Mendjelang Alam Pantjasila/Bab 2

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

Bab II.

Kabut kekatjauan jang

MEMBUNGKUS DUNIA

akan tersingkap djuga.

1. Bangsa Indonesia dengan apa jang disebut „chiamat”.

 Kalau sedjarah dunia kita perhatikan benar² maka dapatlah di ambil kesimpulan bahwa keadaan didunia selalu beredar kearah jang tertentu. Djiwa manusia-pun, dari abad ke abad, selalu meningkat kearah jang tertentu pula menurut umur terdjadinja dunia. Untuk dapat menggambarkan bagaimana atau kearah mana djiwa manusia,- dari dahulu mula hingga leburnja dunia nanti,- selalu meningkat, maka baiklah kita meneropong keadaan diri pribadi atau keadaan orang tua kita sendiri jang telah meninggal dunia karena tua.

 Sepandjang pengalaman kita tidak ada seorang machluk-pun jang datang begitu sadja dari langit, melainkan dilahirkan dari tubuh atau „guwa garba” ibunja sebagai anak baji. Pun telah kita alami djuga bahwa baji ini setelah tumbuh badannja kemudian didalam pergaulan hidupnja disebut „muda„” dan achirnja disebut „dewasa” setelah ketumbuhan atau kekuatan badannja memuntjak dengan diliputi oleh alam fikiran jang penuh dengan segala matjam keinginan. Tetapi keadaan badan, fikiran dan djiwanja tidak selamanja demikian. Kekuatan badan, setelah memuntjak, pasti mendjadi kurang kembali. Alam fikiran pasti beralih sehingga ia mulai memikirkan, dari mana ia sebenarnja datang dan kemana ia akan pergi apabila riwajatnja didunia telah habis. Pun djiwanja boleh dikatakan mulia mendjadi sempurna atau mulai sadar akan hidupnja didunia sehingga ia setelah mentjari dan merasakan benar², mengertilah kemana „jang disebut hidup” itu akan pulang dengan sadar dan kemana pula tubuhnja jang terdjadi dari zat² jang ada didunia ini akan kembali. Tentang pulangnja „apa jang disebut hidup” itu biasanja olehnja ditafsirkan : telah terhindar dari segala bajangan, visioen ataupun fantasi keduniawian sehingga dalam „alam asal mulanja” itu tidak ada barang sesuatupun jang kelihatan ketjuali terang benderang jang tiada berpangkal. Oleh karenanja, maka ia-pun sadar pula bahwa „apa jang disebut hidup” itu tetap hidup dan tiada pernah mati. Hal ini dapatlah kita ketahui dari sesuatu term dalam bahasa daerah ( Djawa ) jang berbunji : Ja Ingsun Kang Agung Kang Kuwasa, Langgeng Urip tan kenaning mati. Dengan keadaan badan, fikiran dan djiwa sedemikian ini, ia tidak lagi disebut „dewasa”, melainkan disebut „tua”. Achirnja riwajatnja didunia akan berhenti djuga dan kembalilah segala sesuatu jang ada pada tubuhnja ke-asal mulanja. Inilah jang olehnja disebut Ketuhanan Jang Maha Esa dengan diberi bermatjam ragam tafsiran serta fantasi menurut tingkat djiwa sipenafsir.

 Sebagai kesimpulan dari pada gambaran diatas jalah bahwa orang jang disebut „hidup sempurna” itu pasti pernah djuga mengindjak tudju alam didunia sebagai berikut :

Alam pertama tjiptaan djiwa baji.
kedua peralihan dari baji ke muda.
ketiga muda.
keempat peralihan dari muda ke dewasa.
kelima dewasa.
keenam peralihan dari dewasa ke tua.
ketudju tua.

 Kesemuanja ini akan berachir dialam baka.

 Demikianlah peneropongan kita terhadap keadaan diri pribadi dan orang tua kita sendiri.

 Kalau sedjarah manusia dari dahulu kala hingga sekarang diteropong djuga setjara peneropongan diatas, maka terdapatlah persesuaian antara pergantian djiwa perseorangan dengan pergantian djiwa manusia umumnja, kearah kesempurnaan. Untuk djelasnja, maka tentang pergantian djiwa manusia dari abad ke abad itu dapatlah digambarkan sebagai berikut :

 Manusia jang silih-berganti hidup didunia sedjak terdjadinja hingga leburnja dunia kelak baiklah di-ibaratkan sebagai seorang machluk jang muntjul didunia sedjak lahirnja hingga adjalnja setjara sempurna karena tua. Kalau seorang machluk jang karena tua adjal setjara sempurna itu telah mengindjak tudju alam ketjil didunia sebagai tersebut diatas, maka manusia jang silih-berganti hidup didunia sedjak terdjadinja hingga leburnja dunia kelak itupun harus mengindjak tudju alam Besar didunia pula. Kalau alam jang baru sudah datang, maka alam jang lama tidak boleh tidak pasti hilang dengan sendirinja. Begitulah seterusnja sampai ketudju kalinja seperti apa jang dialami seorang machluk diatas. Dalam tiap² alam besar, manusia di dunia umumnja dipimpin dan dipengaruhilah oleh pokok djenis bangsa atau dalam bahasa asing, oleh „wortelras” jang mempunjai indera, alam fikiran, djiwa atau pandangan hidup sesuai dengan umur terdjadinja dunia dimana mereka masing² hidup. Hal ini dapatlah ditafsirkan sebagai berikut:

Alam pertama tjiptaan wortelras pertama.
kedua kedua.
ketiga ketiga.
keempat keempat.
kelima kelima.
keenam keenam.
ketudju ketudju.

 Kemudian leburlah dunia jang berarti chiamat bagi manusia umumnja. Dengan adanja tafsirnja diatas, maka dapat pula ditafsirkan bahwa apa jang disebut atau diramalkan „akan ada chiamat didunia pada zaman perkembangan wortelras² keenam kebawah” itu hanjalah leburnja atau chiamatnja wortelras jang lama sadja untuk diganti dengan wortelras jang lebih baru lagi. Begitulah seterusnja sampai leburnja wortelras ketudju jang berarti chiamat jang sebenar-benarnja berbarang dengan leburnja dunia.

 Andaikata tafsiran diatas dapat dibenarkan, maka teranglah bahwa wortelras kelima itu dapat diumpamakan seorang dewasa jang telah dapat mempergunakan Pantja Inderanja dengan sempurna. Begitupun wortelras ke-enam dapatlah diumpamakan seorang jang hidup dalam masa peralihan dari dewasa ke tua, dan telah dapat meng-coordineer atau kalau perlu menguasai Pantja Inderanja dengan maksud untuk mentjapai kesempurnaan hidup. Pada umumnja alat coordinasi ini disebut „Sat-drija” atau Indera jang ke-enam. Disitulah mulai bekerdjanja „rasa tunggal” atau rasa jang satu dalam tubuh manusia jang pada umumnja lalu dikatakan bahwa segala tindakan atau budinja adalah atas kehendak Tuhan Jang Maha Esa. Pun wortelras ketudju dapatlah diumpamakan seorang tua jang mulai menggembleng djiwanja sendiri agar dapat berdekatan dengan Gaib atau Tuhan Jang Maha Esa dengan maksud supaja kelak dapat kembali kealam Gaib atau Tuhan Jang Maha Esa. Pada umumnja alat untuk mempersatukan djiwanja dengan Gaib ini di sebut „Sapta-drija” atau Indera jang ketudju. Disitulah mulai bekerdjanja „rasa wor ing Gaib” atau rasa persatuan dengan Gaib. Karena itulah maka dari dahulu kala hingga sekarang selalu timbul agama baru dengan Nabi²-nja jang baru pula didunia dengan maksud untuk menjesuaikan diri dengan tingkat kesempurnaan djiwa-nja. Terang pulalah bahwa agama lama tidak mungkin dapat dipaksakan untuk dianut oleh manusia dalam alam baru. Inilah sebabnja maka tiap² agama tentu mengalami keruntuhannja karena takdir sehingga siapapun jang mempertahankannja berartilah menentang beredarnja zaman kearah kesempurnaan.

 Untuk djelasnja, maka peprintjian tentang wortelras tersebut baiklah kita sadjikan dibawah ini :

 Manusia jang pertama kali dititahkan didunia sedjak terdjadinja dunia dapatlah diumpamakan seorang baji jang baru sadja dilahirkan. Indera atau zintuigennja-pun belum semuanja dapat dipergunakan. Alam fikiran serta djiwanjapun setingkat djuga dengan alam fikiran serta djiwa baji tersebut. Dalam keadaan demikian ini, manusia jang pada waktu itu memimpin dan mempengaruhi sesamanja disebut „pokok djenis bangsa” jang pertama atau „wortelras” pertama. Setelah dapat mentjapai kemadjuan² jang setinggi-tingginja sesuai dengan keadaan Indera, alam fikiran serta djiwanja, maka tenggelamlah „wortelras” pertama ini karena perobahan alam. Sebagai penggantinja, maka timbullah „wortelras” ke-dua untuk mengisi, mempergunakan dan mempengaruhi dunia. Adapun keadaan Indera, alam fikiran serta djiwanja dapatlah disamakan dengan keadaan Indera, alam fikiran serta djiwa baji jang telah mengindjak alam peralihan dari baji ke muda. Wortelras ke-dua inipun setelah ber-abad² memimpin sesamanja berdasarkan atas sifat djiwanja, dan telah mentjapai kemadjuan jang setinggi-tingginja sesuai dengan zamannja, maka tenggelam djugalah mereka karena perobahan alam seperti apa jang terdjadi pada wortelras pertama itu atau seperti alam peralihan dari baji kemuda pada seorang machluk jang telah lebur untuk diganti dengan alam muda itu pula.

 Peristiwa perobahan alam ini jalah terdjadi pada ber-ribu² tahun jang telah lalu. Oleh karena itu, maka hingga kini para ahli sedjarah belum dapat mengetahui dimana sebetulnja letak pusat kebesaran wortelras pertama dan kedua itu.

 Kalau seorang machluk dikatakan pasti mengindjak alam muda maka dunia pun pasti dan telah menjaksikan muntjulnja wortelras ke tiga untuk berganti memimpin dan mempengaruhi sesamanja berdasarkan atas sifat djiwanja pula. Adapun letak pusat kebesaran mereka telah dapat diketahui oleh para ahli sedjarah pada zaman kita ini, jaitu disalah suatu benua jang telah tenggalam mendjadi samodera Hindia. Setelah kita mengetahui hal ini, maka kita-pun ingat kepada kepertjajaan penduduk asli di Djawa bahwa di samodera Hindia atau „Segara Kidul” masih terdapat sebuah Keraton „siluman” atau „djin sjaitan” jg. disebut djuga Keraton Njai Roro Kidul. Kepertjajaan, atau lebih tegas tachajul ini dapatlah kita hubungkan dengan penjelidikannja para ahli sedjarah terhadap letak pusat kebesaran wortelras ke tiga diatas. Kemudian wortelras ketiga ini pun, setelah sampai pada puntjak kemadjuannja dalam segala hal, sesuai dengan zamannja, tenggelam djuga karena perobahan alam. Perlu diketahui, bahwa keadaan badannja boleh dikatakan mirip dengan keadaan badan penduduk asli di Australia.

 Wortelras pertama, kedua dan ketiga ini barulah mengerti dan berbakti kepada Ibu Pertiwi atau tanah airnja jang mengandung segala kebutuhannja, mitsalnja, air, tumbuh²-han, batu untuk alat² dan sebagainja. Keadaan mereka ini dapatlah diumpamakan seorang baji, setengah muda dan muda jang baru mengerti dan dapat berbakti kepada orang² di lingkungannja dengan siapa ia sangat erat hubungannja dan dari siapa ia selalu menerima segala kebutuhannja sehari-hari. Karena itulah, maka kita tiada akan heran kalau pada waktu berkuasanja wortelras² pertama, kedua dan ketiga itu orang masih memudja-mudja batu, pohon, gunung dan sebagainja jang menurut pengalamannja dapat dipandang sebagai benda jang sering mendatangkan keuntungan dan keselamatan atau sebaliknja menimbulkan bentjana baginja.

 Setelah datang pada puntjak kemadjuan hidupnja jang sederadjat dengan „tingkat alam djiwanja” maka „wortelras” ketiga ini achirnja tenggelam djuga karena keadaan alam ; dan tenggelam djugalah pusat kediamannja kebawah samodera Hindia.

