Lompat ke isi

Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1964

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1964  (1964) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 









1 TATA CARA PELAKSANAAN PIDANA MATI YANG DIJATUHKAN O LEH PENGADILAN DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM DAN MILITER [UU No 2/Pnps/1964, yaitu Penpres Nomor 2 Tahun 196 4 (LN 1964 No 38) yang ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU No 5 Tah un 1969] Mengingat  : 1. Pasal IV Ketetapan Majelis Permusyaw aratan Rakyat Sementara No.I/MPRS/1960 dan Pasal 10 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat S ementara No.II/MPRS/1960; 2. Pasal 4 dari Penetapan Presiden No.4 Tahun 1962 tanggal 28 Desember 1962; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 226 Ta hun 1963. BAB I UMUM Pasal 1 Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum a cara pidana yang ada tentang penjalanan putusan pengadilan, maka pelaksanaan pidana mati, y ang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan de ngan ditembak sampai mati, menurut ketentuan- ketentuan dalam pasal-pasal berikut. BAB II TATA CARA PELAKSANAAN PIDANA MATI, YANG DIJATUHKAN OLEH PENGADILAN DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM Pasal 2 (1) Jika tidak ditentukan lain oleh Menteri Kehakim an, pidana mati dilaksanakan dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat p ertama (Pasal 2 ayat 1). (2) Pidana mati yang dijatuhkan atas dirinya bebera pa orang di dalam satu putusan, dilaksanakan secara serempak pada waktu dan tempat yang sama, ke cuali jika terdapat hal-hal yang tidak memungkinkan pelaksanaan demikian itu. Pasal 3 (1) Kepala Polisi Daerah tempat kedudukan pengadila n tersebut dalam Pasal 2, setelah mendengar nasehat Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggungjawab un tuk pelaksanaannya, menentukan waktu dan tempat pelaksanaan pidana mati. (2) Jika dalam penentuan waktu dan tempat itu tersa ngkut wewenang Kepala Polisi Komisariat Daerah lain, maka Kepala Polisi Komisariat tersebut dalam ayat (1) merundingkannya dengan Kepala Polisi Komisariat Daerah lain itu. (3) Kepala Polisi Komisariat Daaerah tersebut dalam

 ayat  (1)  bertanggungjawab  atas  keamanan  dan 

ketertiban sewaktu pelaksanaan pidana mati dan meny ediakan tenaga-tenaga serta alat-alat yang diperlukan untuk itu. Pasal 4 Kepala Polisi Komisariat Daerah tersebut dalam Pasa l 3 ayat (1) atau Perwira yang ditunjuk olehnya menghadiri pelaksanaan pidana mati tersebut bersama -sama dengan Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggungjawab atas pelaksanaannya. Pasal 5 Menunggu pelaksanaan pidana mati, terpidana ditahan

dalam  penjara atau  di  tempat  lain  yang khusus 

ditunjuk oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut dalam Pas al 4. Pasal 6 (1) Tiga kali duapuluh empat jam sebelum saat elaks anaan pidana mati, Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut memberitahukan kepada terpidana tentang akan dilaks anakannya pidana tersebut. (2) Apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu, maka keterangan atau pesannya itu diterima oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut. Pasal 7 Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana ma ti baru dapat dilaksanakan empat puluh hari nsetelah anaknya dilahirkan. 2 Pasal 8 Pembela terpidana, atas permintaannya sendiri atau atas permintaan terpidana, dapat menghadiri pelaksanaan pidana mati. Pasal 9 Pidana mati dilaksanakan tidak di muka umum dan den gan cara sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan lain oleh Presiden. Pasal 10 (1) Kepala Polisi Daerah membentuk suatu Regu Penem bak dari Brigade Mobile yang terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpina n seorang Perwira. (2) Khusus untuk pelaksanaan tugasnya ini, Regu Pen embak tidak mempergunakan senjata organiknya. (3) Regu Penembak ini berada di bawah perintah peri ntah Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut dalam Pasal 4 sampai selesainya pelaksanaan pidana mati. Pasal 11 (1) Terpidana dibawa ketempat pelaksanaan pidana de ngan pengawalan polisi yang cukup. (2) Jika diminta, terpidana dapat disertai oleh seo rang perawat rohani. (3) Terpidana berpakaian sederhana dan tertib. (4) Setiba di tempat pelaksanaan pidana mati, Koman dan pengawal menutup mata terpidana dengan sehelai kain, kecuali terpidana tidak menghendakiny a. Pasal 12 (1) Terpidana dapat menjalani pidana secara berdiri , duduk atau berlutut. (2) Jika dipandang perlu, Jaka Tinggi/Jaksa yang be rtanggungjawab dapat memerintahkan supaya terpidana diikat tangan serta kakinya ataupun diika t kepada sandaran yang khusus dibuat untuk itu. Pasal 13 (1) Setelah terpidana siap ditembak, Regu Penembak dengan senjata sudah terisi menuju ke tempat yang ditentukan oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut da lam Pasal 4. (2) Jarak antara titik di mana terpidana berada dan

 tempat  Regu  Penembak  tidak  boleh  melebihi  10 

meter dan tidak boleh kurang dari 5 meter. Pasal 14 (1) Apabila semua persiapan telah selesai, Jaksa Ti nggi/Jaksa yang bertanggungjawab untuk pelaksanaannya, memerintahkan untuk memulai pelaksa naan pidana mati. (2) Dengan segera para pengiring terpidana menjauhk an diri dari terpidana. (3) Dengan menggunakan pedang sebagai isyarat, Koma ndan Regu Penembak memberi perintah supaya bersiap, kemudian dengan menggerakkan pedang nya ke atas ia memerintahkan Regunya untuk membidik pada jantung terpidana dan dengan me nyentakkan pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan perintah untuk menembak. (4) Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih

memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia belum mati, 

maka Komandan Regu segera memerintahkan kepada Bint ara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras se njatanya pada kepala terpidana tepat di atas telinganya. (5) Untuk memperoleh kepastian tentang matinya terp idana dapat diminta bantuan seorang dokter. Pasal 15 (1) Penguburan diserahkan kepada keluarganya atau s ahabat terpidana, kecuali jika berdasarkan kepentingan umum Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggun gjawab memutuskan lain. (2) Dalam hal terahir ini, dan juga jika tidak ada kemungkinan pelaksanaan penguburan oleh keluarganya atau sahabat terpidana maka penguburan diselenggarakan oleh Negara dengan mengindahkan cara penguburan yang ditentukan oleh a gama/kepercayaan yang dianut oleh terpidana. Pasal 16 (1) Jaksa Tinggi/Jaksa yang disebut dalam Pasal 4 h arus membuat berita acara dari pada pelaksanaan pidana mati. (2) Isi dari pada berita acara itu disalinkan ke da lam Surat Putusan Pengadilan yang telah mendapat kekuatan pasti dan ditandatangani olehnya, sedang p ada berita acara harus diberi catatan yang ditandatangani dan yang menyatakan bahwa isi berita

 acara  telah  disalinkan  ke  dalam  Surat 

Putusan Pengadilan bersangkutan.