Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945/Bab 6

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

PENERBITAN CHUSUS
56


DJAWABAN PEMERINTAH
ATAS PEMANDANGAN UMUM KONSTITUANTE
MENGENAI AMANAT PRESIDEN TANGGAL 22 APRIL 1959
DAN ANDJURAN PEMERINTAH UNTUK:
„KEMBALI KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945”


diutjapkan oleh
Perdana Menteri H. Djuanda
dalam Rapat Pleno Konstituante di Bandung
pada tanggal 21 Mei 1959 djam 10.00.

PENDAHULUAN.

 Saudara Ketua jang terhormat,

 Atas nama Pemerintah saja terlebih dahulu mengutjapkan terima kasih atas perhatian sidang Konstituante jang terhormat pada umumnja dan atas uraian 57 Anggota jang terhormat pada chususnja mengenai Amanat Presiden tertanggal 22 April 1959 jang berisikan andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

 Begitu pula Pemerintah menjatakan terima kasih kepada fraksi-fraksi dan pembitjara-pembitjara jang terhormat, jang dalam pemandangan umum mengenai Amanat Presiden itu, jang diadakan oleh Konstituante mulai tanggal 29 April sampai dengan tanggal 13 Mei 1959 menjatakan persetudjuannja terhadap Andjuran Presiden dan Pemerintah itu atau menjumbangkan fikiran-fikiran jang konstruktif untuk menjempurnakannja.

 Saja merasa bersjukur, bahwa pada hari ini kepada Pemerintah diberi kesempatan memberikan pendjelasan lebih landjut mengenai andjurannja itu, jang mudah-mudahan dapatlah dipergunakan oleh sidang Konstituante jang terhormat mentjapai persesuaian dan kebulatan untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

 Saudara Ketua,

 Sebelum Pemerintah memberikan pendjelasan kepada 57 orang Anggota jang terhormat jang telah berbitjara dalam sidang Konstituante ini, jaitu dengan Bab demi Bab, maka Pemerintah merasa perlu terlebih dahulu mengutjapkan kata pendahuluan.

 Saudara Ketua,

 Saja mengulangi utjapan saja tadi, bahwa Pemerintah berharapan agar sidang Konstituante jang terhormat mentjapai persesuaian dan kebulatan dan kemudian Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah mentjapai persesuaian dan kebulatan pula mengenai „gagasan” kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 itu, tanpa berpendirian mutlak -mutlakan dan tanpa bertindak paksa-paksaan berisi pelbagai matjam tekanan, sebagaimana dikemukakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara K. H. M. Sjukri dari fraksi „Nahdlatul Ulama”.

 Pemerintah djuga berharapan agar persesuaian itu hendaknja ditjapai dengan djalan musjawarah setjara kekeluargaan jang menudju kepada permufakatan, dan dilakukan dengan djiwa dan semangat 17 Agustus 1945.

 Pendirian jang demikian itu tidak bersifat „bantji”, sebagaimana dikatakan oleh Anggota jang terhormat Saudara Achmad Soekarma didjaja, tetapi membuktikan ketjakapan Bangsa Indonesia mengendalikan arus Revolusi Nasionalnja jang masih berlangsung menurut saluran-saluran jang konstitusionil.

 Andjuran untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945, jang seperti dikatakan oleh Pembitjara jang terhormat tersebut terdapat pula dalam Manifes-manifes „Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia” tertanggal 20 Mei 1955, jang diumumkan pada waktu pembentukan organisasi IP-KI itu dan jang menurut Anggota-anggota jang terhormat Saudara I. R. Lobo dari fraksi „Persatuan Marhaen Indonesia" dan Saudara Asnawi Said dari fraksi „Gerakan Pembela Pantja Sila” senantiasa diperdjoangkan oleh partai atau fraksinja masing-masing, adalah demikian pentingnja bagi Negara dan Masjarakat Indonesia, sehingga pelaksanaannja harus dilakukan dengan gaja revolusioner dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar Sementara 1950 jang masih berlaku sekarang.

SEDJARAH.

 Saudara Ketua,

 Putusan Dewan Menteri tertanggal 19 Pebruari 1959 untuk „melaksanakan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada Undang-undang Dasar 1945” tidak diambil setjara tergesa-gesa, tidak memuat pertentangan-pertentangan dan tidak merupakan suatu experimen belaka, sebagaimana dinjatakan oleh Anggota jang terhormat Saudara S.M. Abidin atas nama fraksi „Partai Buruh”, tetapi ia adalah hasil dari pada pemikiran jang mendalam dan dengan sungguh-sungguh.  Putusan Dewan Menteri tersebut djuga tidak diputar-balikkan sedemikian rupa, sehingga „gagasan" kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 mendjadi secundair dan „gagasan” melaksanakan demokrasi terpimpin mendjadi primair, sebagaimana dinjatakan oleh Anggota jang terhormat Saudara Dahlan Lukman dari fraksi „Masjumi”.

 Seperti ternjata dalam Amanat Presiden pada tanggal 22 April jang baru lalu, putusan Pemerintah tersebut adalah hasil dari pada pemikiran jang masak, jang telah dirumuskan sebaik-baiknja dalam susunan dan kata-katanja dan jang menurut kejakinan Pemerintah adalah djalan jang sebaik-baiknja bagi Negara dan Masjarakat Indonesia sekarang untuk mentjapai tjita-tjita jang terkandung dalam Proklamasi Kemerdekaan kita.

 Sedjarah terdjadinja putusan Dewan Menteri tertanggal 19 Pebruari 1959 sebenarnja dimulai pada waktu Kepala Negara kita mulai memikirkan djalan apakah jang sebaiknja harus ditempuh untuk mengatasi dan keluar dari kesulitan-kesulitan jang kita hadapi bersama semendjak tahun 1950, dan kemudian pada tanggal 21 Pebruari 1957 menjadjikan Konsepsi Presiden Soekarno jang terkenal untuk „Menjelamatkan Republik Proklamasi”, jang antara lain memuat andjuran untuk menjelenggarakan „demokrasi terpimpin".

 Andjuran itu selandjutnja disusul oleh „Konsepsi Pemerintah”, jang diutarakan dalam Keterangan Pemerintah mengenai Program Kabinet Karya pada tanggal 17 Mei 1957, jang antara lain memuat rintisan jang hendak ditempuh untuk menormalisir keadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 Kedua Konsepsi tersebut jang bersandarkan djiwa dan semangat 17 Agustus 1945, telah mendjadi bahan pembitjaraan baik setjara perseorangan, maupun setjara bersama-sama, pertama-tama dalam Musjawarah Nasional dan Musjawarah Nasional Pembangunan pada tahun 1957, kemudian dalam beberapa sidang Dewan Nasional pada tahun 1958, dan achirnja dalam sidang Dewan Menteri di Tjipanas pada tanggal 7 Nopember 1958, dan dalam pertemuan-pertemuan antara Presiden dan Dewan Menteri berturut-turut di Bogor pada tanggal 5 Desember 1958, di Djakarta pada tanggal 15 Djanuari 1959 dan di Bogor lagi pada tanggal 26 Djanuari 1959.

 Dalam permusjawaratan-permusjawaratan itu timbullah kejakinan baik pada Presiden maupun pada Pemerintah, bahwa Konsepsi konsepsinja sukar diselenggarakan dengan tepat diatas dasar Undang-undang Dasar Sementara 1950 jang berlaku sekarang.

 Maka untuk menjelenggarakan Konsepsi-konsepsi termaksud Presiden dan Pemerintah jakin bahwa Undang-undang Dasar 1945 lebih mendjamin terlaksananja prinsip demokrasi terpimpin, untuk kegunaan normalisasi keadaan, demi keselamatan Negara dan Masjarakat Republik Indonesia.

