Mahabhiniskramana/Bagian 1
Bagian I.
Pemandangan: Dalem taman dari astana Wishratliwan. Di sapoeternja ada poehoen-poehoen besar. Djaoe di belakang ada kaliatan poentjak-poentjak tertoetoep saldjoe dari pagoenoengan Himalaja Di tengah-tengah ada satoe koepel jang dililit oleh deduonan dan kembang-kembang, di dalem mana ada satoe bangkoe dan medja kebon jang terbikin dari batang pepoehoenan. Di sapoeter itoe koepel ada penoeh dengen roepa-roepa boenga jang indah dan haroem seperti roos, sedep-malem, lilie, dan banjak laen-laen lagi jang sabagian toemboe ditanah dan sabagian lagi di atas pot-pot indah Di depan itoe koepel ada saboeah empangan di mana ada toemboe boenga trate dengen aer mantjoer di tengahnja.
Prins Siddhartha bersama Poetri Yashodhara, lagi doedoek berendeng di atas bangkoe dalem itoe koepel. Itoe Prins berdoedoek sambil tjondongken badan ka depan, satengah membongkok, dengen tangannja jang kanan menoengkat dagoe dengen sikoetnja ditaro atas iapoenja paha sendiri, matanja memandang ka bawah, pada boenga-boenga roos jang sedeng megar dalem bebrapa pot di samping itoe koepel. Tangannja jang kiri terletak di atas pangkoeannja Poetri jang pegang itoe sama kadoea tangannja, sedeng matanja mengawasi dengen penoeh perhatian dan roepa koeatir pada paras soeaminja jang tinggal bengong dengen tida bergerak
Sari, itoe kepala dajang, ada berdiri di samping kiri, di depan itoe koepel, lagi asik mandorin bebrapa dajang-dajang jang dateng dengen mererot satoe per satoe membawa piring dan baki, tjawan dan gendi, jang berisi boeah-boeah dan minoeman, dan sambil berloetoet marika sadjikan di atas medja, di depan Prins dan Poetri. Saban abis taro itoe hidangan masing-masing djongkok menjembah, komoedian kaloear lagi sambil bertindak moendoer, dan laloe doedoek bersila di samping itoe koepel. Tapi datengnja ini dajang-dajang oleh Prins tida diperhatiken sama sekalih. la seperti tida liat dan tida taoe satoe apa, hanja bengong mengawasi itoe pot sama boenga roos dengen roepa memikir keras.
Yashodhara (pegang poendaknja Prins) : — Toeankoe, toeankoe!
Siddhartha (terkedjoet, dan berpaling) : — Ada apakah, djiwakoe? Yashodhara : — Itoe hidangan soedah sedia, dan dajang-dajang soedah berhadlir. Apakah toeankoe tida ada pikiran aken bersantap sedikit? apakah tida baek djikaloe itoe dajang-dajang menari dan menjanji seperti biasa?
Siddhartha (goleng-golengken kepala) : — Oh, tida, tida! Dadakoe terlaloe penoeh, kakanda tida ada nafsoe aken dahar apa-apa. Hatikoe merasa tertindes, hingga tida poenja kainginan aken mendenger muziek dan njanjian.
Yashodhara (terkedjoet dan kisoetken djidat, laloe berdiri, komoedian berloeioet di hadepan Prins) : — Beriboe ma'af, djoengdjoengankoe, djikaloe lantaran ka'alpa'an dan kabodoannja, hambamoe ini dengen tida disengadja soedah mendjadi sebab dari timboelnja itoe kadoeka'an dalem kalboemoe . . . . .
Siddhartha (terkedjoet dan roepanja bingoeng) — Oh, tida, tida ! (angkat kasih bangoen pada Poetri) — Itoe soeal jang menindes dada dan pikirankoe, boekan sekalih disebabken oleh perboeatan adinda, oh penawar dari kahidoepankoe Djoega boekan dari perboeatannja salah satoe orang dalem Ini astana, dalem ini negri atawa dalem ini doenia. la soedah dateng mendesek, dengen tida tertahan lagi, sadari akoe saksikan itoe tiga matjem pemandangan. (Bertoendoek dan menarik napas pandjang bebrapa kalih).
Yashodhara (pegangin kadoea tangannja Prins): — Djikaloe toeankoe pandang pada hambanja ini sabagi penawar dari kahidoepan, mengapatah itoe resia dari toeankoe poenja kadoeka'an tida dibertaoeken, soepaja si penawar bisa berdaja aken menjemboehken ?
Siddhartha : — Djikàloe sakean lama kakanda tida maoe petjahken, itoelah lantaran tida soeka meliat katjantikan adinda jang moelia dan bergoemilang seperti boelan poernama, dibikin goerem oleh itoe mega dari kadoeka'an jang sekarang melipoeti kalboekoe. Itoe soeal jang kakanda pikirken ada begitoe soeker, roewet, samar dan gaib, hingga tida goenanja aken saorang istri menjiksa ingetannja sendiri dengen toeroet perhatiken itoe.
