Lompat ke isi

Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakjat Sementara Republik Indonesia

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakjat Sementara Republik Indonesia  (1950) 

PERATURAN TATA TERTIB
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA


(TAMBAHAN LEMBARAN. NEGARA 1950 NR 63 ---
SURAT KEPUTUSAN D.P.R. SEMENTARA
TGL. 27/9-1950 NR 30K/1950)



PERTJETAKAN NEGARA -- DJAKARTA

PERATURAN TATA-TERTIB

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT SEMENTARA

REPUBLIK INDONESIA



(TAMBAHAN LEMBARAN-NEGARA 1950 NR 63 ―

SURAT KEPUTUSAN D. P. R.-SEMENTARA

TGL. 27/9—1950 NR 30/K/1950)




PERTJETAKAN NEGARA — DJAKARTA

TAMBAHAN

LEMBARAN-NEGARA RI.

Nr 63. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA. TATA-TERTIB. PER-
ATURAN. Penetapan peraturan tentang Peraturan
Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakjat Sementara
Republik Indonesia.

2189/010/1/11/I.

REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
SEMENTARA

Surat Keputusan No. 30/K/1950.

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA.

Setelah membatja: rantjangan ,,Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakjat Sementara Republik Indonesia' jang dimadjukan oleh Panitya Tata-tertib;

Setelah membitjarakan: dalam rapat pleno terbuka tanggal 20, 21 dan 27 September 1950:

  1. rantjangan Peraturan Tata-tertib tersebut, terketjuali:
    1. Bab II § 1 pasal 5 s/d pasal 18, jang telah ditetapkan dengan keputusan No. 5/K/1950 tertanggal 18 Agustus 1950;
    2. Bab III seluruhnja, jang telah ditetapkan dengan keputusan No. 14/K/1950 tertanggal 23 Agustus 1950;
    3. Bab VI § 1 dan Bab VII § 1, § 2 dan § 3, jang telah ditetapkan masing-masing dengan keputusan No. 12/K/1950 dan No. 13/K/1950 tertanggal 22 Agustus 1950;
  2. usul-usul amandemen jang dimadjukan oleh beberapa Anggauta;

Mengingat: pasal 76 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakjat No. 3/K/1950 tertanggal 15 Agustus 1950 dan No. 4/K/1950 tertanggal 18 Agustus 1950;

Memutuskan:

  1. Mentjabut keputusan-keputusan No. 5/K/1950 tertanggal 18 Agustus 1950 No. 12/K/1950 dan No. 13/K/1950 tertanggal 22 Agustus 1950 dan No. 14/K/1950 tertanggal 23 Agustus 1950 tersebut diatas:
  2. Menetapkan peraturan sebagai berikut:


PERATURAN TATA-TERTIB
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA.

BAB I

Tentang Pemeriksaan Surat Kepertjajaan Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat


Pasal 1

Pemeriksaan surat-surat kepertjajaan dari para Anggauta diserahkan kepada suatu Panitya Pemeriksa Surat-surat Kepertjajaan jang diangkat oleh Ketua (Ketua Sementara termaksud dalam pasal 5) dan terdiri dari seorang Ketua merangkap Anggauta dan empat Anggauta.


Pasal 2
  1. Setiap Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat menjerahkan surat kepertjajaannja kepada Panitya Pemeriksa Surat-surat Kepertjajaan termaksud dalam pasal 1.
  2. Jang dimaksud dengan surat kepertjajaan dalam ajat (1) pasal ini, ialah surat keterangan mengenai angkatan Anggauta tersebut.



Pasal 3
  1. Panitya Pemeriksa Surat-surat Kepertjajaan sesudah selesai melakukan pemeriksaan termaksud dalam pasal 1, memberikan laporannja kepada Dewan Perwakikan Rakjat setjara tertulis atau dengan lisan.
  2. Surat-surat kepertjajaan disimpan pada Sekertariat Dewan Perwakilan Rakjat dan disediakan bagi para Anggauta.



Pasal 4

Setelah Panitya Pemeriksa Surat-surat Kepertjajaan memberikan laporannja, maka Ketua (Ketua Sementara) mengumumkan nama-nama Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat jang telah diterima.

BAB II

Tentang Ketua dan Wakil-wakil Ketua, Sekertaris Djenderal dan Sekertaris-sekertaris Kepala Bagian.

§ 1. Ketua dan Wakil-wakil Ketua.


Pasal 5.
Selama Ketua belum dipilih dan disahkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakjat diketuai untuk sementara oleh Anggauta jang tertua umurnja, sebagai termaksud dalam ajat (2) pasal 62 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

Pasal 6.
  1. Setjepat-tjepatnja, akan tetapi sesudah lebih dari separuh dari djumlah Anggauta seluruhnja diterima dan hadlir, maka Dewan Perwakilan Rakjat memilih Ketua dan tiga orang Wakil Ketua.
  2. Rapat untuk mengadakan pemilihan ini adalah terbuka ketjuali apabila rapat karena keadaan luar biasa memutuskan lain.
  3. Ketua Sementara menetapkan tempat dan saat diadakan rapat ini dan hal ini diberitahukan olehnja kepada Anggauta-anggauta.

Pasal 7.
  1. Pentjalonan Ketua dilakukan dengan mengisi dan menjampaikan daftar tjalon kepada Ketua Sementara.
  2. Setiap daftar tjalon memuat nama seorang jang ditjalonkan untuk Ketua.
  3. Dalam daftar tjalon diterangkan, bahwa jang ditjalonkan menerima pentjalonan itu.

Pasal 8.
  1. Setiap daftar jang dimaksud dalam ajat (1) pasal 7 berisi nama dan apabila ada, keterangan-keterangan lain jang dianggap perlu atau sebaiknja ditambahkan tentang tjalon itu.
  2. Setiap daftar itu harus ditandatangani oleh sekurang-kurangnja 10 Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat.
  1. Disebelah tanda-tangan itu disebutkan nama-nama sekalian penandatangan dan apabila ada, keterangan-keterangan lain jang dianggap perlu atau sebaiknja ditambahkan, tentang mereka itu masing-masing.
  2. Setiap Anggauta tidak boleh menandatangani lebih dari satu daftar.

Pasal 9.
  1. Daftar sebagai dimaksud dalam pasal 7 disampaikan sendiri oleh seorang atau lebih dari mereka jang menandatanganinja, jaitu selambat-lambatnja satu djam sebelum rapat jang dimaksud dalam pasal 2 dimulai.
  2. Apabila Ketua Sementara berpendapat, bahwa suatu daftar tidak memenuhi sjarat-sjarat jang dimaksud dalam pasal 7 dan 8 peraturan ini, maka ia memberitahukan hal itu kepada jang menjampaikannja supaja sjarat-sjaratnja dipenuhi; apabila dalam hal demikian jang menjampaikannja itu tidak memenuhi petundjuk-petundjuk Ketua Sementara, maka Ketua Sementara berkuasa menjatakan daftar itu tidak sah.
  3. Ketua Sementara menjuruh memperbanjak setjepat mungkin daftar-daftar jang sah jang diterimanja untuk dibagi-bagikan kepada Anggauta jang hadlir dalam rapat jang dimaksud dalam pasal 6.

Pasal 10.
  1. Pemungutan suara berlangsung setjara rahasia dengan djalan mengisi segi-empat jang terdapat dimuka nama-nama setiap tjalon jang disusun menurut abdjad dalam surat pemungutan suara.
  2. Pemungutan suara tidak sah, apabila surat pemungutan suara jang masuk lebih banjak dari pada orang jang berhak bersuara. Dalam hal itu dengan segera pemungutan suara diulang.

Pasal 11.
  1. Setiap Anggauta berhak mengeluarkan hanja satu suara.
  2. Apabila dalam suatu surat pemungutan suara lebih dari satu segi-empat diisi, maka surat itu tidak sah; demikian djuga tidak sah surat pemungutan suara jang ditandatangani.
  3. Suara jang dikeluarkan atas orang jang tidak masuk dalam daftar tjalon, dinjatakan tidak sah.
  1. Djika timbul keragu-raguan tentang sah atau tidaknja sesuatu surat pemungutan suara, maka rapat memutuskan: apabila djumlah suara sama banjaknja, maka Ketua Sementara memutuskan.
  2. Surat pemungutan suara jang tidak diisi, demikian djuga surat pemungutan suara jang dinjatakan tidak sah, tidak dihitung masuk surat pemungutan suara jang sah sebagai dimaksud dalam pasal 13 untuk menetapkan djumlah suara terbanjak mutlak.

Pasal 12.
  1. Pada setiap pemungutan suara Ketua Sementara menundjuk empat Anggauta sebagai pengumpul suara.
  2. Sesudah Ketua Sementara memberitahukan djumlah Anggauta jang telah menandatangani daftar hadlir, maka pembatjaan surat-surat pemungutan suara itu dilakukan oleh seorang pengumpul suara jang ditundjuk oleh Ketua Sementara. Tiga orang pengumpul suara lainnja mentjatat suara-suara itu.

Pasal 13.
  1. Siapa jang mendapat djumlah suara terbanjak mutlak, ialah jang dinjatakan terpilih.