 Dari uraian saja tadi, djelaslah kiranja, bahwa putusan Dewan Menteri tertanggal 19 Pebruari 1959, jang diambil lebih dari 3 minggu sesudah pertemuan ketiga antara Presiden dan Dewan Menteri, dan jang perumusannja setjara formil disetudjui oleh Presiden pada tanggal 20 Pebruari 1959, diambil setelah dimusjawaratkan semasak-masaknja, disusun dalam suasana saling menjedari keadaan, dan merupakan suatu permufakatan jang menurut kejakinan bersama Presiden dan Pemerintah harus dilaksanakan sebagai pangkal bertolak untuk mentjapai kestabilan politik jang sangat diperlukan oleh Negara dan Masjarakat guna melaksanakan pembangunan semesta.

 Dari pendjelasan diatas teranglah kiranja, bahwa sekalipun demokrasi terpimpin nampaknja diutamakan sedjak semula, namun sebagai landasannja sedjak semula pula senantiasa dikemukakan dikembalikannja djiwa dan semangat 17 Agustus 1945 jang diwudjudkan dalam bentuk Undang-undang Dasar 1945, berisi tjita-tjita Bangsa Indonesia, jang diperdjoangkan dan disempurnakan semendjak Hari Kebangkitan Nasional.

 Maka dari itu menurut pendapat Pemerintah dalam andjurannja demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada melaksanakan „Undang-undang Dasar 1945” kedua-duanja, Undang-undang Dasar 1945 dan demokrasi terpimpin adalah dalam satu keseluruhan jang tidak dapat dipisah-pisahkan.

 Dan djustru karena persoalan ini tidak bersifat hanja exekutif sadja, tetapi terlebih-lebih konstitusionil, maka Pemerintah mempertimbangkan andjurannja „kembali kepada Undang-undang Dasar 1945” kepada sidang Konstituante jang terhormat ini, disamping mempertanggung-djawabkan putusan Dewan Menteri untuk „melaksanakan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada Undang-undang Dasar 1945” sebagai kebidjaksanaan Pemerintah jang bersifat pokok kepada Dewan Perwakilan Rakjat.

 Keterangan ini ditudjukan djuga kepada Anggota jang terhormat Saudara M. Tahir Abubakar dari fraksi „Partai Serikat Islam Indonesia".

KESULITAN-KESULITAN EXEKUTIF.

 Saudara Ketua,

 Kesulitan-kesulitan jang dihadapi oleh Negara dan Masjarakat meliputi bidang-bidang politik, militer dan sosial-ekonomi, dan dihadapi oleh instansi -instansi pusat dan daerah, baik masing-masing maupun bersama-sama.

 Kesulitan-kesulitan itu dihadapi pula oleh Rakjat, dan dengan sendirinja oleh wakil-wakilnja didalam Konstituante jang terhormat.

 Berhubung dengan itu maka kepada Anggota jang terhormat Saudara Prawoto Mangkusasmito dari fraksi „Masjumi” dinjatakan bahwa Pemerintah berkewadjiban mengatasi kesulitan-kesulitan diluar atau jang bersumber pada Konstituante, karena kesulitan kesulitan itu tidak hanja terletak dibidang exekutif, tetapi mengingat makna pasal 134 Undang-undang Dasar Sementara, Pemerintah berkewadjiban pula memberikan bantuan jang bersifat konstitusionil dalam mengatasi dan menjelesaikan kesulitan-kesulitan jang dihadapi oleh Sidang Pembuat Undang-undang Dasar jang terhormat ini sendiri.

 Pemerintah tidak dapat mengatakan kesulitan-kesulitan manakah jang lebih penting daripada jang lainnja, sebagaimana diharapkan oleh Anggota jang terhormat Saudara S.M. Abidin, karena menurut pendapat Pemerintah semuanja itu merupakan suatu rangkaian jang sukar untuk dipisah-pisahkan, sebagaimana dibenarkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Soedjatmoko dari fraksi „PartaiSosialis Indonesia”.  Maka oleh karena itu Pemerintah jakin bahwa hanja dengan penjelesaian kesulitan-kesulitan disemua bidang kenegaraan dan kemasjarakatan itu setjara integral, akan dapat diusahakan kesedjahteraan Rakjat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 jang bersifat „Res Publica”, dan jang kita harapkan bersama.

 Untuk mempertjepat penjelesaian kesulitan-kesulitan jang kita hadapi Pemerintah berpendapat sekarang sudah tibalah saatnja untuk merobah setjara revolusioner dasar bekerdja kita, jang kita pergunakan sed jak tahun 1950, hal mana dibenarkan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Ido Garnida dari „Partai Republik Indonesia Merdeka”, Saudara I. J. Kasimo dari fraksi „Partai Katholik", Saudara H. L. Rumaseuw dari fraksi „Persatuan Irian Barat” dan Saudara Sahamad Sudjono dari fraksi „Pekerdja”.

 Sebagai akibat ketatanegaraan berhubung dengan kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 itu, Pemerintah jang dibentuk menurut Undang-undang Dasar Sementara bermaksud menjerahkan kembali mandatnja kepada Presiden.

 Pelaksanaan demokrasi terpimpin oleh Pemerintah jang dibentuk berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 nanti Insja'Allah menambah kepertjajaan dan harapan Rakjat dimasa depan akan tertjapai nja tjita-tjita Revolusi Nasional kita, sebagaimana dikemukakan oleh beberapa fraksi dan Anggota jang terhormat.

KESULITAN KONSTITUSIONIL.

 Saudara Ketua,

 Dari uraian saja diatas djelaslah kiranja bahwa untuk merealisir gagasan melaksanakan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 baik Presiden maupun Pemerintah, sekalipun dengan gaja revolusioner, senantiasa hendak menempuh djalan musjawarah setjara konstitusionil.

 Dengan demikian Presiden dan Pemerintah sekali-kali tidak bermaksud mentjapai tjita-tjitanja dengan melakukan „dengan samar-samar ataupun terang-terangan praktek -praktek sesuatu pemerintahan diktatur, jang memaksa Wakil-wakil Rakjat menelan begitu sadja apa jang disodorkan oleh Pemerintah kepadanja”, sebagaimana ditanjakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara M. Ng. Moh. Hamzah dari fraksi „Partai Buruh”, dan sebagaimana dirasakan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Hamka dan Saudara Kahar Muzakkir dari fraksi „Masjumi”.

 Selandjutnja menurut pendapat Pemerintah adalah tidak tepat apabila dibajangkan seolah-olah andjuran Pemerintah itu mengandung tudjuan untuk membubarkan Konstituante, sebagaimana dirasakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara Hamara Effendy dari fraksi „Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia”.

 Pemerintah telah mendengarkan pendjelasan beberapa orang Anggota jang terhormat:

—bahwa Konstituante masih mempunjai waktu sampai saat sebelum Dewan Perwakilan Rakjat baru terbentuk sebagai antjer-antjer untuk menjelesaikan pekerdjaan pembentukan Undang-undang Dasar Republik Indonesia, sebagaimana diutarakan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara M. Ng. Moh. Hamzah dan Saudara Prawoto Mangkusasmito;
—bahwa Konstituante telah mentjapai hasil-hasil jang banjak dalam menunaikan tugasnja, sebagaimana dikemukakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara K. H. M. Sjukri;
—bahwa Konstituante berharapan baik akan mentjiptakan Undang-undang Dasar baru, sebagaimana dikatakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara A. Sjafiuddin dari fraksi „Penjaluran”.