Yashodhara : — Toeankoe ! pertjajalah, djoestroe lantaran tida diberi taoe soeal apa jang telah merampas kasenangan hati toeankoe, maka adinda bersama sa'antero isi astana djadi berada dalem kakoeatiran dan kabingoengan ; kita-orang aken alamken kadoeka'an jang djaoe lebih heibat dari-pada djikaloe kakanda toetoerken itoe soeal jang, biarpoen bagimana soeker dan roewet, adinda nanti tjoba aken fahamken.
Siddhartha (bengong memikir) : — Kakanda nanti tjoba petjahken ini resia dengen satjara jang paling saderhana soepaja bisa dimengarti oleh dewi-koe jang moelia. Itoe soeal, jang dalem ini bebrapa hari menindes keras pada hati dan soemangetkoe, ada tertampak di dalem itoe koempoelan boenga. (Menoendjoek dengen djarinja ka djoeroesan pot-pot dari boenga roos jang tadi ia awasin).
Yashodhara (terkedjoet) : — Ada apakah salahnja ini boenga? (menghamperi itoe pot-pot dan mengawasi dengen terliti pada itoe boenga-boenga roos). Adinda tida dapetken apa-apa disini jang bisa menimboelken kadoeka'an. Liat lah, ini boenga-boenga samoea ada begitoe indah, seger dan haroem! (Petik satoe tangke, teroes ditjioem). Liatlah, kakanda, bagimana sedep dan semarboek kaharoemannja ; bagimana indah, seger dan montok lembar-lembarannja, dan bagimana menarik warnanja jang merah dadoe!
Siddhartha (tersenjoem tawar, madjoe bertindak sampe deket sekalih dengen itoe pot, laloe djoempoet dari dasarnja bebrapa lembaran dari boenga jang rontok) : — Apakah dewikoe soedah perhatiken djoega ini? (sodorin itoe lembaran).
Yashodhara (samboet dan pegang itoe lembar-lembaran) : — Oh, ini ada lembaran dari boenga-boenga jang soedah rontok.
Siddhartha (petik satoe boenga jang soedah lajoe dan tjoemah katinggalan sedikit sadja lembarannja): — Dan ini djoega.
Yashodhara : — Ja, ini boenga toea jang soedah lajoe dan ilang kaharoemannja.
Siddhartha : — Apakah dewikoe bisa bajangin bagimana matjemnja pada doea atawa tiga hari jang laloe?
Yashodhara : — Tentoe sadja, toeankoe. Pada doea atawa tiga hari jang laloe, ia ada seger, haroem dan indah.
Siddhartha (mengoendjoek pada itoe tangke jang Poetri baroesan petik dan masih pegangin): — Dan ini boenga-boenga jang begitoe indah, seger dan haroem — bagimanatah nanti matjemnja kapan berselang doea tiga hari?
Yashodhara (dengen roepa heran): — Tentoe sadja aken djadi lajoe, rontok dan kering, toeankoe.
Siddhartha : — Apatah aken djadi dengen kaindahan dan kaharoemannja?
Yashodhara (mengawasi pada Prins, dengen roepa koeatir):— Tentoe sadja..... moesna, toeankoe.
Siddhartha : — Ka manatah perginja iapoenja lembar-lembaran?
Yashodhara : — Djoega moesna — linjap mendjadi tanah.
Siddhartha : — Apatah sebab moesti djadi begitoe?
Yashodhara (dengen roepa bingoeng): — Sebab soedah moestinja, toeankoe, ini samoea boenga-boenga tida bisa tinggal indah, seger dan haroem selamanja, sifatnja tida bisa kekel....
Siddhartha : — Ah, ja, djiwakoe, itoe betoel sekalih! Tapi apakah adinda tida insjaf jang itoe matjem wet dari kafana‘an, ada berlakoe boekan tjoemah pada ini boenga-boenga sadja, hanja pada samoea machloek, teritoeng djoega manoesia?
Yashodhara : — Itoe betoel, toeankoe.
Siddhartha : — Apakah bidadarikoe tida perna pikir, bagimana heibat itoe nasif jang menantiken pada kita-orang samoea?
Yashodhara : — Tida, toeankoe.
Siddhartha (kisoetken djidat): — Mengapatah tida? Ini soeal ada tjoekoep penting dan berharga boeat dipikir dan didjengkelin.
Yashodhara : — Kerna adinda merasa tjoekoep beroentoeng dengen hidoep beserta toeankoe.
