Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945/Bab 7

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

PENERBITAN CHUSUS
54


PENEGASAN TAMBAHAN PEMERINTAH
ATAS PEMANDANGAN UMUM PENEGASAN PARA
ANGGOTA KONSTITUANTE MENGENAI AMANAT PRESIDEN
DAN ANDJURAN PEMERINTAH UNTUK „KEMBALI
KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945”


Diutjapkan oleh
Perdana Menteri H. Djuanda Kartawidjaja
dalam rapat pleno Konstituante
pada tanggal 27 Mei 1959

PENDAHULUAN.


 Saudara Ketua jang terhormat,

 Dalam keterangan Pemerintah pada tanggal 21 Mei jang baru lalu telah dinjatakan bahwa Pemerintah merasa tjukup menjampaikan bahan-bahan kepada Konstituante jang terhormat untuk menentu kan pendirian dan sikapnja mengenai andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

 Namun demikian, dalam pemandangan umum jang diadakan oleh Sidang Konstituante jang terhormat ini pada tanggal 25 dan 26 Mei jang baru lalu mengenai and juran Presiden dan Pemerintah tersebut, Pemerintah merasa ada faedahnja untuk memberikan penegasan lebih landjut tentang beberapa hal.

 Hal jang demikian itu dikehendaki djuga oleh beberapa Pembitjara jang terhormat dan sesuai pula dengan pendapat Saudara Ketua Konstituante jang terhormat.

 Berhubung dengan itu maka saja mengutjapkan terima kasih untuk kesempatan jang diberikan pada hari ini menjampaikan pendjelasan tambahan termaksud.

 Begitu pula saja mengutjapkan terima kasih kepada fraksi-fraksi dan Anggota-anggota jang terhormat jang menjatakan ataupun mengulangi pernjataannja menjetudjui andjuran Presiden dan Pemerintah.

 Selandjutnja baiklah dikemukakan disini bahwa dalam memberi pendjelasan tambahan berhubung dengan uraian 28 Anggota jang terhormat Pemerintah membatasi diri pada hal-hal jang pokok.

SEDJARAH.


 Saudara Ketua,

 Berhubung dengan pertanjaan Anggota jang terhormat Saudara Anwar Sutan Amiruddin dari fraksi „Partai Politik Tarekat Islam” dikemukakan bahwa putusan Dewan Menteri tertanggal 19 Pebruari 1959 memang selekas-lekasnja disampaikan setjara serentak kepada Konstituante, Dewan Perwakilan Rakjat dan seluruh Rakjat Indonesia, agar dimaklumi seluas-luasnja.

 Djika putusan Dewan Menteri tersebut kemudian dibitjarakan dalam rapat-rapat umum, adalah hak demokratis setiap warganegara untuk membahas kebidjaksanaan Pemerintah dan menjatakan pendapatnja mengenai hal itu.

 Kepada Anggota jang terhormat Saudara V.B. da Costa diterang kan bahwa pendjelasan Pemerintah pada tanggal 21 Mei jang lalu telah memuat bukti-bukti jang tjukup akan kesediaan Pemerintah Menteri tertanggal untuk menjempurnakan putusan Dewan Menteri 19 Pebruari 1959, dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan jang dikemukakan dalam pemandangan umum Konstituante dari tanggal 29 April sampai dengan tanggal 13 Mei 1959, halmana misalnja telah ternjata dalam rumusan baru Rantjangan Piagam Bandung.

KESULITAN-KESULITAN EXEKUTIF.

 Saudara Ketua,

 Beberapa Anggota jang terhormat telah mengemukakan hal-hal, jang menurut pendapat Pemerintah terletak dibidang exekutif.

 Anggota jang terhormat Nj. Tresnawati Ido Garnida dari fraksi „Partai Republik Indonesia Merdeka”, menjampaikan soal pemberantasan korupsi, soal „provocateurs-avonturiers” dilapangan politik, sosial dan ekonomi, soal pemulihan keamanan dan soal melenjapkan perdagangan sapi dan pendjualan lisensi.

