Lontjeng Merenggut Arwah/1

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Lontjeng Merenggut Arwah
oleh Shie Lan Lan
1
54043Lontjeng Merenggut Arwah — 1Shie Lan Lan

1

MUSIM dingin telah mendjelang datang, saldju turun tipis dan lembut sekali menjelimuti permukaan bumi dan pohou pohon jang terdapat disekitar tempat tersebut.

Seorang botjah berusia sembilan tahun dengan pakaian jang kumal, tengah duduk dibawah sebatang pohon dengan tubuh menggigil dan gigi jang bergemeretuk. Tampaknja dia sedang berlindung dari serangan hudjan saldju jang turan dengan lebat itu.

Anak lelaki ketjil ini duduk dengan kedua tangan bersedalap didadanja, mukanja agak memerah akibat kedinginan, kedua kakinja djuga duduk bersila dengan tubuh jang mengedjang, guna berusaha melawan hawa dingin itu.

Lama djuga anak lelaki ini duduk berlindung dibawah pohon itu, sampai achirnja dia melihat seorang pengentis tua tengah mendatangi kearah tempatnja itu dengan langkah kaki jang susah dan tubuh jang terbongkok-bongkok.

Botjah ini djadi heran, dia tjuma mengawasi sadja dengan tatapan mata bertjuriga. Dan dia lebih heran lagi ketika dilihatnja pengemis itu rubuh ditumpukan saldju sambil mengeluarkan suara erangan seperti diuga pengemis itu sedang menderita kesakitan.

Lama Sai botjah ketjil itu mengawasi kearah tubuh si pengemis jang tengkurap tak bergeming diatas tumpulan saldju tersebut sampai achirnja, karena dia melihat pengemis ini masih sadja tidak bergerak dan tjuma mengeluarkan suara erangan belaka, hati anak lelaki ini djadi heran lagi. Perlahan-lahan botjah ini telah bangun berdiri menghampiri pengemis tersebut. Kedua tangan botjah tersebut masih bersedakap didadanja karena dia harus melawan hawa udara jang dingin dan menjerang dirinja.

Dilihatnja pengemis itu adalah seorang pengemis tua jang mungkin sudah berusia enampuluh tahun dengan djenggot dan rambutinja jang telih berubah putih selurahnja, sania putihnja dengan saldju.

Ketika botjah tersebut telah menghampiri dekat sekali, didengarnja suara erangan kesakitan dari pengemis tersebut semakin keras. Sepasang alis si botjah djadi berkerut seperti menundjukkan keheranan jang sangat dihatinja.

„Aneh! Mengapa tiba-tiba sekali kakek tua ini rubuh tergulung — — — kulihat tidak ada luka-luka ditubuhnja — — —” pikir botjah tersebut.

Pengemis tua tersebut tampaknja djuga telah melihat anak lelaki jang menghampiri dirinja itu, bola matanja jang redup sekali tak bersinar, telah memain.

„To — — — tolong seretkan tubulileu kebawah pohon itu — — — !” kata si pengemis dengan suara jang lemah sekali.

Botjah itu. tampak ragu-ragu, namun achirnja dia telah membungkukkan tubuhnja, berusaha mengangkat tubuh si pengenis tua.

Namun berhubung tenaganja jang masih ketjil dan tidak seberapa besar, menjebabkan botjah tersebut tidak berhasil menggotong tubuh si pengemis tua tersebut.

Sedangkan si pengemis tua itu telah berusaha dengan menggunakan kedua tangannja untuk menundjang tubuhnja, dengan sah pajah dia merangkak dengan dibantu oleh si botjah, kearah batang pohon besar itu, ditempat mana anak lelaki ketjil tersebut telah berlindung dari hudjan saldju itu.

Achirnya pengemis tua tersebut berhasil merangkak sampai dibawah batang pohon besar itu. Dia merebahkan dirinja dan menghembuskan napasnja dalam-dalam, tampaknja merangkak didalam djarak jang begitu dekat sadja, telah meletihkan sekali dirinja.