Siddhartha : — Ja, begitoelah ada tabeatnja manoesia ; kaloe sadja sekarang merasa poeas, lantes tida maoe pikir boeat hari nanti. Tapi, adinda, sekarang kakanda minta aken tjoba pikirin, bagimana besar itoe kasangsara'an dan kadoeka'an jang ditanggoeng oleh manoesia, bagimana banjak itoe aer mata kasedihan jang telah dikoetjoerken, lantaran tida kekelnja ini kahidoepan. Kapan adindakoe soedah perhatikan ini soeal sadalem-dalemnja, kanda rasa adindakoe tida aken bisa hidoep dengen begitoe goembirah lagi di dalem ini doenia. Marilah sini. (Pimpin tangannja poetri, dianter masoek ka dalem itoe koepel, laloe disoeroe doedoek di itoe bangkoe). Doedoeklah disini aken mengeningken tjipta, pikirin itoe soeal jang kakanda oendjoek tadi, dan sekarang biarlah kakanda berlaloe, aken doedoek di bawahnja itoe poehoen tjempaka di ampirnja itoe soengei, boeat tjoba petjahken ini soeal jang roewet. Sabentar kakanda nanti dateng kombali boeat tengok pada adindakoe disini, dan di itoe koetika kakanda harep bisa denger bagimana Bimba Dewi poenja pikiran dan pendapetan. (Mendjoerah dan lantes berlaloe sendiran). Yashodhara mengawasi soeaminja pergi komoedian berbangkit dari itoe bangkoe, bertindak ka loear dari itoe koepel, laloe menggapein pada Sari, jang lantes menghamperi, menjembah dan berdiri di sampingnja.
Yashodhara : Sari, kaoe liat sekarang, bagimana aneh sikepnja Poetra-makota.
Sari (menjembah) : — Bener sekalih, toeankoe.
Yashodhara : — Pemandangan atas bebrapa boenga roos jang soedah lajoe dan rontok, soedah tjoekoep aken bikin hatinja mendjadi moeroeng dan sedih, hingga tida ada nafsoe aken bersantap, dan tida inginken poela pada kasenangan doenia.
Sari (menjembah) : — Riboe ma'af, toeankoe poetri, patik trima ini kasalahan samoea.
Yashodhara (terkedjoet): — Boeat ini kadjadian kaoe sama sekalih tida bersalah, Sari.
Sari (menjembah) : — Djoengdjoengan Poetramakota tida aken dapet itoe pikiran sedih dan moeroeng djikaloe kiranja ini dajang-dajang, jang ada di bawah patik poenja prentah, soedah tida berlakoe begitoe alpa hingga loepa singkirken itoe boenga-boenga jang lajoe dan rontok. Toeankoe soedah taoe jang Sri Baginda Radja djoengdjoengan kita, sadari Poetra-makota mendiamin ini astana, soedah memberi titah aken satiap pagi sekalian dajang moesti lekas singkirken segala daon jang rontok, kembang jang lajoe, binatang piara'an jang sakit atawa mati — dengen pendek, segala apa jang bertentangan sama kaindahan, kahidoepan dan kasoeboeran. Sri Baginda ada menaro koeatir sekalih nanti kadjadian apa jang satoe pandita telah ramalken, bahoea Poetra-makota bakal toentoet kahidoepan sabagi pandita jang terbesar dalem doenia. Itoelah sebabnja maka Poetra-makota ditempatken dalem ini Wishramwan, samatjem sorga jang kapandean manoesia bisa tjiptaken, soepaja bisa dapet tjoekoep kasenangan dan penghiboeran, hingga tida ada pikiran boeat djadi pandita. Tetapi Sri Baginda djoengdjoengan kita maoe mendjaga djoega, soepaja di mata poetranja tida ada tertampak satoe apa jang membikin ia inget pada kafana'annja doenia. Dan sekarang toeankoe saksiken, bagimana ka'alpa'annja itoe dajang-dajang, aken singkirken itoe boenga-boenga jang lajoe dan rontok, telah merampas kasenangannja poetra makota.
Yashodhara : — Kaloe begitoe, Sari, hendaklah sekarang djoega kaoe beriken titah, boeat lantes bersihken antero taman dari segala boenga jang lajoe dan rontok, dedaonan jang tersebar, roempoet jang kering, dan laen-laen lagi.
Sari (menjembah) : — Patik djoengdjoeng titah toeankoe. (Pada itoe dajang-dajang). Mari sini, hei anak-anak males! Kaoe orang samoea aken dioesir dari astana ini dan dihoekoem rangket djikaloe Sri Baginda djoengdjoengan kita mendapet taoe kaoe-orang poenja ka'alpa'an dan kateledoran. Kaoe-orang soedah bikin terlinjap kasenangannja Poetra-makota lantaran loepa singkirken itoe boenga-boenga jang rontok dan lajoe! Panggil samoea kawan kawanmoe dan toekang-toekang kebon boeat laloeken samoea boenga jang soedah linjap kaindahannja, daon-daon jang djatoh, dan potong itoe roempoet-roempoet jang kering — singkirken segala apa jang djelek dalem pemandangan, di ini sa'at djoega, mengarti?