 Kemudian timbullah „wortelras” baru lagi jaitu „wortelras keempat” jang menguasai, memimpin dan mempengaruhi manusia di lingkungannja. Pusat kediaman mereka jalah disuatu benua jang sekarang telah tenggelam mendjadi samodera Atlantic. Sesuai dengan „tingkat djiwanja”, mereka pun masih menjembah matahari dengan pengiraan bahwa matahari memang berdjasa kepada manusia dan sangat berpengaruh terhadap dunia. Pun mereka achirnja dapat mentjapai puntjak kemadjuan hidupnja sesuai dengan zamannja. Pun mereka mengalami djuga masa peralihan. Artinja di tengah-tengah mereka timbullah aliran fikiran baru bahwa diatasnja Matahari masih ada Jang Maha Kuasa. Pentjipta aliran fikiran baru ini mulailah mengerti akan Tuhan Jang Maha Esa jang kemudian mendjadi pudjaannja. Aliran fikiran baru ini, bagaimanapun djuga, tidak dapat diterima oleh „wortelras” keempat. Begitupun andjuran² untuk menjembah kepada Kekuasaan jang tidak dapat mereka lihat dengan mata kepala sendiri. Ja, mungkin alat-alat di dalam tubuh „wortelras” keempat dan pentjipta aliran baru ini berlainan satu sama lain, alat mana jalah jang dinamakan „indera” atau „zintuigen”, Boleh djadi inderanja pentjipta aliran fikiran baru ini lebih sempurna dari pada inderanja „wortelras” keempat. Oleh karenanja maka sudah selajaknja bahwa pada waktu itu timbullah pergeseran antara mereka ini. Menurut kepertjajaan keturunan dan penganut aliran fikiran baru ini, pentjiptanja mendapat djundjungan Nabi. Nama Nabi ini ialah Nuh. Beliau mendapat perlindungan Tuhan Jang Maha Esa dalam melakukan perdjoangannja pada waktu itu. Setelah datang pada saatnja maka tenggelamlah manusia karena bentjana alam ketjuali Nabi Nuh sekeluarganja beserta pengikutnja. Tentang riwajat Nabi Nuh, mengapa beliau dapat terhindar dari bentjana alam, dapatlah diterangkan, menurut kepertjajaan pengikutnja, sebagai berikut :

 Pada suatu waktu Nabi Nuh menerima Ilham Tuhan Jang Maha Esa. Dalam Ilham itu Nabi Nuh dapat mengetahui bahwa manusia pada waktu itu sudah banjak berdosa dan ta'dapat diperbaiki lagi jang achirnja akan dimusnakan dari muka bumi oleh Tuhan Jang Maha Esa dengan bentjana alam. Untuk menghindari bentjana alam tersebut Nabi Nuh dititahkan oleh Tuhan supaja membuat „bahtera” jang besar. Para pengikut kepertjajaan Nabi Nuh dan segenap chewan jang hidup didunia pada waktu itu diperkenankan melindung didalam „bahtera" tersebut. Meskipun bagaimana djuga beratnja. Titah Tuhan dalam Ilham tersebut dilakukan djuga oleh Nabi Nuh. Dengan mendapat rintangan-rintangan, tjelaan-tjelaan, penghinaan-penghinaan, edjekan dan antjaman dari radja-radja, orang-orang ternama, orang-orang terpeladjar, ja, bahkan dari seluruh masjarakat pada waktu itu, achirnja selesai djuga „bahtera” jang dibuat oleh Nabi Nuh. Setelah „bahtera” siap dipergunakan maka masuklah Nabi Nuh sekeluarga, terdiri dari isteri serta tiga orang puteranja bernama Sem, Cham dan Jafet dengan pengikut-pengikutnja, kedalam „bahtera”. Pintu bahtera terkuntji sendiri oleh Tuhan Jang Maha Esa dan hudjan lebat mulailah turun selama 40 hari 40 malam. Disamping itu keluar djugalah air dari sumber²nja. Dengan sia², setelah bentjana

Zonsvloed diwaktu Nabi Nuh

mendatang, orang² jang merintangi perdjoangan Nabi Nuh itu sudilah mengetok pintu „bahtera”. Tetapi achirnja mereka hanjutlah dalam air-bah.

 DUNIA TERENDAM AIR-BAH dan musnalah „wortelras” keempat dengan sifat djiwanja dari muka bumi dalam waktu 150 hari 150 malam sadja.

 Sebagai gantinja timbullah „wortelras” kelima, keturunan Nabi Nuh. Lahirlah dunia baru pada waktu itu dengan djiwa, alam fikiran dan pandangan hidup baru djuga.

 Demikianlah djalan „chiamat” atas manusia jang disebut „wortelras” keempat dalam sedjarah perdjoangannja Nabi Nuh, atau apa jang disebut „wortelras” kelima itu. Pada hakekatnja, tempat² jang terendam air-bah itu mungkin hanjalah pusat kebesaran „wortelras” keempat sadja.

 Kemudian, menurut pengetahuan para ahli sedjarah, pengetahuan mana diterangkan djuga oleh Winkel Prins dalam Encyclopaedienja dapat diketahui bahwa Sem, Cham dan Jafet masing² adalah orang² jang menurunkan antara lain :

  1. bangsa² Syria, Arab dan Jahudi atau jang disebut Semieten,
  2. bangsa² Actiopia, Egypte, Kanaan dan Phoenicia,
  3. Japhetieten atau jang kemudian dinamakan „Indo-Germanen”.

 Apa selandjutnja jang kita ketahui sekarang?

 Bangsa Jahudi mulailah terpentjar keseluruh dunia. Pengaruh bangsa Arab dengan kebudajaannja telah meliputi plosok benua Asia dan lain² benua. Bangsa „kulit putih” telah menanam kekuasaan diplosok-plosok dunia. Benua Amerika, Australia dan lain²-nja telah diisi dengan bangsa² jang disebut keturunan Sem, Cham dan Jafet. Dunia jang masih terikat oleh ber-matjam² „peraturan pemerintahan” kini lambat laun mulai mendjadi sempit karena memuntjaknja kemadjuan² tehnik dan lain²-nja jang telah ditjapai oleh wortelras ke 5 ini. Manusia sudah bersifat dewasa. Sifat dewasa jalah:  Mulai mengerti akan adanja Tuhan Jang Maha Esa dan Jang memberi hidup kepadanja, hati panas, fikiran madju, badan kuat oleh karenanja kalau perlu berbuat kedjam atau mendjalankan muslihat untuk mentjari kepuasan dalam hatinja sendiri, tidak dapat tenang dan selalu merobah segala sesuatu jang dipandang tidak sesuai dengan kehendaknja.

Sebagai tanda akan sifat kedewasaan ini jalah :

 Tiap² keradjaan diruntuhkan dengan djalan menimbulkan pertentangan² antara radja dan ra'jat. Ja, seluruh keradjaan didunia memang telah runtuh atau berkurang kekuasaannja. Agaknja dunia jang telah mendjadi sempit ini akan diberi satu peraturan pemerintahan sadja.

 Apa selandjutnja jang kita saksikan sekarang ? Dunia kini sedang menghadapi „”demokrasi” jang berdjiwa atau bermuka dua. Demokrasi jang satu adalah alat politik untuk menguatkan kekuasaan sang radja² uang dan demokrasi lainnja adalah alat politik untuk menguatkan kekuasaan golongan jang menamakan diri proletar atau buruh, golongan mana dengan sendirinja dapatlah diumpamakan ra'jat dari pada radja uang. Kalau seorang radja, untuk melantjarkan djalan pemerintahannja, menghendaki persatuan ra'jatnja, maka radja uangpun, untuk melantjarkan djalan pemerintahannja, menghendaki djuga persatuan ra'jatnja. Dengan demikian maka kita dapat meraba siapakah sebetulnja jang mengandjurkan „buruh sedunia bersatu” itu. Ja, manusia memang perlu waspada. Lihat! Negara² dan ra'jat diseluruh Eropah telah digontjangkan lahir-bathinnja dengan dentuman Perang Dunia pertama. Achirnja ongkos perang mengalir kekantong radja uang. Akibatnja, ra'jat Eropah menderita lahir dan bathinnja.

 Lihat! Mulai tahun 1929, Hitler ber-sama² Partai Nazinja dibangkitkan dengan modalnja „radja² uang” jang bertachta di Wallstreet antara lain Rackefeller dan Cartel (batja buku „De Geldbronnen van het National-Socialisme” karangan Sydney Warburg). Apa akibat dari pada mengalirnja modal dari Wallstreet ketangan gembong² Nazi jang melalui beberapa bank di Eropah ? Akibatnja ta'lain dan ta'bukan jalah petjahnja PERANG DUNIA ke II. Karena peristiwa itulah maka ongkos2 perang mulai masuk pula kekantong „radja² uang”. Rakjat diseluruh dunia menderita karenanja. Achirnja datanglah tangan penolong dengan menggenggam DOLLAR, BAJANGAN KEMERDEKAAN serta FAHAM² SAMA RATA SAMA RASA jang disodor-sodorkan kepada ra'jat diseluruh dunia Akibat dari pada penguluran tangan² penolong dan lain²-nja ini jalah timbulnja permusuhan², bangsa kulit putih mulai bertempur melawan bangsa kulit putih, bangsa India melawan bangsa India, bangsa Tionghwa melawan bangsa Tionghwa, bangsa Filipina melawan bangsa Filipina, bangsa Birma melawan bangsa Birma, bangsa Arab melawan bangsa Jahudi, bangsa Korea melawan bangsa Korea dan lain sebagainja.

 Bagaimana sekarang keadaan dunia perburuhan? Adakah kiranja dibelakang lajar dunia perburuhan suatu TEAM WORK” antara kaum kapitalis dan kaum imperialis ? Lajakkah kalau kita selalu kegila-gilaan atas segala gerakan² tjap luar negeri?

 Lihat ! Pada tahun 1948 gembong pemogokan Jhon Lewis telah menggerakan kaum buruh dibawah pengaruhnja. Pemogokan dapat terlaksana dengan serentak, ponis turun dari Pemerintah jang bersifat kapitalistis dan achirnja kaum buruh pulalah jang mendapat kerugian denda sebanjak 20.000 dollar. Pemerintah jang bersifat kapitalistislah jang menarik keuntungan baik moreel maupun materieel. Pendek kata segala keuntungan selalu diputarbalikkan sebegitu rupa sehingga achirnja dapat masuk kekantong radja² uang jang akan menepuk dadanja dengan mengutjapkan perkataan „gold is in our hands” atau „semua emas didunia sudah kita kuasai”. Begitulah seterusnja keadaan dunia perburuhan.  Sekarang sudah mendjadi kenjataan, bahwa dunia jang telah mendjadi sempit ini terbelahlah mendjadi dua blok, jaitu jang dinamakan BLOK DEMOKRASI SOVJET-RUSIA dan BLOK DEMOKRASI AMERIKA SERIKAT, BLOK BURUH dan BLOK MADJIKAN atau BLOK TENAGA dan BLOK UANG. Blok jang pertama ditjiptakan oleh seorang bangsa Jahudi jang bernama KARL MARX dan blok lainnja pun ditjiptakan oleh orang² Jahudi djuga jang berpusat di Wallstreet.

 Bab I diatas sudah tjukup djelas untuk mengetahui pergerakan kaum Zion. Pun pergolakan politik di Indonesia ini terang djugalah kalau diputar balikkan oleh dalang² politik jang berselimut warga-negara dari berbagai Negara. Dalam buku „De Geldbronnen van het National-Socialisme terdapat djuga utjapan Hitler jang memberi kesan bahwa Joseph Stalin pun bangsa Jahudi djuga jang berwarga Negara Sovjet-Rusia. Sampai dimana kebenaran daripada utjapan Hitler diatas, kenjataanlah nanti jang menetapkan.

 Lihatlah pula ! Dalam pertentangan antara Eropah Timur dan Eropah Barat, kedua-dua bloklah jang menarik keuntungan. Dalam pertentangan antara Tiongkok Nasionalis dan Republik Rakjat Tiongkok, kedua-dua blok pulalah jang menarik keuntungannja. Begitupun dalam peperangan kemerdekaan di Indonesia, Viet-Nam, Malaja dan Korea baru² ini, kedua-dua blok pulalah jang menarik keuntungannja. Dalam lapangan diplomasi pun sama sadja halnja. Siapa pula jang menarik keuntungan di Perserikatan Bangsa² jang mungkin dapat mendjadi pemerintahan dunia selainnja kedua-dua blok tersebut ?

 Tampak djelas pulalah keuntungan² diatas dimata kita, kalau kita memperhatikan tjara berdjalannja penjembelihan besar-besaran atas Rakjat Korea dan Tiongkok jang gagah perwira hingga detik ini djuga. Pun soal Westerling perlu djuga dipandang dari sudut ini djuga. Demikian djuga tentang kekatjauan² jang timbul diseluruh Indonesia.  Mau tidak mau siapapun jang tiada berpegangan pada suatu dasar jang sangat berlainan dengan sifat kedua-dua blok ini, tjepat atau lambat, akan masuk kedalam suatu perangkap sehingga achirnja akan menderita kerusakan, kemiskinan, dan keruntuhan baik lahir maupun bathin.

 Melihat keadaan jang timbul pada dewasa ini, maka dunia rupa²nja akan mengalami pembakaran jang maha heibat.

 Fillips Vergas didalam bukunja H. G. Wells jang bertitel „De Wereld in Wording” telah meramalkan, bahwa dunia akan mengalami peperangan jang mengerikan selama 10 tahun, peperangan mana achirnja akan bubar dengan sendirinja karena berdjangkitnja „microben aanval” atau „wabah” jang sangat berbahaja. Dalam pada itu dikatakan, bahwa orang tidak sempat lagi berperang melainkan berusaha untuk menolak penjakit berbahaja jg. menular itu. Sebagian daripada ramalan inipun telah datang pada kenjataannja jaitu, bahwa mulai kurang lebih tahun 1941 meletuslah perang dunia ke II. Meskipun pada tahun 1945 perang tersebut dengan resmi telah selesai akan tetapi apinja sampai sekarang masih mendjilat² kesegala djurusan untuk mendjadi padam sesudah mentjapai puntjak pembakarannja nanti.