 Akan tetapi dalam pada itu diperingatkan, bahwa tugas membentuk Undang-undang Dasar Republik Indonesia menurut pasal 134 dan 137 Undang-undang Dasar Sementara kita dibebankan kepada Konstituante dan Pemerintah bersama-sama, sebagaimana ditegaskan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Astrawinata dari fraksi „Republik Proklamasi”, Saudara Sarino Mangunpranoto dari fraksi „Partai Nasional Indonesia", Saudara Maruto Nitimihardjo dari fraksi „Partai Murba”, dan Saudara Siauw Giok Tjhan dari fraksi „Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia”.  Pemerintah sedjak semula tidak bermaksud untuk mengandjurkan perobahan-perobahan dalam Undang-undang Dasar Sementara, jang berlaku sekarang, dengan menempuh djalan jang digariskan dalam pasal 140 Undang-undang Dasar Sementara; begitu pula Pemerintah tidak menghendaki mengetengahkan andjurannja kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 setjara „samar-samar" dengan perantaraan fraksi-fraksi partai pendukung Pemerintah didalam Konstituante, sebagaimana dinasehatkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Tadjuddin Noor dari fraksi „Persatuan Indonesia Raja"-Hazairin.

 Pada kesempatan ini Pemerintah menjatakan terima kasih kepada Anggota jang terhormat Saudara Soedarisman Poerwokoesoemo dari fraksi „Partai Nasional Indonesia” atas sumbangannja jang berharga untuk menambah pendjelasan Pemerintah dalam persoalan pene tapan Undang-undang Dasar Republik Indonesia oleh Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah tidak hanja dapat diganggu-gugat dalam hal pengesahan dan pengumuman Undang-undang Dasar Republik Indonesia sadja, sebagaimana dikatakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara A. Sjafiuddin, tetapi Pemerintah harus mempertanggung-djawabkan pula:

 Pertama : bahwa dibentuk suatu Undang-undang Dasar Republik Indonesia jang sesuai dengan watak, sifat dan kepribadian Bangsa Indonesia dalam keseluruhannja, tidak dengan hal-hal spesifik jang terdapat pada masing-masing suku atau daerah seperti dikemukakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara S. M. Abidin;

 Kedua : bahwa pembentukan Undang-undang Dasar Republik Indonesia itu terlaksana selekas-lekasnja, untuk halmana diadakan suatu antjar-antjar waktu, seperti dikatakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara M. Ng. Moh. Hamzah, jang tidak berarti bahwa tidak boleh diichtiarkan untuk mempertjepat pekerdjaan itu;  Ketiga : bahwa pekerdjaan membentuk Undang-undang Dasar Republik Indonesia itu berdjalan lantjar dan tidak menemui kesukaran suatu apapun sebagaimana diutarakan antara lain olehAnggota-anggota jang terhormat Saudara K.H.M. Sjukri, Saudara Astrawinata dan Saudara Soedjono Tjiptoprawiro dari fraksi „Partai Buruh”.

 Ketiga-tiga pertimbangan tersebut itulah, disamping pertimbangan-pertimbangan lain jang prinsipil dibidang Konstitusi, mendorong Pemerintah untuk mengambil posisi sebagai pembuat konsep Undang-undang Dasar menurut Undang-undang Dasar Sementara, seperti dikatakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara A. Sjafiuddin, serta mengadjak Konstituante jang terhormat ini untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

 Setelah itu tertjapai maka menurut pendapat Pemerintah perlu dilakukan pergantian Kabinet dan penindjauan kembali aparatur Negara, baik dalam struktur maupun dalam formasi dan personalianja, sebagaimana dikatakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara Ido Garnida, Saudara J. Karoeboen dari fraksi „Persatuan Irian Barat", Saudara Madomiharna dari fraksi „Persatuan Rakjat Desa”, Saudara Soedjono Tjiptoprawiro, Saudara Soekarno Djojo negoro dari „Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia”, Saudara M. Sapija dari fraksi „Republik Proklamasi”, Saudara Sunarjo Umar Sidik dari fraksi „Partai Rakjat Indonesia", Saudara I.R. Lobo, Saudara Asnawi Said dari „Gerakan Pembela Pantjasila” dan Saudara Soedjatmoko.

 Akan tetapi hal-hal itu baiklah diperbintjangkan nanti, djika telah terbentuk suatu Pemerintah berdasarkan Undang-undang Dasar 1945, dan dikerdjakan untuk memperkuat djaminan akan lebih lantjarnja djalannja roda pemerintahan dimasa jang akan datang, berdasarkan Konstitusi Proklamasi.

 Pemerintah sependapat dengan Angota -anggota jang terhormat Saudara Wongsonegoro dari fraksi „Persatuan Indonesia Raya”. Wongsonegoro dan Saudara I.J. Kasimo, bahwa dalam penjusunan kembali alat-alat Negara dari atas sampai bawah perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut: Pertama : rasa tanggung-djawab para petugas dan pemimpin;

Kedua : berbitjara sedikit tetapi bekerdja-keras; dan

Ketiga : penempatan ”the right man in the right place”.

 Pemerintah telah memberikan pertanggungan djawab mengenai tindakan- tindakannja dibidang exekutif untuk mengatasi kesulitan-kesulitan jang dihadapi Negara dan Masjarakat itu pada waktu dan tempatnja, jaitu berkali-kali selama masa 2 tahun jang lalu didepan Dewan Perwakilan Rakjat, sehingga tidak pada tempatnja Pemerintah mengulangi keterangan-keterangan mengenai kebidjaksanaan Pemerintah sekarang dihadapan sidang Konstituante jang terhormat ini, sebagaimana diharapkan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara Anwar Sutan Amirudin dari fraksi „Partai Politik Tarekat Islam”.

 Tjukuplah disini ditjatat, bahwa sampai sekarang Dewan Perwakilan Rakjat berpendirian, bahwa Pemerintah dapat bekerdja terus untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dibidang exekutif menurut Program Kabinet.

 Keterangan ini ditudjukan antara lain kepada Anggota jang terhormat Saudara Soetisna Sendjaja dari fraksi „Gerakan Pilihan Sunda”, jang mengusulkan supaja dimasa sebelum terbentuknja Undang-undang Dasar Republik Indonesia oleh Konstituante, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakjat menjerahkan kekuasaannja kepada suatu „Presidium”, hal mana tidak mempunjai dasar, baik dalam Undang-undang Dasar Sementara maupun dalam Undang-undang Dasar 1945.

 Jang perlu dikemukakan sekarang dalam sidang Konstituante jang terhormat ini ialah kelemahan-kelemahan dibidang Konstitusi, jang telah dikemukakan setjukupnja dalam Amanat Presiden pada tanggal 22 April jang lalu, untuk dipergunakan dalam menunaikanbtugas bersama Konstituante dengan Pemerintah menetapkan selekas-lekasnja Undang-undang Dasar Republik Indonesia.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah sudah menginsjafi sebelumnja dan telah menjaksikan dalam pemandangan umum Konstituante jang baru lalu bahwa mengenai andjuran Pemerintah tersebut timbul beberapa pendapat, akan tetapi Pemerintah djuga pertjaja, bahwa achirnja pendapat pendapat itu dapat dipertemukan dalam suatu musjawarah, jang diliputi oleh suasana kekeluargaan, jang peserta-pesertanja bersikap toleran, berdjiwa nasional dan bersemangat revolusioner dalam mengabdi kepada Bangsa dan Negara dan tanpa meninggalkan rasa kalah pada fihak jang satu atau rasa menang pada fihak jang lain, seperti dikemukakan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara K.H.M. Sjukri dan Saudara Asmara Hadi.

