Propinsi Sumatera Utara/Bab 8
SEKITAR NASKAH LINGGARDJATI
a. Sumatera Timur.
b. Atjeh.
SEKITAR NASKAH LINGGARDJATI.
SESUDAH Republik Indonesia dapat bertahan satu tahun lebih terhadap serangan-serangan Belanda, achirnja Belanda mengusulkan, agar diadakan perundingan antara pemerintah Belanda dan pemerintah Rep. Indonesia untuk mentjapai penjelesaian mengenai kemerdekaan Indonesia.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Pada bulan Nopember 1946 dimulailah perundingan di Linggardjati dekat Tjirebon, dimana fihak Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan fihak Belanda oleh Professor Schermerhorn. Setelah lima bulan lamanja berlangsung perundingan- perundingan itu, maka achirnja tertjapailah persetudjuan.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Persetudjuan, itu disebut Persetudjuan Linggardjati dan memuat pengakuan Belanda atas kenjataan kekuasaan de facto Pemerintah Republik Indonesia atas pulau Djawa, Madura dan Sumatera.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Pemimpin-pemimpin Indonesia pada umumnja menjambut persetudjuan ini, sebagai hasil jang pertama untuk menudju kepada kemerdekaan seluruh kepulauan Indonesia.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Rakjat menjambut persetudjuan itu dengan bermatjam-matjam pikiran. Sebagian merasa lega dan mengharapkan akan kedjudjuran pihak Belanda untuk seterusnja mengakui kemerdekaan seluruh Indonesia akan dapat memulai pembangunan, karena hampir semua lapangan penghidupan telah rusak dalam waktu pendudukan Djepang.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Tetapi sebagian lain, merasa ketjewa akan persetudjuan Linggar.
djati itu, karena hasil jang diperoleh disitu djauh lebih kurang dari apa jang diharapkan. Mereka menginginkan pengakuan sekaligus atas kemerdekaan seluruh bangsa Indonesia.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Persetudjuan Linggardjati mendapat sambutan di Sumatera Utara, sambutan persetudjuan jang disertai dengan semangat jang waspada Persetudjuan Linggardjati dapat memberikan kemungkinan-kemungkinan, kesempatan mengasoh sebentar untuk mengatur langkah-langkah jang lebih sempurna guna penjelenggaraan kesempurnaan pembangunan kemerdekaan tanah air.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Pada tanggal 27 Maret 1947 di Kutaradja diadakan rapat umum menjambut penanda-tanganan Naskah Linggardjati. Pesindo Atjeh mengutjapkan selamat kepada Presiden dan Perdana Menteri, atas tertjapainja persetudjuan Linggardjati .
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Bagaimana keadaan dalam negeri di Sumatera Timur, Atjeh dan
Tapanuli ?
SUMATERA TIMUR.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Mr. Luat Siregar telah digantikan oleh Mr. Abu Bakar Djaar sebagai
Residen Sumatera Timur. Perhatian Pemerintah Keresidenan Sumatera
125 Timur sepenuhnja ditudjukan kepada pemeliharaan persatuan, perasaan kesedaran bernegara, perbelandjaan untuk keperluan pertahanan, memperkuat alat-alat kekuasaan negara dan mentjegah adanja tindakantindakan liar.
Berpedoman kepada undang-undang No. 19, tanggal 19 September 1946, tentang Peraturan Lasjkar dan Barisan, jang dikeluarkan oleh Dewan Pertahanan Negara, maka pada tanggal 7 Djanuari 1947 diresmikan berdirinja Biro Perdjuangan Daerah Sumatera Timur, dipimpin oleh Major Djamin Ginting dan Burhanuddin.
Komando Resimen Lasjkar Rakjat Medan Area jang berkedudukan di Two Rivers bubar, dan terus pasukannja mengambil tempat di Tandjung Pura.
Biro Perdjuangan Daerah Sumatera Timur dengan Tentera Republik Indonesia bekerdja sama dalam hubungan koordinasi dengan adanja satu komando pertempuran, jaitu Komando Markas Pertempuran Medan Area jang berkedudukan di Tandjung Morawa.
Maksud dan tudjuan Biro Perdjuangan Daerah Sumatera Timur dengan Komando Markas Pertempuran di Tandjung Morawa ialah mengusahakan djaminan saluran perbelandjaan untuk keperluan Tentera dan Lasjkar Rakjat di Medan Area, dan menempatkan Lasjkar dan T.R.I. dibawah satu komando.
