Khautul Kulub/Bab 2

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
(Dialihkan dari Khautul Kulub/2)
Khautul Kulub
Ganim bin Ayub di Bagdad

***************************************************************** 5

-I I-

GANIM BIN AYUB DI BAGDAD

 Kota Bagdad ialah pusat pemerintah Daulat Abbasiah. Kota ini dibangun oleh Khalifah yang kedua Bani Abbasiah yaitu Khalifah Abu Khalifah yang ke-dua Bani Abbasiah yaitu Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur. Karena letaknya yang tepat kota Bagdad cepat sekali berkembang sehingga menjadi pusat segala-galanya dalam Bani Abbasiah. Ya, pusat pemerintahan, ya pusat agama Islam, ya pusat perdagangan, ya pusat kesenian dan kebudayaan, ya pusat ilmu pengetahuan dan sebagainya. Sehingga padamasa itu dalam beberapa hal kota itu menjadi terkemuka di seluruh dunia. Lebih lebih pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid sampai kepada anaknya Khalifah Al-Ma'mun Bagdad sampai pada puncak kejayaannya. Penduduknya pada masa itu lebih dari dua juta jiwa.

 Kota itu sekelilingnya berpagar tembok dan terdapat pintu gerbang disetiap penjuru yang ditutup malam hari dan dibuka siangnya. Istana Khalifah terdapat di pusat kota yang berdinding tembok pula. Tetapi kemudian istana Khalifah dibangun pula diluar kota. Karena di sebelah timur kota dibangun kota satelitnya yang bernama Arraaafah yang kemudian jadi berkembang sehingga sama dengan kota yang asli.

 Pasar besar tempat pusat perdagangan bernama Pasar Karkh. Tempat berkumpul barang niaga dari seluruh Timur Tengah.  Hatta,- maka sampailah Ganim bin Ayub ke Bagdad dengan selamat. Sesampai di kota itu ditemuinya ketua Dewan perniagaan, saudagar-saudagar besar yang patut dan tokoh-tokoh lainnya sebagai memperkenalkan diri. Khalifah Harun Al-Rasyid sendiri sedang tidak berada dalam kota, karena beliau sedang dalam perjalanan menjelajahi daerah kekuasaannya yang sangat luas itu. Konon kabarnya baru beberapa bulan Khalifah kembali ke Bagdad.

 Dengan bantuan Ketua Dewan Perniagaan Ganim dapat menyewa sebuah gedung yang lengkap dengan perabotannya dan gudang-gudang. Di cari pula khadam dan inang pengasuh yang bertugas dalam gedung itu.

 Setelah istirahat selama beberapa hari dan mencari keterangan-keterangan dan informasi tentang pasar dan siasananya barulah Ganim mulai kegiatan perniagaannya. Dengan sebuah tas yang berisi contoh-contoh barangnya Ganim pergi ke Pasar Karkh. Dikunjunginya saudagar-saudagar besar dan terkenal sambil memperhatikan contoh-contoh barangnya. Ganim benar-benar bertangan dingin dalam berniaga, karena barang-barangnya dapat terjual dengan harga yang layak dan sesuai dengan harga pasaran. Berlipat ganda keuntungannya.

 Maka pada suatu hari Ganim bin Ayub pergi pula ke pasar sambil membawa contoh-contoh barangnya. Tetapi dengan heran didapatinya semua toko pintunya tertutup. Hanya kedai-kedai kecil saja yang dibuka dan pengunjung pasarpun tidak begitu ramai. Merasa heranlah Ganim karena peristiwa itu belum pernah dialaminya selama ia tinggal di Bagdad.

 Setelah bertanya kesana kemari dapatlah ia kabar. Bahwa ada seorang saudagar besar yang meninggal dunia. Menurut adat istiadat di Bagdada bila terjadi peristiwa semacam itu maka semua saudagar menutup tokonya. Praktis sehari itu kegiatan dalam perdagangan terhenti sama sekali. Semuanya pergi ta'ziah dan mengucapkan belangsungkawa ke rumah yang mendapat musibah sampai mengantarkan jenazah ke pekuburan.

 Ganim tak dapat berbuat lain. Sebagai orang baru di kota itu dan ia baru saja berkelana dengan para saudagar besar ia harus ikut menyampaikan belasungkawa dan sama-sama menampakkan diri dirumah yang mendapat cobaan itu. Jika tidak tentu prestisenya akan menurun dan simpati orang kepadanya akan berkurang. Lalu pergilah Ganim kerumah saudagar yang baru saja meninggal itu.