 Berhubung dengan itu tak pernah terlintas dalam fikiran Pemerintah untuk mengambil tindakan-tindakan seperti dikemukakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara M. Ng. Moh. Hamzah, jaitu supaja „sebelum kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 Konstituante dibubarkan dulu, dengan alasan bahwa pekerdjaannja telah gagal dan sudah tidak bermanfaat lagi untuk memperpandjang djangka waktu bekerdjanja, kemudian Pemerintah mempertanggung-djawabkan kebidjaksanaan ini kepada Rakjat Indonesia dengan Dekrit Presiden".

 Sebagaimana telah terbukti dimasa jang lalu dan telah dikemukakan berkali-kali terlebih dahulu, Pemerintah – sekalipun kadang-kadang harus bertindak drastis – sedjak semula tidak pernah mempunjai maksud-maksud mengambil tindakan-tindakan jang bersifat experimen atau inkonstitusionil, melainkan senantiasa bersikap „Sportif” dalam mempertanggung-djawabkan kebidjaksanaannja pada waktunja terhadap Rakjat Indonesia melalui wakil-wakilnja didalam Dewan Perwakilan Rakjat.

 Pemerintah sependapat dengan pernjataan dari antara lain Anggota jang terhormat Saudara A. Bastari dari fraksi „Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia”, bahwa untuk mentjapai hasil baik dalam musjawarah setjara kekeluargaan seperti saja maksudkan tadi, hendaklah kita djangan bersikap „a priori”, tetapi mentjiptakan terlebih dahulu suatu suasana jang diliputi perasaan harga-menghargai pendirian masing-masing dan perasaan saling memaafkan untuk kesalahan-kesalahan dimasa jang lalu, sehingga achirnja kita dapat bersepakat dengan hati jang ichlas dan suara jang bulat untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.  Saudara Ketua,

 Setelah mengutjapkan kata pendahuluan tadi, baiklah saja selandjutnja menjampaikan tambahan pendjelasan Pemerintah dengan berpedoman pada sistematik jang dipergunakan dalam putusan Dewan Menteri tertanggal 19 Pebruari 1959, jang — seperti diketahui — dibagi dalam 3 Bab, jaitu:

Bab I   - Tentang Undang-undang Dasar 1945,
Bab II   - Tentang prosedur „Kembali kepada Undang-undang
Dasar 1945", dan
Bab III   - Tentang masuknja golongan fungsionil kedalam
Dewan Perwakilan Rakjat.


BAB I: TENTANG UNDANG-UNDANG

DASAR 1945.

 Bab I selandjutnja terdiri dari 10 pokok fikiran.

 1. Mengenai pokok fikiran jang pertama, jaitu bahwa: „Undang-undang Dasar 1945 merupakan „dokumen historis” atas dasar mana Revolusi dimulai dan jang dapat dipakai untuk landasan guna penjelesaian Revolusi pada tingkatan sekarang”, telah dikemukakan pemandangan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Soedijono Djojoprajitno, Saudara A. Sjafiuddin, Saudara Soedarisman Poerwokoesoemo, Saudara Asnawi Said, Saudara Njoto, Saudara Wikana, Saudara S.M. Abidin, Saudara Prawoto Mangkusastmito, Saudara Asmara Hadi, Saudara J. Karubun, Saudara Roestamadji, Saudara J.T.C. Simorangkir, Saudara Kuasini Sabil, Saudara Yap Thiam Hien, Saudara Tadjuddin Noor, Saudara Moh. Djazuli Kartawinata, Saudara Kho Kwat Oen dan Saudara J. Th. Kouthoofd.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah mengetahui bahwa Revolusi Nasional kita mentjetus setelah tertjapainja kata-sepakat antara para perintis kemerdekaan kita.

 Dalam hubungan ini Pemerintah tentu menghargai kebulatan tekad dan kata-sepakat nasional jang oleh Anggota jang terhormat Saudara Soedijono Djojoprajitno dari fraksi „Partai Murba” dinamakan „Perdjandjian Rengas-Dengklok”, jang diikrarkan sebelum Hari Proklamasi, jaitu pada tanggal 16 Agustus 1945 dengan lisan, djadi tidak diwudjudkan dalam sesuatu dokumen.

 Dengan demikian maka Pemerintah sampai kepada istilah bahwa „Undang-undang Dasar tertanggal 18 Agustus 1945 merupakan dokumen historis atas dasar mana Revolusi kita dimulai”, sesudah Proklamasi Kemerdekaan dinjatakan pada tanggal 17 Agustus 1945.

 Keterangan ini ditudjukan djuga kepada Anggota jang terhormat Saudara Hendrobudi dari fraksi „Gerakan Banteng Republik Indonesia”.

 Mengenai sidang-sidang untuk merumuskan Undang-undang Dasar 1945 Pemerintah tidak mepunjai risalah-risalah dengan lengkap, sehingga Pemerintah dengan menjesal tidak dapat memenuhi permintaan Anggota jang terhormat Saudara Wikana dari fraksi „Partai Komunis Indonesia”.

 Anggota jang terhormat Saudara S.M. Abidin diperingatkan bahwa Pemerintah telah mengutjapkan pendapatnja bahwa dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam beberapa hal terdapat kekurangan-kekurangan tetapi sekalipun demikian Pemerintah jakin, bahwa mengingat artinja bagi Revolusi Nasional kita dan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dilapangan kenegaraaan dan kemasjarakatan jang kita hadapi semendjak tahun 1950, Undang-undang Dasar 1945 merupakan dasar jang kuat guna menjelesaikan Revolusi kita pada tingkatan sekarang.

 Adapun kekurangan-kekurangan dalam Undang-undang Dasar 1945 jang disinggung antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Kuasini Sabil dari fraksi „Persatuan Tarbijah Islamijah, dan Saudara Yap Thiam Hien, dapat ditampung dengan kemungkinan membentuk Undang-undang organik dan Undang-undang Nasional lainnja berdasarkan Undang-undang Dasar 1945, dan jang dapat dimulai segera setelah penandatanganan Piagam Bandung nanti, begitu pula dengan penjempurnaan Undang-undang Dasar tersebut, jang dapat dilaksanakan oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat dimasa depan.

 Anggota-anggota jang terhormat Saudara Prawoto Mangkusasmito dan Saudara Tadjuddin Noor menerangkan bahwa menilik sedjarahnja Undang-undang Dasar 1945 dulu dimaksud djuga sebagai Undang-undang Dasar Sementara.


Pemerintah tidak melihat manfaatnja untuk mempersoalkan apakah Undang-undang Dasar 1945 itu dulu pada tanggal 18 Agustus 1945 diwaktu merumuskannja dimaksud sebagai Undang-undang Dasar Sementara atau Undang-undang Dasar tetap, oleh karena ia sedjak tanggal 17 Agustus 1950 tidak berlaku lagi.


Jang njata dalam sedjarah Republik Indonesia selama hampir 14 tahun ini ialah, bahwa Undang-undang Dasar 1945 tetap mendjiwai kita sampai sekarang.