Perkembangan partai-tartai dengan barisan-nja masing-masing menundjukkan adanja pertumbuhan jang tidak sehat. Semangat persaingan dan saling tjuriga-mentjurigai meliputi suasana diantara barisanbarisan Lasjkar Rakjat. Masing-masing barisan berlomba-lomba untuk memperkuat persendjataan pasukannja. Djuga partai- partai jang bersangkutan lambat laun tidak dapat lagi menguasai barisannja sebagaimana mestinja. Napindo dan Pesindo petjah dalam beberapa barisanbarisan. Ada Napindo Halilintar jang dipimpin oleh Selamat Ginting, ada Napindo Penggempur jang dipimpin oleh Mattheus Sihombing, ada Napindo Naga Terbang jang dipimpin oleh Timur Pane, ada Napindo Banteng Maraose jang dipimpin oleh Liberty Malao, ada Napindo Tembung jang dipimpin oleh Akub, ada Napindo Medan Timur jang dipimpin oleh Lahiradja Munte, ada Napindo Medan Utara jang dipimpin oleh Bedjo dan ada Napindo Kuala Namu jang dipimpin oleh Sakti Lubis. Pesindo berbagi dua, jang satu dipimpin oleh Sarwono, dan bahagian jang lain dipimpin oleh Aladin Sitompul.
Orang kuat jang masih dapat menguasai barisan Napindo ialah M. Saleh Umar dan M. Jacub Siregar. Sebagai orang kuat dalam Pesindo berdiri Sarwono Sastro Sutardjo.
Disana-sini timbul pertikaian ketjil antara satu barisan dengan barisan jang lain. Pertikaian-pertikaian jang ketjil ini achirnja tumbuh mendjadi pertempuran jang besar. Tumbuhnja pertikaian senantiasa berputar kepada dua soal, jaitu pertama mengenai perebutan sendjata, dan kedua jang berkenaan dengan penjelenggaraan
126 Akan tetapi beberapa barisan tidak dapat menguasai tindakannja masing-masing sehingga mengakibatkan pertikaian bersendjata. Napindo Penggempur, jang dipimpin oleh Mattheus Sihombing dan berkedudukan di Tanah Merah (Galang), menjerang Ksatria Pesindo dan melutjuti persendjataannja.
Dalam pada itu, Timur Pane telah dapat mengumpulkan beberapa barisan merupakan satu kesatuan jang besar jang diberinja nama ,,Tentera Marsuseʼʼ. Timur Pane menjatakan dirinja Djenderal Major dan mengangkat beberapa Kolonel dan opsir-opsir menengah lainnja. ,,Tentera Marsuseʼʼ jang dipimpin oleh Djenderal Major Timur Pane ini menjatakan dirinja telah masuk dan mendjadi T.N.I. dan dari pemimpinnja sampai kepada anak buahnja semuanja memakai tanda pangkat militer Keadaan mendjadi tegang disekitar status Tentera Marsuse ini dengan T.R.I. Dipisi X Sumatera jang dipimpin oleh Kolonel Husin Jusuf dan Kolonel H. Sitompul. Pemerintah Propinsi Sumatera ditempatkan dalam keadaan meladeni biaja dari Tentera Marsuse jang dipimpin oleh Djenderal Major Timur Pane itu. Pimpinan Tentera Dipisi X Sumatera baik Komandemen Sumatera tidak dapat berbuat apa-apa.
Kemudian atas kebidjaksanaan Residen Mr. Abu Bakar Djaar, maka Tentera Marsuse ini diakui resmi oleh Komandemen Tentera Sumatera sebagai satu kesatuan legioen, dengan nama Legioen Penggempur (L.P.).
Seterusnja keadaan dalam negeri menundjukkan tanda-tanda kekeruhan dengan timbulnja anasir-anasir jang tidak dapat diketahui dengan pasti apa sebenarnja kemauannja. Beberapa pegawai tinggi, termasuk pemimpin Polisi Tentera Sumatera Kolonel Ahmad Tahir, ditangkap oleh anasir-anasir jang gelap. Penangkapan ini kemudian disusul oleh suatu demonstrasi jang ditudjukan kepada rumah kediaman Gubernur Sumatera Mr. Teuku M. Hassan. Gubernur Sumatera Mr. Teuku M. Hassan mengadapi suasana dan peristiwa jang timbul itu dengan tenang dan tenteram.