 Pemerintah jakin , bahwa usaha untuk menghilangkan penjakit penjakit jang menghinggapi Negara dan masjarakat kita seperti dikemukakan oleh Pembitjara jang terhormat tersebut akan dilan djutkan oleh Pemerintah jang akan datang, jang atas dasar Undang-undang Dasar 1945 dan prinsip demokrasi terpimpin akan dapat bekerdja lebih tegas dari pada sekarang.\

KESULITAN-KESULITAN KONSTI-
TUSIONIL.

 Saudara Ketua,

 Anggota jang terhormat Saudara Sutisna Sendjaja dari fraksi „Gerakan Pilihan Sunda” memberikan beberapa alasan guna memperkuat usulnja untuk membentuk suatu „Presidium” sebelum terbentuknja Undang-undang Dasar baru oleh Konstituante.

 Tanpa mengurangi penghargaan Pemerintah akan maksud-maksud Pembitjara jang terhormat tersebut dengan mengemukakan usulnja itu, namun Pemerintah tetap jakin, bahwa untuk mengatasi kesulitan-kesulitan jang kita hadapi masih dapat ditempuh djalan-djalan konstitusionil jang tertjantum dalam hukum tertulis, demi keselamatan Negara, sehingga tak perlulah rasanja untuk mengikuti hukum alam, jang menurut pendapat Pemerintah belum tjukup diketahui batas-batasnja dalam hal ketatanegaraan.

 Anggota jang terhormat Saudara V.B. da Costa menganggap bahwa Pemerintah seolah -olah baru sekarang sadja memegang peranan dalam pembentukan Undang-undang Dasar Republik Indonesia, setelah Konstituante bekendja sekian lamanja dan hampir selesai menunaikan tugasnja.

 Seperti diketahui, sudah sedjak semula Pemerintah senantiasa mengikuti usaha Sidang Pembuat Undang-undang Dasar jang terhormat ini dalam segala tingkatan, dan memberikan bantuan dengan perantaraan pimpinan Konstituante jang terhormat agar usaha tersebut dapat diselesaikan dengan selekas-lekasnja.

 Sesudah kesulitan-kesulitan dibidang konstitusi, disamping kesulitan-kesulitan executif, sudah mendesak, Pemerintah menganggap perlu tampil kemuka dalam usaha pembentukan Undang-undang Dasar Republik Indonesia itu, dan mengadjukan andjurannja untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

Dengan keterangan ini mudah-mudahan djelaslah bagi Anggota jang terhormat Saudara V.B. da Costa bahwa usaha untuk menggantikan Undang -undang Dasar Sementara jang berlaku sekarang dengan Undang-undang Dasar Republik Indonesia senantiasa mendapat perhatian Pemerintah sepenuhnja.

BAB I TENTANG UNDANG-UNDANG
DASAR 1945


 Saudara Ketua,

 Pemerintah mengutjapkan terima kasih kepada Anggota jang terhormat Saudara A.L. Marani dari fraksi „Persatuan Irian Barat”, jang dalam uraiannja memperkuat pendirian Pemerintah bahwa Undang -undang Dasar 1945 merupakan landasan bagi Revolusi Nasional kita.

 Dalam pada itu Pemerintah membenarkan Pembitjara jang terhormat bahwa pengembalian Irian Barat kedalam wilajah kekuasaan Republik Indonesia tetap merupakan salah-satu tudjuan jang penting dalam perdjoangan kebangsaan Indonesia melawan pendjadjahan, sedang pemberian otonomi kepada daerah-daerah dalam rangka pelaksanaan demokrasi terpimpin nanti merupakan salah-satu djalan untuk mentjapai tjita-tjita masjarakat adil dan makmur.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah merasa tidak perlu untuk melandjutkan pertukaran fikiran dengan Anggota jang terhormat Saudara Hamka dari fraksi „Masjumi” tentang demokrasi terpimpin dan lain-lain soal jang bersangkutan dengan prinsip tersebut, apalagi karena Pembitjara jang terhormat itu tidak lagi membitjarakan hal-hal jang langsung berhubungan dengan kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

 Pendirian jang demikian itu adalah karena Pemerintah mendjaga keagungan Konstituante jang terhormat ini dan nilai pembitjaraan Sidang Pembuat Undang-undang Dasar ini.

 Tentang utjapan Anggota jang terhormat itu jang berbunji: „Keinginan saja dan partai saja, Masjumi, ialah presidentil Kabinet dan pulihnja dwitunggal Soekarno-Hatta”, seperti telah diketahui umum, sukar direalisir.