Pasal 14.
  1. Apabila hanja seorang tjalon jang dimadjukan, maka Ketua Sementara memberitahukan hal itu kepada rapat dan tjalon itu dinjatakan terpilih.
  2. Apabila hanja dua tjalon dimadjukan, dan sesudah diadakan pemungutan suara ternjata seorang tjalon mendapat djumlah suara terbanjak mutlak, maka ia dinjatakan terpilih.

Dalam hal kedua tjalon itu masing-masing mendapat suara sama banjaknja, maka pemungutan suara diulangi. Apabila dalam pemungutan suara ulangan ini, kedua tjalon itu mendapat suara sama banjak lagi, maka diadakan undian antara dua tjalon tersebut.

  1. Apabila ada tiga atau empat tjalon dimadjukan dan sesudah diadakan pemungutan suara tidak seorangpun mendapat djumlah suara terbanjak mutlak, maka pemungutan suara diulangi dengan menghapus seorang tjalon jang
mendapat suara paling sedikit. Tjara pemungutan suara sedemikian itu diteruskan, sampai salah seorang tjalon mendapat djumlah suara terbanjak mutlak, dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam ajat (2).
  1. Apabila lebih dari 4 tjalon dimadjukan dan sesudah diadakan pemungutan suara, tidak seorangpun mendapat djumlah suara terbanjak mutlak, maka pemungutan suara diulangi dengan menghapuskan dalam tiap-tiap pengulangan dua tjalon jang mendapat suara paling sedikit, hingga djumlah tjalon tinggal 3 atau 4 orang.
    Dalam hal ini ulangan pemungutan suara diteruskan menurut ketentuan-ketentuan dalam ajat (3).
  1. Apabila dari hasil pemungutan suara ternjata, bahwa tjalon-tjalon jang mendapat djumlah suara paling sedikit, djumlahnja melebihi djumlah jang harus dihapuskan menurut ketentuan-ketentuan dalam ajat (3) dan (4) karena ada tjalon-tjalon jang mendapat suara sama banjaknja, maka dalam hal itu antara tjalon-tjalon jang mendapat suara sama banjaknja, diadakan undian untuk turut dalam ulangan pemungutan suara sebanjak djumlah jang diperlukan.

Pasal 15.
  1. Sesudah seorang dari pada tjalon-tjalon memperoleh djumlah suara terbanjak mutlak, maka Ketua Sementara mengumumkan hasil pemungutan suara itu.
  2. Tentang pemilihan itu dibuat satu pemberitahuan jang ditandatangani oleh Ketua Sementara dan Anggauta-anggauta jang dimaksud dalam ajat (1) pasal 12.

Pasal 16.
Dewan Perwakilan Rakjat mempunjai seorang Wakil Ketua I, seorang Wakil Ketua II dan seorang Wakil Ketua III, jang masing-masing ditjalonkan dan dipilih segera sesudah pemilihan Ketua selesai.

Untuk pentjalonan dan pemilihan Wakil-wakil Ketua berlaku ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini jang berlaku bagi pentjalonan dan pemilihan Ketua.


Pasal 17.
Hasil pemilihan jang tersebut dalam pasal 6 ajat (1) segera disampaikan kepada Presiden untuk disahkan sebagai dimak-
sud dalam pasal 62 ajat (1) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

Pasal 18.
  1. Apabila Ketua berhalangan, maka kewadjibannja dilakukan oleh Wakil Ketua I; apabila jang achir ini berhalangan ia diganti oleh Wakil Ketua II. Apabila Wakil Ketua II djuga berhalangan, maka ia diganti oleh Wakil Ketua III, dan apabila jang terachir inipun berhalangan, maka Anggauta jang tertua umurnja melakukan kewadjiban sebagai Ketua.
  2. Apabila djabatan Ketua atau djabatan salah seorang Wakil Ketua mendjadi lowong, maka Dewan Perwakilan Rakjat setjepat-tjepatnja mengadakan pemilihan Ketua atau Wakil Ketua jang lain; pasal-pasal 6 sampai 17 berlaku djuga bagi pemilihan ini.

Pasal 19.
Kewadjiban Ketua jang terutama, ialah:
  1. merantjang daftar pekerdjaan;
  2. mengatur dan memimpin pekerdjaan Dewan Perwakilan Rakjat;
  3. mendjaga ketertiban dalam rapat;
  4. memperhatikan dan mendjaga, supaja Peraturan Tatatertib ini diturut dengan saksama;
  5. memberi idzin untuk berbitjara;
  6. menjimpulkan persoalan jang akan diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakjat;
  7. memberi kesempatan kepada pembitjara untuk mengutjapkan pidatonja dengan tidak terganggu;
  8. memberitahukan hasil pemungutan suara;
  9. mendjalankan putusan jang diambil oleh rapat.



Pasal 20.
  1. Selama perundingan Ketua hanja dapat berbitjara untuk menundjukkan duduk perkara jang sebenarnja atau untuk mengembalikan perundingan itu kepada pokok pembitjaraan, apabila ia menjimpang.
  2. Apabila Ketua hendak turut berbitjara tentang soal jang sedang diperbintjangkan, maka ia untuk sementara meninggalkan tempat duduknja, dan tidak kembali sebelum
perundingan tentang soal itu berachir; dalam hal demikian djabatan Ketua dalam rapat untuk sementara diatur menurut tjara jang disebut dalam pasal 18.

§ 2. Sekertaris Djenderal dan Sekertaris-sekertaris Kepala Bagian.


Pasal 21.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat mengangkat seorang Sekertaris Djenderal dan beberapa orang Sekertaris Kepala Bagian atas andjuran Panitya Rumah-Tangga.
  2. Sekertaris Djenderal dan Sekertaris-sekertaris Kepala Bagian tidak boleh merangkap ke-Anggautaan Dewan Perwakilan Rakjat.

Pasal 22.
Apabila Sekertaris Djenderal berhalangan, maka ia diwakili oleh salah seorang Sekertaris Kepala Bagian.

Pasal 23.
  1. Sekertaris Djenderal mengurus segala sesuatu jang termasuk urusan rumah-tangga Dewan Perwakilan Rakjat, membantu Ketua dalam melakukan pekerdjaannja dan memimpin segenap pegawai jang bekerdja pada Dewan Perwakilan Rakjat.
  2. Kepala Bagian memimpin Bagian Sekertariat dan membantu Sekertaris Djenderal.

Pasal 24.
Selama belum dilakukan pengangkatan Sekertaris Djenderal maka djabatan Sekertaris Djenderal dilakukan oleh seorang pegawai jang ditundjuk oleh Ketua Sementara.


BAB III
TENTANG PANITYA PERMUSJAWARATAN, PANITYA RUMAH-TANGGA SEKSI-SEKSI, BAHAGIAN-BAHAGIAN DAN PANITYA CHUSUS.


§ 1. Panitya Permusjawaratan.


Pasal 25.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat membentuk diantara Anggauta-anggautanja suatu Panitya Permusjawaratan, jang terdiri dari Ketua Dewan Perwakilan Rakjat sebagai
Anggauta merangkap Ketua, Wakil Ketua I, Wakil Ketua II, Wakil Ketua III dan sekurang-kurangnja 7 orang lainnja sebagai Anggauta, jang atas usul Ketua ditundjuk oleh Dewan Perwakilan Rakjat.
  1. Anggauta-anggauta Panitya Permusjawaratan sedapat-dapatnja mewakili pelbagai aliran, jang terdapat dalam Dewan Perwakilan Rakjat.
  2. Sesudah diberitahukan lebih dahulu kepada Ketua, tiap-tiap Anggauta Panitya Permusjawaratan berhak menundjuk seorang Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat lain untuk mewakilinja dalam rapat-rapat Panitya Permusjawaratan.

Pasal 26.
  1. Panitya Permusjawaratan bermusjawarat dengan Pemerintah apabila hal itu dianggapnja perlu atau apabila dianggap perlu oleh Dewan Perwakilan Rakjat atau apabila diminta oleh Pemerintah.
  2. Panitya Permusjawaratan memberikan pertimbangan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakjat apabila hal itu dianggapnja perlu atau apabila Ketua Dewan Perwakilan Rakjat meminta pertimbangan itu.
  3. Panitya Permusjawaratan menetapkan atjara pekerdjaan Dewan Perwakilan Rakjat, dimana perlu setelah mendengar Ketua-ketua Seksi, untuk suatu masa-sidang atau sebagian dari masa-sidang, dengan tidak mengurangi hak Dewan Perwakilan Rakjat untuk mengubahnja.

§ 2. Panitya Rumah-Tangga.


Pasal 27.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat membentuk diantara Anggauta-anggautanja suatu Panitya Rumah-Tangga jang terdiri dari Ketua Dewan Perwakilan Rakjat sebagai Anggauta merangkap Ketua, Wakil Ketua I, Wakil Ketua II, Wakil Ketua III dan sekurang-kurangnja 5 orang lainnja sebagai Anggauta, jang atas usul Ketua ditundjuk oleh Dewan Perwakilan Rakjat.
  2. Panitya Rumah-Tangga melakukan pengawasan atas pengurusan jang dimaksud dalam pasal 23.
~
  1. Panitya Rumah-Tangga mengangkat dan memberhentikan pegawai-pegawai Dewan Perwakilan Rakjat ketjuali Sekertaris Djenderal dan Sekertaris-sekertaris.
  2. Panitya Rumah-Tangga menjusun setiap tahun anggaran belandja Dewan Perwakilan Rakjat jang harus disampaikan kepada Kementerian Keuangan.
  3. Panitya Rumah-Tangga memutuskan apabila timbul perselisihan faham tentang isi laporan penulis-tjepat.
  4. Panitya Rumah-Tangga menundjuk tiga orang dari Anggautanja untuk memperhatikan kepentingan para Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat.

