Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia/Kata Pengantar

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia
oleh Bank Indonesia
Kata Pengantar

Belum lepas dari ingatan kita ketika krisis 1997 memporakporandakan hampir seluruh sendi perekonomian Indonesia. Krisis keuangan Asia atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Krisis Moneter (krismon) itu, berawal di Thailand pada bulan Juli. Krisis ini membawa dampak yang sangat besar terhadap nilai tukar, bursa saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia.

Hingga Juli 1997 itu, hampir semua pihak mengamini bahwa Indonesia sangat kecil kemungkinannya untuk terimbas krisis. Bayangkan saja, waktu itu fundamental ekonomi Indonesia menunjukkan tingkat inflasi yang rendah, surplus perdagangan mencapai lebih dari USD900 juta, cadangan devisa yang sangat besar, lebih dari USD20 milyar, dan sektor perbankan dengan kinerja yang sangat baik.

Tapi siapa sangka sebulan setelah itu ekonomi kita terkena imbasnya juga. Gejolak diawali dengan kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap USD. Akibatnya, banyak bank mulai ditimpa kerugian, terutama bank yang punya pinjaman dalam mata uang asing dan tidak melakukan lindung nilai atas pinjamannya. Gejolak kurs yang ditambah dengan pemburukan arus kas bank-bank menyebabkan bank menghadapi kesulitan likuiditas. Masalah likuiditas ini mengakibatkan bank kehilangan kepercayaan sehingga masyarakat ramai-ramai menarik uangnya secara besar-besaran dari bank. Puluhan bank harus ditutup dengan konsekuensi perekonomian bisa lumpuh total. Oleh karena itu, upaya penyelamatan adalah pilihan yang diambil ketika itu. Namun ongkos yang harus dibayar juga tidak sedikit karena jumlah bank yang harus diselamatkan juga banyak.

Berangkat dari pengalaman krisis 1997 itulah, manakala krisis global melanda Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, Pemerintah dan BI proaktif melakukan tindakan pencegahan. Beberapa ketentuan perbankan direlaksasi untuk menghindari runtuhnya sistem keuangan dan perbankan. Tindakan ini dilakukan agar dana nasabah di bank aman sehingga masyarakat tidak perlu benbondong-bongdong ke bank menarik dananya. Hasilnya, rush tidak terjadi, sistem perbankan tetap aman dan perekonomian bisa terbebas dari ancaman krisis. Memang ada ongkos dari tindakan itu, namun pastinya tidak akan sebesar bila krisis global sampai menghantam ekonomi Indonesia.

Penerbitan buku “Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan” ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai duduk soal diambilnya kebijakan penyelamatan perbankan ketika terjadi krisis global 2008 lalu. Latar belakang, kronologi kebijakan hingga upaya penyelamatan sistem perbankan diangkat dalam buku ini.

Dilandasi komitmen untuk memberikan informasi kepada masyarakat, buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai upaya penyelamatan sistem perbankan ketika itu.

Jakarta, Januari 2010
Humas Bank Indonesia