Itoe dajang-dajang sabagian masoek ka dalem, kamoedian kaloear kombali dengen bawa sesapoe, aken sapoein itoe dedaonan, dan jang sabagian lagi menghamperi boenga-boenga, jang mana lajoe dipotes, jang rontok didjoempoet, dikasih masoek ha dalem satoe krandjang, sedeng SARI ripoeh djalan terpoeter-poeter aken preksa pakerdja'an, sambil menjomel dan menggroetoe. Yashodhara (sasoedah berdiri mengawasi itoe orang-orang bekerdja) : — Sari, marih sini ; kaoe djangan berlakoe terlaloe keras pada itoe dajang-dajang, sebab poetra-makota poenja sikep moeroeng, toeroet pendapetankoe, boekan meloeloe dari lantaran meliat itoe kembang-kembang jang lajoe dan rontok. Kalakoeannja banjak berobah, dan sering doedoek termenoeng-menoeng memikir, pada sasoedahnja bikin perdjalanan tiga kalih ka loear astana bersama-sama Tjanna boeat saksikan pemandangan di dalem negri.
Sari : — Apakah toeankoe tida tjoba tanja sebabnja?
Yashodhara :'— Beberapa kalih akoe telah menanja, tapi Poetra-makota tida maoe terangken, itoe rêsia ia lebih soeka simpen sendiri.
Sari : — Brangkalih ia merasa berat aken terangken pada toeankoe, lantaran hatinja terganggoe oleh saroepa penjakit jang sering menghinggapi pada orang-orang moeda.
Yashodhara : — Apakah jang kaoe maksoedkèn, Sari?
Sari (menjembah):— Riboe ma'af, toeankoe jang moeliawan ! Patik soedah berlakoe lantjang . . . . . dalem doega'an . . . . .
Yashodhara : — Doega'an bagimana, Sari?
Sari (menjembah) : — Terlebih doeloe patik moehoen ma'af diperbanjak. . . .
Yashodhara (dengen roepa tida sabaran): — Ja', tida apa, bilang sadja, akoe ingin taoe kaloe-kaloe doega'anmoe ada bener.
Sari (menjembah dan bongkokin diri): — Poetra-makota djarang sekalih kaloear dari astana dan tida perna bertemoe orang salaennja jang berdiam disini. Siapa taoe, toeankoe, pada koetika ada dalem perdjalanan, hatinja merasa ketarik pada paras tjantik . . . . ma'af, toeankoe, patik berlakoe lantjang ! . . . . . maski di ini negri tida ada jang melebihi katjantikannja dari-pada toeänkoe (menjembah), tetapi maäloemlah watek dan tabeatnja saorang lelaki moeda! . . . . Patik liat poetra-makota termenang-menoeng seperti saorang jang lagi di dalem rindoe, toeankoe! Doeloe patik poenja soeami, jang sekarang soedah meninggal, maski oesianja djaoe lebih toea dari Poetra-makota, soedah rindoein saorang gadis tjantik jang membikin ia termenang-menoeng. Sikepnja tida berbeda seperti Poetra makota sekarang ini. Ia tida maoe dahar dan tida bisa tidoer; kapan patik tanja kenapa bagitoe, ia tida maoe djawab ; ia merasa maloe terangken resia hatinja. Liwat beberapa minggoe komoedian baroelah patik dapet taoe itoe resia dari saorang kawannja. Komoedian patik koendjoengin itoe gadis, lamar padanja boeat patik poenja soeami, laloe diadjak tinggal bersama-sama ; dan, toeankoe, adjaib sekalih! . . . . soeami patik lantes berobah djadi goembirah, sikepnja jang moeroeng sigrah linjap sama sekalih!
Yashodhara (menggigit bibir):— Akoe tida bergoesar boeat sangka'anmoe itoe, Sari, sebab berdasar atas pengalamanmoe sendiri. Tetapi akoe taoe pasti, itoe soeal jang menindes hati dan pikirannja Poetra-makota, ada djaoe lebih penting dan soelit, dari-pada katjantikannja saorang prampoean.
Sari (menjembah): — Patik terlaloe girang kaloe mendapet taoe itoe dooga'an ada kliroe, toeankoe. Tetapi djikaloe poetra makota tida maoe petjahken dengen djelas pada toeankoe, mengapatah toeankoe tida tjoba mengoesoet dari laen djoeroesan?
Yashodhara : — Djoeroesan jang mana. Sari?
Sari : — Oepamanja, toeankoe menanja katerangan pada Tjanna.