„Terima kasih nak——“ kata pengemis tua tersebut kemudian sambil menoleh kepada si botjah jang tengah berdiri dan tjuma mengawasinja sadja. „Kalau kau tidak menolongi diriku, mungkin aku si pengemis tua jang sudah mau mati ini akan mati tertimbun saldju itu——!“

Anak lelaki tersebut telah berdjongkok didekat pengemis tua tersebut.

„Apakah Lopeh (paman) sedang terluka?“ tanja si botjah sambil mengawasi keadaan pengemis tersebut jang dilihatnja napasnja agak memburu dan berat sekali.

Pengemis itu menghela napas dalam-ldama, dia mengangguk sedikit.

„Sulit untuk kutjeritakan, anak———.“ katanja dengan suara jang lemah. „Sebetulnja seperti apa jang kau lihat sekarang ditubuhku tidak terdapat sepotong lukapun, tetapi sebenarnja aku sedang terluka jang lebih hebat dari luka biasa — — — aku telah terkena pukulun telapak tangan Hiat Tjiang Sian Lie (Dewi Bertangan Darah) —. — —.”

„Djadi — — djadi Lopeh sedang terluka di dalam ?” tanja anak lelaki itu.

„Benar?” mengangguk si pengemis tua dengan lemah. „Aku telah kena ditipunja— — dia telah melolohku dengan arak beratjun dan dikala aku sedang keratjunan— — dia bermaksud membunuhku— — untung sadja, biarpun telah dilukai olehnja, namun aku masih bisa melarikan diri— — dan — — hooookkkgggg — — — hhhooooookkkkgggg!” pengemis tua itu tidak bisa meneruskan tjeritanja karena dia telah batuk-batuk dengan keras.

Anak lelaki tersebut djadi bingung, dia tidak mengetahui bagaimana harus menolong pengemis tua tersebut agar djangan terlalu menderita karena hawa udara jang dingin itu pasti membawa penderitaan jang hebat djuga bagi pengemis tua jang sedang dalam keadaan terluka parah itu.

Botjah tersebut lalu menoleh kesekitar tempat itu, tetapi ia tidak bisa menemui tempat jang baik untuk berlindung. Disekitar tempat tersebut hanja terdiri dari pohon dan semak belukar belalea.

„Anak jang baik — — — tolong kau ambilkan botol ketjil jang berwarna merah disaku badjuku — —” tiba-tiba si pengemis berkata begitu diselingi oleh suara batuknja dan suara orang kesakitan jang perlahan.

Tjepat-tjepat botjah tersebut mengulurkan tangannja merogoh saku badju pengemis tersebut.

Benar sadja, ia bisa menemui sebuah botol berbentuk shiolo dan berwarna merah disaku pengemis itu.

„Botol inikah jang dimaksudkan oleh Lopeh?” tanja si botjah sambil memperlihatkan botol kecil itu kepada si pengemis.

Pengemis tua tersebut membuka kelopak matanja dam memandang dengan redup lalu mengangguk perlahan.

„Benar— — ambilkan tiga butir pil jang terdapat di botol itu!” katanja perlahan dan lemah sekali, keadaannja benar benar parah.

Tjepat-tjepat si botjah mengeluarkan tiga butir pil ketjil dari dalam botol tersebut dan memasukkannja kedalam mulut si pengemis tua itu. Dengan bantuan saldju, pengemis tua tersebut berhasil menelan ketiga butir pil ketjil jang berwarna hitam gelap itu.

Kemudian pengemis tua ini memedjamkan matanja, tampaknja dia ingin beristirahat mengatur djalan pernapasannja. Sedangkan botjah ketjil tersebut telah memasukkan botol jang berwarna merah itu kedalam saku si pengemis tua tersebut dan duduk disampingnja mengawasi dengan kuatir. Dia takut kalau-kalau pengemis tua ini tidak bisa tertolong dan menemui adjalnya― ― ―.

Tetapi tidak berselang lama, muka si pengemis tua jang tadinja begitu putjat, perlahan-lahan berubah mendjadi agak kemerah merahan, dan napasnja djuga telah teratur, tidak seberat dan memburu seperti tadi.

Perlahan-lahan kelopak matanja telah dibukanja dan memandang redup kepada botjah ketjil tersebut.

