Lompat ke isi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011  (2011) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 








PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 43 TAHUN 2011
TENTANG
TATA CARA PENGAJUAN DAN PEMAKAIAN NAMA
PERSEROAN TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) dan Pasal 16 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PEMAKAIAN NAMA PERSEROAN TERBATAS.
BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.
  2. Nama Perseroan adalah nama yang digunakan sebagai identitas suatu Perseroan untuk membedakan dengan Perseroan yang lain.
  3. Pemohon adalah pendiri bersama-sama, direksi Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum, atau kuasanya.
  4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pasal 2
(1) Setiap Perseroan harus memiliki Nama Perseroan.

(2) Nama Perseroan hanya dapat dipakai setelah memperoleh persetujuan Menteri.
(3) Nama Perseroan yang telah memperoleh persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat dalam anggaran dasar Perseroan.

BAB II

TATA CARA PENGAJUAN NAMA PERSEROAN

Pasal 3
(1) Pengajuan Nama Perseroan harus disampaikan oleh Pemohon kepada Menteri sebelum Perseroan didirikan atau sebelum perubahan anggaran dasar mengenai Nama Perseroan dilakukan.

(2) Nama Perseroan yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dengan singkatan Nama Perseroan.
(3) Pengajuan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik.
(4) Bagi daerah tertentu yang belum ada jaringan elektronik atau jaringan elektronik tidak dapat digunakan, pengajuan Nama Perseroan dapat disampaikan secara tertulis melalui surat tercatat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengajuan Nama Perseroan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan pengajuan nama Perseroan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 4
(1) Penggunaan jasa teknologi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dilakukan dengan mengisi format pengajuan Nama Perseroan.

(2) Format pengajuan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Nama Perseroan yang akan dipakai untuk mendirikan Perseroan atau Nama Perseroan yang akan dipakai untuk menggantikan Nama Perseroan sebelumnya.

Pasal 5
(1) Nama Perseroan yang diajukan harus memenuhi persyaratan:
a. ditulis dengan huruf latin;
b. belum dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau tidak sama pada pokoknya dengan Nama Perseroan lain;
c. tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
d. tidak sama atau tidak mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari lembaga yang bersangkutan;
e. tidak terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata;
f. tidak mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata;
g. tidak hanya menggunakan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha sebagai Nama Perseroan; dan
h. sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan, dalam hal maksud dan tujuan serta kegiatan usaha akan digunakan sebagai bagian dari Nama Perseroan.

(2) Dalam hal Nama Perseroan yang diajukan disertai dengan singkatan, penggunaan singkatan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali huruf e.
(3) Singkatan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

a. singkatan yang terdiri atas huruf depan Nama Perseroan; atau
b. singkatan yang merupakan akronim dari Nama Perseroan.
Pasal 6
(1) Menteri dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas pengajuan Nama Perseroan yang disampaikan oleh Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

(2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Pemohon dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal pengajuan diterima secara lengkap.
(3) Dalam hal Menteri menolak pengajuan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penolakan harus disampaikan secara elektronik kepada Pemohon dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal pengajuan diterima disertai dengan alasan penolakan.

Pasal 7
(1) Nama Perseroan yang telah mendapat persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) wajib dinyatakan dalam:
a. Akta pendirian yang memuat anggaran dasar Perseroan; atau
b. Akta perubahan anggaran dasar Perseroan.

(2) Nama Perseroan wajib dinyatakan dalam akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan Menteri atas pengajuan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah terlampaui, persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) batal karena hukum.

BAB III

TATA CARA PEMAKAIAN NAMA PERSEROAN

Pasal 8
(1) Pemakaian Nama Perseroan harus didahului dengan frase ”Perseroan Terbatas” atau disingkat ”PT”.

(2) Bagi Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada akhir nama Perseroan ditambah singkatan “Tbk”.
(3) Bagi Perseroan Persero selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah penulisan kata “Persero”.

Pasal 9
(1) Singkatan ”Tbk” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) hanya dapat dipakai dalam surat menyurat terhitung sejak tanggal: a. efektifnya Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal bagi Perseroan Publik; atau b. dilaksanakannya Penawaran Umum bagi Perseroan yang mengajukan Pernyataan Pendaftaran kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal untuk melakukan Penawaran Umum saham sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang pasar modal.

(2) Dalam hal Pernyataan Pendaftaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak menjadi efektif atau Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak melaksanakan Penawaran Umum saham, Perseroan mengubah kembali anggaran dasarnya dan menghapus singkatan ”Tbk” pada Nama Perseroan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal persetujuan Menteri.

