengan orang itu.

“Jadi ini Letnan AD itu?” ujar lelaki itu.

Darah Beni berdesir hebat. Jarang sekali orang menyebutnya dengan Letnan AD. Sudah lama Ia meninggalkan embel-embel AD itu. Tapi sekarang, seorang Panglima Tertinggi menyapanya dengan kata Letnan AD.

"Ada apa semua ini? Apakah ia sudah tahu?" pikirnya dalam hati.

“Benar..., benar komandan, ini Letnan Beni yang melatih pasukan kita di Sangir,” ujar Komandan Solok.

“Hem....”

Lantas komandan tertinggi mengisap rokoknya dengan dalam. Lantas menghembuskan asapnya.

Ia memandang Beni dari atas sampai bawah. Ia memperhatikan pakaian yang dipakai Beni. Diperhatikan seperti itu, Beni kemudian mencoba melihat ke belakang, ia melihat ke 24 anak buahnya juga berbaris di belakang.

“Saya tahu kesalahan bukan pada Letnan Beni, tapi saya perintahkan Letnan Beni mencari kembali truk itu,” katanya. Hanya itu katanya. Kata yang mengandung ketegasan dan berwibawa. Tidak ada tendensi untuk menyudutkan ataupun menyalahkan.

“Apakah ini Ahmad Hussein itu?" katanya menduga. Secara langsung ia memang belum pernah bertemu dengan Ahmad Hussein.


74

Rimba-Rimba


Kucing Gurun merasa sesak di dadanya sedikit-demi sedikit mulai hilang mendengar perintah komandan itu. Kucing Gurun tidak mau menatap mata orang itu. Ia tidak berani. Sesekali ia sempatkan melihat wajah komandan itu. Ja melihat muka komandan itu merah padam.


Menurut info yang berkembang di dalam truk itu tidak hanya senjata namun juga dokumen-dokumen resmi yang diselundupkan secara rahasia. Kabarnya adalah deretan nama mata-mata APRI yang menyusup di antara tentara rimba. Dokumen itu dikirim seorang 'pengusaha' untuk komandan PRRI.


“Saya dapat informasi, truk itu berada di suatu tempat antara kebun teh dan Surian,” bisik Komandan Solok.


“Terakhir kali truk terlihat di kebun tch setelah diserang tentara pusat,” ujarnya lagi. Kemudian dia masuk bersama Komandan Tertinggi ke dalam pondok kecil itu.


Kucing Gurun mengerti apa yang akan dilakukan. Ia bersama anak buahnya segera meninggalkan lokasi itu. Misinya jelas, mencmukan kembali truk yang mengangkut senjata itu. Ia ingin segera medapatkan dokumen itu. Dokumen itu tentu berbahaya jika tersebar. Ia baru saja tahu tentang dokumen itu, semula yang Ia tahu #si truk hanya senjata.

Pasukannya dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok pertama mencari di sekitar daerah kebun teh, kelompok kedua di sekitar Alahanpunjang, kelompok ketiga di sekitar Aic Dingin dan kelompok keempat serta kelima di Surian. Mereka berjanji akan kembali bertemu dalam tiga hari lagi apapun hasilnya. Mereka pun beranjak dari pondok itu. Malam semakin gelap.



75

Rimba-Rimba


Sementara itu di tempat lain, lima orang misterius membelah malam dalam kesunyian yang kelam. Hanya suara binatang malam yang menghiasi hutan rimba Lembah Gumanti itu.

“Let, kita terus berjalan atau bermalam di sini?”

“Di sini tidak aman.”

“Lalu?”

“Kita harus cepat sampai di pondok itu. Paling satu jam lagi juga sampai.”

Pondok yang dimaksud adalah sebuah pondok di tengah hutan, tempat biasa mereka berhenti. Di belakang pondok itu mengalir anak sungai yang begitu jernih. Sungai kecil itu menuju Alahanpanjang.

Pondok itu menjadi tempat beristirahat yang begitu aman bagi pasukan rimba. Daerahnya luas sehingga bisa mengamati pergcrakan orang yang akan datang. Kemudian juga banyak tempat-tempat yang bisa digunakan untuk melarikan diri jika sewaktu-waktu keadaan berubah tidak aman.

“Ayo cepat...”

“Kita terus berjalan,” teriak orang itu pada beberapa orang yang ada di belakangnya. Mereka begitu terkejut. Dari dalam pondok dekat sungai kecil itu, mercka melihat cahaya lampu. Kemudian beberapa orang juga terlihat duduk di tuar.

“Ada apa int?" ujar Beni.

“Let...” teriak beberapa orang anak buahnya.


Orang yang dipanggil Letnan itu mengacungkan tangannya memberi isyarat untuk berhenti.

“Ada orang. Kita tidak tahu mereka di pihak mana?”

“Hati-hati, bisa saja mereka sudah menyebar...”


76

“Kamu coba mendekat. Yang lain melingkar. Kepung tempat ini. Kalau ternyata musuh, habisi.”

“Baik Let.”

Letaki yang berbadan kurus cepat bergerak ke belakang. Kemudian menghilang di kegelapan malam.

Letnan sudah mencabut pistol dari sarungnya. Matanya awas. Ia tahu, dalam 10 menit paling lama keadaan pasti bisa dikuasai. Ia percaya kemampuan anak buahnya. Ia tahu pengalaman tempur mereka sangat tinggi. Malah dua orang pernah ikut perjuangan kemerdekaan. Sudah terbiasa berperang.

Karena itu ia juga tahu, bahwa keadaan bisa saja memburuk dan malah mereka yang dikepung. Ia menunggu apa yang akan terjadi.

Tiba-tiba saja seorang anak buahnya terpekik. “Tolong Letnan.”

Suasana begitu hening, namun mencekam.

Tidak ada yang tahu apa yang terjadi. Sunyi dan senyap. Api di pondok juga sudah padam. Beberapa Orang yang ada di luar sudah menghilang. Tidak tahu mereka pergi kemana.

Di bawah pohon beringin tua, seorang terlihat bergerak-gerak. Ia seperti terikat tali. Kemudian hening lagi.

*

Rimba-Rimba