Lompat ke isi

Perang Bratajoeda

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Perang Bratajoeda  (1928) 
oleh Tjoe Hong Bok
 

PERANG BRATAJOEDA
PAPERANGAN HEBAT ANTARA PANDAWA DAN KOERAWA

Perang Bratajoeda (page 2 crop)
Perang Bratajoeda (page 2 crop)


Ditjeritaken dengen tjara gampang menoeroet Kitab Mahabharata jang aseli oleh TJOE HONG BOK.

tjitakan pertama

Diterbitken oleh:
boekhandel & uitg. - mij.
„TERMINUS”
semarang
1928.

 

Pendoeloean hikajat jang ringkes.

Di negri Hastinapoera (Ngastina) ada doedoek bertachta radja Santanoe, asal dari kaoem Koeroe. Koetika radja ini telah beroleh sa'orang poetra, Bisma namanja, dia bertemoe pada Satyawati, jang terkenal djoega nama Doergandini dan Bok Lara Amis. Poetri jang elok ini Santanoe hendak angkat djadi permisoerinja. Satyawati menjataken soeka trima lamarannja radja itoe, tapi dengen perdjandjian, jang kaloe dari pernikahannja ada terlahir sa'orang poetra, soepaja poetra ini di hari kamoedian menggantiken kadoedoekan radja di Ngastina.

Bisma jang berhati moelia, menjataken soeka oendoerken diri dari dia poenja hak-hak sebagi poetra-makota dan dia berdjandji aken tida menikah boeat selama-lamanja, dengen maksoed soepaja kainginan ajahnja aken menikah sama Satyawati bisa kesampean. Bisma telah oetaraken itoe perdjandjian boeat selamanja tida maoe kawin, maksoednja soepaja dia tida mempoenjai toeroenan jang nanti aken bisa minta haknja atas tachta keradja'an. Doeloean Satyawati sama Palasara poen soeda dapet satoe anak laki bernama Abiasa.

Sama Santanoe poetri itoe menglahirken doea poetra, Tjitranggada dan Tjitrasena (Witjitrawirja). Doea poetra ini kamoedian bergantian menggantiken kadoedoekan ajahnja sebagi radja, tapi kedoeanja telah wafat dengen tida mempoenjai anak.

Menoeroet adat biasa sedari doeloe, apabila sa'orang radja telah wafat dengen tida poenja toeroenan, soedaranja lelaki haroes menikah sama djandanja radja itoe.

Bisma tida bisa tergerak hatinja, kerna dia tida maoe melanggar perdjandjiannja sendiri.

Kedjadian Abiasa jang kawin sama doea djandanja Tjitranggada dan Tjitrasena, jaitoe Dewi Ambika dan Dewi Ambalika.

Ambika melahirken satoe poetra jang boeta matanja, bernama Destarata dan Ambalika melahirken satoe poetra jang koelitnja amat poetjet dan tengeng batang lehernja bernama Pandoe. Sabegitoe lama kadoeanja poetra ini belon dewasa, Bisma jang pegang pemarentahan di Ngastina.

Kamoedian dari sebab Destarata matanja boeta, maka Pandoe jang dinobatken djadi radja di negri Ngastina.

Destarata menikah sama Dewi Gandari, soedaranja prampoean Sakoeni, perdana-manteri (Patih) negri Ngastina.

Pandoe dipilih oleh Dewi Koenti djadi soeaminja, koetika Pandoe dapet kamenangan dalem Swajambara (perlombahan) jang sengadja diadaken oleh Dewi Koenti.

Lebi doeloe Dewi Koenti telah mempoenjai saorang poetra, bernama Karna alias Soerjatmadja, jang sanget gaga perkasa. (Waktoe baroesan lahir Karna di taro dalem satoe krandjang dan dianjoetken di kali; kamoedian ditemoeken oleh Adhirata, jang piara dia sampe dewasa. Blakangan kerna kegagahannja oleh Doerjadana radja Ngastina jang blakangan (poetra soeloeng dari Destarata) diangkat djadi radja di negri Angga (Ngawangga).

Seperti di sablah atas dibilang, Dewi Koenti ada djadi Pandoe poenja permisoeri jang pertama. Kamoedian Bisma perolehken djoega Dewi Madrim boeat Pandoe. Dewi Madrim itoe jang djadi Pandoe poenja permisoeri kedoea, ada radja Salja poenja soedara prempoean.

Selang doea taoen Dewi Gandari istrinja Destarata melahirken satoe bola daging besar. Sasoedahnja disiram aer bola itse terpitjah djadi seratoes satoe anak baji, jaitoe 100 lelaki dan satoe prempoean. Poetra laki jang paling besar bernama Doerjodana alias Soejodana dengen sekalian 99 soedaranja lelaki diseboet Korawa.

Aken tetapi Pandoe sama doea permisoerinja hanja dapet lima poetra sadja. Dewi Koenti melahirken Joedistira alias Darmakoesoema, Bima alias Wrekodara alias Bratasena dan Ardjoena alias Djanaka alias Pamadi alias Parta. Dewi Madrim melahirken doea anak kembar Nakoela dan Sadewa (Sahadewa). Ini koempoelan lima soedara diseboet Pandawa.

Dalem pemboeroean Pandoe kena pana mati saekor koeda toenggangannja satoe Dewa jang sakti. Pandoe laloe terkoetoek, bahwa dia aken djadi binasa djiwanja, apabila dia memeloek sa'orang prempoean. Lantaran begitoe Pandoe djadi Pandoe djadi sanget berdoeka-tjita dan bersama kedoea istrinja ia oendoerken diri ka pegoenoengan.

Blakangan satelah Pandoe memeloek Dewi Madrim, lantas roeboeh mati. Dewi Madrim toeroet brangkat mati dengen bakar diri.

Sasoedanja Pandoe menoetoep mata, Destarata lantas pegang kendali pemarentahan negri Ngastina dan sigra djoega tachta keradjaän ini olehnja diserahken pada dia poenja poetra soeloeng, Doerjodana, sedeng Pandoe poenja lima poetra (Pandawa) terpaksa oendoerken diri dari Ngastina dan mendoedoeki tana Amrta (Ngamarta) dan Joedistira jang doedoek memarenta sebagi radja. Sadjek itoe waktoe antara Korawa dan Pandawa djadi bermoesoehan dan ada terdjadi banjak perkara-perkara jang bikin permoesoehan itoe djadi semangkin hebat.

Achir-achir lantaran kaoem Korawa menampik permintaännja Pandawa, boeat bagi saparo negri Ngastina, djadi terbitlah paperangan besar, jang dinamaken Bharata-Juddha (Bratajoeda).

Sepandjang penjelidikan permoelaännja Mahabharata pada kira-kira 600 taoen sabelonnja Christus.



Persediaän boeat perang Bratajoeda.

Sebagi djoega seloeroeh bóemi kebandjiran besar. Dimana-mana tempat ada penoeh orang-orang paperangan, koeda-koeda, kretakreta perang dan gadja-gadja, terlebi poela di tana lapang besar (medan perang) Koeroeksetra. Soeara jang gempar memenoehi oedara.

Kedoeanja negri poenja balatentera besar ada mengambil tempat jang berhadepan satoe pada lain. Masing-masing balatentara ada diriken tempat-tempat pembrentian jang sanget besar, hingga beroepa laksana doea kota besar jang timboel dengen mendadak sebagi tertjipta.

Sabelonnja paperangan dimoelai, kedoeanja fihak soeda bikin perdjandjian, jang masing-masing misti indahken, jaitoe:

Pertandingan hanjalah bole dibikin antara orang-orang paperangan, jang perlangkepannja sendjata dan lain-lain ada sama.

Orang tida bole menjerang moesoehnja dengen menggelap (djalan semboeni). Orang-orang jang soeda dapet tandingannja, misti dibiarken sadja, lain orang tida bole toeroet tjampoer tangan.

Orang-orang jang mengandarken kreta-kreta, grobak-grobak, toekang-toekang pikoel, orang² jang boenjiken tetaboehan, pendek semoeanja orang jang tida bersendjata atawa tida tersangkoet dengen langsoeng da'en paperangan, tida bole diserang tida bole dibinasaken.

Alamat-alamat pendoeloeannja paperangan ada mengantjem dengen ngeri sekali.

Balatentara-balatentara ada berdiri berdepan dengen amat angker dan bernapsoe, hingga laksana doea laoetan besar jang berombak dengen hebat kerna terserang oleh angin poejoeh.



Bhagawatgita.

Tapi koetika Ardjoena, dengen Kresna, radja negri Dwaraka (Dwarawati) jang kandaraken dia poenja kreta perang, meliat bala-tentara moesoehnja, dan menilik jang dalem balatentara itoe dan dalem balatentaranja sendiri ada terdapet begitoe banjak sanak-soedara, begitoe poen sobat² banjak jang baek dan moelia, dia lantas berkata pada Kresna :

,,Kaloe saja pandeng koeliling pada itoe semoea sanak koelawarga jang sedeng bernapsoe aken bertempoer, o Kanda Baginda Kresna, saja poenja kaki-tangan rasanja djadi brat dan moeloet saja djadi kering dan ramboet saja djadi bergidig (mengkirik). Pedang djatoh dari tangan saja dan tenaga saja djadi linjap. Saja tida tega binasaken marika itoe; djangan sentara aken goena ini tana keradjaän, kendati poen boeat seloeroeh djagad, saja merasa tida poenja napsoe sedikit poen. Biar poen moesoeh-moesoeh kita djadi hilap kerna serakah, lakoeken ini dosa, adakah satoe sebab bagi kita, jang tida djadi mata gelap, aken berboeat djoega dosa itoe? Bagi saja ada lebi baek dengen tida melawan dan tida bersendjata kasi diri saja dibinasaken oleh poetra-poetranja Destarata. Saja merasa lebi seneng dengen pegang batok makan sekali sehari dari pada dapetken keradjaän dengen misti membinasaken sanak-soedara dan sobat-sobat”.

Sambil oetjapken ini perkataän Ardjoena boeang boesoer dan anak-panahnja, dan roeboehken diri di kretanja dengen mengembeng aer mata.

Kresna menggoembiraken dengen kata: „Bagimanatah pada saat ini hatimoe djadi ilang pengharepan, jang sedikit poen tida lajik bagi kaoe, saorang radja jang gaga perkasa? Djanganlah kaoe djadi begitoe lembek seperti prempoean, o Ardjoena! Boeanglah itoe kalemahan hati!”

„Boekankah saja tida boleh berperang”, djawab Ardjoena, „sama Bisma jang begitoe baek dan moelia, saja poenja wali, dan sama bekas goeroe saja, Drona ? Saja merasa kasihan sama saja poenja moesoeh-moesoeh. Saja tida, taoe, apa kewadjiban saja. Tida, saja tida maoe berkelai.”

Kresna jang soetji kasi djawaban: „Katamoe itoe roepanja sadja ada bidjaksana. Tapi sa'orang bidjaksara jang sedjati tida berdoeka-tjita kerna orang hidoep atawa kerna orang mati. Belon pernah ada satoe masa dalem mana kami atawa kaoe atawa itoe radja-radja tida ada, dan di hari kamoedian kita tida aken brenti ada. Seperti satoe machloek jang bertoeboeh dari anak-anak berobah djadi pamoeda dan dari pamoeda berobah djadi orang toea, begitoe poen ia aken berobah djadi anak-anak poela dengen satoe badan baröe. ― Bekerdjanja pantjandria dengen masing-masing perkakasnja ada mendatengken rasa panas dan dingin, enak dan sakit; tapi ini semoea ada achirnja, tida langgeng. Tiap-tiap rasa aken liwat. Hanjalah roh (djiwa) jang senantiasa ada, lain dari ini tida ada. Roh jang baka dan memenoehi djagad, tiada saorang bisa meroegiken padanja.Tapi roh jang baka itoe apabila bertoeboeh, maka toeboeh itoe ada fana dan bisa binasa. „Maka dari itoe berperanglah, Ardjoena! Jang aken terbinasa dan membinasaken itoe boekannja roh. Roh tida dilahirken dan tida bisa mati, Roh itoe ada langgeng. Sebagi djoega orang jang loetjoetin pakeannja jang soeda amoh dan pake-pakean baroe, begitoelah djoega roh jang bertoeboeh loetjoetin toeboeh jang soeda amoh dan masoek poela dalem badan jang baroe. Tida dapet dibinasaken, roh ada langgeng. Mengapatah kaoe berdoeka-tjita kerna marika itoe?

