Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG
NOMOR 1 TAHUN 2008
TENTANG
PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG
Menimbang:
a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan tubuh yang proses penularannya sangat sulit dipantau, sehingga dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat dan kelangsungan peradaban manusia;
b. bahwa perkembangan HIV dan AIDS di Kabupaten Badung jumlah kasusnya terus meningkat dan wilayah penularannya semakin meluas tanpa mengenal status sosial dan batas usia, dengan peningkatan yang sangat signifikan, sehingga memerlukan penanggulangan secara melembaga, sistematis, komprehensif, partisipatif, dan berkesinambungan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penanggulangan HIV dan AIDS;
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Daerah – daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
6. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 ) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang – Undang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548 );
7. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedomon Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah;
9. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan HIV / AIDS;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BADUNG
dan
BUPATI BADUNG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
Daerah adalah Kabupaten Badung.
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Bupati adalah Bupati Badung.
Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Badung yang selanjutnya disingkat KPA Kabupaten adalah lembaga yang melaksanakan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat daerah.
Penanggulangan adalah serangkaian upaya menekan laju penularan HIV dan AIDS, melalui kegiatan promosi, pencegahan, konseling dan tes sukarela rahasia, pengobatan serta perawatan dan dukungan terhadap orang dengan HIV dan AIDS.
Pencegahan adalah upaya memutus mata rantai penularan HIVdan AIDS di masyarakat, terutama kelompok berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV dan AIDS seperti pengguna narkoba jarum suntik, penjaja seks dan pelanggan atau pasangannya, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, warga binaan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, ibu yang telah terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya, penerima darah, penerima organ atau jaringan tubuh donor.
Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV.
Orang dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat ODHA adalah orang yang sudah terinfeksi HIV baik pada tahap belum ada gejala maupun yang sudah ada gejala.
Infeksi Menular Seksual selanjutnya disingkat IMS adalah penyakit dan atau gejala penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Voluntary Conselling Testing yang selanjutnya disebut VCT adalah tes HIV yang dilakukan secara sukarela atau dengan persetujuan klien dan hasilnya harus bersifat rahasia serta wajib disertai konseling sebelum dan sesudah tes.
Skrining HIV adalah tes HIV anonim yang dilakukan pada sampel darah, produk darah, jaringan dan organ tubuh sebelum didonorkan.
Surveilans HIV atau sero-surveilans HIV adalah kegiatan pengumpulan data tentang infeksi HIV yang dilakukan secara berkala guna memperoleh informasi tentang besaran masalah, sebaran dan kecendrungan penularan HIV dan AIDS untuk perumusan kebijakan dan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS, dimana tes HIV dilakukan secara unlinked anonymous.
Surveilans perilaku adalah kegiatan pengumpulan data tentang perilaku yang berkaitan dengan masalah HIV dan AIDS dan dilakukan secara berkala guna memperoleh informasi tentang besaran masalah dan kecendrungannya untuk perumusan kebijakan dan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS.
Pasal 2
Penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, kesetaraan jender, dan kebersamaan.
Pasal 3
Penanggulangan HIV dan AIDS bertujuan untuk mencegah dan mengurangi penularan HIV serta meningkatkan kualitas hidup ODHA.
BAB II
KEGIATAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
Bagian Kesatu
Jenis Kegiatan
Pasal 4
Penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan melalui:
promosi;
pencegahan;
konseling dan tes sukarela rahasia;
pengobatan; dan
perawatan dan dukungan.
Bagian Kedua
Promosi
Pasal 5
(1) Kegiatan promosi dilakukan secara komprehensif, integratif, partisipatif, dan berkesinambungan.
(2) Kegiatan promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi;
b. upaya perubahan sikap dan perilaku.
(3) Kegiatan promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat, dan sektor usaha.
Bagian Ketiga
Pencegahan
Pasal 6
Kegiatan pencegahan dilakukan secara komprehensif, integratif, partisipatif, dan berkesinambungan.
Pasal 7
Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV wajib melindungi pasangan seksualnya dengan melakukan upaya pencegahan.
Pasal 8
(1) Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV dilarang mendonorkan darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan /atau jaringan tubuhnya kepada orang lain.
(2) Setiap orang yang melakukan skrining darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan /atau jaringan tubuhnya wajib mentaati standar prosedur skrining.
(3) Setiap orang dilarang meneruskan darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan tubuhnya yang terinfeksi HIV kepada calon penerima donor.
Pasal 9
Setiap orang yang melakukan hubungan seksual berisiko wajib melakukan upaya pencegahan dengan memakai kondom.
Pasal 10
(1) Setiap pemilik dan / atau pengelola tempat hiburan wajib memberikan informasi atau penyuluhan secara berkala mengenai pencegahan HIV dan AIDS kepada semua karyawannya.
(2) Setiap pemilik dan / atau pengelola tempat hiburan wajib mendata karyawan yang menjadi tanggungjawabnya.
(3) Setiap pemilik dan / atau pengelola tempat hiburan wajib memeriksakan diri dan karyawannya yang menjadi tanggungjawabnya secara berkala ke tempat-tempat pelayanan IMS yang disediakan pemerintah, lembaga nirlaba dan atau swasta yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Badung.
Pasal 11
Setiap orang yang menggunakan jarum suntik, jarum tato, atau jarum akupuntur pada tubuhnya sendiri dan/atau tubuh orang lain wajib menggunakan jarum steril.
Pasal 12
Pemerintah Daerah menyediakan sarana prasarana:
a. skrining HIV pada semua darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan yang didonorkan;
b. layanan untuk pencegahan pada pemakai narkoba suntik;
c. layanan untuk pencegahan dari ibu hamil yang positif HIV kepada bayi yang dikandungnya;
d. layanan VCT dan CST dengan kualitas baik dan terjamin dengan biaya terjangkau;
e. surveilans IMS, HIV, dan perilaku;
f. pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan kasus-kasus HIV dan AIDS;
g. pendukung pencegahan lainnya.