Berhubung karena perpetjahan makin meluas dikalangan rakjat Sumatera Utara, maka Gubernur Muda Sumatera Mr. S.M. Amin, Residen Tapanuli Dr. F.L. Tobing, Residen Atjeh T. M. Daudsjah dan Residen Sumatera Timur Mr. Abu Bakar Djaar dalam suatu maklumat bersama jang ditudjukan kepada seluruh rakjat Sumatera Utara diserukan supaja lebih awas dan hati-hati menghadapi gerakan petjah belah dari pihak jang tidak menghendaki kedjajaan Negara kita. Rasa kedaerahan dan perbedaan Agama termasuk alat jang terutama jang sedang dipergunakan untuk memetjahkan persatuan rakjat. Diachir maklumat tersebut berbunji: ,,Hati-hatilah! Djangan mempertjajai kabar-kabar jang tidak terang udjung pangkalnja. Djanganlah mau diadu dombakan oleh musuhʼʼ.
Pada tanggal 21 Mei 1947, enam puluh Alim Ulama dari seluruh Sumatera Timur bermusjawarat di Tebing Tinggi. Gerakan separatisme telah mulai dilantjarkan oleh pihak Belanda di Medan. Maka berhubung dengan ini, dengan kemungkinan diumumkan berdirinja negara (keradjaan) Deli dikota Medan, setelah mendengar pemandangan dan perp e r b e l a n d j a a n. Tindakan menduduki perkebunan-perkebunan, melakukan penjerobotan dan tindakan liar lainnja senantiasa didasarkan atas alasan untuk membiajai perbelandjaan kelasjkaran.
Kesatuan komando jang diharapkan oleh Komando Markas Pertempuran Medan Area di Tandjung Morawa tidak dapat berdjalan sebagaimana mestinja, dan perbelandjaan untuk keperluan biaja pertahanan di Medan Area djuga tidak dapat diladeni, terutama oleh sebab masing-masing barisan enggan memadjukan djumlah anggota barisannja jang sebenarnja apalagi keadaan persendjataannja masing-masing.
Pertikaian ketjil terdjadi di Lubuk Pakam antara beberapa anggota Polisi Tentera dengan beberapa anggota dari Napindo. Dalam pertikaian ini tersangkut penglutjutan sendjata. Pertikaian ketjil ini achirnja mendjadi pertempuran besar-besaran, dimana T.R.I. dengan dibantu oleh Pesindo mentjoba menjerang Markas Napindo Kuala Namu.
Tjuma atas kebidjaksanaan Residen Mr. Abu Bakar Djaar, dengan dibantu antaranja oleh wakil Residen M. Saleh Umar, M. Jacub Siregar dan beberapa anggota Dewan Pertahanan Daerah lainnja keadaan itu dapat diredakan.
Major Alri jang berkedudukan di Labuhan Bilik meradjalela melakukan tindakan persewenangan. Atas perintah dan keputusan Dewan Pertahanan Daerah Sumatera Timur, maka Ksatria Pesindo menggempur kedudukan Alri di Labuhan Bilik dan menangkap orang jang tidak bertanggung djawab itu.
Pada tanggal 8 Maret 1947 terdjadi peristiwa pertikaian ketjil dengan sendjata di Kapias Telok Nibung, dimana terlibat Naga Terbang.
Atas instruksi Kementerian Pertahanan, maka mulai April 1947 Biro Perdjuangan Daerah Sumatera Timur disusun kembali.
Biro Perdjuangan Daerah Sumatera Timur dengan Dewan Kelasjkarannja sedjak itu dipimpin oleh Na t h a r Z a i n u d i n dan A. W a h a b S i r e g a r. Pada tanggal 5 Mei 1947 keluar penetapan Presiden Sukarno untuk mempersatukan Tentera Republik Indonesia dengan lasjkar-lasjkar mendjadi satu tentera resmi, jang dinamakan Tentera Nasional Indonesia (T.N.I.).