Pemerintah tidak menutup mata untuk kekurangan-kekurangan jang terdapat pada Konstitusi Proklamasi kita tersebut, diantaranja tidak terdapatnja dengan luas hak-hak azasi manusia seperti dikemukakan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Moh. Djazuli Kartawinata dari fraksi „Partai Sjarikat Islam Indonesia”, Saudara Wikana, Saudara J.T.C. Simorangkir dari fraksi „Partai Kristen Indonesia”, dan Saudara Kho Kwat Den dari fraksi „Kesatuan”, kebebasan menjatakan pendapat dan berorganisasi, jang dikonstatir antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Asmara Hadi dan kurang djelasnja hubungan antara ketentuan -ketentuan dalam pasal 6 ajat (1) dan pasal 27 ajat (1) Undang-undang Dasar 1945, seperti dikonstatir antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara J. Th. Kouthoofd.


Hanja usaha penjempurnaan Konstitusi Proklamasi itu menurut pendapat Pemerintah sejogyanja dilaksanakan sesudah kita kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 dalam keseluruhannja, untuk kemudian menjelenggarakan usaha penjempurnaannja menurut tjara jang ditentukan dalam Undang-undang Dasar 1945 itu sendiri.


Saudara Ketua,


2. Mengenai pokok fikiran jang kedua, jaitu bahwa: „Undang-undang Dasar 1945 adalah tjukup demokratis dan sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia: „kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan”, telah dikemukakan pemandangan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Hamka, Saudara M. Tahir Abubakar, Saudara H. Sjaifuddin Zuhri dan Saudara Soedarisman Poerwokoesoemo.  Saudara Ketua,

 Pemerintah merasa tidak ada perlunja untuk menambah apa jang diuraikan dalam Amanat Presiden pada tanggal 22 April jang lalu mengenai pokok fikiran ini.

 Dari uraian tersebut, begitu pula dari uraian dilain-lain bagian dapat diambil kesimpulan bahwa tidak benarlah utjapan Anggota jang terhormat Saudara Hamka, bahwa teori Trias Politica sudah kabur, demokrasi terpimpin berarti pemerintahan totaliter dan Front Nasional pada hakekatnja mendjadi „partai negara”.

 Pemerintah selandjutnja berpendapat kurang bermanfaat untuk melajani edjekan Pembitjara jang terhormat tersebut seperti antara lain maksud untuk membulatkan segala kekuasaan ditangan Presiden, memelihara „Pantjasila” jang sekarang tengah digontjangkan oleh perdjuangan kaum Muslimin dan lain-lain sebagainja, jang bersifat „persoonlijk” atau „provokatif” itu, serta jang tidak menggambarkan keadaan dan maksudPemerintah jang sesungguhnja.

 Selain dari pada itu Pemerintah tidak sependapat dengan Anggota jang terhormat Saudara M. Tahir Abubakar, jang menjatakan bahwa sistim pemungutan suara dalam Madjelis Permusjawaratan Rakjat jang termuat dalam pasal 2 ajat (3) Undang-undang Dasar 1945 adalah lebih liberal dari pada sistim pemungutan suara dalam Dewan Perwakilan Rakjat jang termuat dalam pasal 75 ajat (2) Undang-undang Dasar Sementara, karena sekalipun perkataan „mutlak” jang terdapat dalam pasal 75 ajat (2) Undang-undang Dasar Sementara tidak terdapat dalam pasal 2 ajat (3) Undang-undang Dasar 1945, namun tudjuan dari pada ketentuan dalam kedua pasal tersebut adalah sama, jaitu putusan diambil dengan suara terbanjak.

 Selandjutnja perlu dikemukakan bahwa segala permusjawaratan dalam pengertian Undang-undang Dasar 1945 harus dilakukan setjara kerakjatan atau demokratis jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan, ketentuan mana tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar Sementara, sedangkan inilah inti dari pada prinsip demokrasi terpimpin.  Saudara Ketua,

 3. Mengenai pokok fikiran jang ketiga, jaitu bahwa: „Undang-undang Dasar 1945 lebih mendjamin terlaksananja prinsip demokrasi terpimpin”, dan bahwa „demokrasi terpimpin adalah demokrasi", telah diberikan pemandangan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara S.M. Abidin, Saudara Prawoto Mangkusasmito, Saudara Asmara Hadi dan Saudara J.T.C. Simorangkir, Saudara I.J. Kasimo, Saudara Soedjatmoko, Saudara K.H.M. Sjukri, Saudara Sarino Mangunpranoto dan Saudara Njoto.

 Berkenaan dengan usul-usul untuk menjelamatkan Negara kita dengan pembentukan Pemerintah Republik Federasi, Pemerintah menegaskan sekali lagi bahwa sedjarah Republik Indonesia Serikat selama 7½ bulan telah tjukup membuktikan bahwa Pemerintahan Republik Federasi tidak tjotjok dengan iklim Indonesia, karena tidak dikehendaki oleh rakjat.

 Selandjutnja Pemerintah djuga tidak dapat mempertanggungdjawabkan experimen-experimen kearah itu, jang menghidupkan kembali sentimen-sentimen kedaerahan dan kesukuan, jang pasti akan memperbesar lagi gangguan-gangguan keamanan, dan jang sungguh-sungguh tidak bermanfaat bagi Nusa dan Bangsa Indonesia dalam keseluruhannja.

 Pemerintah mengerti bahwa dengan kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 keadaan politik dan perekonomian tidak dapat diperbaiki dengan sekedjap mata, tetapi kita setidak-tidaknja telah meletakkan dasar jang kuat untuk perbaikannja dengan melaksanakan demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin.

 Dalam istilah „demokrasi terpimpin” termasuk dengan sendirinja pengertian „demokrasi mendidik” jang dikemukakan oleh Anggota jang terhormat Saudara S.M. Abidin, dan jang tidak begitu sesuai dalam suasana „demokrasi liberal”.

 Jang diutamakan dalam pemerintahan berdasarkan prinsip „demokrasi terpimpin” bukanlah kestabilan Pemerintah sadja, tetapi terutama kestabilan kesedjahteraan Rakjat. Setjara realistis siapapun harus mengakui bahwa segala ichtiar menudju kesedjahteraan rakjat itu amat terganggu oleh silih bergantinja Kabinet dan Menteri-menteri, hal mana selamanja berakibat terus bertumpuknja rentjana dan pekerdjaan jang setengah selesai atau terbengkalai, jang merupakan pemborosan waktu, tenaga dan biaja.

 Berhubung dengan „demokrasi terpimpin” dapatlah dinamakan pula „demokrasi karya jang teratur dan berentjana”, jang djauh berbeda dengan „demokrasi liberal jang bebas dan merdeka”, ataupun dengan autokrasi dan diktatur.

 Sungguhpun Presiden dalam pengangkatan Menteri-menteri atau lain-lain petugas Negara menurut Undang-undang Dasar 1945 adalah lebih bebas dari pada diwaktu berlakunja Undang-undang Dasar Sementara, dalam arti bahwa Kepala Negara dalam hal-hal tersebut tidak terlalu terikat pada keinginan partai-partai, namun mengingat pertanggungan-djawabnja jang demikian beratnja Kepala Negara akan menjesuaikan kebidjaksanaannja dengan suasana dalam Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat.

 Demikian halnja djuga dalam melaksanakan haluan Negara, jang garis-garis besarja ditetapkan oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat, dan dalam pekerdjaan legislatif, termasuk penetapan anggaran pendapatan dan belandja Negara, jang dilaksanakan dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat.

 Selandjutnja, pertanggungan djawab Presiden terhadap Madjelis Permusjawaratan Rakjat menurut pendapat Pemerintah mempunjai makna jang lebih djauh dari pada memberi laporan belaka kepada suatu badan.

 Dari pertanggungan djawab itu Madjelis Permusjawaratan Rakjat akan menarik kesimpulan-kesimpulan jang tidak hanja mempengaruhi kemungkinan pemilihan kembali jang bersangkutan sebagai Presiden, tetapi dapat membawa djuga konsekwensi-konsekwensi lain bagi jang bersangkutan.