„Tiliklah pada kewadjibannja deradjatmoe dan djangan sangsi! Sebab bagi satrya tiada satoe apa lagi jang terlebi moelia dari pada satoe perkelaian dengen setjara djoedjoer, Djika kaoe tida berperang, djadi kaoe berboeat dosa, oleh kerna kaoe sia-siaken kewadjibannja deradjatmoe.

„Berbangkitlah, Ardjoena, dan ambillah poetoesan boeat madjoe berperang! Apabila kaoe kalah, rohmoe melajang ka langit, apabila kaoe menang, kagirangan di doenia djadi bagianmoe! „Biarlah bagimoe ada sama belaka, apa kaoe panen kagirangan atawa menderita, oentoeng atawa roegi, menang atawa kalah; berperanglah aken goena paperangan, dan kaoe tida aken berboeat dosa satoe apa. Perhatikenlah sadja perboeatanmoe, tapi boekan boeahnja perboeatan itoe. Djanganlah boeahnja didjadiken pokoknja sebab dari perboeatanmoe. Djanganlah kaoe tida berkerdja; hanja lakoekenlah perboeatanmoe itoe dengen tida ada sangkoetan batin; hati selaloe tinggal anteng pada waktoe perolehken hasil atawa gagal. Itoelah ada pasrah jang sedjati pada Toehan, itoelah berarti masoek dengen sedjati ka dalem Roh Sekalian.

„Barang siapa jang tida terharoe kerna ketimpah bahaja besar, barang siapa jang tida inginken lagi pada keberoentoengan, barang siapa jang soeda tida kenal poela pada sangkoetan batin, pada ketakoetan dan pada amarah, dialah itoe ada saorang bidjaksana jang soetji, jang tinggal tetep pada dirinja sendiri; dialah itoe ada saorang bidjaksana jang soetji, jang tinggal tetep pada dirinja sendiri; dialah itoe jang tarik poelang dia poenja pantjandria dari perkakasnja, sebagi djoega saekor boeloes tarik kombali kaki-kakinja dari segala. Dialah jang perolehken santosa bagi dirinja, dan inilah, o Ardjoena ada itoe Sifat Allah. Barang siapa jang pegang tegoeh ini keadaän, di hari nanti sasoedahnja meninggal doenia, rohnja aken berkoempoel dengen Toehan.”

Ardjoena lantas berkata: „Kaloe masoek ka dalem Roh Sakalian itoe, o, Kanda Baginda Kresna, dalem pemandenganmoe ada lebi moelia dari pada segala perboeatan, mengapatah kaoe maoe soeroe saja lakoeken perboeatan jang begini sanget ngeri?”

Kresna mendjawab: „Boekannja kerna tida bekerdja orang djadi terlepas dari melakoeken pakerdjaän. Sasoenggoenja djoega tiada saorang bisa menoenda pakerdjaän biarpoen tjoema satoe saät sadja. Barang siapa jang tida kerdjaken dia poenja pantjandria, tapi dalem batinnja asik kasi kerdja perkakas-perkakasnja itoe pantjandria, dia itoelah ada saorang poera-poera. Tapi terpoedji'ah barang siapa jang dengen pantjandrianja tertahan oleh batin, lakoeken pakerdjaän dengen dia poenja anggota-anggota badan jang memang boeat digoenaken olehnja. Maka dari itoe lakoekenlah koewadjibanmoe, sebab bekerdja ada lebi baek dari pada tida bekerdja.

„Tapi doenia ada terobek oleh segala pakerdja'an, jang dilakoeken dengen tida sebagi korban. Tatkala Toehan mengadaken manoesia, Ia mengadaken djoega dengen berbareng itoe korban. Dengen korban mana kaoe misti koeatken dewa-dewa, soepaja marika itoe mengoeatken kaoe djoega. Barang siapa jang menoentoet kahidoepan seneng, dengen tida pikirken pada marika itoe, jang mengasi pada diaorang, ada satoe maling.

„Djoega kaoe misti lakoeken perboeatan boeat membri toeladan pada lain-lain orang. Apa jang diperboeat oleh pendekar-pendekar, begitoelah ada diperboeat djoega oleh rajat jang rendah. Marika itoe bekerdja dengen teriket pada itoe pakerdja'an. Biarlah saorang bidjaksana bekerdja dengen tida teriket pada pekerdja'an, tapi toch lakoeken pakerdja'an itoe, boeat mengasi toeladan pada diaorang dengen madjoe di moeka memenoehken koewadjiban.

„Toedjoekenlah soemanget pada Toehan, dan berperang dengen zonder ada kainginnan atawa kasoeka'an dan terbebas belaka dari hawa napsoe.

„Masing-masing orang haroes menoentoet diri sendiri poenja darına dan penoehken kewadjibannja, jang lajik baginja dan deradjatnja. Melakoeken kewadjibannja sendiri, kendatipoen dengen tjara jang tida sampoerna, ada terlebi mozlia dari pada penoehken lain orang poenja kewadjiban, maski kewadjiban ini ada begimana baek djoega.

„Soeda banjak kali,” kata Kresna lebi djaoe, „kami menitis di doenia, tiap-tiap kali pake badan jang didjadiken dengen kakoeatan sendiri.

„Begitoe sering, o Ardjoena ibadat di doenia terdesek oleh doeraka, kami lantas menitis. Boeat melindoengi keadilan, boeat membasmi orang-orang doeraka, boeat tegoehken ibadat di doenia, saben kali kami menitis.

„Barang siapa jang dapet menaloeken diri sendiri, dirinja sendiri djadi satoe sobat, aken tetapi barang siapa jang tida menaloeken diri sendiri, dirinja sendiri djadi satoe moesoeh.

„Orang aken ketelen masoek dalem Roh Sekalian, bila dia dapet taloeken dia poenja pantjandria dan anggepannja seroepa belaka bagi selembar daon roempoet atawa bagi sapotong mas, pandeng seroepa sadja pada moesoeh² atawa sobat-sobat, dan begitoe djoega pada orang-orang baek dan pada orang-orang boesoek. Jang paling soedjoet pada Allah, jaitoelah jang pandeng orang lain poenja kabroentoengan dan katjilaka'an seperti dia sendiri poenja kabroentoengan dan katjilaka'an.”

„Hanjalah sedikit orang sadja,” kata poela Kresna,” jang kenalin kami. Sampe poen marika jang sanget radjin mengoesahaken diri aken kesampoerna'an, tida dapet kenalin pada kami. „Semoeanja ada di dalem diri kami, tana, aer, api, oedara, soewoeng, rohani, pengertian, dan sedar, inilah ada delapan element dari kami poenja alam. Kami misi ada poenja lagi satoe alam jang lebi tinggi. Jaitoe Roh, jang senantiasa mengadaken sekalian alam. Kami ada itoe „sebab” jang mendjadiken sekalian alam dan djoega djadi dia poenja pembinasa. Tiada satoe apa diatas kami. Semoeanja ada tergaboeng oleh kami djadi satoe, laksana merdjan-merdjan dari kaloeng moenteara digaboeng dengen benang.

„Di dalem aer kami ini ada djadi rasanja, o Poetra Koenti, dan di dalem remboelan dan matahari kami ini ada djadi sinarnja. Kami ini ada itoe soeara jang ada kedengaran di tjakrawala dan itoe kemanoesia'an di dalem manoesia. Kami ini ada itoe baoe di dalem tana, panas di dalem api. kahidoepan di dalem segala jang hidoep, ibadat di dalem orang orang jang amat beribadat; akoe ini, o Ardjoena, ada itoe bibit jang langgeng dari segala jang ada, Akoe ini ada itoe boedi dari orang-orang jang berboedi, tjajanja segala jang bertjaja; akoe ini ada dari orang-orang jang koeat. Dari pada kami ada dateng segala tabiat: baek dan djahat, radjin dengen bernapsoe dan lambat jang gelap. Kami tida ada di dalemnja itoe semoea, tapi semoea itoe ada di dalem kami. Lantaran disesatken oleh ini berbagi-bagi tabiat, maka orang-orang tida dapet kenal pada kami, jang ada diatasnja itoe semoea dan bersifat langgeng.

„Di ini doenia jang silap mata (kepalsoean jang bikin silo mata) marika tida kenal pada kami, jang langgeng dan baka. Kami kenal pada sekalian dan sekalian, o Ardjoena, pada waktoe jang laloe, pada ini sekarang dan pada hari nanti, tapi tida saorang dapet kenal pada kami.

„Tiap-tiap machloek koetika lahir ada dibikin maboek oleh pasangannja perbeda'an, jang pokonja ada dari kainginan dan kabentjian. Barang siapa jang lakoeken perboeatan baek dan menjingkir dari kadosa'an aken terbebas dari itoe sangka'an. „Apa djoega jang kaoe berboeat, Ardjcena. baek kaoe bersantap atawa minoem, maoepoen membri derma atawa bertapa, tiliklah, bahwa kaoe seraja ada soegoehken korban bagi kami.”

„Ketaoeilah, o Ardjoena, bahwa tiada saorang jang aken goegoer, bila dia mentahbisken pada kami, biar siapa djoega. Dari sebab itoe toedjoekenlah ingetanmoe pada kami!”

Ardjoena berkata: „Kanda Baginda ada saorang jang paling soetji diantara orang-orang soetji: Machloek laki-laki jang langgeng; paling oetama diantara dewa-dewa; Machloek jang tida terlahir; jalah Toehan sendiri. Tiada saorang dapet kenalin pada Kaoe; Kaoe hanja terkenal pada diri sendiri, o Toehan Soebhanahoe Wa-Ta-Allah! Njatakenlah pada saja Kaoe ampoenja kasampoerna'an; bagimanatah saja aken anggep lain dari Toehan padamoe?”

Kresna bersabda: „Kami ini ada Rohnja segala machloek jang berdjiwa. Kami ini ada marika poenja permoela'an, tengah² dan poengkasan. Kami ini ada matahari diantara bintang-bintang koekoes, remboelan diantara bintang-bintang. Kami ini ada laoetan besar diantara aer, poehoen ara diantara poehoen-poehoen, gledek diantara sendjata-sendjata, singa diantara binatang-binatang, ilmoe prihal Allah diantara ilmoe-ilmoe pengetahoean. Kami ini ada kematian jang meradjalela segala dan ada asalnja segala kedjadian alam. Tiada satoe apa bisa ada di loear kami.”

„Toehan,” kata Ardjoena, „Kaloe Kaoe kira jang saja bisa tahan, njatakenlah Kaoe ampoenja woedjoed Langgeng pada saja.”

„Pandenglah, Ardjoena,” bersabda Kresna, „pandenglah seloeroeh djagad dalem dirikoe. Kami kasi padamoe mata sorga! Pandenglah !”

Sigra djoega Wisnoe kasi toendjoek woedjoed dirinja jang sedjati pada Ardjoena. Woedjoed itoe ada dengen berlaksa-laksa moeloet dan mata, berlaksa-laksa roepa jang heran-heran, sanget banjak perhiasan-perhiasan dan sendjata-sendjata dan kembang-kembang dan pakean-pakean, siarken baoe jang haroem, penoeh dengen keadjaiban, gilang-goemilang dan tida berhingga, dengen sanget banjak paras jang meliat koeliling segala pendjoeroe. Memantjarken sinar jang bergoemirlap seperti sinarnja sariboe matahari. Dan di dalem itoe badan Ardjoena dapet menampak sekalian alam jang tergaboeng djadi satoe.