 Pemerintah berpendapat bahwa pembentukan Kabinet presiden til Soekarno-Hatta tidaklah mungkin sebagai putusan dari Konstituante, seperti diusulkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Prawoto Mangkusasmito.

 Pemerintah tidak dapat menemukan suatu dasar hukum, baik jang konstitusionil maupun jang konvensionil, untuk melaksanakan saran tersebut.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah tidak jakin akan kebenaran pemandangan Anggota jang terhormat Saudara Sutisna Sendjaja, bahwa djika andaikata bentuk negara federasi mendapat kesempatan untuk dipraktekkan selama ini, maka kita tidak akan menghadapi kesulitan-kesulitan dipelbagai lapangan seperti sekarang.

 Berhubung dengan pembentukan „nation” jang bersatu dalam masjarakat Republik Indonesia maka Pemerintah jakin bahwa bentuk negara kesatuanlah satu-satunja bentuk untuk memelihara kesatuan Bangsa dan Negara.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah membenarkan anggapan Anggota jang terhormat Saudara S.M. Abidin dari fraksi „Partai Buruh”, bahwa demokrasi terpimpin , jang meliputi djuga demokrasi mendidik, mengandung pula pengertian bahwa terhadap petugas-petugas Negara jang dalam menunaikan tugasnja gagal, menjeleweng atau mengatjaukan keadaan, tentu diambil tindakan jang setimpal dengan perbuatannja.

 Pemerintah tidak sependapat dengan Anggota jang terhormat Saudara Prawoto Mangkusasmito jang menjatakan bahwa instansi-instansi, jang berwenang menentukan apakah batas-batas jang ditentukan dalam rangka pelaksanaan demokrasi terpimpin dilanggar atau tidak, harus ditentukan dalam Konstitusi.

 Dalam hal ini Pemerintah memperingatkan Anggota jang terhormat tersebut antara lain kepada pasal 24 Undang-undang Dasar 1945, jang menentukan bahwa kekuasaan kehakiman dapat dilakukan oleh badan-badan jang susunan dan kekuasaannja diatur dengan Undang-undang.

 Selandjutnja Pemerintah tidak melihat alasan untuk kechawatiran Anggota jang terhormat Saudara Prawoto Mangkusasmito bahwa pelaksanaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 dengan sengadja atau tidak akan menudju kearah negara kekuasaan atau „machtsstaat”, karena dalam Konstitusi Proklamasi tersebut tidak terdapat ketentuan-ketentuan mengenai negara-hukum atau „rechtsstaat” sebagaimana terdapat dalam pasal 1 ajat (1) dan dalam Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara.

 Sekalipun ketentuan -ketentuan seperti dimaksud oleh Pembitjara jang terhormat tersebut tidak tertulis dalam batang-tubuh Undang undang Dasar 1945, namun keterangan mengenai Republik Indonesia sebagai negara hukum dalam Pendjelasan Konstitusi Proklamasi adalah tjukup tegas untuk mentjegah perkembangan perkembangan kearah suatu negara kekuasaan.

 Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 menghendaki pembentukan Negara hukum Republik Indonesia jang demokratis.

 Saudara Ketua,

 Anggota jang terhormat Saudara S.M. Abidin masih meragu-ragukan keterangan Pemerintah mengenai pertanggungan-djawab Presiden terhadap Madjelis Permusjawaratan Rakjat, karena hal itu tidak dimuat dalam salah-satu pasal dalam Undang-undang Dasar 1945.

 Keterangan Pemerintah mengenai hal tersebut adalah kesimpulan jang wadjar bersandarkan beberapa ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 mengenai Presiden, Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat, diantaranja dalam pasal pasal 3 sampai dengan 7, 17, 19, 20 dan 23, dan terutama pada pasal 6 ajat (2), jang menentukan bahwa Presiden dipilih oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat, sehingga adalah logis bahwa ia bertanggung-djawab terhadap badan jang memilihnja.