 Sang Djojobojo djuga meramalkan, bahwa kiamat-kobra atau kerusakan² jang maha besar didunia akan terdjadi dalam waktu sebelas tahun. Sebagian daripada ramalan inipun sudah sampai pada kenjataannja. Setiap machluk kini dapatlah menjaksikan, bahwa dunia pada dewasa ini beradalah dalam „zaman kijamat kobra” sedjak meletusnja Perang Dunia ke II. Kur'an djuga meramalkan, bahwa dunia akan mengalami chiamat apabila bangsa Jahudi sudah mulai bertengkar tentang sesuatu barang. Sekarang djuga bangsa Jahudi sudah mulai berebut tanah air dengan bangsa Arab serta berebut „emas” dengan lain² bangsa.

 Seorang bangsa India berumur lebih dari 100 tahun dan kini berdiam dibenua Australia djuga menerangkan bahwa ia, sesudah mengalami peperangan 18 kali banjaknja, akan mengalami lagi peperangan jang terbesar didunia. Ia meramalkan, bahwa peperangan inilah jang dinamakan „PERANG ARMAGEDON” dimana Tuhan Jang Maha Esa mulai menghudjani dunia dengan api untuk menghabisi riwajat manusia didunia.

Peledakan Bom Atoom

 Demikianlah ramalan² jang serba menakut-nakuti. Atoomkah? Hidrogenkah jang dimaksud ini ? Ja, bagaimanapun djuga, kita bangsa jang tjinta damai serta jang telah berpegangan dasar² negara kita jang lima itu perlulah bersikap tenang karena kita dapat menafsirkan bahwa jang disebut „manusia” didalam ramalan² itu tak lain dan tak bukan ialah Wortelras ke 5 jang akan tenggelam djuga seperti Wortelras² ke 1, 2, 3, dan 4 dahulu setelah dasar daripada djiwanja tidak sesuai lagi dengan zamannja.

 Agaknja akan tjotjok djuga ramalan² itu. Disitulah nanti gugurnja Wortelras ke 5 sebagai pahlawan kemadjuan dan penghubung dunia ? Sampaikah mereka pada takdirnja ? Musnakah kekuasaan, sifat kedjam, kemuslihatan, rasdiscriminasi, kemurkaan dan ketjongkakan mereka dalam dunia baru ?

 Sebagai djawaban atas pertanjaan ini baiklah kita mengambil tjontoh seorang machluk jang sudah sampai umur. Orang ini sebelum sampai pada adjalnja, tentu sangat berhati-hati serta berpengharapan supaja dapat menemui adjalnja didalam rumahnja sendiri. Artinja sebagai manusia jang utama ia berusaha untuk tidak meninggal-dunia ditengah-tengah djalan. Lain daripada itu aipun sudah memfikir²-kan, kepada siapa warisannja akan diserahkan.

 Begitu djuga Wortelras ke 5 jang sesungguhnja dipimpin oleh bangsa Jahudi dan bangsa² Barat lainnja. Mungkin mereka sudah merasa dalam hati ketjilnja bahwa mereka, setelah berhasil mengelilingi dunia dengan menuangkan segala ketjakapannja serta berkahnja diseluruh dunia, akan meresa lebih puas menemui tenggelamnja sebagai Wortelras ke 5 ditanah airnja masing² dari pada tenggelam ditengah-tengah perdjalanan. Sekarang djuga sudah dapat dilihat bahwa mereka, karena desakan keadaan, sedikit demi sedikit mulai meninggalkan tanah djadjahannja dengan menelorkan susunan pemerintahan jang bertjorak commonweelth, dominion, rijksverband, Unie truthtyship dan sebagainja.

 Melihat perputaran keadaan² didunia selama „Wortelras” kelima ini berkuasa maka teranglah bahwa atas ketjerdasan otaknja, „Wortelras” ini dapatlah mentjiptakan dan menjiarkan wedjangan² para Nabinja dalam beberapa kitab. Pengertian mereka tentang Ketuhanan dapatlah mereka peladjarkan kepada sesama hidupnja dengan djelas setjara membentuk beberapa agama dimana orang diandjurkan untuk bersembahjang kehadapan Tuhan Jang Maha Esa. Pada detik ini djuga manusia di seluruh dunia sudah mengerti akan Tuhan Jang Maha Esa seperti djuga „orang dewasa” jang mulai mengerti akan orang tuanja, artinja mengerti bahwa orang² jang tererat hubungannja dengan dia serta jang mendjamin kebutuhannja dari ketjil mula itu adalah orang tuanja.

 Tetapi agaknja Ketuhanan mereka itu barulah dalam alam fikiran sadja terbukti bahwa segala tindakannja masih selalu menjimpang dari peladjaran² Nabi²nja jang mereka kupas, mereka tulis dan mereka siarkan sendiri. Oleh karena itulah maka sampai detik ini, meskipun sudah terdesak oleh keadaan, mereka dalam hati ketjilnja sebetulnja tidak mau memberi kemerdekaan kepada sesama hidupnja jang lemah keadaannja. Bagaimanapun djuga, „wortelras kelima” ini akan tetap dalam keadaan demikian karena memang belum lengkaplah alat² dalam tubuhnja untuk berbakti kepada Tuhan Jang Maha Esa setjara njata. Mereka tidak akan dapat mengalirkan Ketuhanannja dari alam otak kealam kalbu, alam budi, alam rasa, alam suksma, alam Mahligai dan achirnja kealam „Jang Maha Esa” atau „Ingsun”. Bukan merekalah jang dapat bertindak demikian melainkan „wortelras” keenam atau ketudjulah nanti. Djadi terang djugalah bahwa mereka akan tenggelam seperti „wortelras” kesatu, kedua, ketiga, dan keempat dahulu. Tentang hal ini memang sudah mereka tulis sendiri dalam kitab-kitabnja bahwa „manusia” akan mengalami chiamat. Oleh karena penulis dan peramalnja itu adalah wortelras kelima sendiri maka sudah tentulah bahwa jang mereka sebut „manusia” itu adalah „wortelras kelima” sadja. Tanda-tanda tentang hal ini dapat kita lihat segala sebutan jang mengandung pengertian „achir. Mitsalnja :

  1. Nabi Mohammad adalah nabi jang „terachir” atau penutup,
  2. Ramalannja Sang Djojobojo adalah ramalan jang „terachir”,
  3. Ronggowarsito adalah pudjangga jang „terachir”,
  4. dan sebagainja.

 Tentang kepastian akan kemusnahan mereka sudahlah dapat dibajangkan. Kemadjuan mereka memang sudah memuntjak sehingga segala hasil kemadjuannja hanjalah dipergunakan untuk menghantjurkan manusia mitsalnja atoom, hidrogen dan lain sebagainja jang sangat berbahaja bagi kemanusiaan. Bangsa Jahudi kini pun sudah mentjapai tjita-tjitanja untuk bertempat tinggal dan berumah tangga sebagai suatu bangsa di Palestina atau apa jang disebut-sebut „Juda” itu. Ja, alat koordinasi Pantja Indera memang belum dapat dipergunakan olehnja.

 Menarik kesimpulan dari kedjadian² diatas maka agaknja, apabila nanti saatnja telah tiba, musnahlah sifat² tjongkak, kedjam dan angkara murka dari masjarakat „dunia baru”, bagaikan orang jang menemui adjalnja didalam rumahnja sendiri itu.

 Bilamana keadaan dunia sudah demikian djadinja maka akan terlaksanalah tjita² pergerakan kaum Zion jang tertjantum dalam achir kata dari pada protocolnja, jaitu bahwa didunia akan bertachta seorang Radja alim, ulung berpidato dihadapan umum dan ahli memerintah ra'jat sedunia jang telah terpetjah-belah karena adanja kekatjauan akibat siasat sipembuat protocol² tersebut. Perkataan „alim” atau „geenslaaf zijn van de hartstochten” inilah jang dapat dihubungkan dengan ramalan tentang sifat „wortelras” ke 6 jang akan timbul, begitupun dengan ramalan² pudjangga Djawa jang antara lain menjebut: „Jen wustan mobah tan mosik nuli sinapih tumekane Ratu Ginaib”. Dalam bahasa Indonesia ramalan ini dapat ditafsirkan bahwa setelah didunia berkobar peperangan jang tidak ada taranja kemudian timbullah kesunjian. Disitulah timbulnja Radja Gaib atau Ratu Adil. Untuk djelasnja maka dibawah ini perlu disadjikan kutipan protocol jang terachir tersebut sebagai berikut :


Protocol No. 24.

De bevestiging van de dynatie van Koning David.

 Nu zal ik bespreken de wijze, waarop de dynastie van Koning David over de gehele wereld bevestigd zal worden.

 Deze bevestiging zal in de eerste plaats besloten zijn in dat genen, waarin tot op den huidigen dag de kracht gescholen heeft van het conservatisme onzer wijzen, nl. in de richting waarin de denkwijze van de gehele wereld opgevoegd moet worden.  Bepaalde leden van het zaad van David zullen de koningen en hun erfgenamen, na toegepaste selectie niet op grond van erfelijke rechten, doch naar eminente bekwaamheden, opleiden, hen inwijden in de geheime mystiek der politik in regeeringschema's, en wel zoodanig, dat niemand anders deze geheimen zal kennen. Het doel hiervan is, dat iedereen besefte, dat de regeering niet kan worden toevertrouwd aan hen, die niet in de geheime kennis van deze stof is gewijd.

 Want slechts aan ingewijden zal de prachtische toepassing van het hiervoor besproken plan worden onderwezen door vergelijkingen in de ervaringen van vele eeuwen en door beschouwingen over politik-economische stroomingen en sociale wetenschappen, kortom, door inwijding in de geest der wetten, die door de natuur zelve onweerlegbaar zijn ingesteld ter regeling van de menschelijke verhoudingen.

 Directe erfgenamen zullen van de bestijging van den troon worden uitgesloten, telkenmale wanneer zij tijdens hun opvoeding blijk geven van wuftheid, zwakheid en andere hoedanigheden, welke de ruineering van ons gezag beteekenen, die hen gevaarlijk maken voor het koninklijk instituut en onbekwaam tot regeren.

 Slechts diegenen, die onvoorwaardelijk geschikt blijken te zijn tot streng, zelfs tot een wreeheid grenzend, regeren, zullen van onze wijzen de teugels daartoe ontvangen.

 Ingeval van verslapping van wilskracht of enig ander soort ongeschiktheid, moeten de koningen krachtens de wet de teugels der regeering overdragen aan nieuwe bekwamere handen.

 De werkplannen des konings zullen zowel voor het heden als voor de toekomst geheim blijven, zelfs voor diegenen die beschouwd zullen worden als zijn intiemste raadgevers.

 Slechts de koning en de DRIE, die hem zalfden, zullen weten wat komende is.  In den persoon van de koning, die met onbuigzamen wil zichzelf en de mensheid meester moet kunnen blijven, zal een ieder het noodlot met zijn mysterieuse wegen moeten zien. Niemand zal weten, welk doel de koning met zijn beschikking beoogt en daarom zal niemand het wagen zich op onbekende paden te begeven.

 Van zelfspekend moet de koning een denkvermogen bezitten, dat in bekwaamheid berekend is voor de volbrenging van het regeerplan. Om deze reden zal geen koning den troon bestijgen, dan nadat hij door wijzen dartoe na onderzoek bekwaam zal worden geacht.

 Opdat het volk hem zal kennen en hem zal liefhebben, is het onvoorwaardelijk nodig, dat de koning het volk toespreke op openbare plaatsen. Dit zal de noodzakelijke saamhoriģheid verzekeren tussen de twee machten, die thans door ons toedoen door wantrouwen en terreur zijn verdeeld.

 Deze terreur is voor ons onmisbaar tot op het tijdstip dat beide machten elk afzonderlijk in onzen macht zijn gekomen.

 De koning der joden mag geen slaaf zijn van hartstochten, in het bijzonder niet van zinnelijkheid. Op geen enkel gebied mag hij dierlijke instincten macht laten uitoefenen op zijn denkvermogen. Zinnelijkheid desorganiseert meer dan wat ook het verstandelijke en het helder inzicht vermogen en leidt de gedachten naar de slechtste en dierlijkste kanten van het menselijk doen.

 De steunpilaar van het mensdom in den persoon van den oppersten heer der wereld van het heilige zaad van David moet voor zijn volk alle persoonlijke neigingen opofferen.

 Onze opperste heer moet van een voorbeeldige onbesprekenheid zijn.

 Djelaslah disini bahwa suatu bangsa tua jang berlambang Radja David, pada satu ketika, akan menjerahkan Pimpinan Dunia kepada bangsa baru jang mereka beri lambang „den oppersten heer der wereld van het heilige zaad van David” atau dalam term agama: „Messias jang lahir kembali didunia” atau dengan term pudjangga Djawa : „Sultan Heru Tjakra kang ngratoni Djagat kabeh”.

 Demikianlah pendapat tentang djalan pergantian tingkat alam besar dibawah pimpinan „wortelras” ke 1, 2, 3, 4, 5. Tentang keadaan „wortelras” ke 6 barulah dapat kita raba kelahirannja sadja sedang keadaan „wortelras” ke 7 atau „wortelras” terachir jang dapat diumpamakan seorang tua, belum dapat diraba-raba.