 Kemudian selesai jenazah di mandikan dan dikafani diantarlah bersama-sama ke makam yang terletak diluar kota Bagdad. Memang agak mendongkol juga hati Ganim dan juga merasa bosan namun mau tak mau ia harus menyertai upacara itu dari awal sampai akhirnya. Sudah dekat senja baru jenazah itu terkubur Dan kemudian semua pengantar belum pulang tetapi be ramai-ramai mengaji di pusara.

 Aduuuuh, benar-benar memuakkan tetapi apa daya. Ia tak sudi di katakan masyarakat kota itu sebagai seorang yang tak tahu adat dan hanya mementingkan diri sendiri.

 Sudah dekat tengah malam acara itu belum juga ber akhir. Ganim sudah teringat dengan rumahnya.

tentu saja khadam dan penghuni rumahnya yang lain mulai masa cemas sebab tuannya belum juga pulang. Dan Ganim teringat dengan kekayaannya, uang dinar emas yang ber tumpuk-tumpuk tak terkira banyaknya. Bagaimana kalau penjahat Bagdad mengetahuinya dan mereka datang merampok, waaah, licin tandaslah semuanya.

 Semakin lama kekuatiran Ganim kian memuncak. Ia sudah mulai gelisah. Tampak-tampak dimatanya para bandit-bandit kota Bagdad menyerbu rumahnya dan membunuhi khadam-khadamnya lalu merampok semua hartanya.

 Kelihatannya acara kematian itu belum tentu kapan ber akhirnya. Tetapi Ganim melihat bahwa sudah ada beberapa orang yang meninggalkan tempat upacara. Dengan berbisik-bisik Ganim menanyakan kepada orang yang duduk disebelahnya bagaimana caranya supaya dapat meninggalkan tempat itu lebih dahulu.

 "Gampang saja, saudara." jawab orang itu, "temui saja keluarga mereka dan katakan dalih begini dan begitu dan saudara dapat saja pulang lebih dahulu. Ayok, saya juga mau pulang dahulu."

 Maka berdua dengan orang itu Ganim menemui keluarga dan mohon izin meninggalkan tempat itu. Keluarga mengucapkan terima kasih atas kunjungan saudagar muda itu dan Ganim berangkat. Sayang temannya tadi tidak searah dengan dia sehingga tidak dapat pulang sama-sama.

 Agak bingung juga Ganim mencari gerbang masuk kota. Dan ia lebih bingung lagi ketika ditemuinya bahwa gerbang kota sudah ditutup. Baru akan dibuka besok hari pagi-pagi.

 Bukan main kalutnya pikiran Ganim. Namun ia berusaha juga untuk dapat berlindung dari sesuatu bahaya yang mungkin saja muncul pada malam itu. Ia mencoba menghibur hatinya dengan mengatakan bahwa dinihari hampir datang dan sebentar lagi pintu kota akan dibuka. Semoga Tuhan melindunginya dan rumahnya tetap dalam aman-aman saja.


 Setelah mencari-cari beberapa lamanya Ganim melihat sebuah bangunan yang kokoh dan kelihatannya tidak didiami orang. Ia menuju bangunan itu yang memang tidak ber penghuni. Sebuah bangunan sebagai sebuah pintu gerbang besar.


 Dengan setengah meraba-raba sebagai orang buta Ganim memasuki bangunan itu yang rupanya bertingkat dua. Ada tangga batu untuk naik ke tingkat itu.


 Disana Ganim berasa aman. Ada pula sebuah jendela kecil untuk melihat-lihat arah kebawah. Beberapa saat Ganim bertelekan di ambang jendela kecil itu dan mencoba menembus malam yang taram temaram itu. Bulan sabit tergantung dilangit sehingga keadaan dapat di lihat walau samar-samar namun dapat membeda-bedakan apa yang dilihatnya.

B  eberapa saat barulah Ganim sadar bahwa lapangan yang membentang dibawa sana ialah sebuah kompleks permakaman. Mungkin sudah penuh atau permakaman tadi yang ditinggalkannya khusus untuk kaum saudagar di Bagdad. Pokoknya: soal itu ia tidak tahu, ia dapat merasa aman dari sesuatu bahaya dengan berlindung dalam bangunan itu ......

Ganim mulai ter kantuk-kantuk dihanyutkan berbagai khayalannya, ke ibunya, ke adiknya, ke rumahnya di Bagdad, dan kemana-mana dibawah kolong langit ini.

