Lompat ke isi

Khautul Kulub/Bab 8

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

- VIII -

M A N U S I A G E L A N D A N G A N

Dengan tidak terasa sudah beberapa lamanya Khautul Kulub tinggal dirumah Ganim bin Ayub. Dan selama itu belum pernah terjadi sesuatu yang melanggar batas antara kedua mereka. Sekalipun entah mana yang lebih besar cinta Genim dari Khautul Kulub. Pada hal kalau Ganim mau tidak akan berapa sulit baginya untuk berbuat apa saja dengan gadis yang ada dirumahnya itu. Tetapi ia tak mau berbuat demikian. Dasar pendidikan agama yang ada dalam dirinya membendung sesuatu niat jahat dalam hatinya. Apalagi setelah diketahuinya bahwa gadis itu ialah calon gundik Khalifah,rajanya.

Tetapi akhirnya semua sampai juga pada kemuncaknya.

Pada suatu hari pagi-pagi sewaktu Ganim sudah bersiap-siap untuk pergi ke pasar dengan maksud akan menunggak beberapa piutang yang dijanjikan pada hari itu, dengan tiba-tiba seisi rumah dikagetkan karena dengan tidak tahu dari mana munculnya rumah itu sudah dikepung oleh satu pasukan Khalifah. Semua pelosok dan bahagian-bahagian yang mungkin tempat meloloskan diri sudah dikepung ketat oleh anggota pasukan itu. Tidak ada satu lubangpun yang dapat untuk meloloskan diri dari kepungan itu kecuali kalau ada mempunyai sayap sebagai seekor burung.

Wajah Ganim menjadi pucat pasi ketika seorang khadam memberi tahukan peristiwa itu kepadanya. Ia berlari ke kamar Khautul Kulub dan tanpa mengetuk pintu lagi ia menyerbu kedalam kamar dengan nafas ngos-ngosan. Khautul Kulub yang masih berpakaian rumah terkejud melihat kehadiran Ganim dengan tiba-tiba dalam kamarnya.

"Khautul,...Khautul,..." katanya, " rumah kita sudah dikepung pasukan Khalifah!"

Roman gadis itu berubah juga sedikit tetapi dengan tenang ia berkata lirih:

"Tak ada jalan lain pada kita selain menyingkir....."

"Bagaimana akan menyingkir, semua bahagian halaman sudah dikepung ketat. Tak ada kesempatan untuk melarikan diri lagi.

"Kanda tak usah kuatir benar, memang saat seperti ini sudah saya ramalkan juga pasti datang. Dan saya sudah siap dengan segala cara untuk menyelamatkan diri kita. Kanda harus menyingkir segera. Dan mana yang tinggal terserahlah pada kebijaksanaan saya pula keselamatannya....."

Ganim masih ter bengong-bengong tak tahu apakah yang akan dilakukannya. Tetapi Khautul Kulub dengan tenang membuka sebuah lemari dan mengeluarkan sebuah bungkusan dari dalamnya.

"Pakailah segera pakaian dalam bungkusan ini, dan seorang dayang akan merias kakanda dengan sebaik mungkin."

Khautul Kulub mengintip keluar lewat gordin jendela. Ia melihat komandan pasukan yang datang itu. Ia bertelekan pinggang memperhatikan anggota pasukannya menyusun steling yang rapi dan ketat.

"Nampaknya yang mengepalai pasukan itu ialah Perdana Menteri Ja'far Barmaki sendiri," kata Khautul Kulub. "Jika dia Insya Allah dinda akan dapat bertindak sehingga dapat selamat. Tetapi kanda segeralah ber siap-siap......"

Ganim lalu membuka bungkusan itu dan dengan heran dilihatnya bahwa isi bungkusan itu ialah sepasang pakaian gembel yang compang camping dan berbau tengik. Maklumlah Ganim bahwa dia akan menyamar jadi orang gelandangan.

Ganim segera membuka pakaiannya dan menggantinya dengan pakaian gembel itu. Seorang dayang datang membantunya mencukupi penyamarannya. Di conteng-conteng sedikit, kaki dibalut-balut seolah-olah kena puru dan sebagainya.

Dalam tempoh beberapa menit Ganim bin Ayub saudagar muda yang memiliki satu gudang uang dinar itu sudah menjelma menjadi seorang gelandangan yang sangat buruk. Tak ubahnya sebagai gelandangan benar-benar.

"Demi keselamatan nyawa kita berdua kanda terpaksa menyamar begini dan hiduplah dalam kelompok kaum gelandangan itu. Insya Allah kanda selamat. Dan bila perkara ini ber akhir baik,seorang khadam akan mencari kanda dengan meneriakan kata kode: Kulbi!

Dengan perasaan yang tak dapat diberi nama Ganim melangkah turun dengan melayangkan matanya sejenak kepada: Khautul Kulub, kamar perbendaharaannya, khadamnya ya semua-semuanya dan inang-inangnya... Dia tak tahu apakah semuanya bisa kembali kepadanya atau akan kembali kepada Yang punya.