 Dalam hubungan ini Pemerintah memperingatkan Pembitjara jang terhormat tersebut kepada kalimat dalam Pendjelasan Umum jang resmi dari Undang-undang Dasar 1945 jang berbunji : „untuk menjelidiki hukum dasar (droit constitutionnel) suatu negara tidak tjukup hanja menjelidiki pasal-pasal Undang-undang Dasarnja (loi constitutionelle) sadja, akan tetapi harus menjelidiki djuga bagai mana prakteknja dan bagaimana suasana kebatinannja (geistliche Hintergrund) dari Undang-undang Dasar itu".

 Saudara Ketua,

 Mengenai keselarasan antara susunan Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat jang disinggung oleh Anggota jang terhormat Saudara Madomiharna dari fraksi „Persatuan Rakjat Desa”, Pemerintah menegaskan bahwa dalam kedua badan tersebut akan duduk para wakil partai-partai, para wakil golongan-golongan fungsionil dan para utusan dari daerah-daerah.

 Prinsip ini telah dimuat pula dalam Rantjangan Undang-undang tentang „Susunan Dewan Perwakilan Rakjat dan pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat, jang kini telah disiapkan oleh Pemerintah.

 Mengenai argumentasi perihal masuknja wakil-wakil golongan fungsionil dalam Dewan Perwakilan Rakjat, Dewan Pertimbangan Agung dan Madjelis Permusjawaratan Rakjat jang diganggu-gugat oleh Anggota jang terhormat Saudara B. Mang Reng Say dari fraksi „Partai Katholik", Pemerintah menegaskan bahwa keselarasan dalam susunan ketiga badan tersebut adalah wadjar, apabila kita berfikir dalam suasana Undang-undang Dasar 1945.

 Dalam hubungan ini Pemerintah mempersilahkan Pembitjara jang terhormat tersebut menelaah pendjelasan atas Undang-undang Dasar 1945 jang disitir tadi dalam memberikan keterangan kepada Anggota jang terhormat Saudara S.M. Abidin.

 Anggota jang terhormat Saudara B. Mang Reng Say mengetahui bahwa menurut adjaran-adjaran konstitusi jang pada waktu ini boleh dikatakan umum, segala tindakan Pemerintah boleh didjalankan asal tidak berlawanan dengan pasal-pasal Konstitusi; oleh karena itulah pula maka Undang-undang Dasar 1945 berisi pokok pokok ketatanegaraan dalam hanja 37 pasal.

 Saudara Ketua,

 Saudara Prawoto dengan pelaksanaan golongan fungsionil Dewan Perwakilan Mangkusasmito chawatir bahwa berhubung demokrasi terpimpin nanti bukan wakil-wakil dalam Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Rakjat akan mempengaruhi Presiden, tetapi sebaliknja mereka akan menjesuaikan diri kepada Kepala Negara.

 Dalam hubungan ini Pemerintah memperingatkan Pembitjara jang terhormat tersebut bahwa dalam usaha memasukkan wakil-wakil golongan fungsionil dalam Dewan Perwakilan Rakjat dan Madjelis Permusjawaratan Rakjat itu Presiden memberikan pertimbangan-pertimbangan atas usul partai-partai atau organisasi organisasi dari golongan-golongan fungsionil.  Musjawarah antara Presiden dan partai serta golongan fungsionil jang memberikan keputusan.


 Saudara Ketua,


 Pemerintah menjatakan terima kasih kepada Anggota jang ter hormat Saudara Soenarjo Umar Sidik dari fraksi „Partai Rakjat Indonesia", Saudara Hadjidarmo Tjokronegoro dari fraksi „Republik Proklamasi" dan Saudara Muljono Muljopranoto dari fraksi „Sudjono dan kawan-kawan ”, jang menjetudjui andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 serta menerima Konstitusi Proklamasi dalam keseluruhannja.

 Kepada Pembitjara jang terhormat Saudara Soenarjo Umar Sidik selandjutnja dinjatakan bahwa Pemerintah dengan sendirinja akan mengandjurkan dengan sungguh-sungguh kepada Presiden dan Pemerintah jang akan datang agar ia mengusahakan setjara aktif dan progressif supaja Madjelis Permusjawaratan Rakjat menggunakan hasil-hasil karya Konstituante jang terhormat ini dalam usahanja menjempurnakan Undang-undang Dasar Republik Indonesia dimasa depan.