§ 3. Seksi-seksi.


Pasal 28.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat mempunjai Seksi-seksi sebanjak djumlah Kementerian.
  2. Tiap-tiap Seksi terdiri dari sebanjak-banjaknja 11 orang Anggauta termasuk seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua jang dipilih oleh Seksi masing-masing diantara Anggauta-anggautanja untuk satu masa-sidang. Anggauta-anggauta lain dapat menghadliri rapat Seksi sebagai penindjau.
  3. Tiap-tiap Anggauta Seksi atas usul Ketua Dewan Perwakilan Rakjat ditundjuk oleh Dewan Perwakilan Rakjat dengan memperhatikan keinginan fraksi-fraksi.
  4. Seksi-seksi boleh mengadakan rapat gabungan untuk memetjahkan hal-hal dan tugas jang bersangkutan satu sama lain.
  5. Fraksi-fraksi jang bersangkutan boleh mengusulkan pemindahan atau penukaran Anggauta-anggautanja jang duduk dalam Seksi.

Pasal 29.
Kewadjiban Seksi ialah:
  1. Memelihara dan mempererat hubungan antara Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemerintah dengan djalan antara lain mengadakan rapat-kerdja bersama dengan Pemerintah.
  2. Memperhatikan beleid Pemerintah dan penglaksandannja dalam hal-hal jang masuk urusan Seksinja.
  1. Memperhatikan kesulitan-kesulitan Pemerintah dalam mendjalankan Undang-undang; dimana perlu memberi bantuan kepada Pemerintah.
  2. Mendengar suara rakjat dalam hal-hal jang tersebut pada b (antara lain menerima orang pada hari jang tertentu dan memperhatikan surat-surat jang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat tentang hal-hal tersebut).
  3. Melakukan penjelidikan atas peristiwa-peristiwa penting, baik dengan kehendak Seksi maupun atas putusan Dewan Perwakilan Rakjat.
  4. Memadjukan usul-usul dan laporan-laporan kepada Dewan Perwakilan Rakjat tentang soal-soal jang termasuk urusan Seksi.
  5. Melakukan pemeriksaan terhadap usul-usul rantjangan Undang-undang ataupun usul-usul lain jang oleh Panitya Permusjawaratan diserahkan kepada Seksi untuk diperiksa sebagai termaksud dalam pasal 37.
  6. Mengusulkan hal-hal kepada Panitya Permusjawaratan untuk dimasukkan dalam atjara Dewan Perwakilan Rakjat.

§ 4. Bahagian-bahagian.


Pasal 30.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat segera sesudah pemilihan Ketua dan Wakil-wakil Ketua disahkan oleh Presiden, dibagi dalam delapan Bahagian jang sedapat-dapatnja sama banjak djumlah Anggautanja.
  2. Panitya Permusjawaratan menentukan pembagian Anggauta-anggautanja dalam Bahagian-bahagian tersebut dalam ajat (1) dengan mengingat keinginan Anggauta, sehingga terdapat dalam tiap-tiap Bahagian sedikit banjaknja perwakilan berbagai-bagai aliran jang terdapat dalam Dewan Perwakilan Rakjat
  3. Ketua Dewan Perwakilan Rakjat tidak mendjadi Anggauta salah suatu Bahagian.

Pasal 31.
  1. Dalam rapatnja jang pertama dalam satu masa-sidang Bahagian-bahagian memilih seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua untuk satu masa-sidang itu.
  1. Selama belum diadakan pemilihan Ketua begitu pula apabila Ketua atau Wakil Ketua tidak ada atau berhalangan, maka rapat-rapat untuk sementara diketuai oleh Anggauta jang tertua umurnja.
  2. Hasil pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Bahagian diberitahukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakjat jang kemudian memberitahukan lagi hal itu kepada Dewan Perwakilan Rakjat.

Pasal 32.
  1. Djika berhubung dengan pembitjaraan-pembitjaraan didalam Bahagian, oleh seorang Ketua Bahagian dipandang perlu, maka atas usulnja dilakukan rapat Ketua-ketua Bahagian jang dipimpin oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakjat.
  2. Rapat tersebut dalam ajat (1) dengan memberitahukan alasan-alasan dapat mengundang Menteri ataupun kuasa-kuasanja untuk menghadliri rapat.

Pasal 33.
  1. Tiap-tiap Bahagian memilih seorang Anggauta dari Bahagiannja sebagai Pelapor untuk tiap rantjangan jang harus dirundingkan.
  2. Ketua Bahagian tidak dapat merangkap Pelapor.

Pasal 34.
  1. Para Pelapor bersama-sama merupakan Panitya Pelapor dan menundjuk diantara mereka seorang Ketua merangkap Pelapor Umum.
  2. Panitya Pelapor mengatur rapat-rapatnja setelah bermusjawarat dengan Dewan Perwakilan Rakjat.
  3. Panitya Pelapor dibantu oleh Sekertaris Djenderal Dewan Perwakilan Rakjat.


§ 5. Panitya Chusus.


Pasal 35.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat atau Panitya Permusjawaratan, djika menganggap perlu, membentuk suatu Panitya Chusus untuk melakukan pemeriksaan-persiapan tentang suatu usul rantjangan Undang-undang ataupun suatu usul lain; hal itu diberitahukannja kepada Dewan Perwakilan Rakjat.
  1. Panitya Chusus terdiri dari sebanjak-banjaknja 7 orang anggauta, termasuk seorang Ketua, seorang Wakil Ketua dan seorang Pelapor.


BAB IV
TENTANG PEMERIKSAAN PERSIAPAN.

§ 1. Ketentuan Umum.


Pasal 36.
  1. Semua usul Pemerintah, baik berupa rantjangan Undang-undang maupun bukan, ataupun usul lain jang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat, setelah oleh Sekertariat diberi nomor urutan diperbanjak dan dibagikan kepada Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat.
  2. Semua usul termaksud dalam ajat (1) diserahkan kepada Panitya Permusjawaratan, jang menetapkan apakah usul itu sebelum dibitjarakan dalam rapat pleno diperiksa dahulu dalam Bahagian-bahagian termaksud dalam pasal 30, atau dalam Seksi-seksi termaksud dalam pasal 28 atau dalam Panitya Chusus termaksud dalam pasal 35.

§ 2. Pemeriksaan dalam Seksi-seksi.


Pasal 37.
  1. Djika dianggap perlu, Panitya Permusjawaratan dapat menjerahkan suatu usul kepada salah satu Seksi untuk diperiksa, dengan menentukan bilamana pemeriksaan itu harus selesai.
  2. Keputusan Panitya Permusjawaratan tersebut dalam ajat (1) diberitahukannja kepada Dewan Perwakilan Rakjat.
  3. Untuk keperluan tersebut dalam ajat (1), Seksi memilih seorang Pelapor diantara Anggauta-anggautanja.

Pasal 38.
Perundingan dalam rapat Seksi bersifat rahasia.

Pasal 39.
  1. Dalam tempo jang ditetapkan oleh Seksi, para Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat berhak menjampaikan dengan tertulis kepada Seksi jang bersangkutan pendapatnja tentang sesuatu usul jang sedang dibitjarakan dalam Seksi itu.
  1. Tempo jang ditetapkan itu diberitahukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakjat, jang kemudian meneruskan pemberitahuan itu kepada para Anggauta.

Pasal 40.
  1. Seksi harus mengadakan rapat selambat-lambatnja 7 hari sesudah sesuatu usul diterimanja untuk diperiksa. Didalam rapat itu diumumkan tjatatan-tjatatan jang diterimanja.
  2. Apabila Seksi dalam rapat tersebut dalam ajat (1) berpendapat, bahwa usul itu belum dapat dibitjarakan lebih landjut maka rapat diundurkan sampai waktu jang ditetapkan dalam rapat itu.

Pasal 41.
Para Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat jang bukan Anggauta Seksi jang bersangkutan berhak menghadliri rapat-rapat Seksi itu, dan memadjukan usul-usul, akan tetapi tidak berhak turut memutuskan.

Pasal 42.
Seksi dengan perantaraan Ketua Dewan Perwakilan Rakjat dengan memberitahukan alasan-alasannja dapat mengundang Menteri, ataupun kuasanja untuk mengundjungi satu atau beberapa rapat. Dengan perantaraan Ketua Dewan Perwakilan Rakjat, Seksi-seksi selandjutnya berhak djuga untuk bertukar pikiran setjara surat-menjurat dengan Menteri.

Pasal 43.
  1. Seksi setjepat-tjepatnja membuat satu laporan, jang memuat ichtisar dari perundingan-perundingan jang telah diadakan itu, hasil-hasil dari pemeriksaannja dan apabila dilakukan perundingan dengan Pemerintah setjara surat-menjurat atau setjara lisan, pula satu laporan tentang perundingan itu.
  2. Dalam laporan jang termaksud dalam ajat (1) mengenai usul itu, Seksi dapat mengemukakan pula usul-usul perubahan jang dipandang perlu.
  3. Apabila dianggap perlu, maka dalam laporan dikemukakan pula pendapat Anggauta Seksi jang menjimpang dari pendapat sebagian besar dari anggauta-anggauta lainnja.