 Meskipun demikian dapat diakui djuga bahwa wortelras ke 5 dalam segala tindakannja masih selalu ditjampuri oleh Tuhan Jang Maha Esa dengan melalui/perantaraan para Nabi mitsalnja Nabi Nuh dan lain-lainnja serta Nabi Mohammad s.a.w. sebagai Nabi penutup, seperti djuga halnja dengan orang dewasa jang masih selalu menerima wedjangan² dari, serta ditjampuri segala tindakannja oleh orang tuanja mitsalnja dalam hal perkawinan dan sebagainja. Hal demikian ini tiada terdjadi lagi pada wortelras ke 6 dan ke 7 ataupun pada seorang machluk jang telah mengindjak „alam peralihan dari dewasa ke tua” serta „alam tua” dimana ia sendiri sudah mendjadi orang tua dari keluarganja jang berpegangan wedjangan² dari orang tuanja jang dikalain masih dewasa diterimanja itu. Dengan sendirinja orang tuanjapun makin mendjauhkan diri dari anaknja jang telah mengindjak alam tersebut. Djadi, baik buruknja tindakan orang dimata orang tuanja itu akan tergantung pada kesetiaannja terhadap wedjangan² tersebut. Oleh sebab itu maka sudah tepatlah bahwa Nabi Mohammad s.a.w. disebut Nabi penutup. Pun sudah selajaknja pulalah bahwa masjarakat sekarang sebagian besar sudah dapat kritis dalam memandang segala hal sehingga orang tidak akan lagi menelan segala wedjangan² begitu sadja jang diutjapkan atau ditulis oleh segolongan oarng sadja.

 Setelah memperhatikan hal² diatas maka perlulah kita, sebagai penegak Negara Republik Indonesia, berhati-hati dalam mengikuti isme-isme, agitasi, sembojan-sembojan, pengetahuan mistik dan sebagainja dari luar negeri serta advies² dari luar pula tentang seluk beluk Pemerintahan kita.

 Sebaliknja kitapun harus berusaha untuk selalu memperhatikan segala sesuatu jang timbul ditanah air kita, terutama dalam hal kepertjajaan atau mistik jang bersifat menghindarkan diri dari pengaruh asing baik dari Eropa maupun dari Asia Barat. Seperti telah diketahui umum maka belakangan ini ditempat-tempat diseluruh Indonesia telah tumbuh dengan suburnja, aliran² kepertjajaan baru jang boleh dikatakan sebagai sambutan terhadap lahirnja Pantjasila, aliran² mana perlu diselidiki dan dipeladjari sedalam-dalamnja dan kalau perlu dibimbing sebaik-baiknja dengan tjara jang bebas. Adapun aliran² ini antara lain jalah : Kawula Warga Naluri (K.W.N.), Igama Imam Hak (I.I.H.), Perkumpulan Umat Adam Ma'rifat Indonesia (P.U.A.M.I.) dan sebagainja. Inilah jang perlu diperhatikan setjara bebas dan didjaga sebenar-benarnja supaja djangan sampai dapat dipergunakan oleh anasir² pengatjau. Pendek kata segala sesuatu jang timbul ditanah air kita dengan sifat² untuk menghindarkan pengaruh asing tersebut wadjib kita perhatikan setjara bebas dan kalau perlu disalurkan kearah jang tertentu untuk kepentingan Negara kita jang tetap berdasarkan Pantjasila.

 Kembali kita ke soal peneropongan terhadap „wortelras”.

 Adapun kemusnahan „wortelras” kelima nanti berartilah perkembangan bagi „wortelras” keenam jang memang sudah lahir, bangkit dan berdjoang dengan mempergunakan dasar dari pada djiwanja jang telah mengindjak „alam setengah tua” itu. Tjepat atau lambat dunia akan mengakui kelahirannja „wortelras” jang baru itu dan jang kini sedang mengalami selectienja baik lahir maupun batin. Oleh para ahli pengetahuan dan para peramal dapatlah diterangkan bahwa „wortelras” keenam itu mempunjai sifat :

  1. Setija beribadat kepada Tuhan,
  2. Susila,
  3. Adil,
  4. Tertib-damai.

 Kalau „wortelras” kelima Ketuhanannja baru didalam alam fikiran sadja ibarat orang jang baru faham akan hubungannja dengan apa jang disebut orang tuanja itu, maka „wortelras” keenam Ketuhanannja sudah meresap kedalam djiwa sehingga segala tindakan atau budinja mulai sesuai dengan kehendak Tuhan Jang diwedjangkan melalui para Nabi ibarat orang jang sudah berumah tangga sendiri dan mendjadi orang tua dari pada anaknja sehingga baktinja kepada orang tuanja mendjadi lebih njata dari pada baktinja orang dewasa. Dengan lain perkataan dapat dikatakan bahwa „wortelras” keenam itu pada dasarnja lebih mengutamakan „budi” jang benar dan baik dari pada hanja menjiar-njiarkan serta mempeladjari sesuatu agama sadja setjara fanatik. Pendek kata pandangan „wortelras” keenam terhadap soal keagamaan sudah mulai kritis dan tidak begitu sadja menelan setiap peladjaran.

 Menarik kesimpulan dari soal² diatas maka sekali lagi dapat ditegaskan bahwa apa jang disebut-sebut chiamat bagi manusia sedunia dalam kitab² agama itu hanjalah ramalan terhadap nasibnja „wortelras” kelima belaka dan sama sekali tidak mengenai „wortelras" keenam. Sebab, kitab² itu pun „wortelras” kelima sendirilah jang menggubah. Chiamat ini akan berarti bahwa segala kekuasaan didunia jang berdasarkan kekedjaman, kekuatan sendjata, kelitjinan dan ketjerdasan otak mulai musnah dari muka bumi.

 Bagi bangsa² jang merasa bahwa djiwanja lebih madju atau progressief” daripada djiwanja „wortelras” kelima itu maka djustru pada saat tibanja chiamat tersebutlah timbulnja bangsa² itu sendiri sebagai bangsa² jang berpengaruh didunia dengan tiada bersendjatakan sifat² kedjam, litjin dan sifat² jang mengutamakan kekuatan sendjata materieel. Sendjata mereka jalah sifat-djiwanja jang telah madju itu.

 Perlu djuga ditegaskan bahwa pandangan diatas ini bukanlah suatu pertanjaan „kurang penghargaan agama² sedunia jang ada” melainkan djustru suatu gambaran bahwa,- tjepat atau lambat-, dunia tidak lagi akan menjaksikan „budi manusia jang setjara fanatik hanja menjiarkan, mengagitasikan atau mempropagandakan agamanja sadja” melainkan akan menjaksikan „BUDI MANUSIA JANG BAIK DAN BENAR SESUAI DENGAN WEDJANGAN² JANG TELAH DIDJADIKAN DASAR DARI PADA DJIWA AGAMANJA MASING², WEDJANGAN2 MANA PUN JANG TELAH DITANAMKAN DALAM HATI PARA PENGANUTNJA DENGAN MENGINGAT AKAN KEMATANGAN PENGETAHUAN, PENGERTIAN DAN DJIWA UMMAT MANUSIA PADA UMUMNJA NANTI”.

 Demikianlah mungkin jang dimaksudkan oleh SABDO PALON dalam buku ramalan „Darmogandul”, jaitu bahwa „AGAMA BUDI” akan lahirlah di dunia. Tafsiran beberapa orang dari abad ke 20 terhadap ramalan ini jalah bahwa „AGAMA BUDI” ini ta'lain dan ta'bukan adalah suatu perkembangan, kelandjutan atau persatuan dari pada wedjangan² jang telah mendjadi dasar djiwa agama sedunia itu serta jang tadinja hanja masuk ke-ALAM FIKIRAN para penganutnja sadja kemudian dapat masuk ke dalam DJIWA dan achirnja meningkat mendjadi PERBUATAN BUDI atau „DAADWERKELIJK" itu. Memang lebih berbakti kepada Tuhan Jang Maha Esalah orang jang berbudi sebagai mana inti wedjangan² diatas, dari pada orang jang hanja membatja, mengerti dan menghafalkan kalimat wedjangan² itu sadja. Dilihat dari sudut tafsiran diatas maka Negara REPUBLIK INDONESIA dengan PANTJASILANJA jang sudah merupakan suatu „KEBULATAN BUDI” daripada para penganut wedjangan² diatas itu dapatlah kini disebut „SUATU NEGARA JANG NJATA HASRATNJA UNTUK BERBAKTI KEPADA TUHAN JANG MAHA ESA”.

 Mengingat akan tafsiran² diatas maka dapatlah kini dimengerti mengapa setiap warga negara Republik Indonesia sekarangpun sudah mulai menjesuaikan djalan fikiran, djiwa, tudjuan dan „budi”-nja dengan PANTJASILA Negeranja ketjuali mereka jang telah tersesat dari „ril” wedjangan² diatas atau telah hanjut dalam gelombang perasaan sentimen akibat dari pada agitasi, propaganda dan budjukkannja fihak pentjegah ketumbuhan djiwa manusia sedunia. Menurut gelagatnja maka agaknja hanja pemudalah jang akan dapat mempelopori penjesuaian diri manusia dengan kehendak masa jang sedang merobah segala sesuatu jang masih bersifat kolot, tjongkak dan tjurang ini.

 Untuk menggalang suatu kejakinan bahwa „wortelras” jang baru ini memang harus ada maka baiklah kita menengok sebentar kebelakang dengan merenungkan tjatatan² dibawah ini.


Alm. Dr. Wahidin Soedirohoesoedo

 Pada th. 1908 bangsa Indonesia mulai bangkit dengan dipelopori oleh Dr. Wahidin Soedirohoesodo jg. mempunjai pandangan hidup baru.

Ki Hadjar Dewantoro

 Pada th. 1921 R. M. Soewardi Soerjoningrat, sekarang Ki Hadjar Dewantoro, mulai mempraktekkan pandangannja jang baru tentang pendidikan dimana „kemerdekaan pribadi” diutamakan, dengan mendirikan Perguruan Nasional „Taman Siswa” jang kini ternjata mendjadi pelopor pendidikan kearah pembaharuan djiwa bangsa Indonesia.

Alm. W. R. Supratman

 Pun almarhum Wage Rudolf Soepratman mungkin djuga dalam hati ketjilnja telah merasa bahwa djenis bangsa jang baru sedanglah bangkit. Oleh karena itu maka beliau terus menjambutnja dengan mengutjapkan do'a² untuk Nusa dan Bangsanja, do'a² mana kemudian diakui sebagai lagu Kebangsaan Indonesia Raya dengan sja'irnja jg. berbunji sebagai berikut :

  1. Indonesia tanah airku,
    Tanah tumpah darahku,
    Disanalah aku berdiri,
    Djadi pandu ibuku,
    Indonesia kebangsaanku,
    Bangsa dan Tanah Airku,
    Marilah kita berseru,
    Indonesia bersatu,
    Hiduplah tanahku,
    Hiduplah neg'riku,
    Bangsaku, Ra'jatku,
    Sem'wanja,
    Bangunlah djiwanya,
    Bangunlah badannya,
    Untuk Indonesia Raya.

  2. Indonesia, tanah jang mulia,
    Tanah kita jang kaja,
    Di sanalah aku berada,
    Untuk s'lama-lamanja,
    Indonesia tanah pusaka,
    P'saka kita semuanja,
    Marilah kita mendoa,
    Indonesia bahagya,
    Suburlah tanahnja,
    Suburlah djiwanja,
    Bangsanja, Ra'jatnja,
    Sem'wanja,
    Sedarlah hatinja,
    Sedarlah budinja,
    Untuk Indonesia Raya.

  1. Indonesia, tanah jang sutji,
    Tanah kita jang sakti,
    Di sanalah aku berdiri,
    'Ndjaga ibu sedjati,
    Indonesia, tanah berseri,
    Tanah jang aku sajangi.
    Marilah kita berdjandji,
    Indonesia abadi,
    S'lamatlah Ra'jatnja,
    S'lamatlah Putranja,
    Pulaunja lautnja, sem'wanja,
    Majulah Neg'rinja,
    Majulah pandunja,
    Untuk Indonesia Raya.



Ulangan:

Indonesia Raya,
merdeka, merdeka,
Tanahku Negeriku
Jang kutjinta,
Indonesia, Ray,
merdeka, merdeka,
Hiduplah Indonesia Raya.

Inilah do'a dari para almarhum pudjangga kita untuk merdeka, mulja, bahagia, selamat dan sadar, do'a mana kemudian mendjadi sumpah kita bangsa Indonesia dengan mengaku Indonesia sebagai tanah air, tanah tumpah darah, tanah jang mulia, tanah jang kaja, tanah jang sutji dan tanah jang sakti. Berat, orang bersumpah. Sebab apabila orang menodai sumpahnja sendiri siapa pula jang akan menghukum ? Hati dan budi harus sadar, negeri dan pandunja harus madju. Ja, djelaslah gerangan apa jang menjala-njala dalam hati ketjilnja almarhum W. R. Soepratman.