 Terhadap Anggota jang terhormat Saudara Hadjidarmo Tjokronegoro Pemerintah menjatakan bahwa harapannja untuk mentjiptakan masjarakat jang adil dan makmur dengan memperhitungkan dan mengobarkan kembali semangat 17 Agustus 1945 jang berpokok kepada Persatuan Nasional jang kokoh adalah sesuai dengan tjita-tjita Pemerintah.

 Untuk memenuhi permintaan Anggota jang terhormat Saudara B. Mang Reng Say didjelaskan bahwa Pemerintah berpegang pada naskah jang resmi dari Undang-undang Dasar 1945 jang dimuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 tanggal 14 Pebruari 1946, djustru untuk menghindarkan pembitjaraan jang memakan waktu mengenai berbagai dokumen historis jang bersangkut-paut dengan perumusan Konstitusi Proklamasi tersebut.

Pemerintah dengan sendirinja dalam Piagam Bandung nanti akan memuat naskah jang resmi Undang-undang Dasar 1945 itu. BAB II TENTANG PROSEDUR
KEMBALI KEPADA UN-
DANG-UNDANG DASAR
1945.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah merasa perlu menjatakan, bahwa naskah baru Piagam Bandung jang dikemukakan dihadapan Sidang Konstituante jang terhormat ini pada tanggal 21 Mei jang lalu, adalah hasil dari beberapa musjawarah jang masak, dengan mempergunakan segala bahan jang dimiliki oleh Pemerintah, terutama jang diperoleh dalam pemandangan umum Konstituante.

 Selandjutnja Pemerintah mempersilahkan Sidang Konstituante jang terhormat untuk mengambil keputusan mengenai 6 buah usul jang telah disampaikan setjara resmi kepada Pimpinan Konstituante jang terhormat.

 Pemerintah menjatakan bersedia untuk bermusjawarah mengenai usul-usul tersebut.

 Saudara Ketua,

 Anggota jang terhormat Saudara Sjafiuddin dari fraksi „Penjaluran" mengusulkan untuk menjempurnakan sistim monokameral dalam Undang-undang Dasar 1945 dengan pembentukan suatu Senat, jang terdiri atas utusa-utusan dari daerah-daerah.

 Kepada Pembitjara jang terhormat tersebut ditegaskan sekali lagi, bahwa pembentukan suatu Senat itu tidak mempunjai dasar konstitusionil, baik dalam Undang-undang Dasar 1945 maupun dalam Undang -undang Dasar Sementara jang berlaku sekarang.

 Selain daripada itu utusan-utusan dari daerah-daerah sudah mendapat kedudukan dalam Madjelis Permusjawaratan Rakjat menurut ketentuan dalam pasal 2 ajat (1) Undang-undang Dasar 1945, dan selaras dengan itu nanti djuga dalam Dewan Perwakilan Rakjat dan Dewan Pertimbangan Agung.

 Djawaban ini berlaku djuga bagi Anggota jang terhormat Saudara Anwar Sutan Amiruddin jang mengusulkan pembentukan Senat dengan keputusan Konstituante.  Saudara Ketua,

 Dalam menjusun aparatur Negara sesudah kita kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 Pemerintah tentu akan memperhatikan peringatan untuk bertindak bidjaksana dan waspada dalam hal personalianja, sebagaimana diutarakan antara lain oleh Anggota anggota jang terhormat Saudara A.L. Marani, Saudara Hendrobudi, Saudara Winarno Danuatmodjo.

 Mengenai Program Kabinet jang akan datang Pemerintah dapat mengikuti saran Anggota jang terhormat Saudara Karel Supit supaja dari Program tersebut ternjata hasrat untuk bertindak terhadap segala sesuatu jang bertentangan dengan djiwa dan semangat Undang-undang Dasar 1945.

 Pemerintah tidak menjetudjui usul anggota jang terhormat Saudara B. Mang Reng Say, supaja sebelum Madjelis Permusjawa ratan Rakjat dibentuk menurut Undang-undang Dasar 1945, kekuasaan didjalankan oleh Presiden dengan bantuan Menteri-menteri bersama Konstituante, karena Konstituante adalah Badan Pembentuk Undang-undang Dasar, sedangkan pelaksanaan kekuasaan terletak dibidang exekutif.

 Djawaban ini ditudjukan djuga kepada Anggota-anggota jang terhormat Saudara S.M. Abidin, Saudara Radja Kaprabonan dan saudara H. Mansur Datuk Nagari Basa.