Pasal 44.
  1. Laporan itu diperbanjak dan dibagikan kepada para Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat, dan disampaikan kepada Pemerintah untuk memberikan kesempatan kepadanja memberikan djawaban dengan tertulis.
  2. Djawaban Pemerintah diperbanjak dan dibagikan kepada para Anggauta.

Pasal 45.
Setelah pemeriksaan oleh Seksi selesai, Panitya Permusjawaratan memutuskan, apakah usul jang bersangkutan perlu dibitjarakan dahulu dalam rapat Bahagian-bahagian atau dapat dikirimkan langsung kepada rapat pleno.


§ 3. Pemeriksaan dalam Bahagian-bahagian.


Pasal 46.
Apabila menurut putusan Panitya Permusjawaratan akan diadakan pemeriksaan dalam Bahagian-bahagian, maka para Anggauta Bahagian-bahagian mengadakan rapat untuk membitjarakan usul-usul jang bersangkutan, selekas-lekasnja 2 hari sesudah usul-usul itu dibagikan, ketjuali apabila Panitya Permusjawaratan menentukan lain.

Pasal 47.
Ketua-ketua Bahagian memberi pimpinan dalam pembitjara-pembitjaraan di Bahagian-bahagian dan berusaha supaja para Anggauta mendapat kesempatan untuk mengemukakan pemandangannja, baik jang mengenai hal-hal jang umum maupun mengenai hal-hal jang istimewa tentang usul-usul itu; untuk itu djika perlu, Ketua-ketua Bahagian lebih dahulu bermusjawarat bersama-sama.

Pasal 48.
Setiap Pelapor membuat tjatatan tentang pembitjaraan dalam Bahagiannja dan nama-nama Anggauta jang hadlir.

Pasal 48.
Tiap Anggauta jang hadlir dalam rapat Bahagiannja, berhak menjampaikan nota-nota tertulis dan jang ditandatangani tentang sesuatu usul jang sedang dirundingkan.
Nota-nota itu dibatjakan didalam rapat Bahagian jang bersangkutan dan kemudian diserahkan kepada Pelapor, jang menjampaikannja kepada Panitya Pelapor. Panitya Pelapor selandjutnja melampirkan nota-nota itu pada laporannja.

Pasal 50.
Perundingan dalam rapat-rapat Bahagian-bahagiay bersifat rahasia

Pasal 51.
Sesudah perundingan dalam Bahagian-bahagian selesai, maka Panitya Pelapor mengadakan rapat untuk menjusun laporan-gabungan.

Pasal 52.
  1. Panitya Pelapor membuat laporan-gabungan jang memuat kesimpulan-kesimpulan perundingan dalam rapat-rapat Bahagian mengenai usul jang sedang dirundingkan itu; hal-hal jang dianggap tidak berguna oleh Panitya Pelapor tidak dimasukkan dalam laporan-gabungan.
  2. Setelah bermusjawarat dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakjat, maka Panitya Pelapor dapat menambahkan dalam laporan-gabungan keterangan, jang menurut pendapatnja dapat mendjelaskan pendirian Anggauta-anggauta tentang usul itu.

Pasal 53.
  1. Apabila dalam menjusun laporan-gabungan ternjata, bahwa dalam suatu Bahagian atau lebih dibitjarakan pelbagai soal jang penting, sedangkan dalam Bahagian-bahagian lainnja hal itu tidak dilakukan, maka Panitya Pelapor dapat meminta kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakjat untuk memanggil Bahagian jang dimaksudkan terachir supaja dalam laporannja soal-soal tadi dibitjarakan djuga.
  2. Apabila hal jang termaksud dalam ajat (1) terdjadi, maka penjusunan laporan-gabungan dilakukan sesudah pemeriksaan itu selesai.

Pasal 54.
Dengan memberitahukan alasan-alasannja Panitya Pelapor dapat mengundang dengan perantaraan Ketua Dewari Perwakilan Rakjat, Menteri atau Menteri-menteri jang
memadjukan usul, untuk mengundjungi satu atau beberapa rapat; dalam hal ini Menteri (Menteri-menteri) dapat membawa pegawai-pegawai. Dengan perantaraan Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Panitya Pelapor dapat bertukar pikiran dengan surat-menjurat dengan Menteri (Menteri-menteri) jang bersangkutan.

Pasal 55.
  1. Apabila Panitya Pelapor berhubung dengan surat-surat jang diterimanja dari Pemerintah ataupun karena sesuatu hal lain, menganggap perlu diadakan pembitjaraan lagi dalam Bahagian-bahagian, maka hal itu diusulkannja kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakjat.
  2. Untuk perundingan jang kedua itu berlaku djuga ketentuan-ketentuan tentang perundingan jang pertama.

Pasal 56.
  1. Apabila Panitya Pelapor berpendapat, bahwa laporan-gabungan tetap belum mungkin dibuat, maka Panitya membuat laporan-gabungan sementara.
  2. Panitya Pelapor membuat laporan-gabungan sementara atau laporan-gabungan tetap dalam tempo selambat-lambatnja 1 minggu sesudah laporan-Bahagian-bahagian selesai.
  3. Apabila dibuat laporan-gabungan sementara, maka laporan-gabungan tetap harus dibuat dalam tempo selambat-lambatnja 1 minggu sesudah djawaban Pemerintah diterimanja.

Pasal 57.
  1. Rantjangan laporan-gabungan sebelum diperbanjak, disediakan pada Sekertariat selambat-lambatnja 2 X 24 djam untuk diselidiki dan dimana perlu diadakan perubahan oleh para Anggauta.
  2. Laporan-gabungan dan surat-surat lampirannja jang termasuk dalam pasal 52 diperbanjak dan dibagikan kepada para Anggauta dan dikirimkan kepada Pemerintah.

Pasal 58.
  1. Djawaban Pemerintah jang diterima atas laporan-gabungan diperbanjak dan dibagi-bagikan kepada para Anggauta.
Usul perubahan disampaikan kepada Panitya Pelapor.
  1. Panitya Pelapor dapat memutuskan, bahwa surat-surat lampiran djawaban Pemerintah tidak diperbanjak, melainkan disediakan pada Sekertariat untuk dibatja dalam tempo 2 X 24 djam atau dalam tempo jang ditetapkan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakjat.

Pasal 59.
  1. Setelah pemeriksaan persiapan terhadap sesuatu usul selesai, Panitya Permusjawaratan menentukan hari pembitjaraan usul itu dalam rapat pleno.
  2. Dewan Perwakilan Rakjat berhak mengubah hari jang sudah ditentukan oleh Panitya Permusjawaratan.

§ 4. Pemeriksaan dalam Panitya Chusus.


Pasal 60.
Djika dianggap perlu, Panitya Permusjawaratan dapat menjerahkan sesuatu usul untuk diperiksa kepada suatu Panitya Chusus jang dibentuk menurut ketentuan dalam pasal 35 ajat (1).

Pasal 61.
Ketentuan-ketentuan dalam pasal 37 sampai pasal 45 berlaku djuga untuk pemeriksaan jang dilakukan oleh Panitya Chusus.

BAB V.
Tentang Rapat-rapat.
§ 1. Ketentuan Umum tentang Rapat Terbuka.


Pasal 62.
  1. Ketua Dewan Perwakilan Rakjat mengundang para Anggauta untuk menghadliri rapat pleno.
  2. Rapat pagi dimulai djam 9.00 dan rapat malam dimulai djam 19.30 ketjuali djika Ketua atau Dewan Perwakilan Rakjat menentukan waktu lain.

Pasal 63.
  1. Sebelum menghadliri rapat, setiap Anggauta menandatangani daftar hadlir.
  1. Apabila daftar hadlir, telah ditandatangani oleh lebih dari separuh djumlah Anggauta sidang, maka Ketua membuka rapat.
  2. Daftar hadlir jang dimaksudkan dalam ajat (1) diletakkan diatas medja Sekertaris untuk ditandatangani oleh Anggauta-anggauta jang datang kemudian.

Pasal 64.
  1. Djikalau setengah djam sesudah waktu jang ditetapkan untuk pembukaan rapat djumlah Anggauta jang diperlukan belum djuga hadlir, maka Ketua membuka pertemuan dan menjuruh membatja nama-nama Anggauta jang hadlir. Ia dapat mengumumkan surat-surat jang masuk.
  2. Kemudian rapat diundurkan oleh Ketua sampai saat jang akan ditentukan lagi.

Pasal 65.
  1. Sesudah rapat dibuka, Ketua memberitahukan dengan singkat tentang surat-surat jang masuk sedjak rapat jang terachir, ketjuali surat-surat jang mengenai urusan Rumah-Tangga Dewan Perwakilan Rakjat.
  2. Surat-surat, baik jang diterima dari Pemerintah maupun dari pihak lain dibatjakan dalam rapat, apabila dianggap perlu oleh Ketua atau oleh Dewan Perwakilan Rakjat setelah mendengar pemberitahuan singkat jang dimaksud dalam ajat (1).
  3. Ketua menentukan, apa jang harus diperbuat dengan surat-surat jang masuk itu dan meneruskannja kepada Seksi-seksi atau Panitya-panitya jang bersangkutan, ketjuali apabila Dewan Perwakilan Rakjat mengenai sesuatu surat menentukan lain.

