Kerikil Tadjam dan Jang Terampas dan Jang Putus/Kerikil Tadjam
NISAN.
Untuk nenekanda.
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertachta.
Oktober 1942
PENGHIDUPAN.
Lautan maha dalam
mukul dentur selama
ngudji tenaga pematang kita
mukul dentur selama
hingga hantjur remuk redam
Kurnia Bahgia
ketjil setumpuk
sia-sia dilindung, sia-sia dipupuk.
Desember 1942
DIPO NEGORO.
Dimasa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum mendjadi api
Didepan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banjaknja seratus kali.
Pedang dikanan, keris dikiri
Berselempang semangat jang tak bisa mati.
MADJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepertjajaan tanda menjerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MADJU
Bagimu Negeri
Menjediakan api.
Punah diatas menghamba
Binasa diatas ditinda
Sungguhpun dalam adjal baru tertjapai
Djika hidup harus merasai.
Madju.
Serbu.
Serang.
Terdjang.
Pebruari 1943
TAK SEPADAN.
Aku kira:
Beginilah nanti djadinja
Kau kawin, beranak dan berbahgia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros.
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu djuga pintu terbuka.
Djadi baik djuga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak 'kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka.
Pebruari 1943
SIA-SIA.
Penghabisan kali itu kau datang
Membawa kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan Sutji
Kau tebarkan depanku
Serta pandang jang memastikan: untukmu.
Lalu kita sama termanggu
Saling bertanja: apakah ini?
Tjinta? Kita kedua tak mengerti
Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku jang tak mau memberi
Mampus kau dikojak-kojak sepi.
Pebruari 1943
PELARIAN.
I
Tak tertahan lagi
remang miang sengketa disini.
Dalam lari
Dihempaskannja pintu keras tak berhingga.
Hantjur-luluh sepi seketika
Dan paduan dua djiwa.
II
Dari kelam ke malam
Tertawa-meringis malam menerimanja
Ini batu baru tertjampung dalam gelita
"Mau apa? Raju dan pelupa,
Aku ada! Pilih sadja!
Budjuk dibeli?
Atau sungai sunji?
Mari! Mari!
Turut sadja!"
Tak kuasa--terengkam
Ia ditjengkam malam.
Pebruari 1943
SENDIRI.
Hidupnja tambah sepi, tambah hampa
Malam apa lagi
Ia memekik ngeri
Ditjekik kesunjian kamarnja
Ia membentji. Dirinja dari segala
Jang minta perempuan untuk kawannja
Bahaja dari tiap sudut. Mendekat djuga
Dalam ketakutan-menanti ia menjebut satu nama
Terkedjut ia terduduk. Siapa memanggil itu?
Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!
Pebruari 1943
SUARA MALAM.
Dunia badai dan topan
Manusia mengingatkan "Kebakaran dihutan"[1]
Djadi kemana
untuk damai dan reda?
Mati.
Barangkali ini diam kaku sadja
dengan ketenangan selama bersatu
mengatasi suka dan duka
kekebalan terhadap debu dan nafsu.
Berbaring tak sedar
Seperti kapal petjah didasar lautan
djemu dipukul ombak besar.
Atau ini.
Peleburan dalam Tiada.
dan sekali akan menghadap tjahaja.
...................................
Ja Allah! Badanku terbakar -- segala samar.
Aku sudah melewati batas.
Kembali? Pintu tertutup dengan keras.
- ↑ Tjiptaan alm. R. Saleh
Pebruari 1943
SEMANGAT.
Kalau sampai waktuku
kutahu tak seorang 'kan meraju
Tidak djuga kau
Tak perlu sedu sedan itu!
Aku ini binatang Djalang
Dari kumpulannja terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meredang-menerdjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih dan peri.
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Maret 1943
HUKUM.
Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam badju tebal abu-abu
Seorang djerih memikul. Banjak menangkis pukul.
Bungkuk djalannja -- Lesu
Putjat mukanja -- Lesu
Orang menjebut satu nama djaja
Mengingat kerdjanja dan Djasa
Meletjut supaja terus ini padanja
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pekik diangkasa: Perwira muda
Pagi ini menjinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!
Maret 1943
TAMAN.
Taman punja kita berdua
tak lebar luas, ketjil sadja
satu tak kehilangan lain dalamnja.
Bagi kau dan aku tjukuplah
Taman kembangnja tak berpuluh warna
Padang rumputnja tak berbanding permadani
halus lembut dipidjak kaki.