Dengen penoeh kaheranan, sedeng dengen bergidig, Ardjoena toendoeken kapala dan sambil menjembah dia berkata:

„Saja dapet pandeng pada Toehan, dengen kaoe ampoenja tangan-tangan, moeloet-moeloet, peroet-peroet dan mata-mata jang tida kaitoeng djomblahnja. Disitoe tida ada permoela'an, tida ada tengah-tengah dan tida ada achir, o Toehan Sroe Sakalian Alam. Kaoe ampoenja keada'an tida dapet terbinasadan ada baka. Matahari dan remboelan ada Kaoe ampoenja mata, api jang berkobar-kobar ada Kaoe ampoenja moeloet. Kaoe mengisi penoeh kasoewoengan antara langit dan boemi. Samoeanja tertelan oleh Moe, dewa-dewa, orang-orang soetji dan setan-setan, ja segala! Kaoe ampoenja sikap sampe di langit ....O hatikoe goemetar ......O ampoenilah diri saja, Toehan Jang Maha Koeasa dan Pelindoeng dari sekalian alam. Saja liat poetra-poetranja Destarata dan banjak radja-radja jang berfihak pada iaorang berobosan masoek ka dalem Kaoe ampoenja Moeloet dan begitoe djoega ada banjak antara kontjo-kontjo kita ada mengikoeti pada marika itoe. Siapatah sabenarnja Kaoe ini, sebab saja tida mengerti!”

„Kami ini ada maoet,” djawab Wisnoe, „penoempesnja doenia-doenia. Djoega zonder kaoe, orang-orang gaga itoe aken brenti hidoep. Dari sebab itoe, berbangkitlah, Ardjoena, teroeroek dengen kabesaran dan kapoedjian, kalahkenlah moesoeh-moesoehmoe! Marika itoe soeda dikalahken oleh Kami. Kaoe hanjalah ada djadi Kami poenja perkakas. Djangan ketjil hati, madjoelah perang!”

„Soenggoeh patoet sekali”, kata Ardjoena, „jang segala misti toendjoek di hadepan-Moe. Saja moehoen dima'afken, o Toehan. Ampoenilah saja poenja kesalahan-kesalahan seperti ajah mengampoeni anaknja, sebagi satoe sobat ma'afken sobatnja. Saja bergidig memandeng keada'an Toehan jang sedjati. Kombalilah Toehan dalem kada'an-Moe seperti biasa. Saja sanget terkenang boeat meliat poela Kaoe dengen makota diatas kapala, berlangkep sendjata tjakra dan tameng di tangan”.

Kresna kombali dalem keadaännja seperti biasa. Dia berkata pada Ardjoena:

„Kaoe ada satoe-satoenja orang, jang soeda pernah menampak kami dalem keada'an sedjati, o Ardjoena. Moedah-moedahan woedjoed jang sanget hebat tadi tida bikin kaoe djadi ketakoetan. Pandenglah kami dalem woedjoed kami biasa”

Satelah Ardjoena dapet memandeng poela pada Kresna dalem woedjoed manoesia jang djoewita (manis) di hadepannja, hatinja djadi anteng lagi dan dengen soenggoeh-soenggoeh dia pasang koeping mendengerken Kresna ampoenja pengadjaran bidjaksana tentang perhoeboengan antara badan rohani dan badan djasmani, tentang dewa-dewa dan setan-setan, dan tentang kewadjibannja masing-masing ampoenja deradjat atawa darma.

„Masing-masing orang”, kata Kresna, „jang melakoeken kewadjibannja dengen betoel, aken dateng pada kasampoerna'an, asal hatınja ada soedjoed pada Toehan. Segala orang misti penoehken kewadjibannja, maski djoega pada kewadjiban itoe ada melekat apa-apa jang djahat, sebab samoea perboeatan ada di-iringken oleh kedjahatan, sebagi djoega api oleh asep.

„Apakah kaoe soeda mengarti ini samoea, Ardjoena, dan apakah kaoe poenja sangka'an jang kliroe soeda linjap? Kaoe poenja deradjat atawa darma ada satoe panglima perang dan kewadjibannja panglima perang jaitoe berperang pada moesoeh; sekarang djoestroe negri ada petjah perang, lantas kaoe maoe oendoerken diri; apakah dengen berlakoe begitoe boekan ada satoe perboeatan chianat dan berdosa? Mengertikah kaoe sekarang, Ardjoena?” „Mengerti, Kanda Baginda,” kata Ardjoena sambil poengoet poela dia poenja boesoer dan anak panah. „Sekarang saja merasa badan ada tegoeh. Sangsi saja telah linjap. Saja aken madjoe di medan perang.”




Permoelaän perang sembilan hari
jang pertama.

Soeara jang sanget gemper dari barisan-barisan tentara moeloek ka atas oedara, hingga bikin koeping djadi pengang dan hati berdebar. Boenjinja slompret dan tamboer perang saolah-olah aken bikin boemi djadi rengat, terlebi lagi gemoeroehnja roda-roda kreta dan grobak, mengaoemnja gadja-gadja dan treaknja orang-orang paprangan jang bernapsoe sekali.

Kamoedian doea barisan tentara besar saling menempoeh dengen seroe. Seperti kerangsokan setan marika itoe serang-menjerang dengen meloepaken sobat dan sanak.

Kreta-kreta saling bentoer hingga antjoer.

Gadja-gadja jang hebat pada saling terkam, saling robek dengen tjaling-tjalingnja, atawa roeboeh dengen kasi denger soeara mengaoem jang santer, lantaran kelanggar anak-panah anak-panah, pedang dan laen-laen alat perang. Pasoekan-pasoekan jang berdjalan kaki poen bertempoer dengen sengit, masing-masing fihak bernapsoe aken saling binasaken djiwa, dan tjeloep sendjata-sendjatanja di dalem darah manoesia. Seroehan-seroehan jang amat ngeri dan terdenger moeloek dari rombongan-rombongan jang padet orang-orang jang dibikin remoek dengen roejoeng² dan pentong-pentoeng, orang-orang jang dipanggal kepalanja dengen pedang-pedang jang tadjem, orang-orang jang ditikem dengên toembak-toembak, terobek dengen tjalingnja gadja-gadja. Pasoekan-pasoekan jang saling menerdjang dan saling boenoeh dengen toembak-toembak jang berkilat-kilat.

Dan dalem itoe hoeroe hara jang hebat pasoekan-pasoekan jang berkoeda bertempoer dengen pasoekan-pasoekan jang berkendaraän kreta. Anak-anak-panah dan lembing² (tjampak-tjampak) terbang seraboetan kian-kemari laksana kilat² atawa oedjan bintang.

Bebrapa orang paperangan troes berkelai sedeng sablah lamboengnja robek. Ada djoega orang-orang jang maski soeda dapet loeka brat dan roeboeh ditanah, tapi selaloe masi saling mengawasi dengen mata beringas. Ada jang kena sendjata hingga dapet loeka jang amat sakit, tapi tinggal boengkem dengen gaga.

Dimana-mana tempat ada berkibar-kibar Bisma ampoenja bendera, jang berwarna poeti dengen terhias poehoen palem dan lima bintang. Bisma bikin roeboeh dan boebar moesoeh-moesoehnja; dimana djoega dia dateng, pasoekan-pasotkan Pandawa djadi koetjar-katjir.

Sembilan hari beroentoen Bisma selaloe dapet kamenangan besar.

Tiap-tiap hari soeda djadi malem pasoekan-pasoekan kedoeanja fihak poelang di masing-masing tempatnja boeat mengaso, dan tiap-tiap fadjar paperangan dilakoeken poela dengen hehat. Tapi tiada satoe orang sanggoep bertanding dengen Bisma. Diantara balatentaranja Pandawa dapet karoesakan besar.

Begitoelah telah liwat sembilan hari.


Kamoeliaän hati dan binasanja Bisma.

Koetika pada achirnja paperangan jang kasembilan hari telah moelai djadi sore dan tentaranja kaoem Pandawa moendoer dengen dapet banjak karoesakan lantaran diamoek dan diobrak-abrik oleh Bisma, berkatalah Joedistira pada Kresna dan sekalian soedaranja:

„Sabegitoe lama Bisma masi hidoep, kita tida aken bisa beroleh kamenangan. Marilah kitaorang sekalian dateng koendjoengin padanja, boeat menanjak, tjara bagimana dia dapet dibinasaken. Boleh dipastiken dia nanti kasi nasehat jang bergoena pada kita. Ah, kaloe menginget, tatkala kita-orang masi anak-anak dan djadi piatoe, ada dirawat dan dididik oleh Bisma sampe besar, dan sekarang kita inginken dia poenja kematian, dia, kita poenja paman besar. dan ajah! soenggoeh ngeri sekali itoe djabatan orang paperangan!”

Kresna menjataken satoedjoe. Begitoelah kaoem Pandawa bersama Kresna dengen tida bersendjata dateng di tendanja Bisma. Ini orang gaga dan moelai hatoerken slamet dateng pada marika itoe dan menanjak apa perloenja diaorang dateng mengoendjoengi padanja.

Dengen perkata'an merendah dan hati terharoe Joedistira menanjak: „Tjara bagimanatah kita-orang Pandawa bisa dapet kamenangan dan tjara bagimanatah ini paperangan dibikin habis? O, bilangleh pada kitaorang, paman besar, tjara bagimanakah kita dapet binasaken kaoe? Tiada barang satoe sa'at kaoe kasi terboeka satoe kasempetan boeat orang dapet serang dirimoe dan tiada brentinja kaoe timpahken hoedjan anak-panah pada kita, hingga mendatengken karoesakan besar pada kita”.

Bisma lantas kasi djawaban: „Sabegitoe lama akoe masi hidoep, kaoe tida aken bisa dapet kamenangan. Tapi kaloe kamoe soeda dapet roeboehken dirikoe, baroelah nanti kamoe beroleh kemenangan. Djika kamoe ingngin dapet kemenangan, binasakenleh dirikoe. Kamoe dapat perkenankoe, roeboehkenlah akoe!”

Joedistira, „menjaoet:” Tapi bilanglah pada kita orang, tjara bagimanatah kaoe dapet dikalahken, maski poen oleh dewa-dewa. Tapi kaloe akoe boewang sendjatakoe, segala bisa kalahken akoe. Ada orang-orang sama siapa akoe tida maoe bertempoer. Marika itoe jalah orang jang lempar sendjatanja, orang jang soeda roeboeh, orang jang soeda menaloek, orang prempoean; dengen marika itoe samoea akoe tida berkelai.

„Diantara kamoe ada terdapet satoe prempogan jang gaga, jaitoe Sikkandin (Dewi Srikandi,) sama dia akoe tidamaoe berperang. Soeroe Ardjoena adjak Srikandi dan madjoeken istrinja itoe djalan di moekanja dan dengen tjara begitoe marika boleh mendeketi akoe. Dengen tida melawan akoe nanti kasi dirikoe dibinasaken olehnja. Sasoedanja akoe mati, pastilah kamenangan ada di fihaknja kaoem Pandawa.”

Selagi kaoem Pandawa berdjalan poelang ka tempatnja, Ardjoena berkata pada Kresna dengen merasa sanget maloe dan sedi:

„Tjara bagimanatah saja bisa bertempoer dengen saorang jang begitoe baek dan moelia, jang beroesia banjak lebi toea dari saja, djoega bidjaksananja dan pengertiannja ada lebih tinggi, terkena sanak jang paling toea dari toeroenan kita? Bagimana sering tatkala saja masi ketjil memandjat keatas loetoetnja dan bikin kotor padanja dengen badankoe jang kotor, Kaloesaja panggil padanja „ajah,” dia kasi djawaban: „Boekan, anak, akoe boekan ajahmoe, tapi mojangnja ajahmoe!” Ah begimanakah saja bisa tega binasaken djiwanja? Ada lebi baek biarken balatentara kita djadi binasa seanteronja. Baek kematian maoepoen kamenangan ada menantiken pada kita, tapi sama Bisma saja tida maoe berkelai!”

Kresna kasi nasehat dengen sabar: „Binasakenlah itoe Bisma, Ardjoena, soepaja kaoe beroleh kamenangan. Itoelah ada kewadjibanmoe sebagi panglima perang.” Pada waktoe padjar dari hari kasapoeloeh balatentara Pandawa brangkat madjoe di medan perang sambil poekoel tamboer dan tioep slompret dan bersoerak-soerak, hingga gempar sekali dengen Srikandi ada di dalem barisan depan. Ini panglima prempoean ada diapit oleh Wrekodara dan Ardjoena dengen berkendara'an kreta perang, sedeng Joedistira, Nakoela, Sedewa dengen dianter oleh Dewi Dropadi ada di deketnja.

