Kompilasi Hukum Islam di Indonesia/Penjelasan

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

PENJELASAN
ATAS
BUKU KOMPILASI HUKUM ISLAM

PENJELASAN UMUM
  1. Bagi bangsa dan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, adalah mutlak adanya suatu hukum nasional yang menjamin kelangsungan hidup beragama berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sekaligus merupakan perwujudan kesadaran hukum masyarakat dan bangsa Indonesia.
  2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, jo Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Peradilan Agama mempunyai kedudukan yang sederajat dengan lingkungan peradilan lainnya sebagai peradilan negara.
  3. Hukum materiil yang selama ini berlaku di lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Islam yang pada garis besarnya meliputi bidang-

bidang hukum Perkawinan, hukum Kewarisan dan hukum Perwakafan.
Berdasarkan Surat Edaran Biro Peradilan Agama tanggal 18 Pebruari 1958 Nomor BII/735 hukum Materiil yang dijadikan pedoman dalam bidang-bidang hukum tersebut di atas adalah bersumber pada 13 kitab yang kesemuanya madzhab Syafi'i.
  1. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik maka kebutuhan hukum masyarakat semakin berkembang sehingga kitab-kitab tersebut dirasakan perlu pula untuk diperluas baik dengan menambahkan kitab-kitab dari madzhab yang lain, memperluas penafsiran terhadap ketentuan di dalamnya membandingkannya dengan Yurisprudensi Peradilan Agama, fatwa para ulama maupun perbandingan di negara-negara lain.
  2. Hukum Materiil tersebut perlu dihimpun dan diletakkan dalam suatu dokumen Yustisia atau buku Kompilasi Hukum Islam sehingga dapat dijadikan pedoman bagi Hakim di lingkungan Badan Peradilan Agama sebagai hukum terapan

dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 s/d 6
Cukup jelas

Pasal 7

Pasal ini diberlakukan setelah berlakunya Undang-undang Peradilan agama.

Pasal 8 s/d 18

Cukup jelas

Pasal 19

Yang dapat menjadi wali terdiri dari wali nasab dan wali hakim, wali anak angkat dilakukan oleh ayah kandung.

Pasal 20 s/d 71

Cukup jelas

Pasal 72

Yang dimaksud dengan penipuan ialah bila suami mengaku jejaka pada waktu nikah kemudian ternyata diketahui sudah beristeri sehingga

terjadi poligami tanpa izin Pengadilan. Demikian pula penipuan terhadap identitas diri.

Pasal 73 s/d 86

Cukup jelas

Pasal 87

Ketentuan pasal ini diberlakukan setelah berlakunya Undang-undang Peradilan Agama.

Pasal 88 s/d 93

Cukup jelas

Pasal 94

Ketentuan pasal ini diberlakukan setelah berlakunya Undang-undang Peradilan Agama.

Pasal 95 s/d 97

Cukup jelas

Pasal 98

Ketentuan pasal ini diberlakukan setelah berlakunya Undang-undang Peradilan Agama.

Pasal 99 s/d 102

Cukup jelas

Pasal 103
Ketentuan pasal ini diberlakukan setelah berlakunya Undang-undang Peradilan Agama.

Pasal 104 s/d 106

Cukup jelas

Pasal 107

Ketentuan pasal ini diberlakukan setelah berlakunya Undang-undang Peradilan Agama.

Pasal 108 s/d 118

Cukup jelas

Pasal 119

Setiap talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan agama adalah talak ba'in sughraa.

Pasal 120 s/d 128

Cukup jelas

Pasal 129

Ketentuan pasal ini diberlakukan setelah berlakunya Undang-undang Peradilan Agama.

Pasal 130

Cukup jelas

Pasal 131
Ketentuan pasal ini diberlakukan setelah berlakunya Undang-undang Peradilan Agama.

Pasal 132

Ketentuan pasal ini diberlakukan setelah berlakunya Undang-undang Peradilan Agama.

Pasal 133 s/d 147

Cukup jelas

Pasal 148

Ketentuan pasal ini diberlakukan setelah berlakunya Undang-undang Peradilan Agama.

Pasal 149 s/d 185

Yang dimaksud dengan anak yang lahir di luar perkawinan adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah atau akibat hubungan yang tidak sah.

Pasal 187 s/d 228

Cukup jelas

Pasal 229

Ketentuan dalam pasal ini berlaku untuk Buku I, Buku II dan Buku III