„Siapa namamu nak?” tegur si pengemis tua tersebut. Biarpun suaranja tidak begitu besar dan masih parau, namun kedengaranja lebih djelas kalau dibandingkan dengan keadaan tadi.

„Aku she Siangkoan dan bernama Ho” sahut si botjah. „Biasanja aku dipanggil dengan sebutan Ho Ho sadja.”

Pengemis tua itu tersenjum ketjil dengan lemah, bola matanja djuga bergerak tidak hentinja.

„Baiklah Ho Ho— — — mulai sekarang aku memanggil kau dengan sebutan Ho Ho sadja! Kau menjetudjui, bukan?”

Siangkoan Ho atau Ho Ho, lalu menganggukkan kepalanja dengan tjepat.

„Baik Lopeh!” sahut si botjah. „Memang hampir semua orang memanggilku dengan sebutan itu.”

Si pengemis menghela napas, dia memperhatikan Ho Ho dengan wadjah jang agak muram.

„Mengapa didalam tjuatja demikian buruk kau berada ditempat ini seorang diri?” tanja si pengemis tua itu dengan suara mengandung keheranan djuga. „Kemana orang tuamu?”

Ho Ho berubah mukanja, tampaknja dia djadi sedih dan menundukkan kepalanja waktu mendengar pertanjaan pengemis tua tersebut.

„Aku telah melarikan diri dari rumah, Lopeh!” djawab Ho Ho dengan suara jang agak paru. „Aku tidak tahan untuk hidup terus didalam keluargaku maka empat hari jang lalu aku melarikan diri menjingkir djauh-djauh agar tidak bisa ditjari kembali oleh ajahku— — —.”

„Heh?" pengemis tua itu djadi heran. „Mengapa begitu?"

„Aku bentji kepada orang tuaku — — — mereka terlalu djahat — ——! Ajah djuga terlalu bengis, sering kali aku dihadjar dengan kaju, sehingga tubuhku sampai babak belur, dan aku merasakan bahwa diriku ini seperti djuga bukan anak mereka — — —!” tambah Ho Ho dengan suara jang sedih, matanja djuga agak merah, tetapi dia tidak sampai menangis. Pengemis'tua tersebut ketika mendengar cjerita Ho Ho, menghela napas. Dia menggeleng-gelengkan kepalanja perlahan sekali, tampaknja dia bisa merasakan kesedihan hatibotjah tersebut.

„Mungkin djuga kau jang nakal, Ho Ho— — — —biar bagaimana kaw harus pulang kerumahmu lagi, karena tidak ada orang tua jang ingin mentjelakai anaknja! Kalau memang kau membawa sikap jang baik, tentu ajahmu tidak akan memukuli— — —.” kata si penge-mis tua ini mentjoba untuk memberikan na-sehatnja.

Tetapi ketika Ho Ho mendengar perkatasi pengemis tua ini, ia menggelengkan kepalanja dengan tjepat dan mukanjapun berubah mendjadi merah padam.

„Tidak !” katanja ketus. „Lopek tidak mengetahui keadaan jang sebenarnja! Ajahku terlalu djahat, sedjak ibu kandungku mati, maka ajah telah menikah lagi dengan peremt- puan djahat ! Tbu tirika itulah jang telah me- niebabkan ajah selalu menjiksa diriku, karena ajah terlalu tunduk kepada ibu tiriku jang masih muda itu! Ibu tiriku selalu memberikan pengaduan jang bukan-bukan dan mendjelek-djelekkan diriku, sehingga hampir setiap hari aku dihadjar dengan bengis sekali oleh ajah! Padahal— —aku — — telah berusaha untuk berkelakuan baik dan menuruti segala perintah ibuku, namun selalu sadja dia mentjari-tjari kesalahanku sampai jang seketjil-ketjilnja dan mengadukannja kepada ajah — — ! Sedjak menikah dengan perempuan djahat itu, ajah telah berubah djauh sekali perangainja, sudah tidak ada kasih sajang lagi kepadaku — — apa lagi dari perempuan djahat itu ajah memperoleh anak lagi — — Hmmmm, sikapnja semakin. bengis dan membedakan sekali terhadap diriku !”