 Kemudian meningkat lagi pandangan kita kebelakang jaitu kezaman kekuasaan Djepang atas Asia Timur-Selatan. Pada waktu itu Kita dapat menjaksikan sendiri bahwa bangsa Djepang sebagai suatu bangsa jang akan menginsjafi ketjongkakan, kekedjaman dan kekeliruannja, pun mempunjai perasaan didalam hati ketjilnja bahwa wortelras jang baru itu memang harus atau telah lahir. Hal ini dapatlah dibuktikan dengan seruan² bangsa Djepang jang pada tahun 1945 masih didenggung²-kan dengan perkataan² sebagai berikut :

    „dunia baru, Djawa baru, djiwa baru, hidup Asia Timur Raya, kemakmuran bersama di Asia Timur Raya” dan sebagainja.
 Selandjutnja kita perlu djuga menindjau djedjak langkahnja Negara tetangga kita „India”. Disana, jaitu pada tanggal 2 April 1947, atas usaha Sarojini Naidu, Jawaharlal Nehru dan almarhum Gandhi atau pemimpin² besar bangsa India, timbullah suatu inisiatip untuk melahirkan suatu organisasi didunia ini jg. bermanfaat bagi segala bangsa. Organisasi ini lahir djuga pada saat itu dengan diberi nama „Asian Relation Organisation” atau dengan singkat disebut A.R.O., Organisasi mana bukanlah dimaksud seperti gerakan Pan-Asia jang akan menentang Eropah atau Amerika melainkan organisasi jang semata-mata dilahirkan atas hasil kejakinan kepada tjita² „DUNIA BERSATU” atau "ONE WORLD" dengan tenaga lahir-bathin dari bangsa² Asia termasuk bangsa Indonesia djuga. Sungguhpun besar djasanja pemimpin² besar bangsa India ini dalam soal tersebut tetapi masih perlu diperhatikan pertanjaan dibawah ini.

„Dapatkah India meniadakan pertempuran dan pertumpahan darah jang ditimbulkan oleh putera²-nja dari golongan Muslimin dan Hindu kalau India tiada menetapkan suatu dasar hidup atau dasar bernegara bagi bangsa India sebegitu rupa sehingga dapat dikatakan sudah mendekati dasar hidupnja wortelras ke 6 diatas ?” Ja, kenjataanlah nanti jang akan mendjawabnja. Pendek kata dari gerak gerik pemimpin² ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pemimpin² bangsa India inipun, didalam hati ketjilnja, merasa bahwa wortelras jg. baru itu harus atau telah lahir didunia.

Alm. Mahathma Gandhi

 Masih perlu djuga kita meluaskan pandangan kita kebelakang. Bagaimana djedjak langkah diplomaat ulung Indonesia jang pernah memegang peranan dalam Pemerintahan Republik Indonesia ? Beliau, jaitu Sutan Sjahrir, dengan tjita²-nja „Asiatic Relation” dan kemudian tjita² akan timbulnja „de derde macht” atau „kekuasaan ketiga” di sampingnja blok Amerika dan blok Sovjet serta jang mendjauhkan diri dari segala permusuhan didunia-, sadar atau tidak-, djuga telah menerima bisikan dalam hati ketjilnja akan kebangkitan „wortelras” jang baru itu.

 Djuga mereka jg. telah menetapkan tgl. 20 Mei mendjadi „Hari Kebaktian” semangat kebangsaan bangsa Indonesia setjara modern, berarti djuga menjambut kebangkitan „wortelras” keenam itu.

 Setelah melihat tanda² akan kelahiran „wortelras” baru ini maka selandjutnja kita perlu mendjawab pertanjaan² sebagai berikut :

    "Disebut-sebut djugakah bangsa Asia Timur-Selatan atau „kulit berwarna” dalam sedjarah perdjoangan Nabi Nuh dahulu?”
    „Adakah suatu keterangan dalam kitab² apapun djuga bahwa bangsa Asia Timur-Selatan ini pun keturunannja Sem, Cham dan Jafet dahulu ?”

 Andai kata pertanjaan² diatas didjawab „tidak”, maka berartilah bahwa bangsa Asia Timur-Selatan adalah suatu bangsa jang baru, muda atau keturunan berbagai-bagai bangsa jang lebih tua umurnja dari padanja. Berhubung dengan itu maka perlu sekalilah kita memperhatikan seruan² sebagai berikut :

    „Sadarlah bangsa² jang tertindas !”
    „Pertahankanlah kedamaianmu !”
    „Djaga dirilah agar saudara² tidak tergelintjir ke dalam perangkap² atau blok² jang akan bertempur mati-matian berebut kekuasaan !”
    „Ingatlah bahwa bangsa Indonesia sudah mempunjai pegangan hidup sebagai suatu bangsa jang merdeka !”
    „Selamatkanlah Pantjasila dengan segala usaha jang bidjaksana!”

 Andjuran² diatas ini pantaslah selalu diingat oleh segenap bangsa Indonesia pada chususnja dan oleh bangsa² tetangga kita jang ingin mempertahankan kedamaiannja pada umumnja. Seperti kita ketahui andjuran-andjuran ini adalah keluar dari hati murninja para pemimpin perdamaian, bagaikan ajam djantan berkokok karena matahari terbit. Adapun arti pemimpin perdamaian disini ialah pemimpin jang bertjita-tjita akan hilangnja stelsel pendjadjahan ditanah airnja pada chususnja dan seluruh dunia pada umumnja. Sebab, mereka jakin bahwa dengan „tidak adanja” stelsel pendjadjahan ditanah air bangsa-bangsa diseluruh dunia ini, baru tertjiptalah perdamaian jang abadi. Dengan lain perkataan pemimpin² inilah jang berkemauan kuat untuk menanamkan „djiwa merdeka” kedalam senubari bangsanja. Memang, kemerdekaan bagi Nusa dan bangsa adalah sumber segala tjita² jang baik. Tidak ada kemerdekaan, mustahil tjita² jang luhur dapat terlaksana. Oleh karenanja maka kita, bangsa Indonesia dan bangsa tetangga kita, atau bangsa Asia Timur-Selatan atau kita „bangsa jang baru” ini selalulah menuntut kemerdekaan bagi Nusa dan bangsa agar supaja kemerdekaan ini dapat dibuat bekal untuk melaksanakan tjita² kita jang luhur. Bangsa jang baru ini didalam hati ketjilnja memang tjinta damai. Memang inilah salah satu dasar dari pada djiwa kita. Apabila kita dapat mengenal diri pribadi kita ini serta dengan djalan apa atau bagaimanapun djuga berusaha untuk menjelamatkannja maka kita tentu tidak akan terlibat dalam perang besar, perang mana berartilah chiamat bagi wortelras ke 5 jang akan terbenam dalam lautan api atas tindakannja sendiri. Memang, wortelras ke 5 inilah jang bersalah dengan melanggar dasar² perdamaian diatas, kesalahan² mana telah berakar, tidak dapat lagi dibetulkan.

 Memang, bangsa² pendjadjah pada dasarnja tidak suka damai. Mereka mau damai hanja kalau terantjam kekuasaannja. Sebagai bukti dari pada dasar mereka ini jalah sikap mereka terhadap bangsa² jang lemah pada waktu keselamatan mereka terantjam oleh Negara² As: Djerman, Italia dan Djepang. Pada waktu itu terpaksalah mereka berniat merobah sikapnja jang melanggar perdamaian itu. Mereka berdjandji tidak akan mendjalankan systeem pendjadjahan lagi. Pun mereka mulai jakin bahwa kemerdekaan bagi bangsa² diseluruh dunia inilah djalan satu²-nja kearah perdamaian dunia. Berkali-kali mereka melangsungkan konperensi dunia, konperensi mana achirnja dapat djuga menghasilkan „Piagam Perdamaian” di San Fransisco jang mendjadi pedoman bagi perikatan bangsa² jang tersusun dalam United Nation Organisation (U.N.O.). Piagam ini pada tgl. 26 Djuni telah ditanda tangani oleh 51 negara anggauta² UNO. Apa hasil penanda tanganan ini setelah perang dunia ke 2 selesai? Setiap machluk jang sadar tentu menganggap bahwa mereka, karena terpengaruh oleh djiwanja jang bersifat dewasa itu, sama sekali ta'dapat menuruti niat dan keichlasan hati mereka sendiri untuk mentjari aman dan damai bagi segala bangsa didunia. Artinja didalam prakteknja mereka menafsirkan sendiri perkataan² perdamaian dan keamanan itu sebagai berikut :

  1. perdamaian (peace) jaitu kekuasaan.
  2. keamanan jaitu keselamatan dan kepentingan diri sendiri.
 Tafsiran inilah jang sekarang mendjadi pedoman dunia umumnja, pedoman mana akan menentukan langkah tiap² negara terutama negara² besar jang mengemudikan djalannja politik internasional seperti Amerika-Serikat, Sovjet Rusia dan Inggeris. Negara² ini mulailah berlomba-lombaan lagi beradu pantja indera. Ja, segala tindakan negara² besar memang mempunjai maksud untuk dapat menguntungkan sipengemudi, tidak perduli kalau perdamaian dunia terganggu lagi karenanja. Memang begitulah dasar djiwa pendjadjah. Sebaliknja kita, bangsa jang baru ini, mulai kenal akan dasar djiwa kita. Perkenalan inilah jang mendorong bangsa Indonesia untuk berbangkit guna mentjapai kebenaran.


2. BANGSA² JANG TERTINDAS MULAI BANGKIT.

 Sedjak Balatentara Djepang pada tahun 1905 berhasil menembus benteng Russia di Port Arthur maka bangsa Asia Timur-Selatan makin insjaf bahwa sembojan „mission sacre” tidak akan berlaku lagi di dunia ini. Tindakan Djepang tsb. segera diikuti oleh berbagai² bangsa terdjadjah. Di-tiap² tanah djadjahan mulailah timbul pergerakan² jang bertudjuan menuntut kebenaran. Di Indonesiapun timbul pergerakan² sematjam itu. Sebagai batu pertama dari pondamen pergerakan modern di Indonesia maka atas inisiatip Dr. Wahidin Soedirohoesodo berdirilah perkumpulan „Budi Utomo” dikota Djakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Inilah hasil² pergerakan bangsa Indonesia untuk pertama kali jang bersifat modern. Pergerakan jang bersifat modern inilah jang memberi tanda bahwa bangsa baru ini mulailah kenal akan dasar djiwanja. Setiap detik pergerakan² ini makin berkembang diplosok-plosok dunia, bagaikan pohon tandjung jang berkembang dengan serentak meskipun letak tiap² pohon sangatlah berdjauhan, satu sama lain. Akibat dari pada perkembangan pergerakan² ini jalah djatuhnja beberapa korban bangsa terdjadjah ketangan kekedjaman bangsa pendjadjah atau bangsa jang melanggar dasar² perdamaian. Djatuhnja korban² tersebut sampai sekarangpun ternjata ta'ada berhentinja. Sebaliknja semangat bangsa Indonesia untuk bergerak ta'djuga kundjung padam. Achirnja tertolong djuga bangsa Indonesia oleh Tuhan Jang Maha Esa. Bangsa² jang melanggar dasar² perdamaian ini pada tahun 1941 mulailah bertempur, siksa menjiksa dan bakar membakar. Djuga di Indonesia setelah genap 350 tahun Belanda mengekang kemerdekaan bangsa Indonesia dan pula setelah genap 33 tahun bangsa Indonesia mengenal dasar dari pada djiwanja jang baru itu, maka dapatlah kekuasaan Belanda atas Indonesia dipatahkan oleh Djepang dengan tiada perdjandjian suatu apa. Berachirlah riwajat Hindia Belanda di Indonesia. Pun di Eropah sendiri bangsa Belanda mengalami penjerbuan tentara Nazi jang sangat kedjam. Terdjadilah disana penggantungan jang sangat mengerikan. Atas budjukannja kaum imperialis dan kapitalis maka bangsa Belanda mendjadi lupa akan nasibnja pada waktu pendjadjahan Spanjol atas tanah airnja dahulu. Dengan adanja perang dunia II maka se-olah² mereka disuruh merasakan indjakan kaki-pendjadjahan kaum Nazi agar supaja mereka mendjadi sadar bahwa tindakan²-nja diluar tanah airnja itu adalah suatu tindakan jang melanggar dasar² perdamaian. Rupa²-nja mereka sudah lupa pula akan hal itu. Siapa pula jang membikin lupa mereka? Ta'lain dan ta'bukan, kaum kapitalis dan kaum imperialis pulalah jang mendorongnja. Bangsa Belanda memang terus menerus terombang-ambing oleh aliran² politik.

 Menarik kesimpulan dari kedjadian² diatas maka teranglah bahwa bangsa Indonesia, setelah menjelami siasat pendjadjahan jang didjalankan oleh Belanda, bergantilah menjelami siasat pendjadjahan jang didjalankan oleh Djepang. Dengan lain perkataan, setelah menjelami siasat fascis-berselimut maka bangsa Indonesia bergantilah menjelami siasat fascis terang-terangan.

 Ternjatalah bahwa bangsa Indonesia dengan bangsa² tetangganja sampai sekarang tergembleng oleh aliran zaman bagaikan Gatutkatja jang digembleng dalam kawah Tjondrodimuko. Pengalaman² baik lahir maupun bathin daripada bangsa² jang muda ini makin banjak sehingga lambat laun bangsa² ini dapatlah memilih djalan jang benar serta jang memang terselenggara untuk mereka.