 Saudara Ketua,

 Baik dalam Madjelis Permusjawaratan Rakjat maupun dalam Dewan Perwakilan Rakjat harus diusahakan, agar semua musjawarah berachir dengan persepakatan.

 Hanja dalam keadaan memaksa dilakukan pemungutan suara sebagaimana disebut dalam pasal 2 ajat (3) Undang-undang Dasar 1945.  Didalam Amanat Presiden pada tanggal 22 April jang baru lalu selandjutnja diberikan definisi mengenai „demokrasi terpimpin”.

 Adalah maksud Pemerintah sedjak semula untuk meletakkan rumusan tersebut dalam kaidah-kaidah hukum, dalam bentuk pelbagai Undang-undang, diantaranja Undang-undang tentang Kepartaian, Undang-undang tentang Susunan Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat dan lain-lain, jang rantjangan-rantjangannja akan disampaikan pada waktunja kepada Dewan Perwakilan Rakjat.

 Dalam Undang-undang tadi kemudian akan ditundjuk pula instansi-instansi manakah jang berwenang menentukan, apakah batas-batas jang ditentukan dalam rangka pelaksanaan prinsip demokrasi terpimpin, dilanggar atau tidak.

 Memang demikianlah seharusnja berlaku dalam suatu Negara Hukum, jang djelas tidak hanja diperdjuangkan oleh satu golongan sadja, tetapi oleh kita sekalian, dan jang tertjantum setjara tegas dalam Pendjelasan atas pasal 1 Undang-undang Dasar 1945: „Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat)”. Keterangan ini ditudjukan djuga kepada Anggota jang terhormat Saudara J.T.C. Simorangkir jang menanjakan soal istilah „negara hukum” didalam Undang-undang Dasar 1945.

 Saudara Ketua,

 Sudah beberapa waktu lamanja Pemerintah mendjalankan ichtiar-ichtiar, jang menurut pendapat Anggota jang terhormat Saudara Asmara Hadi adalah lebih tepat, apabila dilakukan dalam rangka pelaksanaan prinsip demokrasi terpimpin.

 Diantara usaha-usaha jang dimaksud oleh Pembitjara jang terhormat tersebut dapat disebut usaha pembentukan Dewan Perantjang Nasional sebagai suatu usaha pokok kearah mentjapai tjita-tjita masjarakat adil dan makmur dan pelaksanaan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, usaha untuk lebih meng-effisiensikan aparatur Negara, jang telah dimulai dengan menggunakan djasa-djasa Lembaga Administrasi Negara.  Pemerintah pertjaja bahwa usaha, seperti dimaksudkan tadi, akan dilandjutkan nanti oleh Pemerintah jang dibentuk berdasarkan Undang-undang Dasar 1945.

 Saudara Ketua,

 4. Mengenai pokok fikiran jang ke-empat, jaitu bahwa: „Undang-undang Dasar 1945 mendjamin Pemerintah jang stabil selama 5 tahun — lebih dari Undang-undang Dasar Sementara sekarang — oleh karena kekuasaan Dewan Perwakilan Rakjat dibatasi (tidak dapat mendjatuhkan Pemerintah i.c. Presiden) berhubung kekuasaan tertinggi (jaitu kedaulatan Rakjat) ada ditangan Madjelis Permusjawaratan Rakjat”, telah mengadakan pemandangan antara lain Anggota-anggota jang terhormat Saudara Njoto, Saudara Prawoto Mangkusasmito, Saudara Roestamadji, Saudara Siauw Giok Tjhan, Saudara Yap Thiam Hien dan Saudara M. Tahir Abubakar.

 Saudara Ketua,

 Dengan istilah „kekuasaan Dewan Perwakilan Rakjat dibatasi” Pemerintah — sesuai dengan pendapat Anggota jang terhormat Saudara Njoto — sekali-kali tidak bermaksud a priori mengingkari hak-hak parlementer seperti hak menanja, hak angket dan hak interpelasi.

 Hanja hak mengadjukan mosi tidak pertjaja kepada Pemerintah tidak sesuai dengan sistem ketatanegaraan dalam Undang-undang Dasar 1945.

 Sekalipun demikian, Pemerintah dalam menjelenggarakan kebidjaksanaannja masih harus mendengarkan dan memperhatikan pendapat-pendapat dalam Dewan Perwakilan Rakjat, jang menurut pasal 23 ajat (1) Undang-undang Dasar 1945 mempunjai pula hak untuk bersama-sama dengan Pemerintah menetapkan anggaran pendapatan dan belandja Negara.

 Mengenai „garis-garis besar haluan Negara jang ditetapkan oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat”, jang ditanjakan oleh Anggota jang terhormat Saudara Siauw Giok Tjhan, dapat diterangkan bahwa garis-garis besar tersebut nanti akan dimuat oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat dalam suatu dokumen, jang dapat dibandingkan dengan Program Kabinet diwaktu sekarang.  Untuk melaksanakan Program Kabinet tersebut selama 5 tahun berturut-turut, Madjelis Permusjawaratan Rakjat kemudian memilih seorang Presiden, jang berwenang mengangkat sendiri Menteri-menteri sebagai pembantu-pembantunja.

 Presiden dengan bantuan para Menteri selandjutnja membuat tiap tahun suatu rantjangan anggaran pendapatan dan belandja guna melaksanakan Program Kabinet tersebut, dan menjampaikan rantjangan anggaran itu untuk disetudjui kepada Dewan Perwakilan Rakjat, jang mempunjai hak budget berdasar pasal 23 Undang-undang Dasar 1945, dan jang pada hakekatnja merupakan penilaian terhadap kebidjaksanaan Pemerintah.

 Dalam menentukan Program Kabinet termaksud Madjelis Permusjawaratan Rakjat mengatur sekaligus pertanggungan-djawab Presiden dengan Menteri-menteri Negara sebagai pembantunja, jang diberi tugas melaksanakan Program Kabinet itu, terhadap Madjelis Permusjawaratan Rakjat; dengan demikian maka pertanggungan-djawab Presiden tersebut tidak diatur oleh Presiden sendiri, begitu pula kekuasaan Negara tidak berada ditangan Presiden sendiri, seperti digambarkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Yap Thiam Hien dan Saudara Djamaluddin Datuk Singo Mangkuto.

 Pendjelasan ini ditudjukan pula kepada Anggota jang terhormat Saudara M. Tahir Abubakar.

 Saudara Ketua,

 Anggota jang terhormat Saudara Prawoto Mangkusasmito mengemukakan bahwa Undang-undang Dasar 1945 dalam kemurniannja hanja berlaku sebelum dikeluarkannja Maklumat Wakil Presiden tertanggal 16 Oktober 1945 No. X, jang kemudian disusul dengan Maklumat Pemerintah tertanggal 14 Nopember 1945, jang mengharuskan Menteri-menteri bertanggung-djawab kepada Badan Pekerdja Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai Dewan Perwakilan Rakjat Sementara.

 Dengan berlakunja sistem itu, jang pada hakekatnja bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945, maka mulailah keadaan politik jang tidak stabil di Negara dan Masjarakat kita, jang dibuktikan pula dengan silih-bergantinja Pemerintah setjara tjepat.

 Sistem jang demikian itu kemudian dipertahankan setjara konstitusionil dalam Undang-undang Dasar Sementara jang berlaku sampai sekarang.