Pembitjaraan dilakukan dengan pemimpin-pemimpin dari Kelasjkaran dan dengan pemimpin-pemimpin T.R.I. sebagai langkah-langkah persiapan menudju pembentukan T.N.I. Terhadap barisan-barisan Lasjkar Rakjat dilakukan pendaftaran djumlah anggotanja masing-masing dengan keadaan persendjataannja.
Biaja perbelandjaan untuk keperluan Kelasjkaran jang diladeni melalui Biro Perdjuangan Daerah Sumatera Timur ditetapkan djumlahnja oleh Dewan Pertahanan Daerah Sumatera Timur. Keadaan keuangan dapat berdjalan dan diterima pada waktunja, terutama sekali oleh karena Pemerintah Propinsi Sumatera mulai mengeluarkan uang Orips (Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatera).
Gubernur Muda Sumatera Utara Mr. S. M. Amin, Residen Mr. Abu Bakar Djaar dengan pimpinan Biro Perdjuangan berdjalan mengelilingi seluruh front disekitar Medan melakukan inspeksi. timbangan Alim Ulama dan tjerdik pandai ditindjau dari sudut politik dan agama, musjawarat memutuskan sebagai berikut :
- Alim Ulama Sumatera Timur sebagai ,,ahlulhalli wal aqdi’’ hanja mengakui pemerintahan Negara Republik Indonesia dan menjatakan bahwa menurut hukum Islam hanja inilah pemerintahan jang dipandang sah.
- Keradjaan Deli dan Keradjaan lain-lain jang dulu berada di Sumatera Timur serta radja-radjanja adalah menurut Hukum Islam sudah sah terhapus dan maʼzulnja, karena telah dihapuskan dan dimaʼzulkan ummat (rakjat).
- Menegakkan kembali kerajaan (negara) Deli dan keradjaan-keradjaan (negara) jang lain-lain didalam Negara Republik Indonesia berarti menegakkan satu pemerintahan baru didalam pemerintahan jang sah dan perbuatan ini tidak diluluskan dalam Hukum Islam.
- Berdirinja negara (keradjaan) Deli itu sebenar-benarnja adalah sebagai satu pemerintahan boneka jang sengadja ditegakkan dan disokong Belanda untuk dipergunakan memetjah persatuan bangsa Indonesia supaja dengan mudah dapat didjadjahnja kembali.
- Sebagaimana Kaum Muslimin wadjib mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dan menolak pendjadjahan Belanda dengan harta dan djiwanja demikian djuga wadjib menolak berdirinja negara (keradjaan) Deli dan lain-lainnja itu.
- Menurut Hukum Islam angkatan Kepala negara (keradjaan) itu dipandang tidak sah, maka dengan sendirinja semua kadhi-kadhi jang diangkatnja dihukumkan tidak sah djuga.
- Aqad nikah jang dilakukan qadhi-qadhinja dipandang tidak sah. Perbuatan laki-laki dan perempuan jang dinikahkannja itu - sesudah mengetahui pendjelasan ini - dihukumkan ZINA.
- Haram memberikan sokongan dan mendjadi pegawai pemerintahannja serta mengadukan perkara kepada hakim jang diangkatnja.
- Haram kaum Muslimin sembahjang Djumʼat dan berdjemaʼah mengikut imam-imam angkatannja.
- Kepala negara (keradjaan) itu serta pengikut-pengikutnja dihukumkan telah keluar dari golongan kaum Muslimin.
- Diwaktu perlu dihalalkan darah mereka dan kematiannja mati djahilijah.
Mulai 15 Djanuari 1947, tiga hari berturut-turut rakjat Atjeh berpuasa untuk keselamatan negara dan pradjurit-pradjurit jang bertempur melawan musuh.
Dewan Pertahanan Daerah Atjeh mengandjurkan kegiatan seluruh lapisan rakjat untuk mengumpulkan uang dan bahan makanan untuk dikirim kegaris pertempuran. Dengan maklumat Residen Atjeh, tertanggal 10 Maret 1947 No. 5/MRA, diresmikan berdirinja „Biro Perdjuangan Daerah Atjeh“ di Kutaradja, diketuai oleh Abdul Djalil Amin. Segala urusan jang bersangkutan dengan perdjuangan, diurus oleh Biro tersebut.
Pada tanggal 25 Maret 1947 keluar pengumuman Sekretaris Negara tentang pengangkatan Tengku Muhammad Daud Beureueh mendjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung.