ALHAMDULILLAH !

 Hantjurnja kekuasaan Barat di Asia Timur karena Djepang, berartilah tiba saatnja bagi bangsa Asia Timur-Selatan untuk membuka dadanja agar keluarlah isi hatinja jg. murni. Lahirlah sembojan² jang berbunji: „Asia Timur telah bangun, Kemakmuran bersama di Asia Timur Raya”, dan lain² sebagainja. Sembojan² inipun bergema djuga diseluruh kepulauan Indonesia. Djepang mulai menawarkan tenaga dan ketjakapan serta keberaniannja untuk memimpin bangsa² jang terdjadjah di Asia Timur. Hampir segenap lapisan ra'jat di Indonesia dengan besar hati suka menjambut tawaran tersebut.

 Kaum Muslimin/Nasrani, kaum Feodal, kaum Komunis/Socialis kaum kapitalis dan kaum fascis mulai terbelah mendjadi dua golongan. Baik setjara rahasia maupun setjara terang²-an mereka tinggal memilih diantara dua jaitu: masuk perangkap Djepang atau masuk perangkap Belanda dan sekutunja perangkap² mana dipandang dari sudut kebangsaan hanjalah merugikan mereka jang memasuki itu sendiri.  Apa boleh buat ! Orang jang tiada mempunjai pegangan bathin jang luas masuk djuga kedalam perangkap² ini untuk mengikuti djedjak mereka jang memasang perangkapnja. Memang tidak mudahlah orang mendapatkan pegangan jang luas. Sebab, siapapun jang ingin mendapatkan pegangan ini haruslah suka dan sementara pertjaja akan pandangan jang bersifat metaphysisch, sekedar untuk mentjegah segala perangkap. „Sakabehing kahanan donja kang mobah mosik iku mawa tulis”, atau „segala gerak-gerik didunia ini dapatlah dibatja”. Demikianlah sembojan orang jang berpandangan metaphysisch. Ja, satu di antara seribu orang sadja pada waktu itu jang dapat memiliki pegangan tersebut. Artinja, sebagian besar, orang dapat diombang-ambingkan oleh bermatjam-ragam aliran. Setelah merasakan tindasan Djepang maka bangsa Indonesia lambat laun dapat mengerti bahwa kedua-dua perangkap itu memang ada. Tetapi nasi sudah mendjadi bubur. Didalam bangsa Indonesia menjaksikan siksaan² jang dilakukan oleh tentara Djepang sedang dari luar bangsa Indonesia mendengar berita tentang berkobarnja perang dunia ke 2 jang makin menghebat. Propaganda Djepang mendengung-dengung dengan mengabuhi mata bangsa Indonesia bahwa musuhnja seolah-olah telah mendjadi seketjil kutu. Pandangan rakjat terhadap nasibnja setiap hari bertambah kabur. Tiap² pembrontakan bangsa Indonesia melawan kekuasaan Djepang selalu dapat ditekan oleh Djepang dengan kedjam sehingga timbullah ratusan korban difihak bangsa Indonesia. Mitsalnja, pembrontakan² di Blitar, Singaparna, Indramaju dan lain-lainnja.

Anggauta „Peta” sedang diadili Djepang akibat pembrontakan Blitar

 Dalam suasana jang serba mengerikan itu, sekonjong-konjong bangsa Indonesia mendengar berita jang mendengung diangkasa bahwa pada tanggal 8 dan 12 Agustus 1945 pulau Hirosjima dan Nagasaki dibom atoom oleh Angkatan Udara Amerika Serikat. Tidak lama kemudian maka selesailah perang dunia ke 2 dengan kemenangan fihak bangsa² jang telah mentjiptakan „PIAGAM PERDAMAIAN” itu.

 Tibalah suatu saat didunia dimana bangsa Indonesia mendapat kesempatan untuk memulaikan revolusi nasional jang telah diidam-idamkan. Tetapi perlu diingat bahwa sebelum saat tersebut tiba Bung Karno telah menanam dasar² dalam dada bangsa Indonesia dengan maksud supaja dapat mendjadi pegangan bangsa Indonesia dalam mendjalankan revolusi dan dalam kemerdekaannja nanti. Adapun tjara menanamnja dasar² tersebut jalah sebagai berikut :

 Pada waktu masjarakat Indonesia masih dibawah kekuasaan balatentara Djepang jang sangat kedjam maka Bung Karno, sekarang Presiden Negara Repulik Indonesia jang pertama, mulailah melepaskan isi hatinja sebagai pendjelmaan dari pada angan-angannja dengan perantaraan pidato. Pidato beliau ini jalah diutjapkan pada tanggal 1 Djuni 1945 dalam sidang pertama dari pada „BADAN PENJELIDIK USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN” jang diketahui oleh Dr. Radjiman, sidang mana barulah membitjarakan „DASAR NEGARA KITA” jang masih didalam tjita-tjita Ja, tetap pada waktu memuntjaknja penderitaan bangsa Indonesia karena kekedjaman Djepang, serta tepat pada waktu memuntjaknja ketjintaan bangsa Indonesia terhadap KEMERDEKAAN itu maka terlepaslah dari tubuh seorang putera Indonesia jang berdjiwa besar dan berpandangan luas, suatu dasar NEGARA JANG MASIH DIDALAM TJITA-TJITA tersebut. Dasar ini oleh Bung Karno diutjapkan begitu sadja dalam pidatonja jang sangat pandjang lebar serta berisikan pengetahuan tinggi dan perhitungan politis-psychologis jang matang dengan mengandung sindiran² pedas terhadap Zymokjokutjo. Perlu diketahui djuga bahwa pidato ini sedikitpun tidak dengan ditulis terlebih dahulu. Disitulah lahirnja Pantjasila „NEGARA JANG MASIH DIDALAM TJITA-TJITA” itu sebagai berikut:

  1. Kebangsaan Indonesia.
  2. Internasionalisme atau perikemanusiaan.
  3. Mufakat atau demokrasi.
  4. Kesedjahteraan sosial.
  5. Ketuhanan.

Demikianlah urutan dasar² tersebut pada waktu itu. Pantja berarti lima dan Sila berarti azas atau dasar. Djadi Pantjasila berarti dasar jang lima dari pada „NEGARA JANG MASIH DIDALAM TJITA-TJITA” itu.

 Perlu diketahui djuga bahwa sifat pidato serta tjara mengeluarkannja menandakan bahwa Pantjasila tersebut sudah bertahun-tahun tertanam dalam dada Bung Karno sebagai dasar dari pada djiwanja atau djiwa bangsa Indonesia pada umumnja. Tetapi ada pula suatu pendapat bahwa apa jang terkandung dalam dada Bung Karno waktu itu adalah suatu Ilham Tuhan Jang Maha Esa. „Mengapa Ilham”, demikian lain fihak bertanja. Ja, untuk mendjawab pertanjaan ini perlu dikemukakan djuga disini sifat tiap-tiap Ilham sebagai berikut :

  1. Suatu Ilham tentu berkobar-kobar, menjala-njala serta ta' kundjung padam dalam dada manusia sebelum terlepas dari tubuh dimana Ilham ini turun (sebelum „Openbaring”).
  2. Suatu Ilham tentu tidak bersifat sentimentil serta tidak akan turun sebelum orang jang akan menerimanja terlepas dari sentimennja terlebih dahulu. (Dalam bahasa Djawa saat ini disebut „jen wus tan mobah tan mosik”).
  3. Suatu Ilham Tuhan Jang Maha Esa tentu berisikan kalimat² jang mementingkan KETUHANAN serta mendekati sifat Tuhan Jang Maha Esa.
  4. Saat terlepasnja suatu Ilham dari tubuh manusia ke gelanggang masjarakat tentu bertepatan djuga dengan saat terhindarnja masjarakat itu dari rasa sentimen, hal mana pun memberi pengaruh sehingga manusia jang kediaman ini pada waktu melepaskannja sedikitpun tiada lagi mempunjai „rasa takut” atau „rasa rendah diri” terhadap siapapun djuga.
  5. Sekali terlepas dari tubuh manusia maka suatu Ilham tentu hidup didalam masjarakat.

 Inilah sifat jang lima pula dari pada Ilham. Kemudian apakah jang pernah kita alami ? Ja, orang masih ingat bahwa pada waktu Pantjasila itu dilahirkan ditengah-tengah masjarakat Indonesia maka sedang terhindarlah masjarakat itu dari rasa sentimen akibat dari pada timbulnja maha kesulitan² pada waktu itu. Djelasnja ialah sebagai uraian dibawah.

 Balatentara Djepang pada waktu itu sedang terdesak oleh kemenangan² Serikat sehingga peperintahannja di Indonesia sangatlah mengharapkan bantuan, baik moreel maupun materieel, dari bangsa Indonesia, jang sedang sangat mentjintai kemerdekaan itu. Sebaliknja kaum agama, kaum komunis/socialis, kaum feodal/monarachis, kaum kapitalis/imperialis, kaum fascis dan lain²-nja pada waktu itu pun sedang dalam keadaan ketjewa, ketakutan dan sulit. Nasibnjapun sedang terdjepit oleh kedua-dua perangkap jang serba merugikan Nusa dan bangsanja itu. Djadi teranglah bahwa suasana sidang „DOKURITSU ZYUNBI TJOOSAKAI” atau „BADAN PENJELIDIK USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN” itu sama sekali terlepaslah dari rasa sentimen karena keadaan.

 Berhubung dengan itu maka Pantjasila jang terbuka oleh Bung Karno itu sama sekali tidaklah menimbulkan perselisihan faham antara wakil² dari beberapa golongan masjarakat di Indonesia itu. Wakil kaum Muslimin/Nasrani segan menolak dasar KETUHANAN untuk di ganti dengan dasar agama Islam/Kristen. Wakil² feodal/monarchis djuga segan menolak dasar demokrasi untuk di ganti dengan dasar absolute monarchie. Wakil² ra'jat jang dibelakang lajar mengandjurkan komunisme/socialisme segan djuga menolak dasar² kebangsaan untuk di ganti dengan dasar internasionalisme. Pun wakil² kaum kapitalis/imperialis segan djuga menolak kesedjahteraan social untuk diganti dengan dasar kesedjahteraan individu/negara-tersendiri. Pun wakil ra'jat jang dibelakang lajar menghendaki fascisme, segan djuga menolak dasar perikemanusiaan untuk diganti dengan dasar fascisme. Inilah akibat daripada djiwa jang tertekan dan ingin bebas dengan djalan apapun djuga atau memang demikianlah dasar djiwanja jang sebenar-benarnja.

 Menarik kesimpulan dari kedjadian² diatas maka kita dapat mengetahui bahwa Pantjasila Bung Karno ini sedjak lahirnja dalam dada Bung Karno sampai „terbukanja” kegelanggang masjarakat mengandung djuga kelima-lima sifat Ilham Tuhan Jang Maha Esa diatas. Pendapat ini dapat pula dikuatkan dengan kenjataan² bahwa „Pantjasila” ini selalu terhindar dari setiap kemungkinan akan terkuburnja. Berturut-turut, kemungkinan² ini antara lain dapat ditjatat sebagai berikut : Pada tanggal :

1 Djuni 1945, Pantjasila terbuka oleh Bung Karno ditengah-tengah kekuasaan Djepang.
17 Agust. 1945, dibawah antjaman bajonet Djepang, lahirlah Pantjasila ditengah-tengah masjarakat sebagai dasar Negara R.I.
29 Sept. 1945, ditengah-tengah „Allied Force in the Netherlands East Indies dibawah pimpinan Djendral Christison, Belanda menjelundup ke Indonesia untuk mengubur Negara Republik Indonesia bersama Pantjasilanja.
1 Okt. 1945, Pantjasila berada dibawah antjaman Pemerintah Belanda jang mengumumkan: Tidak akan mengadakan perundingan dengan Pemerintah Sukarno, katanja.
15 Okt. 1945, Pantjasila berada dibawah antjaman Kidoo Butai jang mengamuk di Semarang.
10 Nop. 1945, Pantjasila berada dibawah antjaman Inggeris jang mulai menggempur para pedjuang Kemerdekaan Indonesia, dimulai dari Surabaja.
13 Maret 1946, Negara R.I. dengan Pantjasilanja berada dibawah antjaman diplomasi Dr. Van Mook dalam pertemuan dengan P. M. Sjahrir jang diketuai oleh Sir Archibald clark Kerr di Linggardjati.
24 Des. 1946, Negara R. I. dengan Pantjasilanja dibawah antjaman Belanda jang dengan djalan membentuk negara² boneka a.l. N.I.T. bermaksud mengetjilkan atau melikwideer Negara R.I.
3 Djuli 1947, Djendral Major Soedarsono c.s. mentjoba mengadakan coup d'etat di Jogjakarta.
21 Djuli 1947, Pantjasila berada dibawah antjaman agressi tentara Belanda pertama kepada R.I. disegala djurusan dengan alat² sendjata modern.
6 Des. 1947, Pantjasila berada dibawah antjaman diplomasi Belanda dalam perundingan antara delegasi Indonesia-Belanda dikapal Renville.
18 Sept. 1948, Pantjasila dibawah antjaman peristiwa pembrontakan di Madiun.
19 Des. 1948, Pantjasila dibawah antjaman agressi tentara Belanda ke II, Jogja sebagai Ibu Kota Republik Indonesia sudah diduduki oleh Tentara Belanda. Kepala dan pemimpin² Negara sudah ditawan Belanda. Belanda sudah mengira bahwa Republik sudah kubur. Bangsa Indonesia sendiri jang kurang teguh pendiriannja sudah banjak jang silau melihat kekuatan sendjata Belanda sehingga tidak sedikit jang mulai menjeberang kefihak Belanda
dengan dugaan bahwa Republik tidak akan timbul lagi. Sebaliknja Pemerintah Darurat Republik Indonesia, pak tani, pemuda² peladjar, tentara, ahli² penerangan, ja bahkan para patriot Indonesia, dari segala lapisan dengan mati-matian terus mendjalankan siasat geriljanja sehingga fihak Belanda merasa gentar.
4 Mei 1949, Pantjasila mulai berada dibawah antjaman diplomasi Belanda dan blok imperialisme-kapitalisme dalam perundingan informeel antara Mr.Rum, Cochran dan Dr. Van Royen, perundingan mana achirnja menghasilkan persetudjuan K.M.B. dan Negara Republik Indonesia Serikat.
7 Agust. 1949, Pantjasila berada dibawah antjaman apa jang disebut Negara Islam Indonesia dengan proklamasinja dan pengatjauan² dari fihak Darul Islam.
23 Pebr. 1950, Pantjasila berada dibawah antjaman gerakan Westerling dengan A.P.R.A.-nja.
17 Agust. 1950, Pantjasila achirnja tetap melekat dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pegangan hidup bangsa Indonesia seluruhnja dengan melalui djuga „Konperensi antar Indonesia” dan Negara Republik Indonesia Serikat.