Yashodhara (berkesiap): — Oh ja! Akoe tida inget sama sekalih. Itoe koetsier Tjanna memang ia jang anter kakandakoe bikin itoe perdjaianan. Ia taoe segala apa jang telah kadjadian. Tjobalah, Sari, soeroe satoe dajang panggil padanja, aken mengadep disini sekarang djoega.
Sari menjembah, laloe menghamperi satoe dajang jang lagi asik membersihken poehoen kembang.
Sari : — Pergilah kaoe tjari pada Tjanna, dan kasih taoe jang Toean Poetri minta ia dateng mengadep sekarang djoega.
Itoe dajang menjembah dan lantes berlaloe.
Sari (pada Yashodhara): — Patik rasa Tjanna ada orang satoe-satoenja jang bisa taoe resia hatinja Poetra-makota.
Yashodhara : — Itoe belon tentoe, Sari, sebab djikaloe padakoe sendiri ia tida maoe bitjara teroes-terang, akoe rasa pada Tjanna poen begitoe djoega. Tapi baroesan kaliatan ia moelai hendak petjahken sedikit ; ia moelai bitjara dengen goenaken pelambang tentang boenga roos jang lajoe dan rontok, jang dibandingken dengan penghidoepan manoesia jang tida kekel.
Sari : —Toeankoe, patik ada denger djoega sedikit oetjapannja poetra makota jang patik rasa ada aneh sekalih ; ia roepanja pikirin dan koeatirin sanget pada kamatian, jang membikin manoesia tertjerei dari kasenangan doenia. Ja, patik tida heran djikaloe poetra makota begitoe tjinta pada penghidoepan doenia, sebab djarang ada manoesia menampak nasif begitoe baek, begitoe beroentoeng, segala apa jang di-inginken lantes sedia, dengen didampingin oleh satoe istri jang begitoe tjantik, tida ada kadoeanja dalem doenia, serta mempoenjai ajah jang begitoe menjinta, hamba-hamba jang setia, dan baroe sadja beroleh saorang poetra jang begitoe manis. Ja, memang pantes djikaloe orang Koeatirin pada itoe hari jang ia moesti berpisah dari satoe kaberoentoengan besar jang tida ada kadoeanja.
Yashodhara: — Dan poetra makota baroesan minta akoe doedoek diam disini aken pikirken itoe soeal jang begitoe roewet. Akoe tida taoe ka mana pikirankoe moesti ditoedjoeken, Sari! Kaloe sabentar ia dateng disini, dan ingin denger bagimana pendapetankoe, akoe tida taoe bagimana moesti mendjawab.
Sari (tersenjoem): — Ah, itoe tida soesah, toeankoe. Bilang sadja; kamatian soedah moestinja, tida perloe dipikirin, sebab ada djadi bagiannja samoea machloek jang hidoep, dari mana tida saorang poen bisa terloepoet. Kapan soedah mati kita-orang toch aken terlahir kembali, dan berkoempoel poelah sama segala apa jang kita tjinta ; kaloe kita bikin karma jang baek dalem penghidoepan sekarang, dalem laen penghidoepan kita nanti alamken poela kasenangan dan kaberoentoengan. Mengapatah moesti disedihken ?
Yashodhara (tepok poendaknja Sari): — Oh, oh, itoe betoel, Sari! Banjak trima kasih boeat kaoe poenja pengoendjoekan. Baeklah, akoe nanti beriken itoe djawaban. Akoe harep dengen ini katerangan, akoe bisa bikin pikirannja mendjadi sedar atas sia-sianja itoe pertjoba'an boeat petjahken soeal begitoe roewet. Tida bergoena aken ia tjapeken hati boeat sedihin nasif jang tida bisa disingkirken oleh manoesia. Tapi toch akoe masih ingin taoe apa katerangannja Tjanna.
Sari (mengoendjoek ka samping): — Disana Tjanna lagi mendatengin, toeankoe.
Tjanna dateng disamboet oleh Sari, kadoeanja saling memberi hormat dengen menjembah dan bóngkokin badan. Sari: — Kakanda Tjanna, Toean Poetri minta kaoe dateng disini, kerna: ada sedikit apa-apa jang hendak ditanja. Silahkenlah mengadep, (Masoek ka dalem itoe koepel dengen diikoeti oleh Tjanna, sambil bongkokin badan dan koetika berhadepan dengen Yashodhara laloe djongkok menjembah.
Tjanna (menjembah): — Patik hatoerken hormat ka hadlirat doeli toeankoe.
Yashodhara: — Tjanna, akoe minta kaoe dateng disini kerna ada sedikit apa-apa jang hendak ditanja.
Tjanna (menjembah): — Patik bersedia, toeankoe.
Yashodhara: — Kerna taoe kaoe ada satoe dari kita poenja hamba-hamba jang paling setia, maka akoe rasa boeat itoe pertanja'an akoe boleh harep nanti mendapet kaoe poenja pendjawaban dan penoetoeran jang sabener-benernja.
