Lompat ke isi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1986

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1986  (1986) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 





PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 18 TAHUN 1986

TENTANG

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dipandang perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan pelaksanaan Undang-undang tersebut;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);

3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3298).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

2. Organisasi kemasyarakatan adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang.

3. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

4. Pembinaan adalah setiap bentuk upaya untuk membimbing, mengayomi dan mendorong organisasi kemasyarakatan ke arah pertumbuhan yang sehat dan mandiri, mampu berperan serta dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tujuan pembentukannya dalam rangka mencapai tujuan nasional.

5. Pembinaan umum adalah pembinaan di bidang politik dalam rangka memantapkan kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjamin persatuan dan kesatuan bangsa, berperan serta secara aktif data pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

6. Pembinaan teknis adalah pembinaan yang berkaitan dengan sifat kekhususan organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan.

BAB II

PEMBENTUKAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN

Pasal 2

(1) Anggota masyarakat warganegara Republik Indonesia secara sukarela dapat membentuk organisasi kemasyarakatan atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama,dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

(2) Organisasi kemasyarakatan yang baru dibentuk, Pengurusnya memberitahukan secara tertulis kepada Pemerintah sesuai dengan ruang lingkup keberadaannya.

(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak tanggal pembentukannya dengan melampirkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Susunan Pengurus.

Pasal 3

(1) Setiap organisasi kemasyarakatan harus mempunyai Anggaran Dasar.

(2) Dalam pasal Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas, dan tujuan organisasi sesuai dengan sifat kekhususannya.

(3) Dengan dicantumkannya Pancasila sebagai satu-satunya asas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dibenarkan mencantumkan kata lain seperti dasar, landasan, pedoman pokok, atau kata lain yang dapat mengaburkan pengertian asas tersebut.

(4) Sifat kekhususan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah kesamaan dalam kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak dibenarkan dicantumkan dalam pasal atau bab tentang Asas.

Pasal 4

Dalam rangka mencapai tujuan nasional, organisasi kemasyarakatan dapat menetapkanprogram-programnya yang dirumuskan secara jelas dan realistis sesuai dengan sifat Kekhususannya.

Pasal 5

Pemerintah melakukan penelitian berkas surat pemberitahuan dalam hubungannya dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

BAB III

FUNGSI, HAK, DAN KEWAJIBAN

Pasal 6

(1) Untuk melaksanakan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang-undang, organisasi kemasyarakatan dapat melakukan:

a. rapat, lokakarya, seminar, dan pertemuan lain-lain;

b. pendidikan dan latihan keterampilan;

c. pelayanan masyarakat dalam bentuk bakti sosial dan lain-lain;

d. kegiatan lain-lain sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Untuk mencapai tujuan organisasi dan mempertahankan hak hidupnya, organisasi kemasyarakatan berhak:

a. menyusun rencana dan program kegiatan, dan menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan organisasi;

b. membela dan menunjang nama baik organisasinya dengan berbagai kegiatan yang berguna bagi anggotanya dan/atau masyarakat.

(3) Organisasi kemasyarakatan berkewajiban:

a. mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

b. menghayati, mengamalkan, dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain dengan berusaha mengikutkan anggotanya dalam pelaksanaan Penataran P4;

c. memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan perorangan maupun golongan.

BAB IV

KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN

Pasal 7

(1) Anggota organisasi kemasyarakatan pada dasarnya terdiri atas warganegara Republik Indonesia.

(2) Hal-hal mengenai keanggotaan organisasi kemasyarakatan ditentukan dalam Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan.

Pasal 8

Organisasi kemasyarakatan melakukan pendaftaran anggota dan memelihara daftar anggota untuk menjaga tertib administrasi yang tata caranya diatur dan ditetapkan oleh organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan.

Pasal 9

(1) Struktur Organisasi dan susunan kepengurusan diatur dalam Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga Organisasi kemasyarakatan.

(2) Organisasi kemasyarakatan bersifat mandiri, tidak menjadi anggota organisasi kekuatan sosial politik, serta tidak menggunakan atribut yang sama.

(3) Tempat kedudukan Pengurus atau Pengurus Pusat organisasi kemasyarakatan ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 10

Penentuan organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ruang lingkup Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kotamadya sesuai dengan keberadaannya, diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 11

Organisasi kemasyarakatan dapat memasang papan nama dan lambang organisasi pada semua tingkat kepengurusan yang pengaturannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.

BAB V

KEUANGAN

Pasal 12

(1) Keuangan organisasi kemasyarakatan diperoleh dari:

a. Iuran anggota yang pelaksanaannya diserahkan kepada organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan;

b. Sumbangan yang tidak mengikat baik dari dalam negeri maupun luar negeri;

c. Usaha lain yang sah.