BAB III TENTANG MASUKNJA
GOLONGAN FUNGSIO-
NIL KEDALAM DEWAN
PERWAKILAN RAKJAT.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah tidak sependapat dengan Anggota jang terhormat Saudara Karel Supit dari fraksi „Partai Komunis Indonesia" jang menjatakan bahwa usaha Pemerintah untuk menjehatkan sistim kepartaian bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 28 Undang-undang Dasar 1945.  Dengan mengadjukan Rantjangan Undang-undang tentang Kepartaian Pemerintah sekali-kali tidak bermaksud membatasi kemerdekaan berserikat dan berkumpul ataupun membatasi kemerdekaan mengeluarkan fikiran dengan lisan dan tulisan jang didjamin dalam pasal tersebut.

 Pemerintah hanja bermaksud mengatur keadaan kepartaian di Indonesia sesuai dengan prinsip demokrasi terpimpin.

 Mengenai kedudukan partai-partai dalam Parlemen, jang disinggung oleh Anggota jang terhormat tersebut Pemerintah menerangkan lagi bahwa soal itu akan diatur dalam suatu Undang undang tentang susunan Dewan Perwakilan Rakjat dan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakjat, jang rantjangannja kini telah disiapkan oleh Pemerintah.

 Dalam pada itu tidak disinggung-singgung soal status partai partai didalam masjarakat, djuga tidak disebut-sebut soal status partai-partai jang tidak mempunjai wakil didalam Dewan Perwakilan Rakjat.

 Saudara Ketua,

 Demikianlah penegasan tambahan Pemerintah tentang beberapa soal pokok jang dikemukakan dalam pemandangan umum penegasan pada tanggal 25 dan 26 Mei jang baru lalu.

 Pemerintah selandjutnja merasa berkewadjiban pada tingkat pembitjaraan mengenai andjuran untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 sekarang ini menjatakan hal-hal sebagai berikut:

 Andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 dikemukakan kehadapan forum rakjat Indonesia berdasarkan pertimbangan-pertimbangan jang objektif untuk mengatasi dan mendapatkan djalan keluar dari kesulitan kesulitan dibidang-bidang politik, militer, dan sosial-ekonomis, demi kepentingan Negara dan masjarakat Indonesia.

 Pemerintah dapat menduga, bahwa tentu ada sementara Anggota-anggota jang terhormat meragu-ragukan maksud baik Pemerintah, akan tetapi, Saudara Ketua, pandangan dan pendirian sedemikian tidaklah akan menjebabkan timbulnja perasaan pesimisme pada Pemerintah, karena Pemerintah pertjaja, bahwa para Anggota jang terhormat dari Konstituante ini pasti mempunjai tjukup rasa tanggung-djawab terhadap nasib Bangsa dan Negara.

 Djustru dengan adanja kejakinan jang demikian inilah, pula untuk memenuhi sjarat-sjarat konstitusionil maka Presiden-Pemerintah menjadjikan andjurannja kedalam sidang Konstituante ini, dengan harapan agar andjuran Pemerintah akan memperoleh penilaian jang sewadjarnja.

 Djika andjuran Pemerintah mengandung ketegasan untuk menerima Undang-undang Dasar 1945 dalam keseluruhannja tanpa perobahan, maka hal jang demikian itu telah dilaksanakan dengan alasan-alasan jang kiranja sudah tjukup dipahami oleh sidang jang terhormat.

 Lagi pula tjukup djelaslah, bahwa penerimaan Undang-undang Dasar 1945 dalam keseluruhannja, sama sekali tidaklah menutup pintu bagi golongan manapun untuk terus memperdjoangkan hasrat ataupun ideologi golongannja dengan melalui saluran-saluran jang telah pula dibentangkan oleh Pemerintah.

 Menurut anggapan Anggota jang terhormat Saudara K.H. Maskur maka Undang-undang Dasar 1945 merupakan suatu „kompromis".

 Pemerintah berpendirian, bahwa tingkat jang diperoleh Undang undang Dasar 1945 adalah lebih tinggi dari pada tingkatan kom promis, oleh karena Konstitusi Proklamasi itu merupakan perpaduan untuk menggalang potensi Nasional dari segala aliran.