 Maka dari pada itu uraian Anggota jang terhormat Saudara Prawoto Mangkusasmito itu sebenarnja memperkuat alasan Pemerintah jang mengandjurkan agar kita kembali melaksanakan sistem jang kita anut sedjak 17 Agustus 1945, jaitu membentuk Pemerintah berdasarkan Konstitusi Proklamasi.

 Berhubung dengan uraian Anggota jang terhormat antara lain Saudara Roestamadji dari fraksi „Partai Rakjat Indonesia” ditegaskan, bahwa dengan istilah „Pemerintah” menurut Undang-undang Dasar 1945 dimaksudkan Presiden beserta para Menteri Negara.

 Saudara Ketua,

 5. Mengenai pokok fikiran jang kelima, jaitu bahwa: „Unsur golongan fungsionil dapat dimasukkan dalam Dewan Perwakilan Rakjat, Dewan Pertimbangan Agung dan Madjelis Permusjawaratan Rakjat, dimana spesifik disebut utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan (jaitu golongan fungsionil)”, telah berbitjara antara lain Anggota-anggota jang terhormat Saudara B. Mang Reng Say, Saudara Siauw Giok Tjhan dan Saudara Sunarjo Umar Sidik.

 Saudara Ketua,

 Berhubung dengan uraian Anggota jang terhormat Saudara B. Mang Reng Say mengenai tidak adanja ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 tentang dimasukkannja golongan fungsionil dalam Dewan Perwakilan Rakjat, dapat dikemukakan, bahwa karena Dewan Perwakilan Rakjat mengingat pasal 2 Konstitusi Proklamasi dapat dipandang sebagai „bagian ” dari pada Madjelis Permusjawaratan Rakjat, maka susunan Dewan Perwakilan Rakjat jang dibentuk dengan Undang-undang, menurut pendapat Pemerintah harus diselaraskan dengan susunan Madjelis Permusjawaratan Rakjat, dalam mana duduk pula utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, jaitu golongan fungsionil.  Dengan adanja keselarasan jang demikian itu, maka tidak dapat timbul kedjadian seperti diumpamakan oleh Anggota jang terhormat Saudara Siauw Giok Tjhan, ialah bahwa para Anggota Madjelis Permusjawaratan Rakjat, jang tidak merangkap mendjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakjat, pada suatu waktu akan tidak berarti dalam musjawarah-musjawarah Madjelis Permusjawaratan Rakjat.

 Adapun untuk Dewan Pertimbangan Agung menurut pendapat Pemerintah harus ditetapkan suatu susunan jang konkordan dengan susunan Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat, sehingga dengan adanja keselarasan susunan dalam ketiga badan tersebut roda pemerintahan, chususnja pelaksanaan pembangunan semesta, dapat berdjalan lantjar.

 Dalam memilih tjalon-tjalon Anggota Madjelis Permusjawaratan Rakjat, Dewan Perwakilan Rakjat dan Dewan Pertimbangan Agung tersebut Pemerintah menjetudjui saran Anggota jang terhormat Saudara Sunarjo Umar Sidik untuk memperhatikan sjarat-sjarat ketjakapan, kedjudjuran dan pengertian sebenarnja akan tudjuan kita mentjapai masjarakat adil dan makmur.

 Saudara Ketua,

 6. Pokok fikiran jang ke-enam , jaitu bahwa „parallel dengan demokrasi terpimpin, maka kebidjaksanaan ekonomi terpimpin didasarkan pasal 33, asal tjukup didjelaskan nanti oleh perumusan perumusan Dewan Perantjang Nasional”, telah ditindjau antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Madomiharna, Saudara Kho Kwat Oen, Saudara I.R. Lobo, Saudara Soedijono Djojoprajitno, Saudara Siauw Giok Tjhan, Saudara Dahlan Lukman dan Saudara Njoto.

 Saudara Ketua,

 Dalam Amanat Presiden telah dimuat pengakuan Pemerintah bahwa dari ketentuan -ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 dan pasal 38 Undang-undang Dasar Sementara, jang: ditanjakan oleh Anggota jang terhormat Saudara Madomiharna, sampai sekarang memang belum banjak jang direalisir; tindakan tindakan Pemerintah dalam hal ini, jang lebih bersifat exekutif, sebaiknja dibitjarakan nanti dalam Dewan Perwakilan Rakjat.  Keterangan ini ditudjukan pula kepada Anggota-anggota jang terhormat Saudara Kho Kwat Oen dan Saudara I.R. Lobo.

 Pembitjaraan mengenai Maklumat Politik Pemerintah tertanggal 1 Nopember 1945, jang disinggung oleh Anggota jang terhormat Saudara Soedijono Djojoprajitno sejogyanja dilakukan nanti di Dewan Perwakilan Rakjat dalam membitjarakan pola pembangunan semesta jang dirantjangkan oleh Dewan Perantjang Nasional.

 Dalam pada itu tentu akan dibitjarakan pula usaha-usaha untuk memadjukan pelaksanaan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 kearah terlaksananja kestabilan dibidang ekonomi, perlindungan golongan jang lemah dan pembatasan golongan jang kuat, serta lain-lain hal untuk mentjapai masjarakat adil dan makmur, satu dan lain sebagai diharapkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Siauw Giok Tjhan dan ditanjakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara Anwar Sutan Amiruddin dan Saudara Hendro budi.

 Adapun hasil karya Dewan Perantjang Nasional, sesudah disetudjui oleh Pemerintah, akan disampaikan dalam bentuk Rantjangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakjat, sehingga setiap anggota atau golongan setjara demokratis dapat mengeluarkan pendapatnja masing-masing mengenai pola pembangunan itu, sekalipun berlainan dengan pendapat penguasa, sebagaimana ditanjakan oleh Anggota jang terhormat Saudara Dahlan Lukman.

 Sesuai dengan harapan Anggota jang terhormat Saudara Njoto Pemerintah dalam menjusun Dewan Perantjang Nasional memang berusaha agar Anggota-anggotanja memenuhi sjarat-sjarat jang ditetapkan dalam Undang-undang tentang Dewan Perantjang Nasional, dan benar-benar menjetudjui tertjiptanja masjarakat jang adil dan makmur, mempunjai keahlian dan ketjakapan, berdjiwa patriotik dan tidak tjatjad selama Revolusi Kemerdekaan, serta mendapat dukungan luas dari massa atau dari sesuatu golongan karya.

 Saudara Ketua,

 7. Mengenai pokok fikiran jang ketudjuh, jaitu bahwa: „sistim merobah dan menjempurnakan Undang-undang Dasar dalam Undang undang Dasar 1945 lebih flexibel dan dapat dilakukan setiap waktu amat terasa keperluannja oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat dengan suara 2/3”, hanja mengadakan pemandangan Anggota jang terhormat Saudara Soedjatmoko jang menjambutnja dengan baik.

 Tak perlu kiranja Pemerintah disini mengadakan perbandingan antara pasal 37 Undang-undang Dasar 1945 dan pasal 140 Undang-undang Dasar Sementara.

 Saudara Ketua,

 8. Mengenai pokok fikiran jang ke-delapan, jaitu bahwa: „Undang-undang Dasar 1945 ini dipertahankan sebagai keseluruhan”, telah berbitjara antara lain Anggota-anggota jang terhormat Saudara M. Ng. Moh . Hamzah, Saudara K.H.M Sjukri, Saudara A. Sjafiuddin, Saudara Prawoto Mangkusasmito, Saudara V.B. da Costa, Saudara Sarino Mangunpranoto, Saudara B. Mang Reng Say, Saudara M. Tahir Abubakar, Njonja Soenarjo Mangoenpoes pito, Saudara Baheramsjah Sutan Indra, Saudara Yap Thiam Hien, Saudara I.J. Kasimo dan Saudara Soedarisman Poerwokoesoemo.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah perlu menegaskan pertama-tama bahwa dalam menetapkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai Undang-undang Dasar Republik Indonesia Pemerintah berpegang pada naskah, jang dimuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 tanggal 14 Pebruari 1946, jang harus dipandang sebagai pemberitaan resmi oleh Pemerintah.