Pengemis tua itu ketika mendengar tjerita Ho Ho, djadi menghela napas.

„Hal — — mengapa selalu sadja ibu tiri bersikap djahat begitu ? !” pengemis tua tersebut seperti djuga menggumam seorang diri „Mengapa selalu sadja mereka ingin menindas anak tirinja?!” Dan setelah menggumam begitu, pengemis tua itu lalu menoleh kepada Ho Ho, tanjanja lagi: „Djadi disebabkan itukah kau telah melarikan diri dari rumah ?”

Ho Ho telah mengaugguk dengan tjepat, sahutnja dengan nada sedih: „Benar Lopeh — — — Empat hari jang lalu sebelum aku melarikan diri dari rumah, ibu tiriku telah memerintahkan aku mengambil air belasan tong besar, dan aku telah menuruti perintahnja itu tanpa membantah sedikitpun ! Tetapi — — — — hmmm, dasar perempuan. siluman, begitu ajahku pulang pada sore nja, dia mengadukan jang tidak-tidak kepada ajah, dikatakannja bahwa aku telah membandel dan tidak mau menuruti perintahnjn untuk mengambil air! Ajah tanpa banjak tanja lagi segera menghadjar aku dengan sepotong kaju jang besar sekali, bengis sekali, seperti aku ini bukan anak kandunguja ! Ketika sambil mengaduh-aduh kesakitan kena hadjaran kaju tersebut, aku mentjoba mendjelaskannja, tetapi ajahku tidak mau mempertjajai keteranganku, malah aku dihadjar lebih bengis lagi. karena katanja aku menghasut hasutnja agar ribut dengan ibu tiriku itu --- ! Lihatlah Lopeh badjuku ini robek-robek akibat pukulan ajah pada empat hari jang lalu maka saking tidak tahan untuk hidup terus didalam lingkungan keluargaku itu, aku lalu melarikan diri pada malam hárinja setjara diam-diam ---!"

Setelah bertjerita sampai disitu. Ho Ho menundukkan kepalanja dalam-dalam, tampaknja dia berduka sekali mengingat kembali kedjadian empat hari jang lalu jang begitu menjakitkan hati dan perasaannja. Pengemis tua tersebut djadi menaruh belas kasihan terhadap diri Ho Ho, dia lalu mengangkat tangannja jang diulurkannja dan menggenggam tangan Ho Ho.

„Kasihan nasibmu, nak _ _ _” kata pengemis tua itu dengan suara terharu. „Memang sering terdjadi kalau seorang ajah telah menikah dengan wanita lain, tentu anakuja sendiri tidak akan disajanginja lagi seperti waktu-waktu jang sudah ini mungkin djuga disebabkan oleh hasutan-hasutan dari sang ibu tiri itu! Sudahlah kau tidak usah bersedih, manusia akan bisa hidup dimana sadja, tidak perlu kau takut untuk hidup berseorang diri, karena akupun bersedia untuk menjajangi dan menganggap kau sebagai anakku sendiri!”

Mendengar perkataan si pengemis. Ho Ho djadi terharu sekali. Sampai botjah ini tidak bisa menahan menitiknja butir-butir air matanja. Tjepat-tjepat Ho Ho berlutut didekat tubuh si pengemis tua jang masih rebah lemah itu.

„Terima kasih Lopeh _ _ _.” kata Ho Ho dengan air mata jang menitik, karena dia terharu sekali bahwa ada orang lain jang baru dikenalnja telah mau menjajangi dan memperlakukan dirinja dengan begitu penuh kasih sajang, sedangkan ajahnja sendiri sadja jang sudah menikah dengan ibu tirinja, tidak pernah memperlakukan dirinja begitu lembut.

Pengemis tua itu mengelus-elus rambut Ho Ho, dia menghela napas.