(2) Bantuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan yang diperoleh dari luar negeri harus dengan persetujuan Pemerintah Pusat.

BAB VI

PEMBINAAN

Pasal 13

(1) Guna meningkatkan kegiatan organisasi kemasyarakatan, Pemerintah melakukan pembinaan umum dan pembinaan teknis dalam bentuk bimbingan, pengayoman, dan pemberian dorongan dalam rangka pertumbuhan organisasi yang sehat dan mandiri.

(2) Bimbingan dilakukan dengan cara memberikan saran, anjuran, petunjuk, pengarahan, nasihat, pendidikan dan latihan atau penyuluhan agar organisasi kemasyarakatan dapat tumbuh secara sehat dan mandiri serta dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.

(3) Pengayoman dilakukan dengan cara memberikan perlindungan hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Pemberian dorongan dilakukan dongan cara menggairahkan, menggerakkan kreativitas dan aktivitas yang positif, memberikan penghargaan dan kesempatan untuk mengembangkan diri agar dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.

Pasal 14

Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, pembinaan organisasi kemasyarakatan diupayakan untuk berhimpun dalam wadah pembinaan dan pengembangan yang sejenis agar lebih berperan dalam melaksanakan fungsinya.

Pasal 15

Pembinaan umum organisasi kemasyarakatan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur, Bupati Walikotamadya sesuai dengan ruang lingkup keberadaan organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan.

Pasal 16

(1) Pembinaan teknis organisasi kemasyarakatan dilakukan oleh Menteri dan/atau Pimpinan Lembaga non Departemen yang membidangi sifat kekhususan organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan.

(2) Pelaksanaan pembinaan teknis organisasi kemasyarakatan di daerah dilakukan oleh instansi teknis di bawah koordinasi Gubernur, Bupati/Walikotamadya.

Pasal 17

Untuk memperoleh daya guna dan hasil guna dalam pembinaan umum dan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16, Menteri Dalam Negeri melakukan koordinasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII

TATA CARA PEMBEKUAN DAN PEMBUBARAN

Pasal 18

(1) Organisasi kemasyarakatan yang melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dan/atau menerima bantuan pihak asing tanpa persetujuan Pemerintah Pusat dan/atau memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan bangsa dan negara, dapat dibekukan kepengurusannya.

(2) Pembekuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan ruang lingkup keberadaan organisasi yang bersangkutan.

Pasal 19

Kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi:

a. menyebarluaskan permusuhan antar suku, agama, ras, dan antar golongan;

b. memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa;

c. merongrong kewibawaan dan/atau mendiskreditkan Pemerintah;

d. menghambat pelaksanaan program pembangunan;

e. kegiatan lain yang dapat mengganggu stabilitas politik dan keamanan.

Pasal 20

Bantuan dari pihak asing yang harus mendapat persetujuan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi bantuan:

a. keuangan;

b. peralatan;

c. tenaga;

d. fasilitas.

Pasal 21

Bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan bangsa dan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi bantuan:

a. yang dapat merusak hubungan antara negara Indonesia dengan negara lain;

b. yang dapat menimbulkan ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan terhadap keselamatan negara;

c. yang dapat mengganggu stabilitas nasional;

d. yang dapat merugikan politik luar negeri.

Pasal 22

(1) Pemerintah sebelum melakukan tindakan pembekuan terlebih dahulu melakukan teguran secara tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dengan jarak waktu 10 (sepuluh) hari kepada Pengurus, Pengurus Daerah atau Pengurus Pusat organic kemasyarakatan yang bersangkutan.

(2) Apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diindahkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah diterima surat teguran, Pemerintah memanggil Pengurus, Pengurus Daerah atau Pengurus Pusat sesuai dengan ruang lingkup keberadaannya untuk didengar keterangannya.

(3) Apabila panggilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dipenuhi atau setelah didengar keterangannya ternyata organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan masih tetap melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21, maka Pemerintah membekukan Pengurus, Pengurus Daerah atau Pengurus Pusat organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan.

(4) Sebelum melakukan tindakan pembekuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3):

a. Bagi organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ruang lingkup Nasional, Pemerintah Pusat meminta pertimbangan dan saran dalam segi hukum dari Mahkamah Agung.

b. Bagi organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ruang lingkup Propinsi atau Kabupaten/Kotamadya, Gubernur atau Bupati/Walikotamadya meminta pertimbangan dari instansi yang berwenang di daerah dan petunjuk Menteri Dalam Negeri dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Pembekuan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Gubernur, Bupati/Walikotamadya sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diberitahukan kepada Pengurus, Pengurus Daerah atau Pengurus Pusat organisasi yang bersangkutan serta diumumkan kepada masyarakat.