Bagian Keempat
Konseling dan Tes Sukarela Rahasia
Pasal 13
(1) Setiap petugas yang melakukan tes HIV untuk keperluan surveilans dan skrining pada darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan yang didonorkan wajib melakukan dengan cara unlinked anonymous.
(2) Setiap petugas yang melakukan tes HIV untuk keperluan pengobatan, dukungan dan pencegahan serta penularan dari ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya wajib melakukan tes sukarela melalui konseling sebelum dan sesudah tes.
(3) Dalam hal keadaan khusus yang tidak memungkinkan konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tes HIV dilakukan dengan konseling keluarga.
(4) Setiap orang dilarang melakukan mandatory HIV test.
Pasal 14
(1) Setiap orang yang karena pekerjaannya atau sebab apapun mengetahui dan memiliki informasi status HIV seseorang wajib merahasiakanya.
(2) Tenaga kesehatan atau konselor dengan persetujuan ODHA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membuka informasi kepada pasangan seksualnya dalam hal:
a. ODHA yang tidak mampu menyampaikan statusnya setelah mendapat konseling yang cukup;
b. ada indikasi telah terjadi penularan pada pasangan seksualnya; dan
c. untuk kepentingan pemberian pengobatan, perawatan, dan dukungan pada pasangan seksualnya.
Bagian Kelima
Pengobatan
Pasal 15
Penyedia layanan kesehatan wajib memberikan pelayanan kepada ODHA tanpa diskriminasi.
Pasal 16
(1) Kegiatan pengobatan ODHA dilakukan berdasarkan pendekatan:
a. berbasis klinik; dan
b. berbasis keluarga, kelompok dukungan, serta masyarakat.
(2) Kegiatan pengobatan berbasis klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan pada pelayanan kesehatan dasar, rujukan dan layanan penunjang milik pemerintah maupun swasta.
(3) Kegiatan pengobatan berbasis keluarga, kelompok dukungan, serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan di rumah ODHA oleh keluarganya atau anggota masyarakat lainnya.
Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengobatan menyediakan sarana Pelayanan kesehatan :
a. pendukung pengobatan;
b. pengadaan obat anti retroviral;
c. obat anti infeksi oportunistik; dan
d. obat IMS.
(2) Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Bagian Keenam
Perawatan dan Dukungan
Pasal 18
Kegiatan perawatan dan dukungan terhadap ODHA dilakukan berdasarkan pendekatan:
a. medis;
b. psikologis;
c. sosial dan ekonomis melalui keluarga;
d. masyarakat; dan
e. dukungan pembentukan persahabatan ODHA.
BAB III
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
Pasal 19
(1) Bupati berwenang melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS di daerah.
(2) Untuk membantu wewenang Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk KPA Kabupaten.
(3) Keanggotaan KPA Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dan sektor usaha.
(4) Pengisian keanggotaan KPA Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terbuka dan partisipatif.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian keanggotaan, organisasi, dan tata kerja KPA Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 20
KPA Kabupaten mengkoordinasikan setiap kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS yang dilakukan oleh setiap Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing.
BAB IV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 21
(1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperanserta dalam kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS dengan cara:
a. berperilaku hidup sehat;
b. meningkatkan ketahanan keluarga untuk mencegah penularan HIV dan AIDS;
c. tidak melakukan diskriminasi terhadap ODHA;
d. menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ODHA dan keluarganya;
e. terlibat dalam kegiatan promosi, pencegahan, tes dan kerahasiaan, pengobatan, serta perawatan dan dukungan.
(2) Pemerintah Daerah membina dan menggerakkan swadaya masyarakat di bidang penanggulangan HIV dan AIDS.
(3) Tata cara menggerakkan swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 22
(1) Segala biaya untuk kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS yang dilaksanakan oleh KPA Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Badung dan sumber biaya lain yang sah.
(2) Pertanggungjawaban pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
PEMBINAAN, KOORDINASI, DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 23
(1) Bupati melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan HIV dan AIDS.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk :
a. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat sehingga mampu mencegah dan mengurangi penularan HIV;
b. terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan informasi dan pelayanan kesehatan yang cukup, aman, bermutu, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga mampu mencegah dan mengurangi penularan HIV;
c. melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan penularan HIV;
d. memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan upaya penanggulangan HIV dan AIDS;
e. meningkatkan mutu tenaga kesehatan dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS.
Bagian Kedua
Koordinasi
Pasal 24
Bupati melakukan koordinasi dengan lembaga – lembaga pemerintah dan non pemerintah dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS, baik menyangkut aspek pengaturan maupun aspek pelaksanaan.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 25
Bupati melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan HIV dan AIDS, baik yang dilakukan oleh aparatur Pemerintah Daerah, masyarakat, maupun sektor usaha.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 26
Bupati berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap tenaga atau lembaga kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 27
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah, diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana, sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Dalam pelaksanaan penyidikan, pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana;
d. memeriksa buku – buku, catatan – catatan, dan dokumen – dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti perbukuan, pencatatan dan dokumen – dokumen lainnya, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ayat ini;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
j. mengadakan penghentian penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat di pertanggungjawabkan.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 28
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 13 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) , Pasal 14 ayat (1), dan Pasal 15 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Badung.
Ditetapkan di Badung
pada tanggal 19 Mei 2008
BUPATI BADUNG,
ttd
ANAK AGUNG GDE AGUNG
Diundangkan di Badung
pada tanggal 19 Mei 2008
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BADUNG,
ttd
I WAYAN SUBAWA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BADUNG TAHUN 2008 NOMOR 1