Poen balatentera Korawa madjoe dengen goembira dengen dipimpin oleh Bisma, jang di-iringken oleh poetra-poetra Korawa.

Sigra djoega kedoeanja balatentera saling menerdjang dengen sengit dan banjak antaranja di kedoeanja fihak djadi roeboeh binasa atawa dapet loeka. Kaoem Pandawa mendesek dengen seroe, hingga menerbitken kekaloetan dalem barisan Korawa, jang terpoekoel moendoer.

Bisma tida bisa tahan liat begitoe. Dengen Soeara menghiboer dia berkata pada Doerjoedana: „Ini hari akoe aken labrak kaoem Pandawa atawa akoe binasa! Djangan ketjil hati, akoe aken penoehken kewadjibankoe dengen setia.”

Sahabisnja kata begitoe, Bisma dengen sanget gaga djeboerken diri dalem pertempoeran jang sanget hebat dan sigra djoega dia moelai kasi timpah hoedjan anak-panah pada moesoeh-moesoehnja. Dia datengken kabinasaän besar pada pasoekannja Srikandi, laksana terbakaran hoetan membinasaken rimba.

Dengen sanget goesar Srikandi lepasken tiga anak-panah jang ditoedjoeken di betoelan dadanja Bisma.

Satelah Bisma meliat siapa jang telah panah padanja, dia tida djaga datengnja tiga anak panah itoe, hanja dengen ketawa dia berkata: „Maski djoega kaoe, Srikandi soeda meloekai akoe, tapi akoe tida bales, sebab akoe tida maoe berkelai dengen saorang prempoean. Kaoe poenja serangan ada djitoe sekali, Srikandi, selaloe masi seperti sediakala!”

Dengen amat marah Srikandi berseroe: „Biar bagimana sakti dan gaga perkasa adanja kaoe, tapi akoe maoe djoega bertempoer sama kaoe! Akoe nanti binasaken djiwamoe, hajo, lawanlah dan djagalah serangankoe! O Bisma jang-sakti, pandenglah ini doenia boeat pengabisan kali!

Srikandi angkat poela boesoer dan anak panahnja.

Samantara itoe Ardjoena membraniken hatinja Srikandi dengen mengaok: „Djangan takoet pada Bisma, seranglah padanja!” Kamoedian Ardjoena sambil berseroe lantas menerdjang dan membasmi kalang kaboet dengen sendjata pada tentara Korawa.

Kaoem Korawa mendesek madjoe dan lakoeken penjerangan hebat pada kaoem Pandawa, jang mendatangi dengen galak. Ngeri sekali pendekar-pendekar saling menjerang dan meloekai.

Ardjoena jang djidatnja dapet loeka berdarah ada saolah-olah memake perhiasan kembang warna merah.

Di tengah-tengah itoe paperangan hebat Bisma tinggal berdiri dengen angker dan dia poenja kreta ada seperti dapoer api. Dia poenja boesoer-bcesoer ada sebagi api berkobar, dia poenja pedang-pedang, toembak-toembak dan roejoeng-roejoeng ada seperti kajoe bakarnja, sedeng anak-panah jang dilepasken tida terbilang banjaknja ada laksana kembang api, jang membakar pada panglima-panglima Pandawa jang madjoe menjerang. Tiada satoe orang jang brani mendeketi pada itoe pendekar jang sakti, katjoewali Ardjoena dan Srikandi.

Tiba-tiba Srikandi memanah pada Bisma dengen sepoeloeh anak-panah, jang semoeanja mengenaken dadanja. Bisma kasi dirinja dipanah begitoe roepa, dia hanja mengawasi dengen mata beringas pada itoe panglima prempoean, tapi dia tida bikin perlawanan. Srikandi jang tida mengerti tabiatnja Bisma, dia serang troes-troesan dengen berbagi-bagi sendjata, sedeng Bisma sedikit poen tida berdaja boeat menangkis atawa membales serangan-serangan jang dilakoeken semangkin seroe itoe, tapi dia intjerken serangannja pada Ardjoena, jang membales dengen tida koerang seroenja. Pertempoeran itoe ada hebat sekali. Samantara itoe balatentara Pandawa dan balatentara Korawa saling boenoeh dengen sengit dan mendatengken karoesakan besar dalem masing-masing barisan moesoehnja.

Tapi poesatnja paparangan' selaloe antara Bisma, Srikandi dan Ardjoena.

Gendewanja (boesoernja) Bisma te'ah terbelah djadi doca potong dan dirinja sendiri soeda dapet bebrapa loeka dan satoe anak-panahnja Srikandi ada menantjep di betcelen dadanja. Dengen sebat dia poengoet lain boesoer jang ada lebi tegoeh, tapi sekoenjoeng-koenjoeng boesoer ini lantas djoega kena dibikin patah oleh anak panahnja Ardjoena. Beroelang-oelang Bisma pegang boesoer baroe,saben kali boesoer itoe djadi patah kena anak-panahnja Ardjoena.

Dengen mendjilat bibir bahna amarahnja Bisma poengoet satoe tjempoeling, jang ada mempoenjai kakoeatan boeat menemboesi satoe boekit, dan dia lontarken sendjata itoe menoedjoe pada Ardjoena. Tapi Ardjoena dengen taro lima anak-panah di tali boesoernja, dan satelah lima anak-panah itoe melesat dari boesoernja, memapaken djalannja tjempoeling itoe, hingga sendjata ini djadi patah lima potong, dan djato di tanah seperti kilat kaloear dari mega. Samantara itoe bebrapa anak-panahnja Srikandi soeda menemboesi dadanja Bisma bebrapa lobang, hingga darah mengoetjoer tiada brentinja.

Achir-achir Bisma menjerah kalah dan ambil poetoesan boeat brangkat mati. Dia ambil pedang dan tamengnja jang terhias dengen mas dan baroe sadja dia hendak lompat toeroen dari kretanja, tiba-tiba Ardjoena poekoel antjoer tameng itoe djadi berkeping-keping beratoes potong. Tatkala itoe atas titahnja Joedistira, sekalian kaoem Pandawa boeroe kroeboetin Bisma, jang soeda lelah. Tapi kaoem Korawa lantas boeroe mienoeloengin pada Bisma, dan pertempberan jang terlebi hebat djadi terbit, hingga beroepa sebagi oelekan aer bengawan besar.

Achirnja kaoem Korawa terpoekoel moendoer dan tinggalken Bisma sendirian dikepoeng oleh kaoem Pandawa. Seloeroeh toeboehnja ada dapet loeka-loeka, hingga boleh dibilang tiada satoe djari lebarnja koelit jang oetoeh, beratoes-ratoes anak-panah ada menantjep di badannja. Pada waktoe matahari ampir silem Bisma roeboeh dari kretanja, dengen kapalanja mengadep Koelon. Badannja tida bisa kena tanah, lantaran sebab adanja itoe beratoesan anak-panah jang menatjep di seloeroeh toeboeh.

Soeara ratapan ada kadengeran moeloek di oedara koetika Bisma djato dari kreta.

Tapi itoe pahlawan jang gaga perkasa tinggal berbaring dengen anteng diatas pembaringannja jang terdiri dari beratoesan anak panah. Koetika itoe Bisma masi hidoep.

Pada waktoe itoe djoega kedoeanja balatentara, Pandawa dan Korawa berbareng letakan alat perangnja dan panglima-panglima perang dari kedoeanja fihak pada boeka pakean perangnja dan dengen sembah soedjoed marika itoe menghampirin Bisma jang soeda ampir menoetoep mata.

Bisma hatoerken slamet dateng pada sekalian dan lantas berkata dengen soeara lemah lemboet: „Kapalakoe tida ada toendjangannja dan menggantoeng ka blakang; kasilah padakoe satoe bantal.”

Masing-masing lantas berlombahan aken penoehken perminta'an itoe, dan ambilken bantal-bantal jang empoek dari kain haloes. Akan tetapi Bisma menampik dengen kata sambil tersenjoem: „Itoe bantal-bantal tida setimpal dengen akoe poenja randjang orang gaga”. Dan dengen menengok pada Ardjoena dia berkata poela: „O Ardjoena jang gaga perkasa, akoe poenja kapala menggantoeng. Berilah padakoe satoe bantal jang soeroep sama randjangkoe.”

Dengen meleleh aer mata Ardjoena ambil boesoer dan lepasken tiga anak panah di tana di betoelan bawah kapalanja Bisma, hingga dengen begitoe kapala itoe bisa diletakan diatasnja tiga anak panah itoe.

Bisma mengoetjap trima kasih dan berkata pada Ardjoena: „Ardjoena, kaoe soeda kasi padakoe satoe bantal, jang setimpal betoel dengen randjangkoe ini. Begitoelah satoe panglima perang haroes tidoer di medan perang diatas randjang dari anak panah. Diatas randjang ini akoe maoe menantiken adjalkoe ..... Dan kamoe, radja - radja, brentikenlah paperangan dan permoesoehan.”

Sigra djoega ada dateng tabib-tabib jang pande boeat menoeloeng pada Bisma dan hendak tjaboetin itoe anak-anak panah dari badannja. Setelah meliat begitoe, Bisma lan- tas berkata: „Soeroelah tabib-tabib ini mennjingkir dan kasilah hadiah pada marika itoe. Dengen ini semoea anak panah jang menantjep di badan, akoe maoe diletakan diatas pembaringan.”

Sasoedanja taro pengawal-pengawal boeat mendjaga pada Bisma, lantas kaoem Pandawa dan Kaoem Korawa poelang ka masing-masing tempatnja. Banjak radja-radja dan panglima-panglima jang dapet loeka dan berloemoerari darah, masing-masing kombali ka tendanja sendiri. Dan Bisma tinggal sendirian di dalem gelap jang soenji dengen didjaga oleh bebrapa pengawal.

Pada hari esoeknja radja-radja dari kadoeanja fihak dateng poela menengokin Bisma jang soeda deket adjalnja. Di sana disapoeternja Bisma, poetra-poetra Pandawa dan poetra-poetra Korawa bertjakepan dengen roekoen seperti tempo doeloe.

Bisma misti goenaken antero tenaganja boeat menahan adjalnja. Loeka-loekanja berasa seperti api jang membakar dan dia tarik napas brat. Dia minta aer minoem, tapi aer seger jang orang hatoerken padanja ditampik dan pada Ardjoena dia berkata: „Kasilah akoe aer minoem, Ardjoena.”

Dengan k koeatan jang sanget besar Ardjoena memanah pada boemi di deket kakinja Bisma. Anak panah itoe terbitken satoe lobang jang dalem di tanah, dan dari lobang itoe lantas moentjrat aer soember ka atas.

Sakalian jang ada hadlir di sitoe djadi sanget heran dan kagoem. Sasoedanja Bisma minoem itoe aer jang seger boeat hilangken dahaganja, lantas dia berkata: „Dengerlah nasehatkoe, Doerjadana, linjapkenlah moerka-moe! Di sini kaoe liat Ardjoena poenja kesaktian jang tinggi. Bikinlah perdamian dengen Pandawa, sabelonnja djadi kasep. Berilah pada Pandawa saparonja keradja'an dan hidoeplah dengen dami. Kaoe djangan bentahan, dengerlah katakoe, kaloe tida, kaoe nanti menesel.”

Tapi njatalah itoe radja Ngastina tida maoe denger itoe nasehat jang baek dari saorang jang ampir sampe adjalnja.

——————

Drona binasa.

Begitoelah perang Bratajoeda dimoelai lagi.

Sasoedanja Bisma binasa, djabatan panglima besar jang kapalaken balatentara Korawa diserahken pada Drona.

Di hadepannja Doerjoedana dia menjataken kesanggoepannja, boeat tangkep hidoep radja Ngamarta, Joedistira, tapi maski poen dalem paperangan dia dapet djoega sedikit kamenangan, tapi Joedistira jang dia djandjiken pada Doerjoedana, dia belon djoega dapet tawan.

Doerjoedana membangkit padanja, mengapa dia tida mampoe penoehken kesanggoe- pannja.

Samantara itoe balatentara Pandawa berdaja sabisa-bisa aken djatoken Drona, tapi ini panglima besar selaloe bertempoer sebagi singa dan soekar sekali dideketin.