Djangan menangis Ho Ho, hapuslah air matamu!" kata pengemis tua ini. Aku Hek Hay Kay Liong (Pengemis Naga Laut Hitam) Auw Tik Kong untuk selandjutnja akan mengambil ku sebagai anak angkatku! llai tjuma sadja sajangnja, sekarang ini aku sedang terluka tjukup berat, dan mati hidupku tidak ketahuan! Kalau tidak, hmmmm. aku akan mendidik kau ilmu silat, agar setelah dewasa, kau tidak mid th dihina orang---!"

Tetapi Lopeh tentu akan sembuh dengan setjepatnja!" kata Ho Ho dengan gugup. Pengemis tua itu, Hek Hay Kay Liong Auw Tik Kong telah menghela napas.

Sulit dibilang djuga !" katanja dengan muka berduka. Sebetulnja kepandaianku ini biarpun bukan merupakan kepandaian nomor satu didalam kalangan Kang-ouw (sungai telaga), tetapi kalau hanja untuk menghadapi Hiat Tjiang Sian Lie (Dewi Bertangan Darah) sadja, itu ku'pandang sebelah mata sadja, Namun, karena beberapa saat jang lalu, aku telah berlaku tjeroboh sehingga bisa ditipu imtu meminum arak beratjunnja, sampai achirnja aku terluka parah! Tentu Hiat Tjiang Sian Lie tidak akan mau melepaskan aku begitu sadja - - - dia pasti akan mentjari dan melakukan pengedjaran terus, sebab aku tali, dia tentu takut kalau-kalau aku bisa meloloskan diri dari kematian ditangannja, pasti setelah kesehatanku pulih dan terlepas dari kematian, aku akan mentjarinja lagi untuk melakukan pembalasan Entah lama atau tjepat, dia pasti akan datang ketempat ini, karena dia memang sedang melakukan pengedjaran terhadap diriku - - - !"

Dan setelah berkata begitu, pengemis tua Hek Hay Kay Liong Auw Tik Kong menghela napas dengan muka berduka.

Djangan t kut Lopeh!" kata Ho Ho dengan bersemangat dan mendongkol se- kali. Kalau memang perempuan djahat itu datang kemari, biarlah aku akan mengadu djiwa untuk melindungi Lopeh!"

Mendengar perkataan Ho Ho jang bersemangat dan mengandung kemarahan itu, Hek Hay Kay Liong Auw Tik Kong tersenium pahit sambil menggelengkan kepalanja perlahan -lahan. Dia terharu sekali melihat kebesaran djiwa Ho Ho, biarpun usia botjah tersebut paling djuga baru sembilan tabun.

Terima kasih Ho Ho-"kata pengemis tua ini kemudian dengan terharu. Tetapi iblis itu bukan tandinganmu! Lebih baik sebelum dia datang kemari, kau tjepat-tjepat menjingkir djauh djauh guna menjelamatkan dirimu, biarlah aku seorang diri dan sekuAt tenaga akan menghadapinja dengan sisa tenaga jang ada padaku- - - - - dia sangat IKedjam sekali, tentu kalau dia melihat kan berada ditempat ini bersama-sama denganku, dia akan menurunkan tangan djahat membunuh dirimu - - - !"

Iblis djahat! Biarlah Lopeh - - - aku akan mengadu djiwa dengan dia! Biarpun harus matí, aku tidak takut menghadapi perempuan sikaman itu !" kata Ho Ho dengan suara bersemangat sekali. Kembali hati pengemis tun itu djadi terharu mendengar perkataan Ho Ho jang berapi-api dan bersemangat penuh kegagahan itu.

Terima kasih Ho Ho - - kau memang seorang anak jang baik, dan kulihat kau mempunjai tulang dan bakat jang baik sekali, kalau memang aku masih mempanjai kesempatan untuk hidup, nanti akan kuturunkan ilmu kepadamu, tentu kau akan mendjadi seorang pendekar jang hebat sekali- !" dan pengemis tua ini lalu menghela napas lagi sambil tersenjum pahit. Sudahlah, Ho Ho, kita tidak usah membitjarakan iblis djahat itu, belum tentu dia akan bisa menemui djedjak ku! Lebih baik kita membitjarakan jang lainnja sadja ! Oja- - apakah sedjak kau melarikan diri dari rumah, ajahmu tidak menjarimu?"