Pada tanggal 26 Maret 1947, Dewan Perwakilan Atjeh menjampaikan utjapan selamat atas nama rakjat Atjeh kepada Presiden, Wakil Presiden dan Perdana Menteri Republik Indonesia, berkenaan dengan tertjapainja persetudjuan Linggardjati.
Pada tanggal 29 Mei 1947 pemuda Atjeh dan pemuda Batak menerima utjapan selamat dengan perantaraan Kontak Biro Medan Area di Pematang Siantar atas terpeliharanja persatuan antara kedua golongan pemuda itu.
Pihak Belanda dari Medan menjiarkan berita-berita jang menggambarkan seolah-olah ada pertentangan antara golongan pemuda Batak dengan pemuda Atjeh.
Umumnja Pemerintah dan rakjat Atjeh sudah dapat mulai menjusun dan membangun, terutama sekali nampak kegiatan dalam mendirikan usaha-usaha perdagangan.
Saudagar- Saudagar Indonesia di Kutaradja membentuk Gasida ,,Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Atjeh’’ jang maksudnja ialah mempersatukan saudagar- saudagar bangsa Indonesia dalam satu ikatan jang erat, dan menjokong pemerintah NRI dalam pembangunan kemakmurannja. Dalam Gasida ini dibentuk pula sebuah badan bernama : Badan Penjokong Perdjuangan.
Kapal-kapal dagang dari Malaya dan dari negeri lainnja mengundjungi pantai Atjeh membawa dan mengambil barang-barang perniagaan dengan menobros blokkade jang dilakukan oleh angkatan laut Belanda
Kapal perang Belanda beberapa kali mengundjungi Lho' Seumawe dan Langsa melakukan persewenangan menggeledah tongkang-tongkang dan motorboot jang kebetulan berlabuh ditempat itu. Di Telaga tudjuh (Kuala Langsa) terdjadi pertempuran antara barisan pengawal pantai dengan sebuah terpedo-jager Belanda jang memasuki kuala itu.
Wakil-wakil rakjat dari Sabang datang mendjumpai Residen T.M. Daudsjah menjatakan keinginan rakjat Sabang supaja dimasukkan kedalam wilajah kekusaan Republik Indonesia.
Pemuda-Pemuda dari Tapanuli terus mengalir masuk ke Sumatera Timur untuk mengambil tempat disepandjang garis demarkasi disekitar Medan Area. Hal ini kemudian ternjata tidak menguntungkan bagi kepentingan ketertiban garis pertahanan disektor Medan Selatan dan sektor Medan Timur.
130 Pada tanggal 12 Mei 1947 terdjadi pertempuran di Sibolga antara pasukan Indonesia dengar sebuah kapal perang Belanda ,,Banckert’’ (J.T.1) jang mentjoba memasuki pelabuhan Sibolga untuk melakukan penggeledahan.
a. Sumatera Utara.
b. Atjeh.
c. Tapanuli.
d. Sumatera Timur.
PADA tanggal 27 Mei 1947 Komisi Djenderal Belanda menjampaikan sebuah nota jang bersifat ultimatief kepada delegasi Republik Indonesia. Nota itu antara lain-lain berisi tuntutan lima pasal, jaitu:
- membentuk bersama suatu Pemerintah Peralihan (interim) ;
- mengeluarkan uang bersama, dan mendirikan lembaga deviezen bersama ;
- Republik supaja mengirimkan beras untuk rakjat di daerah-daerah pendudukan Belanda ;
- menjelenggarakan bersama ketertiban dan keamanan diseluruh Indonesia, termasuk daerah-daerah Republik jang memperlukan bantuan Belanda (gendarmeri-bersama) ;
- menjelenggarakan penilikan bersama atas import dan export.
Diterima tidanja tuntutan itu Belanda meminta pendjawabannja dalam tempo 14 hari. Sungguh suatu ultimatum !
Awan mendung kembali meliputi daerah Republik Indonesia. Hari itu djuga malamnja Panglima Besar Sudirman telah menjerukan kembali seluruh anggota Tentera Republik Indonesia beserta seluruh anggota-anggota Lasjkar dan Barisan jang ada di Indonesia. Perintah Djenderal Sudirman berbunji sebagi berikut :
,,Kepada seluruh Angkatan Perang Indonesia, anggota2 Tentera, Lasjkar dan Barisan-barisan diperintahkan untuk kembali ke pos masing-masing dan setiap saat waspada dan bersikap siap sedia untuk mendjalankan segala perintah jang diberikan oleh pimpinan angkatan perang Indonesiaʼʼ.