Pasal 23

(1) Tindakan pembekuan dapat juga dilakukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikotamadya terhadap pengurus Daerah dari organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ruang lingkup Nasional yang berada di wilayahnya apabila melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21.

(2) Pembekuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan cara yang diatur dalam Pasal 22.

(3) Sebelum melalukan tindakan pembekuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Gubernur atau Bupati/Walikotamadya meminta pertimbangan dan petunjuk Menteri Dalam Negeri.

(4) Menteri Dalam Negeri sebelum memberi pertimbangan dan petunjuk terlebih dahulu mendengar keterangan dari Pengurus Pusat organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan.

Pasal 24

(1) Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mencabut kembali pembekuan Pengurus, Pengurus Daerah atau Pengurus Pusat apabila organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Secara nyata tidak lagi melakukan kegiatan yang mengakibatkan pembekuannya;

b. Mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan melakukan pelanggaran lagi;

c. Mengganti Pengurus, Pengurus Daerah atau Pengurus Pusat yang melakukan kesalahan tersebut.

(2) Pencabutan pembekuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Pengurus, Pengurus Daerah atau Pengurus Pusat organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan dan diumumkan kepada masyarakat.

(3) Dengan dicabutnya pembekuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan dapat melakukan kegiatan kembali.

Pasal 25

Apabila Pengurus, Pengurus Daerah atau Pengurus Pusat yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) masih tetap melakukan kegiatan yang mengakibatkan pembekuan, organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan dapat dibubarkan oleh Pemerintah.

Pasal 26

(1) Organisasi kemasyarakatan kecuali yang tersebut dalam Pasal 28 yang melanggar ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 7 Undang-undang dapat dibubarkan oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah sebelum melakukan tindakan pembubaran, terlebih dahulu memberikan peringatan tertulis kepada organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan untuk segera menyesuaikan diri dengan ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 7 Undang-undang.

(3) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima peringatan tertulis, organisasi kemasyarakatan tersebut masih belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pemerintah dapat membubarkan organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan. (4) Sebelum melakukan tindakan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3):

a. Bagi organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ruang lingkup Nasional, Pemerintah Pusat meminta pertimbangan dan saran dalam segi hukum dari Mahkamah Agung.

b. Bagi organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ruang lingkup Propinsi atau Kabupaten/Kotamadya, Gubernur atau Bupati/Walikotamadya meminta pertimbangan dan saran dari instansi yang berwenang di daerah serta petunjuk dari Menteri Dalam Negeri dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Pembubaran yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Gubernur, Bupati/Walikotamadya sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diberitahukan kepada Pengurus, Pengurus Daerah atau Pengurus Pusat organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan dan diumumkan kepada masyarakat.

Pasal 27

(1) Pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan yang menganut, mengembangkan dan menyebarkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme serta ideologi paham atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya, sesuai dengan ruang lingkup keberadaan organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan.

(2) Pembubaran dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Setelah dibubarkan, organisasi kemasyarakatan tersebut dinyatakan sebagai organisasi terlarang.

(4) Keputusan pembubaran dan pernyataan sebagai organisasi terlarang disampaikan secara tertulis kepada organisasi kemasyarakatan yang dibubarkan tersebut dan diumumkan kepada masyarakat.

BAB III

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 28

(1) Organisasi kemasyarakatan yang telah ada pada tanggal mulai berlakunya Undang-undang, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pemerintah sesuai dengan ruang lingkup keberadaannya tentang penyesuaian terhadap ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 7 selambat-lambatnya tanggal 17 Juni 1987.

(2) Organisasi kemasyarakatan yang telah memberitahukan secara tertulis tetapi ternyata belum sepenuhnya memenuhi ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 7 Undang-undang, oleh Pemerintah diberikan peringatan secara tertulis agar menyesuaikan dengan ketentuan dan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Organisasi kemasyarakatan yang setelah tanggal 17 Juni 1987 tidak memberitahukan secara tertulis mengenai penyesuaian terhadap Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 7 Undang-undang, atau organisasi kemasyarakatan yang diberi peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) akan tetapi ternyata masih tetap belum memenuhi persyaratan maka organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan dibubarkan oleh Pemerintah.

(4) Pembubaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberitahukan kepada organisasi yang dibubarkan tersebut dan diumumkan kepada masyarakat.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 30

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 4 April 1986

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 4 April 1986

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SUDHARMONO, SH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1986 NOMOR 24