§ 2. Permusjawaratan.


Pasal 66.
Dalam rapat-rapat dipergunakan bahasa Indonesia.

Pasal 67.
  1. Pembitjaraan mengenai sesuatu soal dilakukan dalam dua babakan, ketjuali apabila Dewan Perwakilan Rakjat menentukan lain.
  1. Dalam babakan kedua hanja boleh berbitjara Anggauta jang sudah meminta bitjara dalam babakan pertama.
  2. Anggauta tidak boleh berbitjara, sebelum meminta dan mendapat idzin dari Ketua.

Pasal 68.
  1. Anggauta berbitjara ditempat jang disediakan untuk itu.
  2. Pembitjara tidak boleh diganggu selama ia berpidato.

Pasal 69.
  1. Ketua memberi kesempatan untuk bitjara menurut urutan permintaan; djika perlu untuk kepentingan perundingan, ia boleh menjimpang.
  2. Penjimpangan dari urutan tersebut diatas dapat dilakukan apabila seorang Anggauta meminta bitjara untuk soal-soal perseorangan atau untuk memadjukan usul tata-tertib mengenai perundingan soal jang sedang dibitjarakan. Ketua tidak memberikan kesempatan berbitjara tentang soal-soal perseorangan sebelum diberikan pendjelasan tentang soal tersebut.
  3. Agar supaja dapat mendjadi pokok perundingan suatu usul mengenai tata-tertib, sebagaimana dimaksudkan dalam ajat (2), djika dikemukakan dengan tertulis harus dimadjukan oleh sekurang-kurangnja 5 Anggauta; djika dengan lisan harus disokong oleh sekurang-kurangnja 4 Anggauta jang hadlir.
  4. Ketentuan dalam ajat (3) berlaku djuga bagi usul untuk menunda perundingan.

Pasal 70.
  1. Untuk kepentingan perundingan, Ketua dapat menetapkan bahwa sebelum perundingan mengenai sesuatu hal dimulai, para pembitjara harus mentjatatkan nama terlebih dahulu dalam waktu jang ditetapkan oleh Ketua.
  2. Sesudah waktu jang ditetapkan itu liwat, Anggauta jang belum mentjatatkan namanja sebagai dimaksud dalam ajat (1) tidak berhak untuk ikut berbitjara mengenai hal jang termaksud dalam ajat tersebut, ketjuali djika menurut pendapat Ketua ada alasan-alasan jang dapat diterima.

Pasal 71.
  1. Apabila seorang pembitjara menjimpang dari pokok pembitjaraan, maka Ketua memperingatkan dan meminta supaja pembitjara kembali kepada pokok pembitjaraan.
  2. Apabila seorang pembitjara dalam rapat mempergunakan perkataan-perkataan jang tidak lajak atau menghina, mengganggu ketertiban atau mengandjurkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan jang tidak sah, maka Ketua memberi nasihat dan memperingatkan supaja djalan perundingan tertib kembali.
    Dalam hal demikian Ketua memberi kesempatan kepada orang jang bersangkutan untuk menarik kembali perkataan-perkataan jang menjebabkan ia diberi peringatan. Djikalau ia mempergunakan kesempatan ini, maka perkataan-perkataan tersebut tidak dimuat dalam Risalah-resmi tentang perundingan itu.

Pasal 72.
Apabila seorang pembitjara jang dimaksud tidak memenuhi jang tersebut dalam pasal 71, atau mengulangi pelanggaran atas ketentuan tersebut diatas, maka Ketua dapat melarang ia berbitjara terus tentang soal jang sedang dirundingkan dalam rapat tersebut.

Pasal 73.
  1. Djika dianggap perlu, Ketua dapat melarang pembitjara jang dimaksud dalam pasal 72 terus menghadliri rapat.
  2. Anggauta lain jang melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam ajat (2) pasal 71 oleh Ketua dapat dilarang terus menghadliri rapat, dalam mana hal itu terdjadi.
  3. Seorang Anggauta jang berdasarkan ajat (1) dan (2) dalam pasal ini oleh Ketua dilarang menghadliri sesuatu rapat atas usul Ketua oleh rapat dapat dilarang mengundjungi rapat Dewan Perwakilan Rakjat selama waktu jang ditetapkan; terhadap usul itu tidak diadakan perundingan.
  4. Lama waktu larangan hadlir dalam rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakjat tidak dapat melebihi sisa masa-sidang.

Pasal 74.
  1. Anggauta, jang baginja berlaku ketentuan dalam ajat (1) dan (2) pasal 73 diharuskan dengan segera keluar dari ruangan rapat Dewan Perwakilan Rakjat.
  1. Anggauta jang baginja berlaku ketentuan dalam ajat (3) pasal 73, tidak boleh memasuki ruangan-ruangan rapat Dewan Perwakilan Rakjat sebelum berachir tempo larangan menghadliri rapat-rapat.
  2. Ketua berkewadjiban, djika perlu untuk memaksa Anggauta jang dilarang hadlir itu meninggalkan ruangan rapat dan djuga untuk mengeluarkannja dari ruangan rapat, apabila waktu larangan belum habis, ia mengindjak ruangan rapat tersebut.

Pasal 75.
  1. Apabila Ketua menganggap perlu, maka ia boleh menunda atau mengundurkan rapat.
  2. Lamanja penundaan biasa tidak lebih dari satu djam sedang pengunduran biasa paling lama sampai hari kerdja jang berikut.

Pasal 76.
Permusjawaratan tentang suatu usul berupa rantjangan Undang-undang dilakukan dalam dua bagian:
  1. pemandangan umum mengenai rantjangan Undang-undang seluruhnja;
  2. pembitjaraan pasal demi pasal.

Pasal 77.
Pada pemandangan umum tentang suatu soal hanja dibitjarakan tudjuan umum dan garis besar soal itu. Dewan Perwakilan Rakjat dapat djuga menetapkan permusjawaratan tersendiri mengenai tiap-tiap bahagian pokok dari usul itu.

Pasal 78.
  1. Pembitjaraan tentang pasal demi pasal dilakukan menurut urutannja sedemikian rupa, hingga pada setiap pasal diperbintjangkan djuga usul-usul perubahan jang bersangkutan, ketjuali bilamana isinja atau hubungannja dengan lain-lain pasal dan perubahan memerlukan aturan jang lain.
  2. Dewan Perwakilan Rakjat dapat memutuskan supaja pembitjaraan tentang suatu pasal dibagi-bagi, bilamana pasal itu memuat berbagai paragrap, ajat atau kalimat.

Pasal 79.
Selain dari Anggauta jang memadjukan usul jang sedang dibitjarakan, seorang Anggauta tidak boleh berbitjara lebih dari dua kali tentang usul itu, ketjuali apabila Dewan Perwakilan Rakjat mengidzinkannja.

Pasal 80.
  1. Para Menteri atau para kuasanja mempunjai tempat duduk jang tertentu dalam ruangan rapat Dewan Perwakilan Rakjat.
  2. Ketua mempersilahkan mereka berbitjara, apabila dan setiap kali mereka menghendakinja, akan tetapi tidak boleh sebelumnja seorang pembitjara jang sedang bitjara selesai berpidato.
  3. Dalam rapat-rapat mereka dapat dibantu oleh pegawai-pegawai jang ditundjuk oleh mereka untuk itu.

Pasal 81.
  1. Pada permulaan atau selama permusjawaratan tentang suatu usul, Dewan Perwakilan Rakjat dapat mengadakan ketentuan mengenai lamanja pidato para Anggauta.
  2. Bilamana lamanja pidato jang ditetapkan sebagai maksimum telah lampau, maka Ketua mempersilahkan pembitjara berhenti. Pembitjara dengan segera memenuhi permintaan itu.

Pasal 82.
  1. Apabila Ketua berpendapat, bahwa sesuatu pokok pembitjaraan telah tjukup ditindjau dari beberapa sudut, maka ia mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakjat supaja permusjawaratan ditutup. Usul ini diputuskan dengan tidak diadakan perundingan.
  2. Penutupan permusjawaratan dapat pula diusulkan oleh paling sedikit sepuluh orang Anggauta jang hadlir dalam rapat.
  3. Sebelum usul untuk menutup sesuatu permusjawaratan diputuskan, maka Ketua menanjakan kepada Menteri-menteri atau kepada kuasa-kuasanja jang hadlir, apakah mereka ingin berbitjara lagi tentang soal jang sedang diperbintjangkan.
  4. Dalam keadaan istimewa Ketua dapat mengidzinkan, bahwa seorang Anggauta setelah permusjawaratan ditutup, memberikan keterangan singkat jang tidak boleh bersifat pengulangan dari jang telah dikemukakannja, dalam waktu jang dibatasi oleh Ketua.

§ 3. Risalah-resmi.


Pasal 83.
Untuk setiap rapat terbuka dibuat Risalah-resmi, ja'ni laporan penulis-tjepat jang selain dari pada laporan dari semua pengumuman dan perundingan jang telah dilakukan dalam rapat memuat djuga:
  1. atjara rapat;
  2. nama-nama Anggauta jang telah menandatangani daftar hadlir jang dimaksudkan dalam pasal 63;
  3. nama-nama wakil Pemerintah jang hadlir;
  4. nama-nama Anggauta jang dalam pemungutan suara menjatakan setudju atau tidak setudju.