Didapur disambarnya sebuah periuk tanah berisi nasi sedikit dan lengkaplah semuanya. Ia keluar lewat pintu belakang dan duduk bertinggung disana menunggu perkembangan selanjutnya.

Beberapa lamanya kemudian tibalah aba-aba untuk menyerbu kedalam gedung. Khautul Kulub sudah siap menanti apa yang akan terjadi. Perdana Menteri memasuki kamar demi kamar mencari-cari orang yang dimaksudnya. Dengan sopan Ja'far Bermaki mengetuk pintu kamar Khautul Kulub dan dia sendiri datang membuka pintu.

"Selamat datang wahai tuan yang bijaksana," sambut Khautul Kulub dengan hormat dan sopan. "Saya sudah siap menanti perintah apa yang tuan bawa..."

"Ya, kami hanya diperintahkan membawa tuan dan laki-laki yang bernama Ganim bin Ayub itu ke istana Khalifah."

"Saya sudah bersedia tuan. Tetapi malangnya Ganim bin Ayub sudah seminggu kembali ke negerinya di Damsyik."

"Sekarang marilah!" kata Perdana Menteri.

"Tetapi sebelumnya saya mohon kepada tuan agar meninggalkan pengawalan di rumah ini sebab siapa tahu tidak terjamin keamanannya ditinggalkan begitu saja. Silahkan tuan lihat!"

Khautul Kulub membuka pintu kamar perbendaharaan Ganim bin Ayub dan kelihatanlah peti-peti yang penuh uang dinar emas. Dan benda-benda berharga lainnya.

"Ya, memang sampai kembali pemiliknya rumah ini berasa dibawah pengawasan kerajaan," jawab Perdana Menteri.

Di pintu belakang lain pula ceritanya. Seorang pengawal pasukan merasa terganggu dengan hadirnya seorang gembel di depan pintu itu dengan sebuah periuk tanah diatas kepalanya.

"Heee, nyah kau anjing kurap!" teriak tentara itu. Dengan ter tatih-tatih gembel itu yang tak lain orang yang di cari-carinya Ganim bin Ayub melangkah dengan bebas lewat pintu gerbang tanpa seorangpun mencurigainya dan menahannya. Lalu lenyaplah gelandangan di tikungan jalan dan pergi entah kemana.

Dengan menaiki sebuah usungan Khautul Kulub dibawa ke istana Khalifah. Gementar juga Khautul Kulub berhadapan dengan Khalifah. Tetapi Khalifah tidak mengucap apa-apa.

"Sementara kau ditahan dalam rumah," hanya itu saja kata Khalifah. Dan memang masih untung. Kalau Khalifah memperturutkan emosinya dan memerintahkan Masror melakukan tugasnya maka saat itu nama Khautul Kulub akan di coret dari daftar nama-nama manusia hidup. Tetapi karena kasus ini mengenai seseorang yang di kasihi dan disayanginya soalnya ada lain. Khalifah akan menyelidikinya lebih dahulu.

Karena laki-laki yang dicari tidak bertemu Khalifah lalu mengirim sepucuk surat kepada Gubernur di Damsyik Muhammad bin Sulaiman Al Zaini agar dia menangkap seorang laki-laki bernama Ganim bin Ayub. Dan bila sudah ditangkap supaya segera dikirim ke Bagdad.

Seakan-akan tuan Gubernur yang terhormat itu mempunyai rasa dendam kepada keluarga Ganim dengan satu pasukan tentara dia datang ke rumah Ganim bin Ayub. Tetapi yang ditemuinya hanyalah ibu Ganim dan adiknya Fatanah.

"Mana Ganim bin Ayub?" tanya pak Gubernur dengan suara menggeledek.

"Anak saya itu sudah setahun berangkat ke Bagdad tuan," jawab ibunya."Dan selama itu kami tak pernah mendapat kabar beritanya dan apakah dia masih hidup atau sudah mati. Ketika berangkat dia membawa empat ratus peti barang dagangan...."

"Bohong kamu sembunyikan dia, yaaa?" Pasukan itu mendobrak masuk kedalam rumah dan tentu saja Ganim tidak ditemui mereka.

"Kalau begitu kalian berdua harus meninggalkan rumah ini dan cari Ganim sampai dapat," perintah sang Gubernur dengan nada suara ibarat guntur.

Maka berangkatlah ibu Ganim dan anaknya Fatanah meninggalkan rumah tangganya yang sudah selama bertahun-tahun didiaminya. Mereka tidak tahu dan tidak mengerti mengapa mereka sudah diusir demikian saja dari rumahnya. Apakah yang sudah terjadi?

Dengan bercucuran air mata kedua beranak itu lalu berangkat meninggalkan rumah mereka tanpa diizinkan membawa selembar pakaian atau sebiji mata uang.

Tuhan sajalah yang tahu bagaimana penderitaan mereka sehingga akhirnya sampai juga ke daerah kota Bagdad.......


.//.