Bagi kita itu bukan halangan.
Karena
dalam taman punja berdua
Kau kembang, aku kumbang
aku kumbang, kau kembang.
Ketjil, penuh surja taman kita
tempat merenggut dari dunia dan 'nusia
Maret 1943
LAGU BIASA.
Diteras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Tjuma berpandangan
Sungguhpun samudra djiwa sudah selam berselam
Masih sadja berpandangan
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan "Carmen" pula.
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menjala
Ia berkata. Suaranja njaring tinggi
Darahku terhenti berlari.
Ketika orkes memulai "Ave Maria"
Kuseret ia kesana .........
Maret 1943
KUPU MALAM DAN BINIKU.
Sambil berselisih lalu
mengebu debu.
Kupertjepat langkah. Tak noleh kebelakang
Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang
Barah ternganga
Melajang ingatan kebiniku
Lautan jang belum terduga
Biar lebih kami tudjuh tahun bersatu
Barangkali tak setahuku
Ia menipu.
Maret 1943
PENERIMAAN.
Djika kau mau, kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan jang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Djangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Djika kau mau, kuterima kau kembali
Tapi untukku sendiri
Sedang dengan tjermin aku enggan berbagi
Maret 1943
KESABARAN.
Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, andjing menggonggong
Dunia djauh -- mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suara bertalu-talu
Disebelahnja api dan abu
Aku hendak berbitjara
Suaraku hilang, tenagaku terbang
Sudah! Tidak djadi apa-apa:
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli
Keras-membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi.
Kuulangi jang dulu kembali
sambil bertutup telinga, berpitjing mata
Menunggu reda jang musti tiba
Maret 1943
ADJAKAN.
Menembus sudah tjaja
Udara tebal kabut
Katja hitam lumut
Petjah pentjar sekarang
Diruang legah lapang
Mari ria lagi
Tudjuh belas tahun kembali
Bersepeda sama gandengan
Kita djalani ini djalan
Ria bahgia
Tak atjuh apa-apa
Gembira girang
Biar hudjan datang
Kita mandi basahkan diri
Tahu pasti sebentar kering lagi.
20 April 1943
KENANGAN.
untuk Karinah Moordjono.
Kadang
Diantara djeridji itu itu sadja
Mereksmi memberi warna
Benda usang dilupa
Ah! Tertjebar rasanja diri
Membumbung tinggi atas kini
Sedjenak
Sadja. halus rapuh ini djalinan kenang
Hantjur hilang belum dipegang
Terhentak
Kembali diitu-itu sadja
Djiwa bertanja: Dari buah
Hidup kan banjakan djatuh ketanah?
Menjelubung njesak penjesalan pernah menjia-njia
19 April 1943
HAMPA.
Kepada Sri jang selalu sangsi.
Sepi diluar, sepi menekan-mendesak
Lurus-kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai kepuntjak.
Sepi memagut.
Tak suatu kuasa-berani melepas diri
Segala menanti. Menanti-menanti.
Sepi.
Dan ini menanti penghabisan mentjekik
Memberat-mentjekung punda
Udara bertuba
Rontok-gugur segala. Setan bertempik.
Ini sepi terus ada. Menanti. Menanti.
April 1943
PERHITUNGAN.
Banjak gores belum terpupus sadja
Satu rumah ketjil putih dengan lampu merah muda tjaja
Langit bersih- tjerah dan purnama raja......
Sudah itu tempatku tak tentu dimana.
Sekilap pandangan serupa dua klewang bergeseran
Sudah itu berlepasan dengan sedikit heran
Hambus kau aku tak perduli, ke Bandung, ke Sukabumi.......!?
Kini aku meringkih dalam malam sunji.
16 Mei 1943
RUMAHKU.
Rumahku dari unggun-timbun sadjak
Katja djernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat djalan
Kemah kudirikan ketika sendjakala
Dipagi terbang entah kemana
Rumahku dari unggun-unggun sadjak
Disini aku berbini dan beranak
Rasanja lama lagi, tapi datangnja datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Djika menagih jang satu.
27 Mei 1943
KAWANKU DAN AKU.
Kepada L. K. Bohang.
Kami djalan sama. Sudah larut
Menembut kabut.
Hudjan mengutjur badan.
Berkakuan kapal-kapal dipelabuhan.
Darahku mengental-pekat. Aku tumpat-pedat.
Siapa berkata?
Kawanku hanja rangka sadja
Karena dera mengelutjak tenaga.