Sasoedanja tiga hari lamanja Drona kapalaken balatentara Korawa, tapi belon berhasil satoe apa, Doerjoedana membangkit padanja dengen soeara djengkel, mengapatah dia lindoengken kaoem Pandawa, apakah dari sebab dia doeloe soeda pernah djadi djoega goeroenja itoe lima soedara Pandawa?.

Dengen merasa dihinaken Drona kasi djawaban: „Kendatipoen akoe soeda toea, soeda beroesia 85 taoen, Doerjoedana, tapi masi djoega akoe berboeat sabisakbe aken goenamoe. Tapi Ardjoena ada begitoe gaga dan tida dapet dikalahken; tiada satce manoesia sanggoep bertanding dengen Ardjoena.”

Dengen gemas kerna itoe poedjian bagi Ardjoena, Doerjoedana lantas bersoembar: „Ini hari djoega kitaorang aken dapet djatoken Ardjoena!”

Tapi Drona ketawaken padanja dan berkata: „Kaoe boleh berkelai sendiri sadja sama poetra-poetra Pandawa, dan orang-orang jang soeda toea djangan disoeroe berperang!”

Hari belon padjar paperangan besar soeda dimoelai lagi. Dengen nekat kedoeanja fihak poenja tentara bertempoer. Dengen angker Drona bergerak kean kemari di medan perang dan membasmi kalang kaboet diantara barisan-barisan Pandawa. Djoega dia binasaken Droepada, dia poenja sobat lama, dan Droepada ampoenja tjoetjoe-tjoetjoe, poetra-poetranja Dherstadyoemna (Drestadjoemena).

Dengen sanget marah Drestadjoemena serang pada Drona, terlebi poela diasoet oleh Bratasena. Pertempoeran itoe ada amat hebat, dalem mana sakalian orang paperangan ada toeroet ambil bagian. Gemper sekali soearanja orang-orang jang saling terdjang, sendjata sendjata jang ditimpahken dan beradoe satoe dengen lain, koeda-koeda jang dilariken pergi dateng, roda-roda kreta jang terpoeter di tana dan treakan dan seroeannja orang berperang. Paperangan itoe djadi makin hebat dan gemoeroehnja soeara ada bikin penceh oedara. Amat ngeri meratapnja orang-orang jang roeboeh mati atawa dapet loeka, begitoe poen binatang-binatang. Sigra djoega ada mengalir satoe soengi, jang asalnja dari mait-mait jang malang melintang dan bertimboen di medan perang. Aer soengi itoe ada dari darah manoesia dan binatang koeda dan gadja: dimana-mana tempat ada betjek kerna darah. Tana djadi loempoer kerna darah, hingga banjak roda-roda kreta tida bisa djalan.

Sakalian orang-orang paperangan jang masi hidoep pada bergidig dan merasa sanget ngeri. Tjoema Drona dan Ardjoena sadja jang masi troes bertempoer. Segala di sapoeternja soeda djadi diam dan samoeanja orang menonton dengen goembira itoe pertandingan antara Drona dan Ardjoena.

Laksana doea ekor boeroeng helang jang bertempoer saling samber di oedara bereboet sapotong daging.

Drona masi ada mempoenjai kasebatan (katjepetan) dan kepandean seperti Ardjoena, jang sasoenggoenja djoega ada bekas moeridnja. Berbagi-bagi alat perang soeda digoenaken, tapi kedoeanja kalihatan sama gaganja.

Satelah ternjata, jang maskipoen Ardjoena ada menang tenaga, tapi tida dapet kalahken itoe goeroe toea dengen kakoeatan sendjata, Kresna laloe berkata pada Ardjoena: „ Njatalah sabegitoe lama Drona tida lepasken sendjatanja dari tangan, kaoe tida bisa beroleh kamenangan. Goenakenlah satoe akal. Kapan dia dapet denger, bahwa dia poenja poetra Aswatama binasa, pastilah dia nanti aken letaken sendjatanja. Maka soeroelah orang bersoeroe, bahwa dia poenja anak soeda binasa.”

Kamoedian Bima lantas ambil dia poenja sendjata gada dan poekoel mati saekor gadjah besar jang dinamaken Aswatama. Lantas dia madjoe ke deketnja Drona sambil berseroe: „Aswatama soeda binasa!”

Satelah Drona dapet denger begitoe, dia poenja kaki tangan mendadak djadi lemes, seperti pasir jang disiram aer. Tapi satelah dia pikir, bagimana gaga dan sakti adanja dia poenja poetra dalem paperangan, dia lantas tetepken kombali hatinja dan tida maoe pertjaja pada itoe warta jang tersiar. Dia angkat dada lagi dan troes berperang poela dengen gaga.

Biar bagimana djoega hatinja Drona soeda bertjekat dan bimbang. Tiba² dia denger poela seroehannja Bisma. Sekoenjoeng-koenjoeng dia djadi ketakoetan dan boeat dapet kapastian, dia lantas hampirken pada Joedistira, jang dia taoe belon pernah bitjara djoesta, dan dia menanjak: „Apakah betoel Aswatama soeda binasa?”

Saoemoer hidoep Joedistira belon pernah satoe kali oetjapken perkata'an djoesta. Kresna bisikin padanja: „Kaloe Drona troes berperang, ada soekar kita dapet kamenangan. Barang siapa jang berdjoesta boeat menoeloeng djiwa, tida berdosa, djoega tida berdosa satoe apa kaloe orang berdjoesta boeat penoehken kewadjibannja.”

Joedistira lantas djawab pertanjakannja Drona dengen soeara terang: „Ja betoel, Aswataman soeda mati!”

Tapi di moeka itoe nama Aswataman dia oetjapken perkata'an jang pelahan sekali dan teges: „gadjah.”

Sekarang Drona djadi pertjaja habis tentang binasanja dia poenja poetra jang satoe-satoenja dan hatinja djadi penoeh sama rasa poetoes harepan. Koetika dia angkat kapala dia menampak Drestadjoemena ada berdiri di hadepannja.

Lagi satoe kali Drona pasang antero tenaganja, boeat binasaken moesoehnja, tapi dia goenaken sendjatanja tida gapah lagi seperti biasa. Maski begitoe panglima toea itoe masi djoega bikin Drestadjoemena jang masi moeda djadi kewalahan. Drestadjoemena ada soedaranja Dropadi dan Srikandi.

Kendati poen Drona poenja dada soeda dapet loeka jang dalem sekali kerna anak panahnja Drestadjoemena, tapi dia masi bisa patahken Drestadjoemena poenja boesoer boesoer. Djoega ini panglima moeda poenja koeda kreta dibinasaken oleh Drona. Kamoedian Drestadjoemena lompat toeroen dari kretanja dan landjoetken pertempoerannja dengen djalan kaki. Dia ambil sendjatanja gada dan lantas menjerang pada Drona. Ini orang toea berkelit dan poekoel gada itoe terlepas dari tangan. Kamoedian Dresta djoemena tjaboet pedangnja dan lama djoega dia melawan dan mendjaga serangannja Drona jang datengnja santer sekali. Achir-achir poen ini sendjata pedang tida kena digoenaken lagi, dan sedengnja Drestadjoemena keteter, tiba-tiba Bima boeroe menoeloeng padanja dan angkat naek dia ke dalem kretanja Bima sendiri dan asoet padanja dengen kata: „Hajo Drestadjoemena lekas roeboehken Drona!”

Dengen napas sengal-sengal Drestadjoemena poengoet satoe boesoer baroe dan lantas moelai gempoer poela itoe moesoeh toea. Tapi Drona bales itoe penggempoeran dengen begitoe hebat, hingga Drestadjoemena dapet banjak loeka-loeka jang mengoetjoerken darah dan banjak anak panah jang menantjep di toeboehnja.

Kamoedian Bima seroeken bangkitan jang tadjem pada Drona: „Hei Drona, apakah kaoe tida maloe, dengen sia-siaken kaharoesanmoe sebagi satoe Brahmana, soeda boenoeh orang-orang paperangan jang saderhana, jang berperang aken tjoekoepken kewadjiban dan aken dapetken perampasan aken goena anak-bini! Tapi kaoe berperang ada perloe apa? Anakmoe, goena siapa kaoe perang sekarang soedah mati di medan perang Kaoe tida bisa sangsi lagi, sebab Joedistira poen soeda bilang padamoe!”

Satelah denger begitoe, Drona lantas toeroenken boesoernja dan djatohken diri di kretanja. Dan sasoedanja dia goembiraken sekali lagi balatentaranja boeat landjoetken paperangan, jang sekarang dia tida sanggoep lakoeken poela, dia lantas toendoeken kapala dan meremken matanja, sedeng pikirannja dikoempoelken dan ditoedjoeken pada Toehan Jang Maha Agoeng.

Samantara itoe Drestadjoemena koempoelken kakoeatannja. Dia lompat toeroen dari kretanja Bima dan hampirken Drona dan dengen pedang dia tabas kapalanja ini goeroe toea, maski djoega Ardjoena telah seroeken Drestadjoemena: „Djangan panggal kapalanja! Djangan dibinasaken djiwanja!”

Soenggoe ngeri sekali, darahnja Drona menjemboer ka segala pendjoeroe, hingga koelilingan tempat djadi berlopotan darah. Drestadjoemena pegang itoe kapala berwarna gelap jang dikoelilingin ramboet pandjang jang beroeban dan lempar kapala ini ka dalem barisannja Korawa. Lantaran sanget terkedjoet orang-orang Korawa lantas lari berhamboeran.

Tapi orang-orang Pandawa bersoerak-soerak kagirangan.



——————

Pertempoeran jang rame antara Karna dan Ardjoena.

Satelah berachir itoe hari paperangan jang ka-limabelas, jaitoe hari jang tjilaka bagi kaoem Korawa, radja² Korawa ada boeka persidangan, boeat memilih satoe panglima besar jang mengapalai balatentára Ngastina, boeat menggantiken Drona.

Dengen moefakatnja sekalian jang berhadlir, Karna dipilih djadi panglima besar.

Doerjoedana berkata padanja; „O Karna kami angkat kaoe djadi panglima besar dan mengepalai baiatentara Korawa! Atas kaoe poenja voorstel djoega kami telah angkat Bisma dan kamoedian Drona djadi kapala sekalian balatentara. Marika itoe soeda toea dan ada terlaloe tjinta pada kaoem Pandawa, makanja dia doea-doeanja djadi binasa. Tapi kaoe, Karna ada lebi gaga dan lebi sakti dari pada Bisma dan Drona. Melingken kaoe sendiri sadjalah jang bisa dapet kamenangan besar. Toempeslah kaoem Pandawa dan bikin kotjar-katjir balatentaranja.” „Saja nanti kapalaken balatentera Korawa,” djawab Karna dengen bangga, „dan saja aken pegang djandji, jaitoe: saja nanti basmi sakalian poetra² Pandawa, djoega Ardjoena! Djangan ketjil hati, radjakoe, pandenglah sebagi djoega kaoem Pandawa soeda dibasmi olekoe!”

Soeara tampik soerak jang gemper lantas kadengaran kahormatannja Karna jang gaga perkasa.

„Labrak itoe kaoem Pandawa!” begitoelah ada kadengaran soeara treak dari dalem barisan besar. „Diaorang aken siloe memandeng pada Soerjatmadja, seperti djoega marika memandeng matahari jang sedeng memantjarken sinarnja.”

Kombali ada kadengaran tampik soerak jang sanget rioeh.

Pada hari esoeknja pagi-pagi Karna soeda mengatoer balatentaranja di medan perang jang loeas. Sigra djoega kaoem Pandawa atoer persediaan boeat lakoeken penjerangan.

Baroe sadja soeara prentah habis dioetjapken, lantas djoega pasoekan-pasoekan dari masing-masing fihak madjoe menjerang dengen goembira sambil bersoerak-soerak. Paperangan jang terlebi seroe dari hari-hari jang laloe lantas terdjadi. Betoel terlaloe hebat dan banjak orang-orang gaga telah roeboeh binasa di medan perang.