Seterusnja ia menjampaikan seruan kepada seluruh rakjat Indonesia, supaja memberikan sokongan semangat dan bathin kepada utusan-utusan Indonesia, jang kini sedang melangsungkan perundingan dengan Belanda.
Selandjutnja panglima besar memperingatkan, bahwa seluruh tanah air Indonesia kini masih lagi menghadapi bahaja antjaman keangkaraan dan keselamatan Negara harus dipertahankan oleh seluruh bangsa Indonesia.
Djelas sudah keadaan telah genting lagi oleh nota jang bersifat ultimatief dari Belanda itu.
Pada tgl. 8 Djuni 1947 delegasi Republik Indonesia membalas nota Komisi Djenderal Belanda itu sebagai berikut :
- Setudju membentuk Pemerintah peralihan jang mempunjai kewadjiban membuat persiapan sidang konstituante dan mempersiapkan penjerahan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda kepada Pemerintah Federal nasional. Selama masa peralihan itu kedudukan de facto Republik tidak boleh dan tidak akan dikurangi.
- Setudju mendirikan lembaga deviezen untuk seluruh Indonesia, sesudahnja terbentuk Pemerintah Peralihan tsb.
- Hendaknja disusun Badan Pusat Pembagian Makanan untuk seluruh Indonesia oleh Pemerintah Peralihan tsb.
- Kewadjiban mengurus ketertiban dan keamanan didaerah Republik adalah urusan Polisi Republik sendiri.
- Perdagangan export dan import didjalankan menurut petundjuk dari Pemerintah Peralihan tsb.
- Soal-soal besar jang mengenai penjelenggaraan persetudjuan Linggardjati diurus oleh kedua delegasi. Keputusan-keputusan kedua delegasi tsb., didjalankan oleh Pemerintah Peralihan dan negara-negara bagian.
Sementara itu pada 3 Djuni 1947 Presiden selaku Panglima Tertinggi telah mengesahkan dengan resmi Tentera Nasional Indonesia. Langkah dalam ketenteraan seperti ini adalah tepat sekali, karena dari hari ke-sehari nampak gerak-gerik militerisme Belanda amat mentjurigakan.
Pada tgl. 20 Djuni Delegasi Indonesia menerima seputjuk risalah jang 8 halaman tebalnja dari Komisi Djenderal Belanda sebagai balasannja atas nota-balasan (contra nota) delegasi Republik jang bertanggal 8 Djuni 1947. Pada pokoknja isi surat-balasan Komisi Djenderal itu adalah menjatakan ketidak puasan mereka atas contra-nota delegasi Republik Indonesia itu. Akan tetapi pada tgl. 20 Djuni itu djuga delegasi Republik telah djuga menjampaikan seputjuk surat kepada Komisi Djenderal Belanda jang isinja semata-mata menegaskan keterangan politik jang telah dipidatokan oleh perdana menteri Sjahrir semalamnja.
Pada tgl. 21 Djuni Komisi Djenderal telah membalas surat delegasi Indonesia jang dikirim kemarinnja (tgl. 20 Djuni 1947) dan dalam surat balasan itu antara lain-lain dikatakan, bahwa penerimaan jang mengenai wakil Mahkota oleh delegasi Indonesia belumlah lagi berarti bahwa dalam beberapa soal usul-usul delegasi Indonesia itu sudah mendekati usul-usul Komisi Djenderal. Komisi Djenderal dalam surat ini kemudian mendesak supaja delegasi Indonesia menerima seluruh isi nota Belanda jang bertanggal 27 Mei 1947 itu.
Keadaan semakin bertambah genting !
Menteri-menteri Mr. Moch. Rum, Mr. Amir Sjarifuddin, Hamangku Buwono dan Mr. Abdul Madjid dipanggil ke Djakarta oleh Perdana Menteri Sjahrir untuk bermusjawarat. Djuga beberapa pemimpin-pemimpin partai dan Lasjkar datang ke Djakarta hari itu (22 Djuni). Sidang Kabinet diadakan pada tgl. 23 Djuni pagi jang menghasilkan djawaban Republik terhadap surat Komisi Djenderal Belanda pada tgl. 21 Djuni 1947. Dalam surat djawaban ini antara lain-lain ditegaskan lagi penolakan gendarmeri-bersama dalam daerah Republik Indonesia.