Penangkapan Bung Karno oleh tentara Belanda.

 Demikianlah kedjajaan Pantjasila bangsa Indonesia jang disebut sebagai hasil penjelidikan politis dan psychologis jang matang atau sebagai Ilham Tuhan Jang Maha Esa dan jang dipertahankan oleh setiap patriot Indonesia. Untuk memperlengkap bukti² bahwa bangsa² jang tertindas dan terdjadjah kini sudah mulai bangkit untuk menjusun Dunia Baru maka perlu djuga diketahui dan diperlihatkanlah „Buku harian” atau „dagboek” dari pada seorang penulis ternama bernama Robert Payne jang dalam bulan Djuni 1948 telah disalin dan disiarkan oleh Sekretariaat Delegasi Indonesia di Jogjakarta sebagai berikut :

TURUNAN.

SIAPA JANG KELAK AKAN MENDJADI PEMIMPIN ?

    Pernjataan dalam suatu pertjakapan antara Robert Payne dari Kuming University dengan seorang Tionghoa dari Siam, tertjatat dalam bukunja „CHINE AWAHE” (1947) jang ditulis setjara buku harian, katja 253/255:

6 Maret 1946 ............ Ia tengah berbitjara dengan tenang tentang revolusi Asia, namun suaranja keluar dengan tegas sekali. Ia adalah seorang Tionghoa dari Siam, tubuhnja kurus sekali, kulitnja kuning putjat, dengan matanja seindah mata orang Melaju.

 „Dan inilah akan terdjadi: djika perang telah selesai dan kemudian djuga sisa² perang disana-sini telah habis — jaitu peperangan jang sedang dilakukan di Indo-Tjina, Djawa dan dibeberapa tempat di Burma — djikalau semua ini telah lalu, Dunia Barat akan sukar mengerti pertukaran keadaan. Sampai pada saat ini, Tuan dapat mengerti benar keadaan kami. Tuan telah mengetahui sebagian dari penderitaan kami, sebagian dari soal², perekonomian jang timbul djika sistim feodal kuno berhadapan dengan industri modern tetapi sudahkah pernah timbul dipikiran tuan bahwa sesudah saat ini keadaan kami akan lebih sukar lagi difahami ? Tuan dapat mengerti keadaan kami sekarang sebab kami sedang lemah. Kelemahan kami mendjelaskan semuanja, tetapi bagaimana djika kami mendjadi kuat, bagaimana djika tidak ada lagi kelemahan, bagaimana djika kami mempunjai pasar saham (effectenbeurs) sendiri, bagaimana djika kami menolak buruh kami dipekerdjakan selain untuk kepentingan kami sendiri”.

 Saja katakan segala sesuatu itu dengan maksud menerangkan bahwa hal² itupun telah diketahui oleh orang Barat, jang setidak-tidaknja dapat mengira-ngirakan sehingga menginsjafi bahwa Asia berada di dalam keadaan revolusi dan bahwa revolusi ini mungkin adalah satu²-nja kedjadian jang terpenting didalam sedjarah dunia. Asia bangkit, memenuhi seruan bangsa Djepang, Asia untuk bangsa Asia, Asia harus menguasai keuangannja dan perdagangannja sendiri, ketjakapannja membangun sendiri, sekolah²-nja sendiri.

 Saja katakan: „Kami telah mengharapkan hal² itu. Kami tahu kearah mana angin meniup. Kemerdekaan, keamanan, perekonomian. Hal ini adalah lagu lama. Kami mengalami ini diabad ke 14. Sekarang Tuan² sekalian mengalami hal ini semua dengan segala keuntungan bahwa hal² ini tidak terdjadi diabad ke 14, melainkan diabad ke 20.

 Ia memandang seraja berpikir „Adakah ini suatu keuntungan?” katanja. „Boleh djadi Tuan berpikir begitu, tetapi kami tidak mempunjai adat kebiasaan jang turun-temurun (tradisi). Apa jang akan kami ambil sebagai penggantian agama ?

 Akan terdapat tempat terulang disana atau disini, sebuah tempat hampa, dan belum ada suatu apapun untuk mengisinja. Saja rasa bahwa saja dapat mengetahui, apa jang akan terdjadi — kami akan setia kepada Asia. Asia sebagai persatuan. Asia-tidak menentang dunia Barat, melainkan hanjalah Asia sadja.  Saudara² kami ada jang di India, Djawa, Sumatra, disemenandjung Malaja dan (beribu-ribu) tempat lain.

 Dengan mudah kami dapat melompat dari saham kemerdekaan ke saham federasi. Kami akan mendapat kemerdekaan kami, hanjalah guna dilemparkannja lagi, karena kami lebih setia kepada segenap negara² Timur. Hal ini dapat kulihat terdjadi dimana hidupku. Merdeka akan tetapi dalam federasi jang sungguh² bertalian kekal. Kami akan mempunjai Parlemen Asia, dan dengan Parlemen ini — saja duga Parlemen ini akan bersidang terus-menerus — kami akan memerintah diri sendiri. Kami akan menemui dan mendapat Asia bagi kami sendiri, dan setelah mentjapai hal ini, saja rasa kami tidak akan mempunjai banjak waktu untuk memikirkan soal² Dunia Barat. Bahaja Kuning ta'akan ada. Hanjalah ada Asia untuk orang² Asia dan Barat untuk orang² Barat dan Rusia untuk orang² Rusia — dunia terpetjah mendjadi tiga. Saja rasa, begitulah harus kita gambarkan dunia dikelak kemudian hari”. Hal jang menggembirakan, meskipun agak menjusahkan pikiran, ialah bahwa menurut fahamnja gambaran itu telah mulai mendjadi kenjataan. Tidak lama lagi akan ada federasi jang belum erat pertaliannja antara negara2 ketjil di Timur Djauh — Siam, Burma, Indo-Tjina. Siapakah kiranja akan mendjadi pemimpin federasi ? Barangkali, djika kita pikirkan, bukanlah India, dan sudah pasti djuga Tiongkok dalam keadaan jang sudah pajah seperti sekarang ini tidak dapat memegang pimpinan atas bangsa² lain. „Tahukah Tuan”, katanja dengan tenang, „bagi saja rasanja mungkin sekali bahwa Indonesia dapat mendjadi negara jang terpenting diantara semua negara di Timur Djauh. Disana tidak ada perselisihan jang berarti ditengah masjarakat : tidak ada soal² politik jang tidak dapat diselesaikan dengan mudah tidak ada pangkal kebentjian jang berakar-dalam terhadap Dunia Barat, meskipun disana-sini ada kebentjian. Ingatlah akan kekajaan alam di Sumatera. Ingatlah betapa mudahnja gerakan revolusi mendapat kemadjuan. Saja seorang Tionghoa dari Siam, tetapi saja mempunjai dugaan bahwa pimpinan akan datang dari negara jang lebih dekat letaknja kepada Chattulistiwa (equator), dan pemimpin ini bukanlah pimpinan sebagai jang telah kita ketahui dimasa jang lampau. Dan itu akan terdjadi tidak lain karena dalam sepuluh tahun bangsa Indonesia mungkin akan mempunjai tingkat pendidikan dan produksi jang lebih tinggi dari pada negara² manapun djuga di Timur Djauh — bahkan djuga melebihi Philipina — kita mungkin melihat bangsa Indonesia memegang pimpinan. Dan saja sangat malu dalam hal ini. Di Tiongkok sini kita terus melakukan perang saudara, sambil melupakan bahwa djika seandainja ada perdamian, seluruh Asia mungkin akan menghadapkan mukanja kepada kita untuk meminta nasehat”.

    -Sudah barang tentu oleh pernjataan ini tak boleh
    -sekalipun kita mendjadi tekabur, tetapi apa salahnja
    -kita merasakannja sebagai tjambuk untuk berdjoang
    -terus, tidak sadja untuk Indonesia tapi djuga untuk
    -Asia, bahkan untuk Dunia seluruhnja.

Djakarta, 21-5-1948.
(Salinan oleh Sekretariat Delegasi -
Indonesia - Jogjakarta).

 Demikianlah pandangan seorang bangsa Tionghoa jang perlu difikirkan oleh seluruh bangsa Indonesia, pandangan mana dapat pula di kuatkan dengan tjatatan² tentang kelahiran Negara kita, seperti uraian selandjutnja dibawah ini.

3. SEKITAR KELAHIRAN NEGARA


REPUBLIK INDONESIA.

 Kalau Nabi Nuh menerima Ilham Tuhan Jang Maha Esa dalam mana beliau dititahkan membuat „bahtera” guna menghadapi airbah maka Bung Karno pun telah mengemudikan „bahtera” Negara Republik Indonesia bertijang „Pantjasila” dalam menghadapi meluapnja aliran² politik sedunia jang mungkin akan menimbulkan perang dunia ke 3 jang dahsjat, dimana manusia jang ikut serta dalam perang tersebut sebagian besar akan menemui kemusnahannja dari muka bumi. Sebagai bahan tijang tersebut, seperti djuga bahan² kekuatan dari pada bahteranja Nabi Nuh, maka Pantjasila ini selalu dilindungi oleh keadaan. Dari lingkungan Badan Penjelidik usaha Persiapan Kemerdekaan pada sidangnja tanggal 1 Djuni 1945 maka, setelah pada tanggal 14 Agustus 1945 Djepang menjerah bulat² kepada tentara Serikat, Pantjasila ini mulailah dipasang sebagai tijang Negara Republik Indonesia jang di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu.

 Adapun jang masih mendjadi pertanjaan bagi kaum ultra revolusioner jalah sikap Bung Karno dan Bung Hatta dalam detik² sebelum memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Orang masih ingat bahwa, pada waktu tibanja saat jang akan menentukan nasib bangsa Indonesia atau pada waktu tersiarnja kabar bahwa Djepang telah berkapitulasi, Bung Karno dan Bung Hatta bersikap „passief” atau tiáda mempunjai nafsu serta „initiatief” sedikitpun untuk menjambut saat tersebut. Bagi kaum ultra revolusioner sikap kedua pemimpin besar ini menandakan bahwa beliau ragu² dalam menghadapi kenjataan dimana darah para patriot Indonesia akan membasahi bumi Indonesia. Sebaliknja ada djuga jang berpendapat bahwa sikap Bung Karno ini adalah suatu tanda bahwa Pantjasila jang dilahirkan oleh Bung Karno itu adalah suatu Ilham Tuhan Jang Maha Esa jang telah terlepas atau „terbuka” dari tubuh Bung Karno dan telah meluas kegelanggang masjarakat. Sebagai manusia jang telah „membuka” suatu Ilham maka Bung Karno memang sudah selajaknjalah kalau bersikap demikian. Lain dari pada itu ada pula suatu pendapat bahwa, kalau memang Bung Karno dan Bung Hatta itu dilahirkan untuk memimpin bangsa Indonesia, maka sikap beliau pada saat itu memang sudah semestinja.  Dalam pendapat ini ditegaskan pula bahwa saat itu adalah saat bagi bangsa Indonesia untuk mengindjak Revolusi jang hanja bersifat Nasional. Sudah selajaknjalah bahwa dalam menghadapi fase revolusi Nasional itu bangsa Indonesia tidak boleh tidak, sangat membutuhkan orang jang berdjiwa „revolusioner-nasionalis” nomor satu untuk ditundjuk mendjadi lambang PERSATUAN suatu bangsa jang pada hakekatnja adalah suatu BENTENG tjita² kita bangsa Indonesia. Sedjauh pandangan nasionalis² Indonesia pada detik itu tidak ada seorangpun jang dianggap berdjiwa demikian, ketjuali Bung Karno dan Bung Hatta. Demikianlah kalau orang menganggap bahwa penundjukan atas Bung Karno dan Bung Hatta untuk mendjadi lambang persatuan bangsa Indonesia itu adalah kehendak alam. Djadi, sudah selajaknjalah kalau Bung Karno dan Bung Hatta, oleh alam, dihentikanlah nafsu dan inisiatipnja jang revolusioner pada detik itu djuga. Sebab, andai kata tidak demikian halnja, maka tentulah tak ada bukti, bahwa Bung Karno dan Bung Hatta sungguh² dipilih oleh para pedjoang kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai lambang persatuannja. Inilah DOKUMEN-NASIONAL jg. maha penting bagi kita bangsa Indonesia seluruhnja.