Ardjoena menjerang koelilingan laksana angin tofan lagi mengamoek. Dimana djoega dia sampe, disitoe lantas djoega tana djadi teroeroek dengen kepala-kepalanja moesoeh, sebagi keloepak-keloepak kembang trate jang rontok dari tangkenja, sedeng darah menjemboer-njemboer kesana-sini.

Pemboenoehan sanget besar ada dilakoeken dengen setjara kedjem. Keada'an di medan perang hari makin siang djadi makin mendjemoeken pemandengan, di seloeroeh medan perang ada berarakan sisa-sisanja badan-badan manoesia dan binatang, koeda-koeda dan gadja-gadja. Hari sampe djadi sore belon ada terdjadi pertemoean antara Ardjoena dan Karna.

Koetika hari soeda djadi malem, kamenangan ada pada fihak Pandawa. Masing-masing sisa balatentara ditarik poelang ka tempat pesanggrahanrja. Kamoedian di medan perang ada dateng berbagi-bagi binatang liar, jang bikin pesta makan enak sekenjang-kenjangnja.

Besar sekali kadoeka'annja Doerjoedana dan setoeroenja, oleh kerna ini hari pertama dengen di kepalai oleh Karna, poen tida bisa dapet kamenangan. Marika itoe ada saroepa oeler-oeler jang telah kailangan gigi dan bisanja dan soeda di-indjek - indjek.

Tapi dengen gosok gosok tangan Karna berkata: „Ini hari akoe tida beroentoeng dapet ketemoe pada Ardjoena. Bolehlah akoe kasi hidoep lagi satoe malem. Tapi besoek pagi, hm, besoek pagi akoe aken leboer dia binasa. Harep toeankoe tida begitoe masgoel.”

Sasoedanja mengaso satoe malem balatentara Korawa jang soeda dibikin lebi tegoeh poela dengen bala bantoean, bersedia poela di medan perang. Disana di sebrangnja marika itoe dapet menampak Joedistira ampoenja balatentera besar soeda teratoer beres dengen pasoekan-pasoekannja ada terbagi tempatnja dengen sempoerna sekali.

Pikirannja Doerjadana ada ditoedjoeken pada Karna, begitoe poen lain-lain poetra Korawa poenja antero harepan ditoedjoeken pada itoe panglima perang besar jang gaga, sebagi orang-orang jang terantjem bahaja mengharep perlindoengannja satoe prawira jang tinggi kesaktiannja. Begitoelah samoea mata dalem balatentera Korawa ada memandeng pada satoe orang sadja, Soerjatmadja.

Lagi sekali di hadepannja radja Doerjadana, Karna menjatakan kapastiannja, bahwa ini hari dia aken beroleh kamenangan besar. Lebi djaoe dia sesoembar katanja: „O toeankoe radja, kaloe patik tida dapet kalahken Ardjoena, patik tida maoe poelang. Ardjoena atawa patik jang roeboeh. Ini sore seanteronja daerah keradja'an aken djadi kapoenja'an toeankoe. Dalem hal kesaktian dan kegagahan patik tida maoe kakalah sama Ardjoena. Dia poenja kaoentoengan boekan lain hanjalah Kresna jang mengandarken kretanja. Tapi berilah pada patik radja Salja boeat mengandarken kreta patik. Radja Salja poenja kapandean mengandaraken kreta tida kalah sama Kresna.”

„Segala aken kedjadian menoeroet kaoe poenja kahendak,” djawab Doerjadana. „Kitaorang dan sekalian radja-radja djadjahan Ngastina mengiringken kaoe dalem paperangan.”

Begitoelah moelai berlakoe itoe paperangan besar pada hari jang katoedjoeblas. Besarlah kardesakan jang kadoeanja fihak balatentara menerbitken dalem barisan-barisan.

Baek Joedistira mapepoer. Bima repot sekali melawan serangannja Karna. Banjak poetra-poetra Korawa telah binasa djiwanja kerna anak-panahnja Ardjoena dan gadanja Bima.

Di tengah paperangan besar Bima djadi bertempoer dengen Doersasana. Dengen heibat sekali Wrekodara menjerang, laksana saekor matjan jang boeas menerkam korbannja, saekor kidang jang koeat. Pertempoeran ini ada sanget seroe, kerna di sini ada bergantoeng mati atawa hidoep. Berbagi-bagi sendjata telah digoenaken boeat saling meloekaken, hingga kedoeanja poen telah dapet loeka-loeka jang berloemoeran darah. Tapi dengen teramat moerka Bima ambil dia poenja gada dan dengen sakoeatnja tenaga jang sanget besar dia sambitken gada itoe pada Doersasana, hingga ini panglima poenja kreta perang dan sakalian koeda-koedanja djadi remoek belaka, sedeng Doersasana djadi terpental djaoe dan djato tergoeling di tanah.

Dengen tjepet Bratasena jang amat tanggoe lantas melompat dan indjek lehernja Doersasana. Tatkala itoe Bima inget kombali pada tempo doeloe begimana Doersasana soeda bikin maloe pada Dewi Dropadi di hadepan orang banjak, dengen serret dan telandjangin ini poetri; Bima djadi begitoe sanget gemes, hingga dia lantas tjaboet goloknja jang tadjem dan belek hoeloe hatinja Doersasana. Kamoedian dia membongkok dan iroep dengen pelahan darahnja Doersasana jang masi anget, hingga datengken rasa ngeri pada orang-orang jang ada di sapoeternja sitoe. Banjak antaranja pada lari menjingkir lantaran tida bisa tahan meliat. kabengisannja Bima.

Sigra djoega Bima soeda berdiri poela dengen moeloetnja berwarna merah kerna darahnja Doerasana, jang dia iroep. Bima lantas berseroe: „Sekarang akoe soeda penoehken kaoelkoe! Sekarang akoe maoe ambil djiwanja Doerjoedana, boeat membales sakit hati dan aken dapetken perdamian!”

Dengen setjara sanget boeas soedara-soedaranja Doersasana lantas menjerang dan kroeboetin Bratasena, tapi marika itoe samoea kena dibinasaken oleh Bima. Kaoem Korawa djadi djeri dan lari berhamboeran.

Karna ampoenja poetra jang masi moeda dengen penoeh kagoembira'an dan kabranian menjerang masoek dalem barisan Pandawa lepasken anak-panah jang djitoe pada orang orang Pandawa.

Ardjoena djadi marah dan lantas dengen tiga anak panah dia panah koetoeng kapala dan kadoea tangannja, hingga anak moeda itoe djadi mati di depan matanja dia poenja ajah.

Karna meliat begitoe djadi sanget goesar. Dengen kaloearken soeara treak kras dia madjoeken kreta prangnja, jang dihiasi indah sekali, pake klintingan-klintingan dan ditarik oleh koeda-koeda poeti. dengen kibarken bendera kapala gadjah. Tatkala itoe lantas djoega seanteronja balatentara Korawa boenjiken tamboer-tamboer dan slompret-slompret, hingga soearanja amat rioeh.

Soeara mendjepratnja Karna poenja gendewa ada njaring sekali dan oedjan anak-panah dia tambahken ka djoeroesan kaoem Pandawa. Ini penggempoeran ada amat seroe.

„Djangan goegoep, Ardjoena”, kata Kresna pada Ardjoena. „Tinggal tetep sabar, Ardjoena!”

„Saja matoer banjak trima kasih,” djawab Ardjoena. „Pertandingan jang heibat sekarang djoega terdjadi!”

Seperti banteng-banteng mengamoek kedoeanja orang gaga perkasa itoe serang-menjerang dengen sanget santer. Ardjoena dan Karna. Doea-doeanja sama tjakepnja, sama saktinja, sama gaganja dan sama bertoelang dewa. Tatkala itoe ada laksana sapasang matahari toeroen bertempoer di medan perang. Balatentara di kedoeanja fihak djadi mandek; samoea orang menonton dengen rasa amat kagoem pada itoe bertandingan heibat jang loear biasa. Samoea orang merasa sangsi, siapa antara itoe doea satria aken bakal menang. Kaoem Korawa, dan kaoem Pandawa bertarohan; kaoem Korawa pegang Karna dan Pandawa pegang Ardjoena. Pasoekan-pasoekan menonton pertandingan itoe dengen tertjenggang.

Pertempoeran ini soenggoeh heibat sekali.

Sigra djoega masing-masing poenja kreta perang djadi beroepa sebagi darah. Kaoem Pandawa berseroe: „Ajo Ardjoena, lekaslah panggal kapalanja!” Sedeng kaoem Korawa berkaok-kaok: „Lekaslah Karna, bikin antjoer padanja!”

Itoe waktoe Karna timpahken oedjan anak panah atas dirinja Ardjoena. Tapi sigra djoega anak-panah toeroen ka dalem kretanja Karna laksana kawanan boeroeng-boeroeng terbang toeroen dengen beroentoen-roentoen tiada berkapoetoesan.

Tida beda sebagi Ardjoena tadi poen sekarang Karna dapet tangkis dan bikin patah itoe samoea anak-panah jang dateng menimpa dengen heibat.

Kamoedian Karna serang pada Ardjoena dengen sendjata dari api. Waktoe itoe djoega diri sendiri dan antero tempat di sakoelilingnja, boemi dan langit djadi bertjaja trang gilang-goemilang, dengen siarken hawa jang panas sekali, hingga orang-orang Pandawa terpaksa misti menjingkir lebi djaoe, kerna tida tahan. Soeara gemoeroeh lantas djoega ada kadengeran seperti hoetan bamboe terbakaran besar. Tapi Ardjoena lantas menembak dengen sendjata jang menjemboer-njemboer aer dingin, hingga tida antara lama di oedara ada menggantoeng mega item dan seloeroeh tempat djadi gelap, sedeng hoedjan jang sanget lebat toeroen seperti ditoeang, hingga sigra djoega itoe api jang berkobar-kobar djadi padem. Dengen sigra Karna goenaken sendjata angin boeat oesir itoe mendoeng dan hoedjan.

Kamoedian Ardjoena membatja doa diatas dia poenja gendewa dan anak-panah. Sasoedahnja dia lantas moelai kasi toeroen hoedjan anak-panah jang oedjoengnja dari piso jang amat tadjem pada Karna. Beriboe anak panah begitoe itoe ada banjak djoega jang masoek ke dalem toeboehnja Karna, hingga dia poenja darah jang mengoetjoer ada banjak sekali. Sigra djoega Karna membales dengen anak-anak panah jang tida koerang mandjoernja dan meloekai toeboehnja Ardjoena di banjak tempat; menoempahken banjak darah.

Tatkala itoe orang-orang Korawa sangka Karna soeda dapet kamenangan; marika itoe bersoerak-soerak amat gemper sambil bertepok-tepok tangan.

Dengen sanget gegetoen Bima seroeken Ardjoena: „Ardjoena, ingetlah aken dirimoe! Bagimanakah itoe orang hina bisa kalahken kaoe! Ingetlah kahina'an apa Dropadi doeloe soeda ngalamken, ingetlah itoe orang hina poenja perkata'an jang menghinaken! Hajo, Ardjoena, djangan kasi ampoen!!”

Sigra djoega Ardjoena kaloearken dia poenja sendjata Brahma jang sanget mandjoer dan dia djatoken sendjata ini pada Karna. Tapi Karna dengen tjepet kaloearken djoega saroepa sendjata jang tida kalah mandjoernja, boeat menangkis datengnja Ardjoena poenja sendjata itoe.

Lantas djoega Karna menjerang dengen koempoelan beriboe anak-panah jang datengnja dengen berbareng.

Ardjoena membales dengen bandjir besar anak-panah jang melesatnja begitoe santer sebagi angin poejoeh, hingga menerbitken karoesakan besar dalem tentara Korawa, dimana telah binasa saratoes ekor gadjah, delapan-ratoes orang paperangan jang berkendara'an kreta dan sariboe ekor koeda dengen sakalian penoempangnja dan delapan-riboe orang pasoekan jang berdjalan kaki.

Sekoenjoeng-koenjoeng Ardjoena poenja gendewa jang dipentang terlaloe kras djadi poetoes talinja dan kasi denger soeara jang njaring. Pada sa'at itoe djoega selagi Ardjoena tida bersendjata, Karna goenaken itoe tempo jang bagoes, dia lepasken saratoes batang anak-panah jang beroedjoeng amat tadjem dan dapet menemboesi koelit badannja Ardjoena. Sakoetika itoe djoega Ardjoena djadi limboeng dan orang-orang Korawa bersoerak kagirangan dan soeda pastiken, jang Karna tentoe bakal menang.