Akan tetapi tepat pukul 12 hari ini djuga (23 Djuni) Dr. H.J. van Mook dengan diantarakan oleh Dr. P.J. Koets telah mengundjungi P.M. Sjahrir untuk menjampai sebuah a i d e - m e m o r i e pemerintah Belanda jang bertanggal hari itu djuga (23 Djuni 1947). Isinja ialah permintaan jang penghabisan pada pemerintah Republik Indonesia supaja nota ultimatief dari Komisi Djenderal Belanda pada tgl. 27 Mei itu diterima sepenuhnja. Djawaban dinantikan selambat-lambatnja 27 Djuni 1947. Dikatakan djuga, bahwa putusan Kabinet Belanda tsb. telah diambil sebelum P.M. Sjahrir mengadakan pidato radio tgl. 19 Djuni jang lalu.
Pada tanggal 25 Djuni 1947 sidang kabinet di Jogjakarta untuk menindjau keadaan politik. Keterangan Perdana Menteri Sjahrir menimbulkan debat jang hangat. Dalam pada itu partai-partai masing-masing menentukan sikapnja dengan djalan resolusi-resolusi. Suasana politik panas.
Pada tanggal 26 Djuni 1947 djam 11 malam Kabinet-Sjahrir menjerahkan kembali portefeuille-nja kepada Presiden.
Setelah berunding dengan partai-partai pada djam 3.30 pagi, Presiden menerima penjerahan kembali portefeuille kabinet. Kabinet bubar. Karena gentingnja keadaan mulai djam 3.30 pagi itu semua kekuasaan diserahkan ketangan Presiden, sampai kabinet baru bisa dibentuk.
Pada tanggal 27 Djuni 1947 Presiden mendjawab aide memoire Belanda. Dalam djawab itu ditegaskan sikap Republik, jang menginginkan kekuasaan de facto Republik dilakukan sepenuhnja selama masa peralihan. Gendarmerie bersama ditolak.
Amerika mengeluarkan memorandum: Kalau soal ,,interimregeeringʼʼ (seperti jang diusulkan Belanda) sudah diterima oleh kedua belah pihak, maka djika diminta, Amerika bersedia memberikan bantuan keuangan.
Perintah harian Djenderal Spoor botjor, dan disiarkan didalam pers. Dalam perintah harian itu dinjatakan bahwa 29 Djuni aksi militer akan dilakukan disana-sini, sedang 30 Djuni dilakukan serangan umum terhadap Republik. Rentjana ini akan dilakukan kalau pada tanggal 28 Djuni tidak dibatalkan.
Pada tanggal 30 Djuni 1947 Presiden menundjuk 4 orang formateur kabinet untuk menjusun kabinet koalisi berdasar nasional, jaitu:
Mr. Amir Sjarifuddin (Partai Sosialis), Dr. A.K. Gani (P.N.I.), Dr. Sukiman (Masjumi) dan Setiadjid (P.B.I.). Kabinet harus sudah selesai disusun pada djam 6 sore tanggal 1 Djuli 1947. St. Sjahrir diangkat mendjadi Penasihat Presiden.
Van Mook menjatakan nota Presiden kurang djelas dalam hal-hal jang penting. Aide memoire Amerika dikatakan tepat pada waktunja.
Pada tanggal 1 Djuli 1947 pembentukan kabinet gagal. Para formateur menjerahkan kembali mandaatnja kepada Presiden.
Belanda melakukan penggeledahan-penggeledahan ditempat-tempat jang didudukinja. Pasukan-pasukannja mulai kelihatan giat bersiap-siap.
Pada tanggal 2 Djuli 1947 di Presidenan tampak sibuk, terus-menerus diadakan perundingan dengan partai-partai. Djam 11 malam Presiden menundjuk Mr. Amir Sjarifuddin, Dr. A.K. Gani dan Setiadjid untuk membentuk kabinet nasional, jang harus sudah selesai tanggal 3 Djuli tengah hari.