 Ia tersentak kaget ketika dilihatnya kerlipan cahaya obor datang menuju tempatnya berlindung itu. itu kian lama kian dekat sehingga Ganim Sinar sudah dapat melihat apa yang datang itu. Seorang laki -laki membawa obor dan dua orang mengusung sesuatu benda yang kelihatannya serupa peti panjang. Ganim mulai ketakutan. Jangan-jangan itu berupa ilusi, setan-setan yang gentayangan dengan memondong peti mayat. Atau benar - benar penjabat yang baru saja membunuh korbannya dan akan menguburknn korbannya itu di pekuburan itu . Ganim mulai bergidik, ketakutan menghantuinya.

Akhirnya arak-arakan kecil dan aneh itu sudah berhenti persis dibawah jendela tempat dia tadi berkhayal-khayal. Dapat dilihatnya apa yang terjadi atau akan terjadi dan dengan jelas dapat pula didengarnya apa apa pembicaraan orang-orang itu.

"Ayo Kit! " kata seorang," cepatlah gali lubang itu, nanti kita kesiangan."

"Apa isi peti ini, yaaa? Mayat atau benda- benda atau apa?" tanya yang seorang lagi.

"Itu tidak perlu. Kita diperintahkan hanya menguburkan peti ini dan menerima upah dan....kita tak peduli lagi....."

"Ya benar Sahab, mari kita lekas-lekas bekerja!"

Maka ketiganya segera menggali lubang dekat bangunan itu dan kemudian memasukkan peti itu kedalamnya Kemudian peti itu ditimbuni mereka. Ganim menaksir takkan lebih satu hasta peti itu ditimbun mereka. Setelah di datarkannya dan memperhatikan sejenak lalu ketiganya mengirap dari tempat ini.

 Fajar mulai menyingsing di ufuk timur. Suasana sudah semakin terang. Ganim turun lambat-lambat dari tempat persembunyiannya. Ia segera ingin pulang cepat-cepat karena merasa sangsi atas harta bendanya. Tetapi mendadak timbul keinginannya untuk mengetahui apakah yang di kuburkan orang-orang itu tadi. Keinginan itu semakin kuat sehingga ia berdiri menghadapi bekas lubang penggalian tadi. Di perhatikannya sekitarnya. Masih sunyi sepi, apalagi tempat itu agak jenuh dari jalan besar. Dan daerahnya berpagar tembok pula. Hanya pintu gerbang saja yang terbuka. Dan memang kawasan itu sebuah daerah perkuburan mungkin tidak dipergunakan lagi sebab sudah penuh.

 Ganim melihat berkeliling mencari-cari sesuatu benda yang dapat dipergunakan untuk menggali tanah penimbun peti itu. Untung benar tersandar dekat bangunan itu dilihatnya ada sebuah sekop, barangkali kepunyaan tiga orang semalam atau sudah lama disana. Itu dia tidak peduli. Dengan sekop itu Ganim dapat bekerja menggali timbunan tanah tadi. Tidak lama juga dia bekerja dan kelihatanlah tutup peti itu. Takahnya sebagai keranda orang mati. Timbul juga kekuatiran dan ketakutan Ganim. Hampir saja tanah galian itu ditimbunkannya pula tetapi segores pikiran memancar kedalam hatinya. Ia memang mempunyai sifat ingin mengetahui akhir sebuah pekerjaan.

-III-

KHAUTUL KULUB

 Putri Zubaedah ialah permaisuri Khlaifah Harun Al Rasyid yang cukup disayangi dan dicintainya. Tetapi disamping itu Khalifah memiliki beberapa orang gundik atau selir dan ada pula khalifah yang mempunyai sebuah harem. Khalifah mengunjungi gundik itu pada waktu-waktu tertentu saja.

 Maka adalah seorang gundik Khalifah yang amat disayanginya. Gundik itu sejak kecil dipelihara dalam istana   dididik, diasuh dengan baik. Sehingga ketika ia sudah remaja puteri sangatlah bersinar-sinar kecantikannya.

 Untuuk gundik itu Khalifah sengaja membangun sebuah gedung yang mentereng lengkap dengan segala perabotannya yang serba indah dan mahal-mahal. Namun sampai saat itu Khalifah belum pernah berhubungan dengan gundik baru itu sebab dianggap belum cukup dewasa walau segala keahlian yang diperlukan sudah cukup di milikinya. Menari, menyanyi, memainkan berbagai alat musik. Khalifah merencanakan sekembali dari perjalanan sekali itu ia akan menikahi gundik itu.

 Bukan main sakit hati permaisuri Zubaedah mendengar berita itu. Ia sudah lama kenal dengan calon gundik yang baru itu. Pasti khalifah akan tergila-gila kepadanya dan akan habislah waktu baginda di