Pasal 84.
Sesudah rapat selesai, maka selekas-lekasnja kepada Anggauta demikian pula kepada Menteri-menteri jang bersangkutan dikirimkan Risalah-resmi sementara.

Pasal 85.
  1. Dalam tempo 2 X 24 djam, setiap Anggauta mendapat kesempatan untuk mengadakan perubahan dalam laporan tentang pidatonja, akan tetapi hal itu tidak boleh mengubah maksud pidatonja.
  2. Sesudah tempo, jang dimaksudkan dalam ajat (1) liwat, maka Risalah-resmi selekas-lekasnja ditetapkan oleh Ketua.

§ 4. Rapat Tertutup.


Pasal 86.
  1. Pembitjaraan-pembitjaraan dalam rapat tertutup Dewan Perwakilan Rakjat bersifat rahasia, ketjuali apabila Dewan Perwakilan Rakjat memutuskan lain.
  2. Penghapusan sifat rahasia itu dapat dilakukan terhadap seluruh pembitjaraan-pembitjaraan atau sebagiannja.
  3. Rahasia itu harus dipegang oleh semua orang jang hadlir dalam rapat tertutup itu, serta djuga oleh mereka jang berhubung dengan pekerdjaannja kemudian mengetahui apa jang dibitjarakan itu.

Pasal 87.
  1. Apabila dalam rapat tertutup tidak dibuat laporan tulisan-tjepat, maka dibuat laporan singkat tentang perundingan itu.
  2. Dewan Perwakilan Rakjat dapat memutuskan bahwa sesuatu hal jang dibitjarakan dalam rapat tertutup, tidak dimasukkan dalam laporan.


BAB IV
TENTANG PEMUNGUTAN SUARA.

§ 1. Ketentuan Umum.


Pasal 88.
  1. Djika dalam Undang-undang Dasar atau Undang-undang tidak ditetapkan lain, maka segala keputusan diambil dengan djumlah suara terbanjak mutlak dari suara jang dikeluarkan, sebagai dimaksud dalam pasal 75 ajat (1) dan (2) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.
  2. Dengan mengingat jang ditentukan dalam ajat (3) pasal ini, pemungutan suara adalah sah, apabila djumlah suara jang dikeluarkan lebih dari pada separuh djumlah Anggauta sidang.
  3. Djika djumlah suara jang dikeluarkan kurang dari separuh djumlah Anggauta sidang, maka pemungutan suara djuga sah, apabila djumlah suara „setudju” atau „tidak setudju” merupakan djumlah terbanjak mutlak dari pada separuh djumlah Anggauta sidang.

§ 2. Pemungutan Suara mengenai Soal.


Pasal 89.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat mulai memungut suara, setelah dinjatakan, bahwa permusjawaratan tentang sesuatu soal telah ditutup.
  2. Sebelum pemungutan suara dimulai, Anggauta diberi kesempatan untuk memadjukan alasan terhadap suara jang akan dikeluarkannja.
  3. Pemungutan suara dilakukan dengan memanggil nama seorang demi seorang apabila Ketua atau salah seorang
Anggauta menghendakinja. Dalam hal demikian, maka terlebih dulu ditetapkan dengan undian pada nomor nama dalam daftar hadlir panggilan nama itu akan dimulai; seterusnja panggilan nama itu dilakukan menurut daftar hadlir. Ketua memberikan suaranja paling achir.
  1. Pada waktu nama seorang demi seorang dipanggil, maka setiap Anggauta memberikan suaranja dengan lisan, ja'ni dengan perkataan „setudju” atau „tidak setudju”, dengan tiada tambahan.
  2. Apabila tak ada seorang Anggauta menghendaki pemungutan suara dengan memanggil nama seorang demi seorang, maka pemungutan suara mengenai pelbagai soal dapat pula dilakukan dengan berdiri. Mereka jang tetap duduk, baik dalam panggilan „setudju”, maupun dalam panggilan „tidak setudju”, dianggap tidak mengeluarkan suara. Apabila dalam hal itu terdapat keragu-raguan tentang hasil pemungutan suara, maka atas permintaan Ketua atau salah seorang Anggauta, hasil itu ditetapkan lagi dalam pemungutan suara dengan memanggil nama Anggauta seorang demi seorang.
  3. Apabila tidak diadakan panggilan nama Anggauta seorang demi seorang maka setiap Anggauta berhak untuk meminta ditjatat, bahwa ia dianggap tidak setudju, dengan tiada mengemukakan alasan-alasan.

Pasal 90.
  1. Tiap kali setelah diadakan pemungutan suara, Ketua mengumumkan hasil pemungutan itu kepada rapat.
  2. Apabila, pada waktu mengambil keputusan, djumlah suara sama banjaknja dan rapat itu lengkap Anggautanja, maka usul itu dianggap ditolak; djika rapat itu tidak lengkap, keputusan ditangguhkan sampai rapat jang berikut. Apabila djumlah suara sama banjaknja lagi, maka usul itu dianggap ditolak.

§ 3. Pemungutan Suara mengenai Orang.


Pasal 91.
Ketjuali djika Dewan Perwakilan Rakjat memutuskan lain, setiap pemungutan suara mengenai orang, dilakukan dengan tertulis menurut ketentuan-ketentua jang dimaksud dalam pasal 10 sampai 15.
}}


BAB VII
TENTANG HAK-HAK DEWAN PERWAKILAN RAKJAT.

§ 1. Hak memadjukan Usul Rantjangan Undang-undang.


Pasal 92.
  1. Semua usul Undang-undang jang dimadjukan oleh para Anggauta berdasarkan pasal 90 ajat (2) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakjat, disampaikan kepada Ketua dengan tertulis.
  2. Suatu usul Undang-undang seperti termaksud dalam ajat (1) berbentuk rantjangan sementara, disertai memori pendjelasan dan harus ditandatangani oleh sekurang-kurangnja 10 orang Aanggauta.

Pasal 93.
  1. Suatu usul Undang-undang seperti termaksud dalam pasal 92 setjepat mungkin diperbanjak dan dibagikan kepada para Anggauta.
  2. Usul Undang-undang termaksud dalam ajat (1) dikirimkan djuga kepada semua Menteri.

Pasal 94.
  1. Tentang sesuatu usul Undang-undang seperti termaksud dalam pasal 92 oleh Ketua diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat pada rapat jang berikut.
  2. Dalam rapat jang akan ditetapkan dalam rapat tersebut dalam ajat (1) oleh Ketua diberikan kesempatan kepada para pengusul untuk mendjelaskan usulnja dengan lisan.

Pasal 95.
  1. Apabila Dewan Perwakilan Rakjat memutuskan menerima usul Undang-undang termaksud dalam pasal 92, maka usul Undang-undang itu diteruskan kepada Panitya Permusjawaratan untuk ditentukan lebih landjut tentang pemeriksaannja.
  2. Dalam hal itu berlaku pasal 36 sampai 61, dengan pengertian, bahwa apa jang ditetapkan dalam pasal 42 dan 54 tentang perundingan dengan para Menteri, dalam hal itu berlaku pula terhadap perundingan dengan para pengusul.

Pasal 96.
Seorang pengusul tidak dapat mendjadi Anggauta Panitya Pelapor; apabila ia mendjadi Anggauta sesuatu Seksi atau Panitya Chusus dan usul Undang-undang itu dikirimkan kepada Seksi atau Panitya Chusus itu untuk diperiksa terlebih dahulu, maka ia untuk sementara tidak bertindak sebagai Anggauta Seksi atau Panitya Chusus itu.

Pasal 97.
  1. Dalam perundingan sesuatu usul, salah seorang pengusul berhak mendjawab para pembitjara.
  2. Dalam hal itu berlaku pasal 80 ajat (3) dan ketentuan-ketentuan jang berlaku bagi amandemen-amandemen.

Pasal 98.
Selama sesuatu usul Undang-undang seperti termaksud dalam pasal 92 belum diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakjat, maka usul Undang-undang itu dapat ditarik kembali oleh para pengusul. Pemberitahuan demikian disampaikan dengan tulisan kepada Ketua dan harus ditandatangani oleh semua penandatangan usul Undang-undang itu.

Pasal 99.
Selama suatu usul Undang-undang dari Dewan Perwakilan Rakjat belum disahkan oleh Pemerintah, maka usul itu oleh Dewan Perwakilan Rakjat dapat ditarik kembali.

Pasal 100.
  1. Dewan Perwakilan Rakjat dapat membentuk suatu Panitya Chusus jang diberi tugas untuk membuat suatu rantjangan Undang-undang mengenai sesuatu hal, sebagai termaksud dalam pasal 90 ajat (2) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.
  2. Dewan Perwakilan Rakjat dapat djuga menjerahkan tugas termaksud dalam ajat (1) kepada suatu Seksi.
  3. Ketentuan-ketentuan dalam pasal 92 sampai 99, berlaku djuga dalam hal-hal tersebut dalam ajat (1) dan (2) pasal ini.

§ 2. Hak Interpelasi.