Tjanna: — Aken hal itoe toeankoe boleh mengandel. (Menjembah).
Yashodhara: — Tetapi, Tjanna, kerna itoe soeal jang akoe ingin dapet taoe ada berhoeboeng dengen kaberoentoengannja djoengdjoengan kita, Poetra-makota, maka hendaklah di hadepan akoe tida ada satoe resia jang kaoe semboeniken.
Tjanna: — Hamba belon perna semboeniken resia apa-apa di hadepan doeli toeankoe Poetra dan Poetri Makota. Bilanglah, soeal apa jang toeankoe ingin taoe (Menjembah).
Yashodhara: — Baroe ini kaoe soedah anter akoe poenja kakanda, pergi djalan-djalan di dalem negri; pertama kalih dengen naek kreta kabesaran, dan kadoea kalih dengen menjamar sabagi soedagar. Saban kalih balik dari itoe perdjalanan, akoe dapetken kakandakoe poelang dengen sikep moeroeng, seperti ada apa-apa jang dipikirken. Tetapi koetika akoe menanja, ia tida maoe terangken soeal apa jang mengganggoe kasenangannja, hanja membilang sadja, itoe hal ada terlaloe besar, penting dan soeker aken di pikir oleh saorang prampoean. Tambah hari kakandakoe semingkin lesoe, sering doedoek bengong sendirian, hingga tida senang tidoer, loepa dahar, dan selaloe djaoeken diri dari segala kaplesiran. Maka itoe akoe sekarang kapingin taoe, koetika pergi djalan pasiar, ada terdjadi apatah jang menarik perhatiannja Poetra makota ? Soeal apakah jang mendjadi sebab dari timboelnja itoe kamoeroengan ? Tjobalah bilang, Tjanna jang baek !
Tjanna (menjembah) : — Toeankoe poetri, ini samoea patik soedah mengarti. Patik poeji telah meliat terdjadinja itoe perobahan dalem sikepnja doeli Poetra-makota. Patik sendiri bener-bener merasaken terlampau heran dan tida habis mengarti, bagimana Poetra-makota bisa tergontjang hati, dan linjap kasenangan dan katentremannja, tjoemah lantaran dapet saksiken beberapa matjem pemandangan jang soedah loemrah tertampak di mana-mana dalem ini negri dan disagenep doenia.
Yashodhara (tjondongken badan) ; —Tetapi pemandangan apalah itoe, Tjanna?
Tjanna : — Biarlah doeli toeankoe Poetri soeka menaro kasabaran aken dengerin patik bertoetoer dari bermoelah. Pertama kalih patik menganter Poetra-makota bertamasja ka segenep kota dengen naek saboeah kreta karadja'an jang diriasken indah, dengen rahajat berdiri di tepi djalanan saling berdjoebelan aken oendjoek hormatnja. Poetra-makota kaliatan merasa girang sekalih meliat ini penjamboetan jang menoendjoekken katjinta'annja rahajat jang sanget bergoembirah bisa memandang wadjahnja marika poenja bakal djoengdjoengan. Tetapi dengen sakoenjoeng-koenjoeng dari tepi djalanan ada melintas saorang pengemis toea jang soedah boeta serta bongkok. Hamba brentiken itoe kreta soepaja itoe orang toea tida terlindes, dan Poetra-makota mengawasi padanja dengen penoeh perhatian, dan tanja machloek apa adanja itoe. Koetika patik memberi katerangan jang itoe ada manoesia, ia kaliatan merasa sanget heran, apa sebabnja begitoe berbeda dengen laen-laen manoesia jang biasa tertampak satiap hari. Ja, toeankoe Poetri, lantaran selaloe berdiam lama dalem astana dan hidoep di antara orang-orang moeda dan tjantik, Poetra-makota mendjadi tida ketaoei bahoea pada manoesia selaloe ada terdjadi perobahan jang membikin badannja bongkok, koelitnja penoeh kisoet, ramboetnja poetih, giginja ompong dan matanja lamoer atawa boeta. Koetika patik memberi katerangan bahoea sasoeatoe manoesia, kapan hidoep sampe tjoekoep toea, aken djadi begitoe, kaliatan Poetra-makota berpikir keras, dan lantes sadja memberi titah aken balik ka astana.
Yashodhara (mengelah napas): — Oh, sekarang akoe mengarti, kenapa tadi ia begitoe ketarik koetika memandang boenga-boenga jang lajoe.