Ho Ilo menghela napas dan berduka sekali. „Ajah sudah tidak sajang lagi kepadaku, Lopeh- - _ mungkin juga ajan tidak mentjari diriku, karena dianggapnja mungkin djuga bahwa dengan adanja diriku hanja akan mengganggu ketenteraman dan kebahagiaannya! Tetapi seumpama ajah mentiariku djuga, ma ka kukira sudah sukar untuk menemui djedjakku, sebab selama empat hari berturut-turut aku telah melakukan perdalaman jang tjukup djauh, maka tidak mungkin ajah akan melakukan pentjarian terus didalam djarak jang demikian djauh - - - ! "

„Tjuma sadja Ho Ho- untuk selandjutnja, hidupmu seperti seorang anak jatim piatu jang tidak mempunjai orang tua terlunta-lunta seorang diri didalam masjarakat jeng terdapat banjak kekedjaman ini- kata Hek Hay Kay Liong dengan suara jang terharu sekali.

Ho Ho mengangguk dengan muka jang muram sekali.

Tetapi aku lebih menjukai dan senang hidup dengan tjaraku ini Lopeh karena aku tidak akan memperoleh hadjaran-hadjaran bengis dari ajah akibat hasutan ibu tiriku itu! Dan lagi pula, aku djuga telah memikirkannja Lopeh, mungkin djuga dengan kepergianku ini, ajah dan ibu tiriku, bersama adik tiriku itu, bisa menemui kebahagiaan biarlah aku jang menjingkir dan menderita seorang diri sadja, asal mereka bisa hidup tenteram - - -!” :sahut Ho Ho dengan tjepat dan gagah sekali.

“Hek Hay Kay Liens Ace Tik Kong kemudian ménghela nipas, didalan. hatinja pengemis tua ini-djadi memudiji akan kebesaran djiwa’ Ho Ho.

„Memang botjah ini mempunjai kabat jang luar binsa, sorot matanja jang tadjam itu menjatakan bahwa dia mempunjai kekerasan hebat akibat penderitaan jang diterima dari ajah dan ibu tirinja Kalau memang botjah itu memperoleh bimbingan jang baik dan guru jang hebat, pasti dia kelak akan méndjadi se- orang djago jang luar biasa sekali!” — pikir Hek Hay Kay Liong Auw Tik Kong sambil menatap kepada Ho Ho jang duduk dengan menundukkan kepalanja dalan-dalam.Tampaknja si botiah tengah tenggelam didalam alam pikirannja sendiri.

Saldju. masih sadja turim dengan deras, hawa udara soaiakis lana djadi semakin dingin.

„lhhhh!” tiba-tiba Ho Ho mendengar Hek Hay Kay Liong Auw ‘Tik Kong telah menyeluarkan seruan kaget. Ho Ho djuga djadi terkedjut.

„Kenapa Lopeh?” tanja Ho Ho sambil méngawasi dengan tadjam kepada pengemis tua itu.Apakah luka itu mengamuk lagi?"

Pengemis tua tersebut tampak mengerutkan sepasang alisnja, mukanja segera berubah hebat.

Aku- - - aku telah mendengar suara langkah kaki jang sedang mendatangi kearah tempat ini, tampakuja Hiat Tjiang Sian Lie tidak ingin melepaskan diriku - Dia masih terpisah kurang lebih lima puluh lie- — — !″ sahut Hek Hay Kay Liong.

Ho Ho djadi terkedjut.

,,Lopeh bisa mendengar suara langkah kaki didalam djarak jang begitu djauh?" tanja Ho Ho dengan heran. Pengemis tersebut mengangguk sambil tersenjum pahit.

Tampaknja iblis itu datang bukan seorang diri, kalau didengar dari suara langkah kakinja, dia datang berdua dengan kawannja- - - ! Nah, Ho Ho, lebih baik kau tjepat-tjepat menjingkir dan tinggalkan aku disini sadja, karena kalau sampai mereka melihat kau berada bersama-samaku, pasti mereka tidak akan mau memberikan kesempatan hidup kepadamu---Hajo tjepat kau menjingkir Ho Ho!" kata Hek Hay Kay Liong dengan gugup dan mengandung kekuatiran jang sangat. Hati Ho Ho djadi terharu sekali melihat kakek pengemis tersebut begitu memperhatikan dan menguatirkan keselamatan . nja. Dengar tjepat Ho Ho menggelengkan kepalanja.