Tapi sigra djoega Ardjoena soeda sedar kombali dan lantas poengoet lain boesoer. Dengen sanget marah Ardjoena gempoer dengen seroe pada Karna dengen anak-panah jang mandjoer, hingga Karna dapet banjak loeka loeka jang dalem dan. djadi bergoemetar: dengen banjak soesah dia bisa tahan tinggal berdiri. Sekarang kaoem Korawa djadi amat ketakoetan, sedeng kaoem Pandawa bersoerak-soerak sanget rioeh.

Tapi Karna poen lekas djoega djadi sedar dan dengen tida merasa djeri sedikit poen dia bales gempoer pada Ardjoena dengen sanget heibat. Seloeroeh oedara dalem itoe. kalangan perang djadi gelap kerna hoedjan anak-panah jang teramat lebat dan koelilingan tempat di deket sitoe djadi beroepa sebagi djala dari anak panah.

Tida antara lama Karna kaloearken dia poenja sendjata jang amat mandjoer dan berbahaja. Dia lantas lepasken sendjata ini pada Ardjoena. Tapi pada sa'at itoe Kresna jang selaloe mengandarkan kretanja Ardjoena, dapet menampak datengnja sendjata itoe dalem djoeroesan jang lempeng menoedjoe ka arah lehernja Ardjoena. Koetika sendjata itoe ampir sampe, sekoenjoeng-koenjoeng Kresna mengentjot dasarnja kreta dengen kras, hingga pernja kreta djadi mentoel ka bawah, dan dengen begitoe sendjata tadi djadi liwat di tinggi kapalanja Ardjoena dan bikin antjoer Ardjoena poenja kapala-makota jang bertjaja goemirlap.

Ardjoena djadi semangkin marah dan dia lantas memanah dengen anak panah jang tegoeh sekali dan sigra djoega Karna poenja makota dari mas dan batoe-batoe permata djadi antjoer dan dia poenja tjintjin koeping jang gilang-goemilang djadi linjap trakaroean kemana parannja, sedeng dia poenja badong dari mas poen djadi antjoer berkepingan. Dan kamoedian satoe anak panah menemboesi dia poenja dada. Sakoetika itoe djoega Karna djadi limboeng dan roeboehken diri di dasar kretanja.

Satelah meliat Karna berada dalem itoe keada'an jang tida berdaja, lantas djoega Ardjoena jang berhati moelia toeroenken sendjatanja dan brentiken serangannja, tapi Kresna lantas goembiraken padanja dengen berseroe „Mengapa kaoe bersangsi, poetra Pandoe? Lekaslah binasaken padanja, dja-ngan kasi tempo lagi!”

Sigra djoega Ardjoena angkat poela sendjatanja dan gempoer lagi dirinja Karna jang soeda djadi lelah.

Dengen mendadak Karna lompat bangoen lagi dan bales dengen tenaga baroe. Tiba-tiba dia poenja kreta rodanja jang sablah kiri ambles ke dalem loempoer. Dengen tjepet Karna toeroen di tanah, pegang itoe roda jang ambles dengen kedoea tangannja dan tjoba angkat naek. Tapi seanteronja tana djadi katoeroetan terangkat oleh tenaganja Karna jang amat besar, dan satelah ditaro kombali ditana, njatalah roda itoe masi ambles sabagimana tadi. Saking marahnja sampe aer matanja meleleh dan dia angkat kapala memandeng pada Ardjoena dan berseroe: „Toenggoelah sabentar, Ardjoena, sampe akoe dapet angkat roda ini di tana kering! Begitoe memang ada lakoenja satria jang gaga perkasa!”

Sabelonnja Ardjoena kasi djawaban, tiba-tiba Kresna soeda berkata: „Ja, sekarang kaoe misti mengandel pada kamoelia'an hatinja kaoe poenja tandingan! Tapi dimanakah adanja kaoe poenja kamoelia'an hati, tatkala Dropadi, permisoerinja Joedistira, dalem satoe persamoean kaoe soeroe orang serret² dan loetjoetin samoea pakeannja? Tatkala kaoe soeroe Sakoeni main tjoerang boeat akalin Joedistira, dengen maksoed aken reboet seanteronja keradja'an? tatkala dengen ketaoean kaoe kaoem Pandawa dipantjing masoek ke dalem roemah jang terbikin dari damar? tatkala kaoe tontonken pada orang banjak dirinja Dewi Dropadi jang tida berpakean? tatkala kaoe sendiri merasa girang sekali kerna itoe penghina'an jang dialamken oleh Dropadi dan kaoe kaloearken perkata'an jang tida senonoh? Ja, sekarang kaoe mendjoendjoeng tinggi kamoelia'annja satria, tapi doeloe?”

Dengen merasa amat maloe Karna toendoeken kapalanja dan tida bisa kasi djawaban satoe patah. Tapi dengen sekoenjoeng-koenjoeng dia bentang kombali gendewanja dan toedjoeken pada Ardjoena satoe anak panah jang mandjoer.

Anak panah itoe lantas melesat dari boesoer dan menantjep dalem dadanja Ardjoena hingga dalem sekali. Sakoetika itoe djoega tangannja Ardjoena djadi loempoeh dan sendjatanja djato dari tangannja. Dia sendiri djadi bergoemeter laksana goenoeng tergontjang oleh gempa boemi.

Itoe waktoe jang bagoes Karna goenaken boeat angkat roda kretanja. Tapi segala ichtiarnja tinggal sia-sia sadja. Samantara itoe Ardjoena soeda sedar kombali. Dia lantas ambil dia poenja anak panah jang pake oedjoeng piso lebar jang sanget tadjem. Satelah anak panah ini melesat, tiang benderanja Karna djadi patah dan djato di tanah. Karna djadi terkedjoet.

Dengen sebat sekali Ardjoena itoe waktoe soeda taro satoe anak panah baroe jang paling mandjoer di boesoernja sambil batja doa. Dan sigra djoega anak-panah ini melesat dari gendewanja dan mengenaken batang lehernja Karna, dan kapalanja lantas djato menggloendoeng di tana. Dan dia poenja toeboeh, jang berloemoeran darah dari banjak lobang-lobang loeka lantas djoega roeboeh di tanah, seperti, poehoen jang ditebang.

Sakoetika itoe djoega ada kadengaran tampik soerak jang sanget gemper dari barisan barisan kaoem Pandawa, berikoet soeara njaring dari slompret-slompret jang ditioep dengen kras.

Orang-orang Korawa kasi denger soeara menggeroeng lantaran gegetoennja jang sanget dan lantas oendoerken diri dengen doeka tjita.

Panglima-panglima Pandawa pada meroeboeng maitnja Karna jang gaga perkasa. Disanalah itoe satria jang gaga dan sakti ada menggletak di tanah. Sakalian orang jang ada di sapoeternja pada terharoe hatinja. Marika itoe memandeng ka bawah dengen moeka jang bersorot sedih dan poetjet.

Itoe waktoe dengen mendadak dateng angin jang berkesioer-kesioer dengen santer hingga bersoeara. Langit poen mendadak djadi ketoetoep mega mendoeng jang gelap, sedang boemi bergempa.

Ardjoena berdiri diam dengen salipken tangannja diatas dada; matanja jang memandeng ka bawah ada mengembeng aer.




Praboe Salja Binasa.

Di dalem tempat pesanggrahannja kaoem Korawa, Doerjadana ada doedoek termenoeng dengen sanget doeka. Dia tangisin Karna dengen mengoetjoerken aer mata jang panas. Beroelang-oelang dia meratap: „O Karna! O Karna!”

Di itoe malem soedara-soedara dan sobat sobatnja pada memboedjoek soepaja bikin perdamian sadja pada kaoem Pandawa, tapi Doerjoedana menolak dengen aseran. Kamoedian di ambil poetoesan boeat angkat Praboe Salja alias Narasoma menggantiken djabatannja Karna, mengepalaken balatentara Korawa.

Salja ada radja dari negri Mandraka, djadjahan negri Hastinapoera, maka dia djadi terpaksa misti ada di fihaknja kaoem Korawa, maski djoega hatinja tida satoedjoe dengen serakahnja kaoem Korawa dan mengetahoei bahwa Pandawa ada djadi fihak jang benar.

Koetika tersiar warta, bahwa Salja menggantiken Karna, di itoe malem djoega kaoem Pandawa ada bikin perhimpoenan, sebab marika itoe mengetahoei, bahwa Salja ada amat sakti dan gaga.

Kresna mengasi nasehat Nakoela dan Sadewa, kedoea poetranja Dewi Madrim, adenja prempoean Praboe Salja, soepaja di itoe malem doea soedara kembar ini pergi ketemoeken Praboe Salja, pamannja, dengen hoendjoek bertaoe padanja, bahwa kedoeanja soedara itoe hendak boenoeh diri, maka moehoen paman itoe soeka berkahken.

Begitoelah Nakoela dan Sadewa sigra dateng mengoendjoengi pada Salja dan madjoeken 'permoehoenan sabagimana telah diadjarken oleh Kresna.

„Mengapatah kamoe berdoea hendak boenoeh diri?” menanjak Salja dengen heran.

Marika itoe mendjawab: „Ah, paman, apakah bedanja ini malem djoega boenoeh diri atawa esoek pagi dibinasaken oleh pamankoe? Boekankah kaloe besoek pagi paman mengepalaken balatentara Korawa, ada dengen maksoed aken basmi seanteronja kaoem Pandawa? Maka dari sebab iteo hamba berdoea siang-siang dateng moehoen paman ampoenja berkah dan ampoen.”

Salja doedoek diam dengen berpikir, oleh kerna dia mengerti, bahwa dalem ini paperangan keadilan dan kabenaran ada di fihaknja Pandawa. Tapi dia aken djadi pengchianat, apabila dia berfihak pada Pandawa, sebab negrinja ada djadi djadjahannja Hastinapoera.

Tapi tida lama Salja berpikir begitoe, kerna djoega dia berkata pada kedoea kaponakannja: Poelanglah kamoe berdoea ka tentara Pandawa, anak-anak. Bilanglah pada kanda-kandamoe, bahwa tiada satoe sendjata, biar begimana mandjoer djoega aken dapet binasaken akoe. Tjoema ada satoe sendjata sadja, jang aken dapet matiken dirikoe. Sendjata itoe ada dalem tangan kamoe sakalian, jaitoe Kalimasahadat, tapi jang menggoenaken sendjata itoe haroes Darmakoesoema (Joedistira) sendiri. Maka hatoerkenlah apa jang kami pesen ini dan biarlah besoek pagi djangan loepa Joedistira papaken kami di medan perang, melingken dengen begitoelah kami nanti djadi mati.”

Sasoedahnja dapet berkahnja Salja, itoe doea soedara sigra poelang ka Pandawa dan sampeken segala pesenannja Salja.

Kresna memberi nasehat soepaja orang toeroet betoel segala pesenannja Salja.

Pada hari esoeknja Praboe Salja madjoe di medan perang dengen pimpin balatentara Korawa dan lakoeken penjerangan, betoel bikin djeri pada tentara Pandawa, sebab saben kali kena diserang, dirinja Praboe Salja djadi berlipet ganda banjaknja. Hingga makin lama djadi makin besar djomblahnja Salja, dan menjerang di sana sini dengen heibat sekali.

Dengen lakoe sangsi Joedistira, saorang radja jang soetji dan alim, madjoe di medan perang. Koetika dia berpapasan dengen Praboe Salja, lantas dia angkat keatas warkat Kalimasahadat dan ditimpoeken pada Salja. Sakedjap itoe djoega linjaplah beratoesan Salja tadi dan hanja tinggal satoe Salja sadja jang roeboeh binasa di medan perang. Balatentara Korawa djadi kotjar-katjir dan lari terbirit-birit dikedjar oleh tentara Pandawa.

Sorenja satelah perang brenti, istrinja Praboe Salja dengen menangis sanget sedih dateng tjari mait soeaminja soeaminja di medan perang.