Pasal 10
Perseroan Terbuka yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perseroan Terbuka sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal:
a. dalam melakukan surat menyurat dilarang mencantumkan singkatan ”Tbk” pada akhir Nama Perseroan, terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat pernyataan dari lembaga pengawas di bidang pasar modal tentang tidak dipenuhinya kriteria Perseroan Terbuka; dan
b. wajib melakukan perubahan anggaran dasar dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat pernyataan dari lembaga pengawas di bidang pasar modal tentang tidak dipenuhinya kriteria Perseroan Terbuka.
Pasal 11
Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia wajib memakai Nama Perseroan dalam bahasa Indonesia.
BAB IV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3740), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 4 Oktober 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 4 Oktober 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 96

Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Perekonomian,


Setio Sapto Nugroho

PENJELASAN

ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2011
TENTANG
TATA CARA PENGAJUAN DAN PEMAKAIAN NAMA

PERSEROAN TERBATAS
I. UMUM

Penggantian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas membawa konsekuensi yuridis terhadap beberapa peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 untuk disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Salah satu peraturan pelaksanaan yang perlu disesuaikan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas.

Pasal 9 ayat (4) dan Pasal 16 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengamanatkan bahwa tata cara pengajuan dan pemakaian Nama Perseroan Terbatas diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar terdapat keselarasan dan keharmonisan antara peraturan perundang-undangan di bidang Perseroan.

Optimalisasi kinerja dalam percepatan pelayanan pengesahan pengajuan dan pemakaian nama Perseroan menjadi substansi yang paling mendasar dalam pengaturan Peraturan Pemerintah ini, selaras dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.

Peraturan Pemerintah ini mengatur bahwa tata cara pengajuan dan pemakaian Nama Perseroan dilakukan dengan memanfaatkan jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik. Selain itu diatur pula dalam keadaan tertentu pengajuan dan pemakaian Nama Perseroan dapat dilakukan secara tertulis melalui surat tercatat. Keadaan tertentu adalah keadaan dimana suatu daerah belum mempunyai jaringan elektronik atau jaringan elektronik yang ada tidak berfungsi sehingga tidak dapat digunakan.

Pengaturan kembali mengenai pemakaian Nama Perseroan dalam Peraturan Pemerintah ini selain karena alasan sebagaimana dimaksud di atas, pengaturan ketentuan ini sejatinya juga dimaksudkan untuk memberi perlindungan hukum kepada pemakai Nama Perseroan yang beritikad baik yang sudah memakai nama tersebut sebagai Nama Perseroan secara resmi dengan mencantumkan dalam akta pendirian atau akta perubahan anggaran dasar Perseroan yang telah disahkan atau disetujui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau kepada pihak yang telah lebih dahulu menyampaikan pengajuan Nama Perseroan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “surat tercatat” adalah surat yang dialamatkan kepada penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda terima dari penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan tanggal penerimaan.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “sama pada pokoknya dengan Nama Perseroan lain” adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Nama Perseroan yang satu dan Nama Perseroan yang lain yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan mengenai cara penulisan atau persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam Nama Perseroan, walaupun pemiliknya sama. Misalnya PT BHAYANGKARA dengan PT BAYANGKARA, PT SAMPURNA dengan PT SAMPOERNA, PT BUMI PERTIWI dengan PT BUMI PRATIWI, PT HIGH-DESERT dengan PT HIGH DESERT, PT JAYA DAN MAKMUR dengan PT DJAJA & MAKMUR.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Terdiri atas angka atau rangkaian angka dalam ketentuan ini misalnya : PT3, PT 99, PT 007. Terdiri atas huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata dalam ketentuan ini misalnya: PT. S, PT. A, PT. ABC.
Huruf f
Mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata dalam ketentuan ini misalnya: Ltd, Gmbh, SDN, Sdn, Bhd, PTE, Co., & Co., Inc., NV, atau BV, Usaha Dagang (UD), Koperasi Usaha Dagang (KUD), Incoporated, Associate, Association, SA, SARL, AG.
Huruf g
Hanya menggunakan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha sebagai Nama Perseroan dalam ketentuan ini misalnya ”PT Pemborongan dan Pengangkutan”
Huruf h
Sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan dalam ketentuan ini misalnya PT Pelayaran Andalan yang maksud dan tujuan serta kegiatannya harus di bidang pelayaran, PT. Abdul Konstruksi yang maksud dan tujuan serta kegiatannya harus di bidang konstruksi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Singkatan dari huruf depan Nama Perseroan dalam ketentuan ini misalnya: PT Kustodian Sentral Efek Indonesia disingkat PT KSEI, PT Kereta Api Indonesia disingkat PT KAI.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “akronim” adalah kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar. Misalnya PT SAHABAT FINANSIAL SEJAHTERA disingkat dengan PT SAFIRA, PT TABUNGAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI disingkat dengan PT TASPEN, PT ASURANSI KESEHATAN disingkat dengan PT ASKES, PT PELABUHAN INDONESIA disingkat dengan PT PELINDO.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Perseroan Terbuka” adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. :Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”persetujuan Menteri” adalah persetujuan Menteri atas perubahan seluruh ketentuan anggaran dasar mengenai status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka.

Pasal 10

Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”melakukan perubahan anggaran dasar” adalah berkenaan dengan perubahan kembali nama perseroan sehingga tidak memakai kata Tbk di belakang nama perseroan dan mengubah ketentuan dalam anggaran dasar yang terkait dengan status perseroan sebagai perseroan terbuka. Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5244