,,Tidak Lopeh!" katanja dengan gagah. Biar bagaimana aku harus tetap berada ditempat ini bersama-sama dengan Lopeh --! Kau sedang te luka, maka biarpun harus mengadu djiwa dengan iblis itu, tetap sadja aku harus melindungimu!"

Hek Hay Kay Liong djadi terharu sekali, dia lalu mengulurkan tangannja mentjekal tangan Ho Ho.

Ho Ho -- ternjata biarpun usiamu masih ketjil, namun hatimu lebih mulia dari djago manapun jang telah pernah kukenal. Nama Hiat Thang Siau Lie telah menggemparkan dunia persilatan dan sangat bengis sadja, begitu mendengar nama iblis tersebut, tentu djago djago lainnja akan melarikan diri! Tetapi kau, sedikitpun tidak memperlihatkan perasaan takut, malah kau bersedia menghadapinja, biarpun kau tidak mengerti ilmu silat sedikitpun ! Terima kasih Ho Ho---! Tetapi, aku bukan tidak ingin menerima kebaikan hatimu ini hanja demi kebaikanmu djuga, lebih bagus kau tjepat tjepat menjingkir disaat mana iblis itu memang masih terpisah didalam djarak jang tjukup djauh--!

Tetapi Ho Ho tetap menggelengkan kepalanja. „Tidak Lopeh-- biarlah kita lihat sadja keadaannja nanti! Kalau memang sudah ditakdirkan harus mati, biarlah aku mati untuk membela kebenaran !” kata Ho Ho dengan tegas.

Hati Hek Hay Kay Liong tambah terharu. tanpa disadarinja dua titik air mata telah menitik keluar mengaliri pipinja.

Seumur hidupnja baru kali ini dia mengeluarkan air mata! Sebagai seorang djago jang mempunjai nama besar didalam kalangan Kang-ouw, Hek Hay Kay Liong Auw Tik Kong tidak pernah mengenal perasaan takut dan ti- dak pernah mengenal perkataan mundur, dia paling tidak takut menghadapi kematian! Tetapi hari ini, entah kenapa, dia djadi begitu kuatir dan gelisah sekali akan keselamatan diri Ho Ho!

Ho Ho melihat dari mata pengemis tua itu mengalir air mata, tjepat-tjepat botjah ini mengulurkan tangannja menghapusi air mata itu.

Mengapa Lopeh menangis ?" tanja si botjah dengan suara jang lembut. Apakah luka lopeh bertambah berat ?" Hek Hay Kay Liong segera menggelengkan kepalanja dengan tjepat. Hatinja tambah terharu, ditjekalnja tangan Ho Ho erat dan gemetar.

„Tidak Ho Ho--- lukaku sudah agak berkurang, karena tiga butir pil Sip-Liong. Tan (Pil sepuluh Naga) bisa memandjangkan umurku satu hari selama belum memperoleh pengobatan -- ! Tetapi jang membuat aku djadi kuatir sekali adalah dirimu - iblis itu sangat djahat sekali, maka djanganlah kau sampai mentjelakai dirimu sendiri ditangan iblis itu disebabkan ingin membelai diriku jang sudah tua renta ini, Ho Ho -- lebih bagus kau menjingkirlah!"

Tetapi Ho Ho tetap menggelengkan kepalanja dengan tegas.

Tidak Lopeh - - ! Aku tetap akan Atau kalau memang selalu disampingmu! Lopeh tidak ingin menemui iblis itu, lebih baik kita menjingkir sadja ketempat lain, bukankah iblis itu masih terpisah didalam djarak jang tukup djauh ?" kata Ho Ho.

Hek Hay Kay Liong telah menggelengkan kepalanja sambil tersenjum getir.