 Bersangkutan dengan pendapat² diatas timbul pula suatu pendapat jang dilukiskan dalam bahasa Djawa sebagai berikut :

„SULAJANING KAREP IKU MURIH RAHAJU”

 Artinja, bahwa peristiwa dimana kehendak manusia, jaitu para pendorong proklamasi ditahan oleh alam dengan adanja sikap kedua-duanja pemimpin besar itu adalah suatu dorongan pula „murih rahaju” atau „supaja tjita² bangsa Indonesia tetap selamat dan bahagia”. Dengan demikian maka selalu kandaslah dakwaan para reaksioner, bahwa Republik Indonesia itu hanjalah Republik Sukarno-Hatta, Republik boneka Djepang dan lain sebagainja jang serba tidak njata. Sebaliknja ada pula suatu pendapat, bahwa lahirnja Pantjasila digelanggang masjarakat ini kemudian dapatlah melahirkan djuga suatu Ilham Tuhan Jang Maha Esa dalam tubuh beberapa orang bangsa Indonesia atau lebih tepat pemuda² jang berdjiwa patriot, tangkas dan luas pandangannja. Inilah sebab²nja mengapa pada waktu itu timbullah golongan „pendorong proklamsi” diatas. Ilham ini berkobar²lah dalam dada pemuda² tersebut sehingga mereka berhasrat mengumpulkan tenaga² jang dapat diadjak untuk menjelamatkan Pantjasila sebagai Ilham Tuhan Jang Maha Esa tersebut. Memang, dalam dada pemuda pahlawan ini berkobar-kobarlah hasrat untuk berrevolusi setelah mereka mendengar berita bahwa Djepang telah berkapitulasi. Karena tersiarnja berita inilah maka mereka kemudian mendorong Bung Karno dan Bung Hatta supaja segera memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jang sangat mengetjewakan bagi pemuda² pahlawan diatas jalah sikap kedua-dua Pemimpin besar ini seperti jang telah diuraikan diatas, jaitu bahwa kedua-duanja ini lebih senang mengundurkan proklamasi tersebut sampai tanggal 24 Agustus 1945, karena pada tanggal itulah, katanja, saat kemerdekaan bagi bangsa Indonesia jang memang sudah didjandjikan oleh Djepang kepada wakil² bangsa Indonesia akan tiba. Ja, memang agak mengetjewakanlah sikap ini pada waktu djiwa revolusioner bangsa Indonesia sedang berkobarnja. Tetapi dengan mengingat pepatah Djawa bahwa „Sulajaning karep iku murih rahaju”, maka siapapun jang masih tetap bersatu dibawah lambang persatuan bangsa Indonesia tentu menganggap bahwa sikap Pemimpin² besar ini adalah suatu „tjambuk alam” bagi segenap putera-puteri Indonesia untuk membuktikan bahwa bangsa Indonesia memang sungguh² menghendaki Revolusi-Nasional jang mudah barang tentu akan mendjadi sjah adanja.

 Setelah kita dapat mengetahui bagaimana sifat² suatu Ilham maka terang djugalah bagi kita bahwa segala sesuatu jang didorongkan oleh pemuda² pahlawan diatas adalah suatu Ilham djuga untuk menjelamatkan Pantjasila jang telah terlahir digelanggang masjarakat itu. Kekuatan gaib inilah jang menjebabkan mengapa dorongan pemuda² pahlawan tersebut dapat menggemparkan dunia Demikianlah pendapat tentang lahirnja Pantjasila digelanggang masjarakat.

 Achirnja, pada tanggal 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia ditanda tangani djuga oleh Bung Karno dan Bung Hatta atau kehendak para pemimpin dan wakil rakjat Indonesia seluruhnja. Djustru karena terdjadinja peristiwa² diatas maka sempurnalah Dokumentasi-Nasional kita dipandang dari sudut kebatinan, kedjudjuran dan keadilan.

 Artinja : Sedjarah Kemerdekaan Bangsa Indonesia ini memang lepas dari segala nafsu jang bertentangan dengan djiwa Pantjasila Republik Indonesia.

 Adapun proklamasi ini jalah berbunji sebagai berikut :

Bung Karno sedang mengutjapkan Proklamasi Kemerdekaan.

KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI
MENJATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17 Agustus 1945.
Atas nama bangsa Indonesia :
SOEKARNO - HATTA.

 Selandjutnja timbul lagi suatu pendapat bahwa, Proklamasi ini pun dapat melahirkan atau mengobarkan Ilham Tuhan Jang Maha Esa dalam dada beberapa orang pudjangga baru Indonesia untuk memberi bentuk kepada negara jg. akan mendjadi „bahtera” masjarakat Indonesia ini. Adapun bahtera tersebut terdirilah dari bahan² jang telah di kumpulkan oleh pemuda² pahlawan tersebut. Kemudian dipasangkan tijang „Pantjasila” jang telah terukir oleh Bung Karno itu. Bentuk „bahtera”, dalam undang² dasarnja, jalah : Negara Kesatuan, jaitu Negara Republik Indonesia dengan Pantjasila sebagai dasarnja jang ditetapkan sebagai berikut :

Pantjasila sebagai dasarnja jang ditetapkan sebagai berikut :

  1. Ketuhanan Jang Maha Esa.
  2. Perikemanusiaan.
  3. Kebangsa'an.
  4. Kedaulatan Rakjat.
  5. Keadilan Sosial.

 Ketiga-tiga Ilham jang berturut-turut diterima oleh Bung Karno, pudjangga² baru Indonesia dan pemuda² pahlawan ini, diterima djuga oleh bangsa Indonesia pada saat bangsa Indonesia sedang terhindar dari perasaan „sentimen”. Seorangpun tak ada jang menolak hasil perbuatan² diatas. Artinja segenap bangsa Indonesia dapatlah menjetudjuinja. Dan lahirlah Negara Republik Indonesia sebagai :

ILHAM TUHAN JANG MAHA ESA

 Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Bung Karno ditetapkan mendjadi Presiden, Bung Hatta mendjadi Wakil Presiden Republik Indonesia dan pada tanggal 22 Agustus 1945 Komite Nasional Indonesia didirikan untuk memenuhi dasar Kedaulatan Rakjat dengan Sutan Sjahrir sebagai ketuanja.

 Demikianlah pendapat² tentang kelahiran Negara Republik Indonesia. Mengingat akan bermatjam ragamnja aliran² fikiran manusia jang tumbuh ditengah² masjarakat pada dewasa ini serta jang sudah kritis maka perlulah dikemukakan bahwa pendapat tentang Ilham Tuhan Jang Maha Esa diatas bukanlah suatu pernjataan bahwa pandangannja para ahli politik, ethnologie dan pengetahuan² lainnja jang ternjata ikut serta dalam mendorong kelahiran Negara Republik Indonesia ini diabaikan sadja ataupun tidak dihargai.

 Memang bukan itulah maksud pentjantuman pendapat tersebut, melainkan sebaliknja jaitu bahwa lahirnja Negara Republik Indonesia ber-Pantjasila ini adalah salah suatu hasil perhitungan politis, ethnologis dan lain sebagainja jg. masak se-masak²-nja djuga. Tetapi perlu djuga tidak dilupakan bahwa „Perhitungan” jang dapat melahirkan suatu Negara ber-Pantjasila sematjam itu dan dapat diterima bulat² oleh masjarakat luas adalah suatu „Perhitungan jang Keramat” atau „perhitungan jang tidak lepas dari suruhan sutji”. Perlu dikemukakan djuga bahwa sebutan „Perhitungan jang Keramat” ini adalah dimaksud sebagai pengganti perkataan „Ilham” kalau memang perkataan „Ilham” ini sukar difahami oleh alam fikiran jang masih terpengaruh oleh kesenian Barat dari abad pertengahan jang melukiskan suatu „Ilham” seperti orang bersajap atau fantasi² lain.

 Pada hakekatnja Pantjasila Negara Republik Indonesia ini masih perlu diteropong sedalam-dalamnja.

4. PANTJASILA DIBANDINGKAN DENGAN SIFAT POKOK DJENIS BANGSA KE 6.

 Setelah mengikut sedjarah perdjalanan Pantjasila jang selalu mendapat perlindungan keadaan alam maka dibawah ini kita mengadakan perbandingan antara Pantjasila sebagai dasar hidupnja bangsa Indonesia,- diatas mana Negara Republik Indonesia djuga berdiri, dengan sifat djiwa pokok djenis bangsa ke 6 atau „Wortelras” ke 6 seperti ramalan² diatas. Adapun perbandingan ini jalah sebagai berikut :

Sifat „wortelras„” ke 6:
1. Setia beribadat kepada Tuhan,
2. Susila,
3. Adil,
4. Tertib-damai.

Pantjasila Negara Republik Indonesia :
1. Ketuhanan Jang Maha Esa,
2. Perikemanusiaan,
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakjat,
5. Keadilan Social.

 Kalau sifat „Wortelras” ke 6 diatas hanjalah suatu ramalan belaka maka sebaliknja Pantjasila bangsa Indonesia sudahlah mendjadi suatu kenjataan. Meskipun dalam susunan kata²-nja antara kedua-duanja ini belum terdapat suatu persamaan tetapi inti-sarinja adalah sama jaitu: berbudi baik sesuai dengan wedjangan² jang sebenarnja dari para Nabi.

 Setelah mengadakan perbandingan diatas maka kita, sebagai bangsa Indonesia pada chususnja dan bangsa Asia Timur - Selatan pada umumnja, perlu bertanja diri sebagai berikut:

„Dapat atau tidakkah kita memiliki sifat diatas ?”

 Ja, achirnja manusia sendirilah jang akan menentukan. „Ten slotte beslist de mensch", demikian pepatah Belanda. Andaikata kita dapat memiliki sifat tersebut, maka kitalah jang disebut-sebut „wortelras” ke 6 jang akan mempengaruhi dunia dengan sifatnja itu. Sebaliknja, andaikata kita tidak dapat memilikinja maka sudah barang tentu bahwa kita pun termasuk „wortelras” ke 5 jang bersifat kedjam dan akan ikut tenggelam djuga dalam lautan api atas tindakan sendiri.

 Pada hakekatnja bukan warna kulit atau bentuk badanlah jang akan menarik garis antara tenggelam dan timbul atau antara „wortelras” ke 5 dan „wortelras” ke 6, melainkan sifat djiwa manusialah jang menentukan.

 Seperti djuga pintu bahteranja Nabi Nuh jang masih terbuka lebar untuk setiap machluk jang pertjaja akan Ilham Tuhan Jang Maha Esa pada waktu akan tenggelamnja „wortelras” ke 4 dahulu maka sekarang pun masih terdapat suatu kesempatan bagi setiap machluk untuk mempergunakan sifat „wortelras” ke 6 ini sebelum mengganasnja hudjan dan bandjir api didunia.

 Sampai disini kita ingat pula akan Pantjasila Negara Republik Indonesia jang telah kita akui sendiri sebagai dasar hidup kita dan jang telah memenuhi sjarat² untuk disebut Ilham Tuhan Jang Maha Esa. Pengakuan ini harus kita taati dan kita pegang teguh dengan suatu pendirian bahwa siapapun jang didalam waktu dimana masjarakat tidak terlepas dari pengaruh sentimen, artinja dimana orang, baik setjara legaal maupun setjara illegaal atau dengan paksaan maupun kelitjinan masih banjak jang dapat memikirkan siasat untuk merentjanakan suatu perobahan terhadap apa jang diakui dan di putuskan sendiri itu, tentu menemui kekandasannja. Sebab, suatu rentjana jang bersifat demikian bukanlah suatu letusan djiwanja jang sebenarnja melainkan suatu dorongan nafsu manusia belaka untuk: „asal berkuasa” sadja. Inilah perbuatan Pantja Indera zonder koordinasi.  Pendapat diatas bukanlah suatu impian melainkan suatu kenjataan jang dibuktikan dengan terkandasnja :

  1. Rentjana pembrontakan 3 Djuli,
  2. Rentjana pembrontakan Madiun,
  3. Rentjana pembrontakan A.P.R.A.
  4. Rentjana apa jang disebut Darul Islam,
  5. Rentjana apa jang disebut Negara Islam Indonesia,
  6. Rentjana negara² boneka Belanda,




dan lain² rentjana jang semuanja berisikan suatu maksud untuk membatalkan putusannja sendiri.

 Inilah hal² jg. perlu selalu diinsjafi dan diingat oleh bangsa Indonesia dalam menentukan langkah-langkahnja.


Gambar :
Atas dan bawah
Peristiwa pembrontakan Madiun.