Tjanna : — Ja, demikianlah ka'ada'annja, toean koe. Tetapi patik pikir, itoe rasa terharoe soedah timboel dari lantaran Poetra-makota tida biasa hadepken segala perobahan dan gontjangan doenia, maka patik mengandjoerin aken ia kaloear djalan-djalan lagi dengen menjamar, soepaja bisa meliat penghidoepan rahajat dan perdjalanannja manoesia dari deket, tentang mana Sri Baginda Radja poen telah menjataken moefakatnja. Begitoelah dengan berpakean lakoe soedagar, Poetra-makota bersama patik telah pergi mengider ka dalem kampoeng dan desa-desa, dan achirnja kita bertemoe saorang sakit jang terletak sambil merintih-rintih di tepi djalan raja Poetra-makota merandek mengawasi dan menanja pada patik, kenapa itoe orang kaliatan begitoe soesah. Koetika patik menerangken bahoea itoe orang sedeng dilanggar penjakit sampar jang heibat, dan tida haroes orang mendeketi aken menoeloengi sebab bisa ketoelaran,Poetra-makota lantes menanja poela, apakah segala orang bisa dapat ini penjakit? Koetika patik tetepken jang sasoeatoe manoesia dalem sembarang sa'at bisa diserang oleh penjakit jang banjak matjemnja, ada jang berat dan ringan, tapi achirnja samoea moesti mati, lantes Poetra-makota kaliatan djadi terkedjoet, dan menanja ; „Mati? -apakah artinja mati?" Soepaja bisa mengarti dengen djelas artinja itoe perkata'an, patik silahken berdjalan lebih djaoe sampe ka pinggir soengei dimana ada tempat pembakaran majit, dan disitoe bisa kaliatan rombongan orang jang pikoel majit jang hendak dibakar. . . .
Yashodhara : — Ah, Tjanna, bagimana kaoe bisa berlakoe sampe begitoe djaoe !
Tjanna : (menjembah) : — Ma'af, toeankoe Poetri ! Patik poenja pikiran ada lebih baek djikaloe Poetra-makota dapet liat dan taoe samoea djalannja ini penghidoepan. Kapan nanti soedah berdoedoek di atas tachta aken memerentah dalem ini karadja'an, sabagi satoe radja dan ksatrija ia poen haroes melindoengin rahajat dari ganggoean pendjahat dan penjerangan moesoeh, hingga satoe koetika haroes goenaken pedangnja aken membasmi banjak djiwa manoesia. Apa aken djadi dengen ini negri djikaloe mempoenjai radja jang tida mengenal apa artinja kamatian ! Yashodhara (mengelak napas): — Ja, kaoe ada betoel, Tjanna! Landjoetkenlah penoetoeranmoe.
Tjanna (menjembah) : — Sasoedah Poetra- makota mengawasi sakoetika lamanja itoe majit jang hendak dibakar, achirnja ia menanja, „apakah ini achirnja penghidoepan dari samoea manoesia ?" Koetika patik tetepken, dengen mentrangken di seloeroeh doenia samoea satoe roepa, segala machloek jang hidoep moesti mati, dan tida satoe poen jang aken terlolos, Poetra-makota berdiri bengong, teroes bertjoetjoeran aer mata, dan komoedian ia berkata, „ach, Tjanna, marilah kita poelang ! sekarang soedah sampe ! matakoe soedah meliat tjoekoep!" Dan sadari itoe koetika, toeankoe, ia tida menjataken ingin pergi ka loear lagi, dan sikepnja lantes berobah.
Yashodhara : — Apakah Sri Baginda Radja soedah taoe ini ka'ada'an ?
Tjanna : — Hamba soedah toetoerken samoea, toeankoe.
Yashodhara: — Dan bagimanatah pendapetannja ?
Tjanna : — Sri Baginda kaliatan merasa koeatir, tapi hamba hiboerken dengen membilang, jang Poetra-makota poenja hati djadi lekas tergontjang lantaran sakean lama hidoep teräsing dari pergaoelan oemoem. Kapan soedah biasa hadepken segala kadjadian di doenia, patik kira itoe perasa'an jang gampang terharoe nanti linjap, dan Poetra-makota aken mendjadi satoe kepala pamerentah jang gagah dan keras hati.
Yashodhara : — Apakah kaoe kira begitoe, Tjanna? Akoe koeatir . . . . akoe ada dapet firasat, kamoeroengannja kakandakoe nanti membawa kasoedahan jang ada di loear doega'an.
Satoe Dajang dateng mengadep dan menjembah di hadepan Yashodhara.
Dayang : — Toeankoe, poetra Rahula soedah sedar dan sampe temponja aken minoem soesoe.
Yashodhara (berbangkit): — Baeklah, akoe aken dateng dengen sigrah. (Pada Tjanna). Banjak trima kasih, Tjanna, boeat kaoe poenja katerangan. (Berlaloe.)