Pasal 101.
  1. Sekurang-kurangnja lima Anggauta dapat mengadjukan usul interpelasi kepada Dewan Perwakilan Rakjat untuk minta keterangan kepada Pemerintah mengenai suatu soal jang tidak termasuk atjara.
  2. Sesuatu usul interpelasi jang dimaksudkan dalam ajat (1) harus disusun dengan singkat dan tegas dan harus disampaikan dengan tertulis kepada Ketua; usul itu harus ditandatangani oleh mereka jang mengusulkan.

Pasal 102.
Panitya Permusjawaratan dapat meneruskan sesuatu usul interpelasi kepada salah satu Seksi atau Panitya Chusus untuk meminta pertimbangannja, sebelum usul interpelasi itu dibitjarakan dalam rapat Dewan Perwakilan Rakjat.

Pasal 103.
  1. Apabila Dewan Perwakilan Rakjat menerima baik usul interpelasi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 101, maka ia menetapkan djuga harinja pertanjaan-pertanjaan itu akan dimadjukan; penetapan hari pertanjakan ini dapat djuga diserahkan kepada Ketua.
  2. Kemudian Menteri jang bersangkutan diundang supaja hadlir dalam rapat pada hari jang ditentukan itu.
  3. Dalam rapat jang ditetapkan dalam ajat (1), pengusul interpelasi mendjelaskan interpelasinja.
  4. Menteri jang bersangkutan mendjawab intepelasi itu dalam rapat itu djuga atau dalam rapat lain.
  5. Sesudah djawaban Menteri jang bersangkutan, maka Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat lain jang bukan pengusul interpelasi boleh turut berunding.
  6. Atas permintaan pengusul interpelasi, maka rapat Dewan Perwakilan Rakjat mengadakan pemungutan suara tentang djawaban Menteri jang bersangkutan itu.

Pasal 104.
  1. Apabila sesuatu soal harus diselesaikan setjepat-tjepatnja dan Menteri jang bersangkutan hadlir, maka dengan
segera dapat dimadjukan pertanjaan-pertanjaan, bilamana Dewan Perwakilan Rakjat menganggap hal itu perlu.
  1. Dalam hal ini Menteri jang bersangkutan dapat memberikan djawaban dalam rapat itu djuga.

§ 3. Hak Bertanja.


Pasal 105.
  1. Setiap Anggauta berhak memadjukan pertanjaan-pertanjaan kepada Pemerintah.
  2. Pertanjaan-pertanjaan itu harus disusun singkat dan djelas dan disampaikan kepada Ketua dengan tertulis.
  3. Apabila dipandang perlu, Ketua dapat merundingkan dengan penanja tentang bentuk dan isi pertanjaan itu.
  4. Ketua meneruskan pertanjaan-pertanjaan jang dimadjukan itu kepada Menteri jang bersangkutan.

Pasal 106.
  1. Apabila djawaban atas pertanjaan-pertanjaan jang dimadjukan menurut ketentuan dalam pasal 105 oleh Menteri jang bersangkutan disampaikan dengan tertulis, maka tidak diadakan pembitjaraan dengan lisan.
  2. Penanja dapat meminta supaja pertanjaannja didjawab dengan lisan.
    Apabila Menteri jang bersangkutan memenuhi permintaan itu, maka penanja dalam rapat jang ditentukan untuk itu, dapat mengemukakan lagi dengan singkat pendjelasan tentang pertanjaannja, supaja Menteri jang bersangkutan dapat memberikan keterangan jang lebih luas tentang soal jang terkandung didalam pertanjaan itu.
    Anggauta-anggauta lain tidak diberi kesempatan berbitjara.

Pasal 107.
Pertanjaan-pertanjaan jang dimaksudkan dalam pasal 105 bersama dengan djawabannja dimuat sebagai lampiran Risalah-resmi dengan tjara jang ditetapkan oleh Ketua.

§ 4. Hak Angket.


Pasal 108.
  1. Sekurang-kurangnja lima orang Anggauta dapat mengusulkan untuk mengadakan penjelidikan (angket) oleh Dewan Perwakilan Rakjat mengenai soal jang tertentu, seperti termaksud dalam pasal 70 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.
  2. Sesuatu usul seperti termaksud dalam ajat (1) harus mempunjai bentuk dan isi jang tegas tentang soal, jang harus diselidiki; usul itu disertai suatu pendjelasan.
  3. Usul itu disampaikan kepada Ketua dengan tertulis dan harus ditandatangani oleh para pengusul.

Pasal 109.
  1. Usul seperti termaksud dalam pasal 108 dan pendjelasannja diperbanjak dan dibagikan kepada para Anggauta.
  2. Usul-usul serta pendjelasannja termaksud dalam ajat (1) dikirimkan djuga kepada semua Menteri.

Pasal 110.
  1. Apabila Panitya Permusjawaratan berpendapat, bahwa tentang usul itu sebelum dirundingkan dalam rapat pleno, harus diadakan pemeriksaan terlebih dulu, maka ia menjampaikan usul itu kepada salah satu Seksi atau suatu Panitya Chusus.
  2. Keputusan jang termaksud dalam ajat (1) oleh Ketua diberitahukan kepada para Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat.

Pasal 111.
Ketentuan dalam pasal 37 sampai pasal 45 berlaku djuga bagi pemeriksaan sesuatu usul jang dimaksud dalam pasal 108.

Pasal 112.
  1. Apabila Dewan Perwakilan Rakjat memutuskan menerima usul angket itu, maka Dewan Perwakilan Rakjat méngangkat suatu Panitya Angket.
  2. *Segala pemeriksaan oleh Penitya Angket hanja dapat dilakukan oleh sedikit-dikitnja 3 orang Anggauta.

Pasal 113.
  1. Tiap keputusan untuk mengadakan angket menentukan djuga waktu pemeriksaan seharusnja telah berachir.
  2. Waktu jang dimaksud dalam ajat (1), atas permintaan Panitya dapat diundurkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat.

Pasal 114.
  1. Apabila Panitya mempunjai sangkaan terhadap saksi-saksi bahwa mereka dalam keterangannja jang diberikan atas sumpah, memalsukan suatu perbuatan-perbuatan atau menguraikan hal-hal jang bertentangan dengan kenjataan, maka tentang hal itu, dibuat pemberitaan tersendiri, jang memuat keterangan-keterangan jang diberikan oleh saksi-saksi itu dan uraian alasan-alasan jang mendjadi dasar persangkaan tentang kepalsuan itu.
  2. Sehelai salinan pemberitaan itu jang ditandatangani oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakjat disampaikan kepada Djaksa jang berkuasa menuntut hal itu.

Pasal 115.
  1. Semua pemberitaan pemeriksaan saksi-saksi atau ahli-ahli begitu pula pemberitaan tersendiri jang dimaksud dalam pasal 114 ditandatangani oleh Anggauta-anggauta Panitya jang hadlir, dan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakjat.
  2. Semua akte dan surat lainnja jang dikeluarkan oleh Panitya, ditandatangani oleh Ketuanja dan Sekertaris Djenderal Dewan Perwakilan Rakjat.

Pasal 116.
  1. Setelah Panitya Angket selesai membuat laporannja, maka laporan itu diperbanjak serta dibagikan kepada Anggauta-anggauta dan kemudian dibitjarakan dalam rapat pleno terbuka, ketjuali apabila Dewan Perwakilan Rakjat memutuskan lain.
  2. Pemberitaan-pemberitaan pemeriksaan dan surat-surat lainnja dari angket disimpan di Sekertariat Dewan Perwakilan Rakjat.

§ 5. Hak Amandemen.


Pasal 117.
  1. Sebelum perundingan diadakan tentang pasal-pasal atau bahagian-bahagian sesuatu rantjangan Undang-undang, maka mengenai usul itu oleh sekurang-kurangnja 5 orang Anggauta dapat dimadjukan kepada Sekertaris Djenderal usul perubahan (amandemen) dan usul perubahan atas usul perubahan itu (sub amandemen) jang ditandatangani.

    Dalam hal itu para pengusul amandemen dan sub amandemen dapat menambahkan keterangan jang singkat. Amandemen dan sub amandemen serta keterangan singkat, selekas-lekasnja diperbanjak dan dibagikan kepada Angqauta-anggauta.

  2. Perubahan-perubahan jang diusulkan sesudah perundingan termaksud dalam ajat (1) dimulai, dimadjukan dengan tulisan kepada Ketua; usul-usul perubahan itu dengan selekas-lekasnja diperbanjak dan dibagikan kepada Anggauta-anggauta.

Pasal 118.
  1. Setiap perubahan jang diusulkan dapat didjelaskan oleh salah seorang pengusul.
  2. Perubahan-perubahan jang diadakan oleh pengusul jang dimaksudkan dalam ajat (1) dalam perubahan jang telah diusulkan, tidak memerlukan lagi tanda-tangan mereka jang turut mengusulkan ketjuali djika Dewan Perwakilan Rakjat memutuskan lain.

