Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977  (1977) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 








PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 28 TAHUN 1977

TENTANG

PERWAKAFAN TANAH MILIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan, khususnya bagi umat yang beragama Islam, dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan material menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila;

b. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sekarang ini yang mengatur tentang perwakafan tanah milik, selain belum memenuhi kebutuhan akan cara-cara perwakafan, juga membuka kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan disebabkan tidak adanya data-data yang nyata dan lengkap mengenai tanah-tanah yang diwakafkan ;

c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf b dan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, maka dipandang perlu untuk mengatur tata cara dan pendaftaran perwakafan tanah milik dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara ;

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAHAN TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan

(1) Wakaf adalah Perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama islam.

(2) Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya.

(3) Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya.

(4) Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.

BAB II

FUNGSI WAKAF

Bagian Pertama

Pasal 2

Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf.

Bagian Kedua

Unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf

Pasal 3

(1) Badan-badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain, dapat mewakafkan tanah miliknya dengan memperhatikan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam hal Badan-badan Hukum, maka yang bertindak atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.

Pasal 4

Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan perkara.

Pasal 5

(1) Pihak yang mewakafkan tanahnya harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada Nadzir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2) yang kemudian menuangkannya dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

(2) Dalam keadaan tertentu, penyimpangan dari ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama.

Pasal 6

(1) Nadzir sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) Pasal 1 yang terdiri dari perorangan harus memenuhi syarat-syarat berikut

a. warga negara Republik Indonesia;

b. beragama Islam;

c. sudah dewasa;

d. sehat jasmaniah dan rohaniah;

e. tidak berada di bawah pengampuan;

f. bertempat tinggal di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.

(2) Jika berbentuk badan hukum, maka Nadzir harus memenuhi persyaratan berikut :

a. badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

b. mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.

(3) Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus didaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk mendapatkan pengesahan.

(4) Jumlah Nadzir yang diperbolehkan untuk sesuatu daerah seperti dimaksud dalam ayat (3), ditetapkan oleh Menteri Agama berdasarkan kebutuhan.

Bagian Ketiga

Kewajiban dan Hak-hak Nadzir

Pasal 7

(1) Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf serta hasilnya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama sesuai dengan tujuan wakaf

(2) Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menyangkut kekayaan wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama.

Pasal 8

Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang besarnya dan macamnya ditentukan lebih lanjut oleh Menteri Agama.

BAB III

TATA CARA MEWAKAFKAN DAN PENDAFTARANNYA

Bagian Pertama

Tata cara perwakafan tanah milik

Pasal 9

(1) Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.

(2) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.

(3) Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.

(4) Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah, jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

(5) Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan tanah diharuskan membawa serta dan menyerahkan kepada Pejabat tersebut dalam ayat (2) surat-surat berikut:

a. sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;

b. surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut sesuatu sengketa;

c. surat keterangan pendaftaran tanah;

d. izin dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq Kepala Sub Direktorat Agraria setempat.

Bagian Kedua

Pendaftaran wakaf tanah milik

Pasal 10

(1) Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ayat (4) dan (5) Pasal 9, maka Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas nama Nadzir yang bersangkutan, diharuskan mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.

(2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. kepala Sub Direktorat Agraria setempat, setelah menerima permohonan tersebut dalam ayat (I) mencatat perwakafan tanah milik yang bersangkutan pada bukti tanah dan sertifikatnya.

(3) Jika tanah milik yang diwakafkan belum mempunyai sertifikat maka pencatatan yang dimaksudkan dalam ayat (2) dilakukan setelah untuk tanah tersebut dibuatkan sertifikatnya.

(4) Oleh Menteri Dalam Negeri diatur tata cara pencatatan perwakafan yang dimaksudkan dalam ayat (2) dan (3).

(5) Setelah dilakukan pencatatan perwakafan tanah milik dalam buku tanah dan sertifikatnya seperti dimaksud dalam ayat (2) dan (3), maka Nadzir yang bersangkutan wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama.

BAB V

PERUBAHAN, PENYELESAIAN PERSELISIHAN DAN PENGAWASAN PERWAKAFAN TANAH MILIK

Bagian Pertama

Perubahan perwakafan tanah milik

Pasal 11

(1) Pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan lain daripada yang dimaksud dalam Ikrar Wakaf.

(2) Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama, yakni:

a. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif;

b. karena kepentingan umum.

(3) Perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya sebagai akibat ketentuan tersebut dalam ayat (2) harus dilaporkan oleh Nadzir kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut.

Bagian Kedua

Penyelesaian Perselisihan Perwakafan Tanah Milik

Pasal 12

Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan perwakafan tanah, disalurkan melalui Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Pengawasan Perwakafan Tanah Milik

Pasal 13

Pengawasan perwakafan tanah milik dan tata caranya di berbagai tingkat wilayah ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Agama.

BAB V

KETENTUAN PIDANA

Pasal 14

Barangsiapa melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 5, Pasal 6 ayat (3) Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,-(sepuluh ribu rupiah).

Pasal 15

Apabila perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan oleh atau atas nama Badan Hukum maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum maupun terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin atau penanggung jawab dalam perbuatan atau kelalaian itu atau terhadap kedua-duanya.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16

(1) Perwakafan tanah milik demikian pula pengurusannya yang terjadi sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini, oleh Nadzir yang bersangkutan harus didaftarkan kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat, untuk disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Cara-cara dan pelaksanaan ketentuan tersebut dalam ayat (1) ditentukan lebih lanjut oleh Menteri Agama.

Pasal 17

(1) Peraturan dan atau ketentuan-ketentuan tentang perwakafan tanah milik sebagaimana tercantum dalam Bijblad-Bijblad Nomor 6196 Tahun 1905, Nomor 12573 Tahun 1931, Nomor 13390 Tahun 1934, dan Nomor 13480 Tahun 1935 beserta ketentuan pelaksanaannya, sepanjang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

(2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri sesuai dengan bidangnya masing-masing.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 17 Mei 1977

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta

pada 17 Mei 1977

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA,

SUDHARMONO, SH.