Lompat ke isi

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000  (2000) 

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR III/MPR/2000

TENTANG

SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

a. bahwa dari pengalaman perjalanan sejarah bangsa dan dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan maka bangsa Indonesia telah sampai kepada kesimpulan bahwa dalam penyelenggaraaan berbangsa dan bernegara, supremasi hukum haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh; b. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan atas hukum perlu mempertegas sumber hukum yang merupakan pedoman bagi penyusunan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia; c. bahwa untuk dapat mewejudkan supremasi hukum perlu adanya aturan hukum yang merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan tata urutannya; d. bahwa dalam rangka memantapkan perwujudan otonomi daerah perlu menempatkan peraturan daerah dalam tata urutan peraturan perundang-undangan; e. bahwa Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 menimbulkan kerancuan pengertian, sehingga tidak dapat lagi dijadikan landasan penyusunan peraturan perundang-undangan; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e dipandang perlu menetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Mengingat:

1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2, dan Pasal 3 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-Produk yang berupa Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia; 3. Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/1978 tentang Perlunya Penyempurnaan yang Termaktub dalam Pasal 3 Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Republik Indonesia Nomor V/MPR/1973; 4. Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Memperhatikan:

1. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Jadwal Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000; 2. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan, yang telah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia; 3. Putusan Rapat Paripurna ke-9 Tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN.

Pasal 1

1. Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundangundangan. 2. Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. 3. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yan adil dan beradap, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 2

Tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum dibawahnya. Tata urutan peraturan perunang-undangan Republik Indonesia adalah;

1. Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Undang-undang; 4. Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang (Perpu); 5. Peraturan Pemerintah; 6. Keputusan Presiden; 7. Peraturan Daerah. Pasal 3

1. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidangsidang Majelis Permusyawaratan Rakyat. 3. Undang-undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 4. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang dibuat oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. b. Dewan Perwakilan Rakyat dapat menerima atau menolak Peraturan Pemerintah pengganti undang-unang dengan tidak mengadakan perubahan. c. Jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut harus dicabut. 5. Peraturan Pemerintah dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang. 6. Keputusan Presiden yang bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugas berupa pengaturan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan. 7. Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan. a. Peraturan daerah provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur. b. Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota. c. Peraturan desa atau yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau yang setingkat, sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh Peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Pasal 4

1. Sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan ini maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi. 2. Peraturan atau keputusan Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri, Bank Indonesia, Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam tata urutan peraturan perundangundangan ini.

Pasal 5

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. 2. Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. 3. Pengujian dimaksud ayat 92) bersifat aktif dan dapat dilaksanakan tanpa melalui proses peradilan kasasi. 4. Keputusan Mahkamah Agung mengenai pengujian sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) bersifat mengikat. Pasal 6

Tata cara pembuatan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah dan pengujian peraturan perundang-undangan oleh Mahkamah Agung serta pengaturan ruang lingkup keputusan Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pasal 7

Dengan ditetapkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan ini maka Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia dan Ketatapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/1978 tentang Perlunya Penyempurnaan yang Termaktub dalam Pasal 3 ayat

(1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1973 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 8

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Jakarta Pada Tanggal 18 Agustus 2000

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Ketua,

Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A.

Wakil Ketua,

Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita

Wakil Ketua,

Ir. Sutjipto

Wakil Ketua,

H. Matori Abdul Djalil

Wakil Ketua,

Drs. H.M. Husnie Thamrin

Wakil Ketua,

Dr. Hari Sabarno, S.IP., M.B.A., M.M.

Wakil Ketua,

Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, S.Pd.

Wakil Ketua,

Drs. H.A. Nazri Adlami