Pada tanggal 3 Djuli 1947 Presiden pada djam 2.15 siang mengesahkan kabinet nasional jang dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin sebagai Perdana Menteri.
Pada tanggal 5 Djuli 1947 Sjahrir meletakkan djabatannja selaku ketua Delegasi Republik Indonesia.
Perdana Menteri Amir Sjarifuddin menjampaikan seruan kepada rakjat dan Pemerintah Amerika Serikat supaja Amerika menggunakan segala pengaruhnja guna mendjamin perdamaian.
Pada tanggal 6 Djuli 1947 Wakil Perdana Menteri Setiadjid menjampaikan djawaban kepada Pemerintah Belanda atas surat Van Mook jang meminta pendjelasan tentang nota Presiden tanggal 27 Djuni.
Belanda menjatakan lagi tidak puasnja atas djawaban itu dan meminta lagi pendjelasan jang lebih djelas.
Djawaban Pemerintah Republik atas aide memoire Amerika disampaikan kepada Walter Foote.
Pada tanggal 7 Djuli 1947 Republik mengadakan sidang kilat kabinet.
Pada tanggal 8 Djuli 1947 atas permintaan pemerintah Belanda, sekali lagi Pemerintah Republik menjampaikan pendjelasan atas sikapnja.
Pada tanggal 14 Djuli 1947 karena pidato Dr. Beel di Tweede Kamer (10 Djuli), pidato radio van Mook (11 Djuli) dan pidato Menteri Jonkman di Tweede Kamer (12 Djuli) tidak memberikan ketegasan bagaimana sikap pemerintah Belanda terhadap nota djawaban Republik (8 Djuli), maka Perdana Menteri Amir Sjarifuddin pergi ke Djakarta untuk meminta djawaban jang tegas dari Van Mook. Van Mook mendjandjikan djawaban pemerintahnja pada tanggal 15 Djuli 1947 djam 10 pagi.
Pada tanggal 15 Djuli 1947 mestinja djawaban Belanda hari ini djam 10 pagi diberikan kepada Pemerintah Republik, tapi Belanda minta diundurkan sampai djam 12 siang. Baru djam 4 sore djawaban itu diserahkan kepada Perdana Menteri Amir Sjarifuddin, berisi tuntutan:
- diadakan ,,gendarmerie bersamaʼʼ.
- ,,pemberhentian permusuhan umumʼʼ, oleh pihak Republik pada tanggal 16 Djuli , djam 12 tengah malam.
Pada tanggal 16 Djuli 1947 Perdana Menteri Amir Sjarifuddin tiba di Jogja, terus diadakan sidang kabinet, jang belum bisa selesai sampai siang hari. Hal ini disampaikan kepada Belanda dengan perantaraan Wakil Perdana Menteri Setiadjid jang hari itu djuga kembali ke Djakarta.
Republik meminta djawaban atas usul-usul Belanda itu diundurkan dengan 24 djam. Permintaan ini ditolak oleh Belanda, hingga suasana mendjadi memuntjak genting.
Malamnja pada djam 1.25 tengah malam, Perdana Menteri Amir Sjarifuddin menerangkan dalam pidato radio bahwa ultimatum Belanda tentang pemberhentian permusuhan jang dari satu fihak sadja itu, ditolak.
Pada tanggal 17 Djuli 1947 sidang kabinet dilandjutkan untuk menjusun djawaban. Hari itu djam 7.30 sore djawaban tersebut disampaikan kepada Dr. van Mook.
Kabinet Belanda bersidang untuk menentukan sikap apakah Nederland akan menggunakan kekerasan apa tidak terhadap Republik, karena ultimatumnja telah ditolak.
Pada tanggal 18 Djuli 1947 van Mook menerangkan djawaban Republik tidak bisa diterima. Diserahkan kepada pemerintah Nederland untuk menentukan sikap.
Pada tanggal 20 Djuli 1947 Dr. van Mook mendapat kuasa penuh dari penicrintah Belanda untuk mengadakan ,,aksi polisionilʼʼ dan untuk mengambil sesuatu tindakan jang dipandangnja perlu.
Tengah malam gedong-gedong Republik di Djakarta diduduki serdadu-serdadu Belanda.
Pada tanggal 21 Djuli 1947 tentera Belanda menjerang Republik dari segala djurusan, dari darat, laut dan udara.