 Melihat perimbangan dalam Konstituante sekarang, maka sukar lah dapat diharapkan tertjapainja suatu perpaduan jang dapat melebihi apa jang telah tertjapai dalam Undang-undang Dasar 1945.

 Dalam rangka pandangan jang sedemikian, maka Pemerintah mengharapkan sekali lagi, kepada seluruh Anggota jang terhormat agar dapat mengichlaskan diri untuk menerima Undang-undang Dasar 1945 dalam keseluruhannja sebagai Undang-undang Dasar Republik Indonesia jang tetap.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah merasa berkewadjiban untuk setjara objektif memaparkan dihadapan sidang jang terhormat hal-hal apa antaranja jang dapat timbul sebagai akibat tidak diterimanja usul Pemerintah.  Apabila Pemerintah mengemukakan akibat-akibat ini, maka bukanlah sekali-kali terkandung maksud didalamnja untuk menakut-nakuti, ataupun mengantjam para Anggota jang terhormat djustru oleh karena Pemerintah menjadari dari semula bahwa sikap menakut-nakuti tidaklah lajak dan tidak pula pantas dipergunakan untuk memetjahkan persoalan jang sangat serieus ini.

 Semata-mata karena terdorong oleh rasa tanggung-djawab, maka Pemerintah menganggap wadjib untuk membentangkan kemungkin. an -kemungkinan ini pada sidang jang terhormat, sekadar untuk dimaklumi oleh kita bersama dan dimana dirasa perlu untuk dipergunakan sebagai bahan pertimbangan.

 Ada baiknja Pemerintah meminta perhatian bahwa keputusan Dewan Menteri pada tanggal 19 Pebruari 1959 adalah suatu keputusan bulat jang diambil dalam musjawarah Dewan Menteri jang didukung oleh semua anggota Kabinet setjara bulat jang mewakili berbagai aliran.

 Saudara Ketua,

 Adapun hal-hal jang dilihat oleh Pemerintah akan timbul sebagai akibat tidak diterimanja Undang-undang Dasar 1945 dalam keseluruhan sebagai Undang -undang Dasar Republik Indonesia adalah antara lain jang berikut:

 Pemerintah melihat gedjala-gedjala, bahwa dinegara kita ada kemungkinan akan terdjadi hal-hal sebagaimana telah berlangsung dibeberapa negara tetangga kita.

 Betapa besar akibat dari kedjadian-kedjadian seperti termaksud, baik didalam negeri,maupun diluar negeri, tak perlu kiranja saja bentangkan disini.

 Djauh dari pada kehendak untuk menepuk dada sendiri, Pemerintah merasa perlu, menerangkan bahwa hingga kini Pemerintah masih mempunjai tjukup kekuatan untuk mengendalikan keadaan.

 Setjara ichlas bolehlah Pemerintah membuka hati, bahwa dengan ditolaknja andjuran Presiden/Pemerintah maka akan timbul salah satu situasi sebagai berikut:

  1. Pemerintah menjerahkan kembali mandatnja kepada Kepala Negara, sedangkan pembentukan Kabinet baru dibawah vigeur Undang-undang Dasar Sementara pasti akan berlangsung sulit.
  2. Dewan Perwakilan Rakjat dibubarkan, sedangkan pemilihan Dewan Perwakilan Rakjat baru terang akan mendjumpai kesulitan-kesulitan berhubung dengan gangguan-gangguan keamanan dibeberapa daerah.
  3. Pemerintah sekarang dan Dewan Perwakilan Rakjat sekarang berlangsung terus, sedangkan kerdja-sama antara kedua lembaga tersebut akan semakin sulit karena pertentangan antara Konstituante dan Pemerintah pasti akan dilandjutkan di Dewan Perwakilan Rakjat, mengingat bahwa perimbangan dalam Dewan Perwakilan Rakjat adalah hampir sama dengan keadaan perimbangan dalam Konstituante .

 Dalam keadaan jang demikian itu, maka tidak mustahil bahwa didalam Negara kita akan terdjadi hal-hal jang tidak dapat diduga terlebih dahulu jang pasti tidak kita harapkan sebagai pentjinta demokrasi dan Negara hukum Republik Indonesia.