——————

Begimana Doerjoedana djadi binasa.

Di itoe malem sasoedanja terdjadi itoe achir paperangan jang tjilaka bagi kaoem Korawa, kombali bebrapa soedara dan sobat-sobatnja jang masi hidoep membri nasehat pada Doerjoedana, soepaja ini radja soeka bikin perdamian sama Pandawa, aken tetapi Doerjoedana tida maoe denger. Ini radja rasa kaoem Pandawa tida aken maoe pertjaja lagi padanja. Sekarang ada djadi kewajibannja aken toeroet binasa sama-sama dia poenja soedara-soedara dan sobat-sobat jang dengen satia telah korbanken djiwa di medan perang aken goenanja.

Koetika malem soeda liwat, pada waktoe fadjar sisa balatentara Hastinapoera soeda diatoer baris dengen dikapalai oleh Doerjoedana sendiri.

Dalem paperangan jang dilakoeken dengen sanget heibat dan ngeri poen kaoem Korawa dapet kekalahan, tapi saben kali tentara Korawa djadi berhamboeran, Doerjoedana dapet koempoelken poela dan madjoeken lagi boeat bales menjerang pada tentara Pandawa, jang selaloe mendesek dengen seroe sekali.

Lantaran marah dan poetoes pengharepan kerna meliat balatentaranja soeda abis terbinasa, Doerjoedana tjari tempat perlindoengan jang sedjoek di dalem satoe kolam. Dengen kesaktiannja aer di sapoeternja lantas djadi bekoe, disitoelah kaoem Pandawa dapetken padanja.

„Mentaslah lekas dari aer, Doerjoedana,” berseroe Bima, „dan belaken dirimoe sabagimana lajiknja saorang paperangan!”

Tapi dengen soeara lesoe Doerjoedana kasi djawaban: „Boekannja lantaran takoet, kami bersemboeni di dalem kolam ini, hanja aken mentjari katentreman. Liat, samoea pahlawankoe dan soedarakoe soeda habis binasa. Kami maoe serahken tachta keradja'an Hastinapoera pada Pandawa dan kami maoe oendoerken diri di dalem rimba.”

Lagi satoe kali Joedistira hendak kasi padanja satoe pengharepan, maka dia lantas berkata: „Kaloearlah dari kolam dan bertempoerlah pada salah satoe antara kita, jaitoe Bima, dan dalem bertandingan satoe sama satoe ini boleh diambil poetoesan, siapa antara kita boleh pegang pemarentahan negri Hastinapoera, kaoe atawa kitaorang Pandawa!”

Satelah denger begitoe, Doerjoedana lantas djoega lompat ke darat dan dengen bernapsoe dia pake poela pakean perang dari mas dan ambil dia poenja sendjata gada besar.

Sigra djoega Bima soeda bersedia di hadepannja dengen di tangannja djoega ada pegang satoe gada besar.

Antara ini doea bangsawan jang amat gaga lantas djoega djadi terbit satoe pertandingan seroe sekali. Kaliatannja ada sama oelatnja. Sasoedanja berkelai lama djoega, achir-aehir Bima dapet heibat dengen sakoeatnja tenaga pada Doerjoedana poenja batang kaki jang kiri; sakoetika itoe djoega anggota badan itoe djadi remoek dan Doerjoedana lantas roeboeh di tanah. Tida antara lama ini radja boeang napasnja jang pengabisan. Dengen begitoe poetra Korawa jang penghabisan djadi binasa dan kamenangan jang tetep ada di fihaknja Pandawa.


——————

Achirnja perang Bratajoeda.

Kasedihan jang tida berhingga ada dirasa oleh kaoem Pandawa, koetika sahabisnja perang, menginget adanja kabinasa'an jang begitoe sanget besar; boekan sadja marika itoe poenja anak-tjoetjoe telah binasa dengen sangsara di medan perang, tapi djoega kerna kematiannja sanak koelawarga jang begitoe besar djomblahnja. Dengen doeka tjita marika itoe berdjalan masoek dalem astana Hastinapoera dan dateng mengadep pada Destarata dan ratoe Gandari. Ini orang toea soeami-istri mengandoeng doeka tjita jang sanget kerna binasanja marika ampoenja samoea saratoes poetra. Dengen soekar sekali Destarata menahan boeat tida kasi kentara gemesnja pada lima soedara Pandawa, jang dateng bersoedjoed di hadepannja.

Dengen perantara'annja Kresna baroelah Destarata djadi moepoes dan samboet dengen boedi bahasa manis pada kalima kaponakannja. Sasoedanja dilakoeken oepatjara pembakaran maitnja berjoeta-joeta orang paperangan jang binasa di medan perang, hingga bebrapa hari beroentoen baroe selese, baroelah poetra-poetra Pandawa balik ka Hastinapoera.


——————

Joedistira dinobatken djadi radja Hastinapoera

Sigra djoega Joedistira dinobatken djadi radja Hastinapoera. Tapi sadjek doedoek bertachta dia tida bisa dapetken kasenengan, oleh kerna hatinja senantiasa tergoda oleh bangkitan pada diri sendiri.

Samantara itoe Destarata jang boeta matanja selaloe dihormatin dalem astana sebagi kapala koelawarga radja. Dengen pengindahan besar kaoem Pandawa setiap hari merawati padanja dengen soenggoe-soenggoe serta hatoerken padanja berbagi-bagi hiboeran.


——————

Orang-orang toea pergi bertapa.

Pada limabelas taoen kamoedian, Destarata menjataken hendak oendoerken diri di pegoenoengan boeat menoentoet kahidoepan sebagi Bagawan di tempat jang sepi, bersama dia poenja permisoeri. Poen Dewi Koenti menjataken soeka toeroet bersama, maski djoega poetra-poetranja menjegah saboleh-boleh. Begitoepoen Widoera toeroet mengikoet Destarata.

Sasoedahnja itoe orang-orang toea pada brangkat, Joedistira dan soedara-soedaranja rasa jang dalem astana djadi sepi sekali.

Belon selang brapa lama kaoem Pandawa kenangken pada itoe orang² toea, terlebi poela pada iboenja, begitoe sanget, hingga diaorang ambil poetoesan, boeat koendjoengin orang-orang toea itoe di tempanja jang soenji.


——————

Pandawa mengoendjoengi pertapaän.

Dengen perarakan jang sanget besar Joedistira dan sakalian soedaranja brangkat bikin perdjalanan. Paling depan ada Joedistira jang doedoek di kretanja keradja'an dan diatasnja ada dipajoengin dengan pajoeng kembang soetra warna poeti. Di sablah blakangnja ada mengikoet Wekodara jang menoenggang gadjah amat besar, dengen berlangkep berbagi-bagi sendjata. Nakoela dan Sahadewa masing-masing menoenggeang koeda jang binal, kedoeanja ada pake badjoe rante dan diatas kapalanja masing-masing ada dipajoengin pajoeng keradja'an jang indah. Sedeng Ardjoena jang gaga perkasa ada berkendara'an kreta dengen ditarik oleh sapasang koeda boeloe poeti jang besar. Balatentara jang teridiri dari bebrapa riboe orang ada djalan mengiringken dari blakang dengen dikapalai oleh beratoesan panglima-panglima jang kaliatan angker sekali.

Satelah marika itoe melaloei Jamoena, dapetlah marika menampak dari kedjaoehan itoe tempat pertapa'an, dimana Destarata dan sakalian kawannja ada bertempat. Dengen kaloearken berbagi soeara treak kagirangan itoe perarakan djalannja ditjepetken.

Koetika marika itoe soeda dateng deket sekali, hingga soeda bisa kaliatan teges, lantas djoega Sahadewa bandangken koedanja, dan begitoe sampe, lantas dia lompat toeroen dari koeda dan sigra djoega dia berloetoet sambil menangis di hadepannja Dewi Koenti. Ini prempoean bangsawan agoeng lantas angkat bangoen dan tjioem djidatnja Sahadewa. Dan Koenti lantas kaokin Dewi Gandari, bahwa poetra-poetra dateng menengokin. Tida antara lama Joedistira dan sakalian soedaranja jang lain poen sampe, dan marika itoe samoea berame menangis kerna kagirangan, sebab bertemoe kombali.

Itoe orang² toea dengen merasa bersjoekoer ada diroeboeng oleh kaoem kaoem Pandawa.

Dengen girang sekali lima soedara Pandawa masing² panggoel tempajan boeat ambil aer minoem di soengi dan panggoel kombali dibawa poelang ka dalem gowa pertapa'an, aken goena marika poenja iboe, paman dan bibi.

——————

Pandawa poelang ka Hastinapoera.

Sasoedanja satoe boelan lamanja kaoem Pandawa ada berdiam di hampirnja marika ampoenja orang-orang toea dan toeroet menoentoet kahidoepan orang pertapa'ân, sedeng pasoekan² tentara menantiken dengen berdiriken banjak pesanggrahan tida berdjaoehan dari itoe tempat pertapa'an, datenglah marika itoe ampoenja kakeh, Abiasa. Dengen kagirangan besar kaoem Pandawa menjamboet kedatengannja ini orang alim. Marika itoe sakalian pada berdoedoekan diatas roempoet di depan gowa dengen bertjakep-tjakepan tentang berbagi² hal. Abiasa kasi banjak hiboeran pada Destarata dan sakalian anak-tjoetjoe.

Selang bebrapa hari Abiasa brangkat poelang ka tempat pertapa'annja sendiri.

Kamoedian tida antara brapa hari kaoem Pandawa poen berpamitan pada Destarata, Dewi Gandari dan marika itoe ampoenja iboe, Dewi Koenti, dan lantas brangkat poelang ka Hastinapoera dengen diiringken oleh bala-tentara besar dengen segala kamoelia'an.

——————

Achirnja Pandawa.

Sasoedanja Destarata dan sakalian koelawarga jang bertapa meninggal doenia dan djoega Kresna poelang ka sorga, maka bagi kaoem Pandawa keada'an di seloeroeh doenia sebagi djoega ada soenji sekali dan tida ada kagirangan lagi. Marika itoe serahken tachta keradja'an Hastinapoera pada tjoetjoenja Ardjoena, jaitoe poetranja Abhimajoe, bernama Pariksit (Parikesit).

Kamoedian bersama Dewi Dropadi marika itoe loetjoetken segala barang perhiasan dan toekar pakeannja jang bagoes dengen pakean jang sanget saderhana. Sasoedanja lantas marika itoe pada brangkat pergi, menoedjoe ka djoeroesan Timoer.

Di depan ada berdjalan Joedistira, di blakangnja ada mengikoet Bima dan kamoedian Ardjoena; di blakangnja lagi ada berdjalan Nakoela dan Sahadewa; Dropadi berdjalan di blakangnja marika itoe dan andjingnja Joedistira jang setia ada djalan mengiringken dari blakang. Lebi doeloe marika itoe berdjalan ka arah Timoer, satelah sampe di tepi laoet, lantas diaorang membeloek ka djoeroesan Selatan. Marika itoe senantiasa berdjalan mengikoeti pesisir, bermoela ka djoeroesan Barat-daja (Kidoel-koelon), kamoedian ke arah Barat, dan achirnja ka djoeroesan Oetara. Marika itoe berdjalan sadja troes dan achir-achir sampelah di Goenoeng Himalaya jang terlaloe amat besar.


——————



TAMAT.

Sadjarah toeroenan Bharata.

 
 
 
 
 
 
 
 
Parasara
 
 
 
Satyawati
 
 
 
Santanu
 
Gangga
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Ambalika
 
Abiasa
 
Ambika
 
Tjitranggada
 
Tjitrasena
 
Bisma
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Koenti
 
Pandoe
 
 
 
Madrim
 
Destarata
 
Gandari
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
1 Joedistira
 
2 Bima
 
3 Ardjoena
 
4 Nakoela
 
5 Sadewa
 
100 Koerawa

X

1. Ambika

2. Ambalika

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia karena penciptanya telah meninggal dunia lebih dari 70 tahun yang lalu atau dipublikasikan pertama kali lebih dari 50 tahun yang lalu. Masa berlaku hak cipta atas karya ini telah berakhir. (Bab IX UU No. 28 Tahun 2014)