„Kalau kita berdua akan menjingkir, semuanja sudah terlambat, karena aku sedang dalam keadaan terluka parah demikian dan tidak berdaja, sehingga tidak bisa melarikan diri dengan tjepat, sedangkan iblis itu mem- punjai Ginkang (ilmu mengentengi tubuh) jang luar biasa hebatnja! Kalau memang kau seorang diri melarikan diri, memang masih ada kesempatan, karena pertama-tama memang tidak mengenal dirimu, kedusa kau memang bisa melarikan diri tidak begitu djauh, toch nanti mereka berdua tidak bisa menemui dirimu, memang kau tidak mempunjai hubungan apa-apa dengan mereka ---! Nah, pergilah Ho Ho, dengarlah perintahku ini, demi untuk masa depanmu! Nanti setelah dewasa, kalau kau memang ingin membalaskan sakit hatiku terhadap iblis itu, maka itu lain persoalannja lagi! Pergitah Ho Ho --- djangan saimpai terianrbat, waktu sudah terlalu mendesak, kudengar seara langikah kaki mereka berdua sudah kian mendekat sadja kemari---"

,,Kalau mewrut pendengaran Lopen, mereka mendatangi dari arah mana?” tanja Ho Ho kemudian tanpa memperdulikan perintah Hek Hay Kay. Liong untuk pergi menjingkir.

Hek Hay Kay Liong Auw Tie Kong menundjuk kearah dari mana tadi dia datang.

,,Mereka terpisah kurang lebih hanja duda puluh lie lagi!” menjahuti si pengennis tua itu dengan berkuatir sekali. Jang dikuatirkan oleh pengemis’ ini bukanlah dirinja, melainkan keselamatan Ho Ho. Karena kalau kedua iblis jang tenguh mengedjar dirinja it melihat Ho Ho bersama-sama dengan dia pasti kedua iblis itu akan menurunkan tangan djahat djuga terhadap diri Ho Ho.

Ho Ho lalu menganggule.

„Baiklan Lopah — — — aku akan berusaha untuk mengalihkan perhatian mereka dari tempat ini!” kata Ho Ho sambil bangkit berdiri.

Seketika itu djuga sekilas terlintas didalam hati Hek Hay Kay Liong sesuatu ingatan, dengan sendirinja dia djadi terkedjut sekali.

„Ho Ho! Kau mau mentjari mati ?"Tegurja denaye kkaget.

Tetapi Ho Ho tersenjum tenang tanpa memperlihatkan perasaan gugup sedikitpun.

„Lopeh boleh beristirahat ditempat ini— — — aku akan berusaha untuk memantjing mereka agar mengambil djalan kearah lain — — — !” kata Ho Ho sambil melangkah untuk pergi kearah dari mana tadi pengemis tua telah mendatangi.

Hek Hay Kay Liong djadi terkedjut sekali. „Ho Ho — — — kembali !/” teriaknja dengan suara jang parau.

Tetapi Ho Ho telah berlari-lari dengan tjepat tanpa memperdulikan teriakan dari pengemis tua itu. Sedangkan Hek Hay Kay Liong tidak bisa mentjegahnja, karena dia memang sedang tidak berdaja dan rebah tidak bertenaga disitu. Melihat keberanian dan kekerasan hati Ho Ho, pengemis tua ini djadi menghela napas. „Benar-benar luar biasa!” pikirnja didalam hati kemudian dengan perasaan kagum. „Botjah itu benar-benar luar biasa, djarang didunia ini bisa ditemui seorang anak lelaki seperti Ho-djie (anak Ho) _ _ Hmmmm, kalau memang aku bisa terloloskan dari kematian, nanti akan ku‘didik Ho-djie dengan sekuat tenaga agar dia mendjadi seorang pendekar jang luar biasa! Tetapi _ _ entah dengan tjara bagaimana dia ingin mengalihkan perhatian kedua iblis itu dari tempat ini? Hai _ _ ku‘harap sadja agar Ho.ijie tidak mengalami ketjelakaan ditangan iblis-iblis djahat itu !” dan berulang kali Hek Hay Kay Liong teluh menghela napas tak hentinja, mukanja muram sekali _ _ saldju masih turun dengan deras, hawa udara semakin dingin.


o o o O o o o