 Saudara Ketua,

 Mengenai hal-hal sebagaimana diutarakan tadi, maka djelaslah kiranja, mengapa Pemerintah berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan sekuat tenaga agar tertjapai persesuaian faham dalam sidang Konstituante jang terhormat ini, dan kemudian persesuaian faham pula antara Konstituante dan Pemerintah mengenai andjuran kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

 Pemerintah memperingatkan betapa besamja perhatian, tidak hanja didalam Negeri tetapi djuga diluar Negeri, akan penjelesaian persoalan mengenai Undang-undang Dasar Republik Indonesia jang saja kemukakan tadi, walaupun diluar negeri itu harapan-harapannja tidak terlepas dari kepentingan Negara atau bloknja masing-masing.

Marilah kita sebagai Bangsa menundjukkan kemampuan dan ketjakapan kita untuk dapat menjelesaikan persoalan-persoalan nasional kita oleh kita sendiri, jang kita hadapi dengan djalan musjawarah jang dipimpin oleh hikmah kebidjaksanaan.  Dalam hubungan hasrat Pemerintah untuk memperoleh persesuaian faham dengan Konstituante, maka Pemerintah ingin menjatakan dengan tegas, bahwa Pemerintah bersedia menerima putusan-putusan sidang pleno Konstituante untuk menjempurnakan Undangundang Dasar 1945, sebagai keputusan-keputusan jang mengikat Presiden dan Pemerintah jang akan datang.

 Keputusan-keputusan jang diambil dengan memenuhi sjarat Konstitusi pasal 137 Undang-undang Dasar Sementara mempunjai nilai mengikat sebagai djuga ternjata dengan kesediaan Pemerintah menerima keputusan-keputusan Konstituante seperti ditjantumkan dalam rantjangan Piagam Bandung mengenai:

  1. wilajah Negara Indonesia,
  2. bentuk Pemerintah,
  3. bahasa Negara dan bahasa Daerah,
  4. bendera Negara Republik Indonesia,
  5. lagu kebangsaan dan
  6. ibu-kota Negara.

 Hal ini dapat dilakukan pula terhadap pasal-pasal mengenai hak azasi manusia setelah mendapat keputusan jang sah dari sidang pleno Konstituante.

 Demikian pula Pemerintah berpendirian terhadap saran jang diadjukan oleh Anggota jang terhormat Saudara K.H. Maskur.

 Alhasil Pemerintah pada umumnja berpendirian demikian.

 Sesuai dengan apa jang dikatakan oleh Pemerintah dalam kata pendahuluan djawaban Pemerintah atas pemandangan umum babak pertama pada tanggal 21 Mei 1959, Pemerintah:

 pertama, mempersilahkan sidang Konstituante jang terhor mat mentjapai persesuaian dan kebulatan terhadap pelbagai usul/saran jang diadjukan,

 kedua, kemudian Konstituante bersama-sama Pemerintah mentjapai persesuaian dan kebulatan.

Dalam hal ini Pemerintah sekali lagi menjatakan kesediaannja untuk menerima apa jang mendjadi keputusan jang sah dari sidang pleno Konstituante.  Tentu dalam hal-hal jang amat penting masih diperlukan perse suaian antara Pemerintah dan Presiden, hal mana menurut dugaan tidak akan merupakan kesulitan besar.

 Sekali lagi Pemerintah tegaskan bahwa keputusan-keputusan jang diambil dengan sah dalam sidang pleno Konstituante tersebut diatas hendaknja dimuat dalam Piagam Bandung, dengan tidak merobah Undang-undang Dasar 1945 jang terdiri atas:

Pembukaan,
Batang tubuh jang terdiri dari 37 fatsal,
4 aturan peralihan, dan
2 aturan tambahan beserta pendjelasannja.

 Pada achirnja marilah kita menginsjafi pentingnja hari-hari jang akan datang ini, dan besarnja tanggung-djawab kita terhadap hari depan Republik Indonesia jang bersama kita dirikan atas dasar proklamasi 17 Agustus 1945.

 Mudah-mudahan penegasan tambahan jang disampaikan sidang pleno Konstituante jang terhormat ini, akan menumbuhkan kejakinan kita bersama untuk mendjaga keutuhan Negara dan Bangsa serta untuk memelihara sendi-sendi demokrasi guna mendapatkan ridho Tuhan Jang Maha Esa.

 Terima kasih.