Tjanna (bitjara sendirian): — Helaas! ini Wishramwan, astana dari katjinta'an dan kaberoentoengan, sekarang tertoetoep oleh tjadir dari kamoeroengan dan kakoeatiran. Sikep jang penoeh kadoeka'an dari Poetra-makota sekarang soedah menoelar djoega pada Toean Poetri, jang biasanja bergirang dan bergoembirah. Aneh soenggoe djalannja penghidoepan ! Manoesia selamanja tida bisa merasa poeas dan tjoekoep. Bagimana bisa djadi, dengen mempoenjai astana begini indah, didampingin oleh istri begitoe tjantik hingga tida ada bandingannja di seloeroeh Kapilawastoe, dengen dajang-dajang jang eilok dan pande menari, Poetra-makota masih bisa terlipoet oleh kasedihan dan kabingoengan, tjoemah lantaran meliat saorang toea, saorang sakit dan saorang mati ! Bagimana ia bisa siksa hati dan pikirannja tjoemah lantaran saksiken pemandangan jang biasa tertampak satiap hari di mana-mana ! Oh, soenggoe aneh !
Prins Siddhartha datang menghampiri dari belakang dengen tida diketaoei oleh Tjanna, laloe berdiri mendengeri iapoenja pembitjara'an sendirian.
Tjanna (landjoetken omongannja) : — Tida, tida bisa diantepin Poetra-makota tinggal moeroeng begitoe. Akoe moesti tjoba berdaja aken bikin kasedihannja berachir ! Akoe nanti tjoba boedjoek soepaja ia maoe pergi ka loear djalan-djalan lagi, boekan sadja dalem ini negri, tapi negri-negri jang djaoe, soepaja ia djadi mengenal djalannja ini kahidoepan dan djadi biasa boeat saksiken kasangsara'an manoesia. Kapan nanti ia soedah naek ka atas tachta dan, memerentah atas banjak manoesia, ia aken mendjadi satoe radja jang paling bidjak, jang paling moerah dan berkasihan, jang nanti bisa menoeloeng pada banjak manoesia. . . .
Siddhartha (menghampiri dan tepok poendaknja Tjanna): — Akoe moefakat ! itoe betoel !
Tjanna (terprandjat, laloe djongkok dan menjembah) : — Riboe ma'af, toeankoe! . . . . .
Siddhartha — Akoe setoedjoe sekalih dengen pikiranmoe boeat pergi mengoembara ka negri-negri jang djaoe, Tjanna! Aken hal itoe akoe soedah ambil poetoesan tetep, tida perloe kaoe memboedjoek dan mengandjoerin lagi. Toedjoeankoe ada djaoe lebih tinggi daripada memerentah karadja'an, tapi maksoedkoe jang satoe-satoenja adalah boeat menoeloeng manoesia soepaja terbebas dari kasangsara'an dan kasedihan!
Tjanna (dengen roepa girang) : — Oh, djikaloe toeankoe merasa setoedjoe, baeklah besok pagi patik mengadep pada Sri Baginda aken memberi taoe. . . . .
Siddhartha : — Tida perloe, Tjanna. Ini kalih akoe maoe bikin perdjalanan dengen diam-diam, tida boleh ada satoe orang jang taoe.
Tjanna (dengen roepa heran) : — Bagimana bisa, toeankoe. . . . . itoe soldadoe jang mendjaga di moeka tembok astana. . . .
Siddhartha : — laorang tida taoe djikaloe kita brangkat ka loear di waktoe malem, salagi marika samoea tidoer poeles.
Tjanna (terkedjoet) : — Di waktoe malem ?
Siddhartha : — Ja, dan di ini malem, sabentar djam doeabelas tengah malem. Kaoe moesti sedia koedakoe, Kantaka, le«gkep dengen sèlanja, dan kaoe sendiri poen moesti sedia satoe koeda boeat toeroet bersama-sama.
Tjanna (terkedjoet) : — Tapi, toeankoe, ka manakah kita-orang aken pergi ?
Siddhartha : — Aken hal itoe kaoe nanti dapet taoe sabentar malem. Sekarang djangan madjoeken terlaloe banjak pertanja'an ; djalanken sadja apa jang akoe prentah ; sediaken akoe poenja koeda toenggang, Kantaka, di ini tempat djam doeabelas tengah malem. Inget baek-baek, pegang resia keras, tida boleh ada satoe orang jang taoe dari ini niatan, Tjanna!
Tjanna (menjembah) : — Baek, toeankoe, aken hal itoe toeankoe djangan koeatir. Tapi, toeankoe. . . . .
Siddhartha : — Djangan pikir apa-apa lagi, Tjanna! Akoe soedah bilang, ini perdjalanan tida mengandoeng maksoed laen, hanja boeat menoeloeng manoesia !
Tjanna (menjembah) : — Baek, toeankoe.
Siddhartha : — Inget betoel, djam doeabelas tengah malem kaoe moesti bersedia dan menoenggoe disini.
Tjanna : — Baek, toeankoe (menjembah).
Siddhartha berlaloe. Tjanna berdiri seperti toenggak sambil galeng-goleng kepala.
LAJAR TOEROEN.
Bagian I berachir.