Pasal 119.
  1. Atas usul Ketua Panitya Pelapor, Ketua Seksi atau Ketua Panitya Chusus jang bersangkutan atau sekurang-kurangnja lima orang Anggauta, Dewan Perwakilan Rakjat dapat menunda perundingan tentang setiap perubahan jang diusulkan atau meneruskan usul mengubah itu baik kepada Bahagian-bahagian, kepada Seksi-seksi maupun kepada suatu Panitya Chusus, agar supaja diberikan laporan dengan lisan atau dengan tertulis mengenai usul mengubah itu.
  2. Apabila laporan-gabungan, laporan Seksi atau laporan Panitya Chusus mengenai seesuatu usul sudah disampaikan dan Pemerintah kemudian mengadakan perubahan dalam usul

tersebut, maka menunda atau meneruskan perundingan sebagai termaksud dalam ajat (1) dengan akibat-akibatnja, dapat dilakukan atas usul Ketua atau sekurang-kurangnja 5 orang Anggauta.


Pasal 120.
  1. Apabila tak ada Anggauta jang hendak mengusulkan perubahan lagi dalam pasal jang sedang dibitjarakan atau dalam bagian lainnja jang dikemukakan dan tak ada orang jang ingin berbitjara lagi tentang itu, maka perundingan tentang bahagian tersebut dari usul itu ditutup.
  2. Kemudian diadakan pemungutan suara jang berturut-turut dimulai dengan perubahan pada usul perubahan, kemudian usul perubahan jang bersangkutan dan achirnja pasal atau bagian lainnja dengan diubah atau tidak.
  3. Pemungutan suara tentang perubahan jang menurut pendapat Ketua mempunjai akibat jang paling „djauh” didahulukan.

Pasal 121.
  1. Dengan mengingat ajat (2) pasal ini, maka sesuatu usul perubahan, setelah perundingan ditutup tidak dapat ditarik kembali.
  2. Apabila penerimaan atau penolakan sesuatu perubahan jang diusulkan berarti penghapusan dengan sendirinja perubahan-perubahan lain jang diusulkan, maka usul-usul perubahan jang lain itu oleh pengusul dapat ditarik kembali, sekalipun perundingan sudah ditutup; djika masih ada perselisihan paham tentang penghapusan itu, maka D.P.R. memutuskan.

Pasal 122.
  1. Apabila sesuatu usul jang dimadjukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakjat dalam rapat telah diubah, maka pemungutan suara jang terachir tentang usul itu seluruhnja, diundurkan sampai rapat jang berikut, ketjuali djika Dewan Perwakilan Rakjat memutuskan lain.
  2. Sementara itu oleh Anggauta-anggauta demikian pula oleh Pemerintah dapat diusulkan perubahan-perubahan dengan tertulis. Hanja usul-usul perubahan baru jang diperlukan sebagai akibat perubahan jang telah diterima atau karena penolakan suatu pasal dapat dimadjukan.
  1. Usul-usul untuk mengubah jang dimaksudkan dalam ajat (2) dan pasal-pasal atau bagian-bagian lain jang bersangkutan, dapat dirundingkan sebelum pemungutan suara terachir, ketjuali djika Dewan Perwakilan Rakjat memutuskan lain.
  2. Apabila berhubung dengan ditetapkan dalam ajat (2) dan (3) diadakan lagi perubahan-perubahan, maka pemungutan Suara terachir diundurkan lagi sampai rapat jang berikut.

Dan perundingan baru tidak diadakan lagi.


Pasal 123.
Perubahan-perubahan nomor urutan pasal-pasal atau bagian-bagian lain, sebagai akibat perubahan-perubahan jang telah diterima dalam perundingan tentang sesuatu rantjangan atau usul, demikian pula perubahan dalam penundjukan nomor pasal-pasal atau bagian-bagian lain, sebagai akibat dari pada hal tadi, diadakan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakjat.

§ 6. Hak mengandjurkan Seseorang buat Sesuatu Djabatan.


Pasal 124.
Apabila oleh Undang-undang Dasar atau oleh Undang- undang ditentukan, bahwa Dewan Perwakilan Rakjat diwadjibkan memadjukan andjuran tjalon untuk mengisi sesuatu djabatan jang lowong, maka bagi andjuran dan pemilihan tjalon itu berlaku ketentuan-ketentuan jang termuat dalam pasal 7 sampai pasal 15.

Pasal 125.
Andjuran jang termaksud dalam pasal 124 oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakjat disampaikan dengan tertulis kepada Presiden, dengan disertai pemberitaan pemilihan tjalon-tjalon termaksud dalam pasal tersebut.

B A B VIII.

Tentang Mosi, Resolusi dan Petisi.

§ 1. Tentang Mosi dan Resolusi.


Pasal 126.
  1. Sekurang-kurangnja 5 orang Anggauta dapat
mengusulkan sesuatu mosi atau resolusi Dewan Perwakilan Rakjat, baik berhubung dengan soal jang sedang dibitjarakan maupun jang mempunjai maksud tersendiri.
  1. Rantjangan mosi atau resolusi sebagaimana dimaksudkan dalam ajat (1) harus disampaikan kepada Sekertaris Djenderal dengan atau tidak disertai keterangan tertulis; rantjangan mosi atau resolusi dengan setjepat-tjepatnja diperbanjak dan dibagikan kepada Anggauta-anggauta.
  2. Ketua menentukan bagaimana dan bilamana usul sematjam itu akan dibitjarakan dan keputusan itu diberitahukan olehnja kepada Dewan Perwakilan Rakjat. Dewan Perwakilan Rakjat berhak mengadakan perubahan dalam keputusan Ketua.

Pasal 127.
Amandemen-amandemen untuk mengubah sebagai termaksud dalam pasal 117 tidak diperkenankan mengenai rantjangan mosi atau resolusi ketjuali dengan persetudjuan pengusul mosi atau resolusi itu. Apa jang ditentukan dalam pasal 118 berlaku pula.

§ 2. Tentang Surat Permohonan (Petisi).


Pasal 128.
Ketua Dewan Perwakilan Rakjat mengirimkan surat permohonan atas nama Dewan Perwakilan Rakjat, sesudah surat permohonan itu, jang diperlakukan sebagai mosi, diterima baik oleh rapat pleno.

B A B IX.

Tentang Surat-surat jang Masuk.


Pasal 129.
  1. Apabila Dewan Perwakilan Rakjat berpendapat bahwa tentang sesuatu hal jang disampaikan kepadanja, perlu diadakan pemeriksaan, maka hal itu diserahkan kepada suatu Seksi atau Panitya Chusus untuk diperiksanja. Seksi atau Panitya Chusus itu kemudian memadjukan laporan jang memuat djuga usul itu kepada Dewan Perwakilan Rakjat.
  2. Laporan itu harus selesai dalam waktu jang ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat.
  1. Sesudah laporan itu selesai, kemudian diperbanjak dan dibagikan kepada Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan Rakjat untuk dibitjarakan dalam rapat pleno.

Pasal 130
  1. Apabila Seksi atau Panitya Chusus tidak dapat menjelesaikan pemeriksaannja dalam waktu jang telah ditetapkan, maka waktu itu atas permintaannja dapat diperpandjang oleh Dewan Perwakilan Rakjat atau, apabila tidak bersidang, oleh Ketua.
  2. Apabila Dewan Perwakilan Rakjat atau Ketua memutuskan tidak akan memperpandjang waktu tersebut, maka Dewan Perwakilan Rakjat atau Ketua dapat membebaskan Seksi jang bersangkutan dari kewadjibannja atau membubarkan Panitya Chusus itu dan mengangkat lagi Panitya Chusus baru.

Pasal 131.
Setelah perundingan-perundingan tentang hal dan usul jang dimaksud dalam pasal 129 selesai, maka djika perlu diadakan pemungutan suara; untuk itu berlaku ketentuan-ketentuan pemungutan suara dan tentang amandemen-amandemen.

B A B X.

Tentang Penindjau.


Pasal 132.
  1. Penindjau-penindjau dilarang menjatakan tanda setudju atau tidak setudju.
  2. Ketua mendjaga supaja larangan ini diperhatikan dan memelihara suasana jang tertib.
  3. Apabila larangan itu dilanggar, maka Ketua dapat memerintahkan para penindjau jang mengganggu ketertiban untuk meninggalkan ruangan.
  4. Ketua berhak, untuk mengeluarkan penindjau-penindjau jang tidak memperhatikan kesusilaan umum.

Penutup.


Pasal 133.
  1. Usul-usul perubahan dalam peraturan ini dimadjukan kepada Panitya Rumah-Tangga untuk diteruskan beserta
pertimbangannja kepada rapat pleno Dewan Perwakilan

Rakjat jang memutuskan apakah usul itu diterimaeatau ditolak ataupun diterima dengan perubahan.

(2) Apabila usul perubahan termaksud dalam ajat (1) dianggap penting oleh Dewan Perwakilan Rakjat maka usul itu diserahkannja kepada Bahagian-bahagian, Seksi atau suatu Panitya Chusus untuk diperiksa lebih dahulu.

(3) Untuk pemeriksaan termaksud dalam ajat (2) berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal 37 sampai 61.


Pasal 134.
Semua hal jang tidak diatur dalam peraturan ini diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakjat.

Pasal 135.
Peraturan ini dinamakan ,,Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakjat" dan mulai berlaku pada hari ditetapkannja.

Ditetapkan di Djakarta,
pada tanggal 27 September 1950.
Dewan Perwakilan Rakjat Sementara
Republik Indonesia.
Ketua,
SARTONO.

Sekertaris Djenderal,
SOEMARDI.

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.