Dia bertanja djam berapa!
Sudah larut sekali
Hingga hilang segala makna
Dan gerak tak punja arti.
5 Djuni 1943
DIMESDJID.
Kuseru sadja Dia
Sehingga datang djuga
Kamipun bermuka-muka.
Seterusnja Ia bernjala-njala dalam dada.
Segala daja memadamkannja
Bersimpah peluh diri jang tak bisa diperkuda.
Ini ruang
Gelanggang kami berperang
Binasa- membinasa
Satu menista lain gila.
29 Mei 1943
AKU.
Melangkahkan aku bukan tuak menggelegak
Tjumbu-buatan satu biduan
Kudjauhi ahli agama serta lembing katanja
Aku hidup
Dalam hidup dimata tampak bergerak
Dengan tjajar melebar, barah bernanah
Dan kadang satu senjum kukutjup-minum dalam dahaga.
8 Djuni 1943
TJERITA.
Kepada Darmawidjaja
Dipasar baru mereka
Lalu mengada-menggaja.
Meningkat sudah kesal
Tak tahu apa dibuat
Djiwa satu teman lutju
Dalam hidup, dalam tudju.
Gundul diselimuti tebal
Sama segala berbuat-buat.
Tapi kadang pula dapat
Ini renggang terus terapat
9 Djuni 1943
BERTJERAI.
Kita musti bertjerai
Sebelum kitjau murai berderai.
Terlalu kita minta pada malam ini.
Benar belum puas serah menjerah
Darah masih berbusah-busah.
Terlalu kita minta pada malam ini.
Kita musti bertjerai
Biar surja 'kan menembus oleh malam diperisai
Dua benua bakal bentur-membentur.
Merah kesumba djadi putih kapur.
Bagaimana?
Kau IDA, mau turut mengabur
Tidak samudra tjaja tempatmu menghambur.
7 Djuni 1943
SELAMAT TINGGAL.
Aku berkatja
Bukan buat kepesta
Ini muka penuh luka
Siapa punja?
Kudengar seru-menderu
-- dalam hatiku? --
Apa hanja angin lalu?
Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah............!!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal............
Selamat tinggal...............!!!
12 Djuli 1943
DENDAM.
Berdiri tersentak
Dari mimpi aku bengis dielak
Aku tegak
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Tangan meraba kebawah bantalku
Keris berkarat kugenggam dihulu
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Aku mentjari
Mendadak mati kuhendak berbekas didjari
Aku mentjari
Diri tertjerai dari hati
Bulan bersinar sedikit tak nampak
13 Djuli 1943
MERDEKA.
Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Djuga dari Ida
Pernah
Aku pertjaja pada sumpah dan tjinta
Mendjadi sumsum dan darah
Seharian kukunjah -- kumamah
Sedang meradang
Segala kurenggut
Ikut bajang
Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Selama tidak antara badai
Kalah menang
Ah! Djiwa jang menggapai-gapai
Mengapa kalau berandjak dari sini
Kutjoba dalam mati.
14 Djuli 1943
Kita gujah lemah
Sekali tetak tentu rebah
Segala erang dan djeritan
Kita pendam dalam keseharian
Mari tegak merentak
Diri -- sekeliling kita bentak
Ini malam purnama akan menembus awan.
22 Djuli 1943
?
Djangan kita disini berhenti
Tuaknja tua, sedikit pula
Sedang kita mau berkendi-kendi
Terus, terus dulu..........!!!
Keruang dimana botol tuak banjak berbaris
Pelajannja kita dilajani gadis-gadis
O, bibir merah, selokan mati pertama
O, hidup, kau masih ketawa??
21 Djuli 1943
Mulutmu mentjubit dimulutku
Menggelegak bentji sedjenak itu
Mengapa merihmu tak kutjekik pula
Ketika halus-perih kau meluka??
12 Djuli 1943
KEPADA PEMINTA-PEMINTA.
Baik, baik aku akan menghadap Dia
Menjerahkan diri dan segala dosa
Tapi djangan tentang lagi aku
Nanti darahku djadi beku.
Djangan lagi kau bertjerita
Sudah tertjatjar semua dimuka
Nanah meleleh dari luka
Sambil berdjalan kau usap djuga.
Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah.
Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku dibumi keras
Dibibirku terasa pedas
Mengum ditelingaku.
Baik, baik aku akan menghadap Dia
Menjerahkan diri dan segala dosa
Tapi djangan tentang lagi aku
Nanti darahku djadi beku.