 Dengan demikian maka tak perlulah kiranja timbul keragu-raguan mengenai kata-kata „préambule” dan „Allah” sebagaimana diadjukan oleh Anggota jang terhormat Saudara B. Mang Reng Say.

 Selandjutnja Pemerintah hendak menjampaikan terima kasih kepada Anggota jang terhormat Saudara Soekarni Kartodiwirjo dari fraksi „Partai Murba” jang telah memberikan sumbangan jang berharga dengan mendjelaskan hal-hal disekitar pembentukan Undang-undang Dasar 1945.  Saudara Ketua,

 Dalam Amanat Presiden telah ditegaskan bahwa „dengan mengadakan perubahan, penambahan atau penjempurnaan pada Undang-undang Dasar 1945, jang terdiri dari Pembukaan, 37 pasal, 4 aturan peralihan, 2 ațuran tambahan beserta pendjelasannja, maka akan lenjaplah sifat keasliannja atau kesedjahteraannja, sifat orisinilnja atau historisnja, sehingga kita sebenarnja bukan kembali kepada Undang-undang Dasar 1945, melainkan menetapkan sebuah Undang-undang Dasar baru, jang dapat dinamakan misalnja Undang-undang Dasar 1959”.

 Dengan menerima Undang-undang Dasar 1945 dalam keseluruhannja, dan dengan ditanda-tangani Piagam Bandung, jang rantjangannja telah disampaikan oleh Pemerintah untuk dimusjawarahkan dalam sidang Konstituante jang terhormat ini, maka menurut pendapat Pemerintah sudah diperoleh suatu landasan jang kuat untuk bekerdja sampai terbentuknja Madjelis Permusjawaratan Rakjat nanti.

 Ketentuan dalam Piagam Bandung mengenai hasil-hasil karya Konstituante menundjukkan penghargaan terhadap bagian jang positif dan kreatif Konstituante dalam usaha penjempurnaan Undang-undang Dasar 1945, sebagaimana disinggung oleh Anggota jang terhormat Saudara B. Mang Reng Say.

 Dengan demikian diachiri dalam waktu jang singkat tugas bersama Konstituante jang terhormat ini dan Pemerintah sekarang untuk menetapkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia.

 Madjelis Permusjawaratan Rakjat kemudian hendaknja mengusahakan penjesuaian Undang-undang Dasar 1945 dengan kemadjuan zaman.

 Dalam pada itu hendaklah Madjelis Permusjawaratan Rakjat tetap bertindak sesuai dengan djiwa dan semangat Undang-undang Dasar 1945.

 Anggota jang terhormat Saudara K. H. M. Sjukri menanjakan apakah tidak sejogyanja dalam sidang Konstituante ini disetudjui penghapusan pasal-pasal dalam Undang-undang Dasar 1945 jang tidak sesuai lagi dengan zaman dan keadaan sekarang, seperti misalnja pasal I dari Aturan Peralihan dan pasal 1 dari Aturan Tambahan.

 Pemerintah berpendapat bahwa dengan mempertahankan Undang-undang Dasar 1945 dalam keseluruhannja itu berarti menerima dengan tidak ada perobahan, tambahan atau penjempurnaan:
a. Pembukaan,
b. 37 pasal,
c. 4 pasal aturan Peralihan, dan
d. 2 pasal Aturan Tambahan.

 Hal-hal jang dalam Aturan-aturan Peralihan dan Tambahan tidak sesuai lagi dengan keadaan zaman, disesuaikan dengan pasal-pasal peralihan baru, jang dimuat dalam Piagam Bandung, hal mana tentu harus mendapat persetudjuan dari sidang Konstituante jang terhormat ini menurut pasal 137 Undang-undang Dasar Sementara.

 Selandjutnja dengan membiarkan adanja Aturan Peralihan dan Tambahan tersebut praktis tidak akan didjumpai kesulitan-kesulitan karena:

Pertama: sekarang tidak perlu diatur dan diselenggarakan lagi pemindahan pemerintahan dari suatu pemerintah asing atau kolonial kepada Pemerintah Indonesia;

Kedua: berhubung dengan itu sekarang tidak perlu lagi dibentuk suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan;

Ketiga: masa 6 bulan sesudah achirnja peperangan Asia Timur Raya sekarang sudah djauh dilampaui; dan

Keempat: kepindahan pemerintahan dari Pemerintah Indonesia jang dibentuk berdasarkan Undang-undang Dasar Sementara kepada Pemerintah Indonesia jang dibentuk berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dapat diatur dan diselenggarakan oleh Presiden Soekarno, jang tetap memegang djabatan Kepala Negara berdasarkan pasal II Aturan Peralihan.

 Dengan membiarkan adanja kedua pasal tersebut kita mendjaga kebulatan dan mempertahankan keseluruhan Undang-undang Dasar 1945, jang menurut istilah Presiden Soekarno „kita luhurkan, kita agungkan, kita hormati, kita taati dan kita keramatkan itu”.  Adapun penjesuaian Undang-undang Dasar 1945 itu dengan kemadjuan zaman dapatlah nanti dilakukan oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat, jang menurut Konstitusi Proklamasi itu sendiri adalah satu-satunja Badan jang berwenang menetapkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia.

 Dalam usaha itu Madjelis Permusjawaratan Rakjat menggunakan hasil-hasil karya Konstituante jang terhormat ini.

 Mengenai keputusan sidang pleno Konstituante tentang wilajah Negara, bentuk pemerintahan, bahasa, bendera, lagu kebangsaan dan ibukota Negara Pemerintah berpendapat bahwa keputusan keputusan tersebut dapat ditjantumkan dalam Piagam Bandung dengan mempunjai kekuatan mengikat.

 Adapun putusan-putusan sidang pleno Konstituante tentang hak-hak azasi manusia dan hak-hak serta kewadjiban-kewadjiban warganegara dan lain-lain jang telah diputuskan, begitu pula putusan-putusan Panitia Persiapan Konstitusi akan disampaikan kepada Presiden untuk diteruskan nanti kepada Madjelis Permusjawaratan Rakjat.

 Pemerintah tidak dapat menerima andjuran Anggota-anggota jang terhormat Saudara Njonja Sunarjo Mangunpuspito dari fraksi „Masjumi", Saudara Baheramsjah Sutan Indra dari fraksi „Partai Buruh” dan Saudara Yap Thiam Hien, untuk mendjadikan Undang-undang Dasar 1945 sebagai bahan tambahan belaka bagi Konstituante untuk menetapkan Undang-undang Dasar baru Republik Indonesia.

 Selandjutnja perlu ditandaskan bahwa adalah tidak benar hal jang dikemukakan oleh Anggota jang terhormat Saudara A. Sjafiuddin, dan jang dichawatirkan oleh Anggota jang terhormat Saudara M. Tahir Abubakar, bahwa „golongan Pantjasila” melalui Presiden dan Pemerintah hendak memforsir keinginannja kepada „blok Islam".

„Pemerintah tidak dapat mengikuti perasaan Anggota jang terhormat Saudara V. B. da Costa, jang memandang Undang-undang Dasar 1945 tidak sebagai „dokumen historis”, melainkan sebagai „historisch panopticum” atau „historische bezienswaardigheid” jang sudah usang.  Mudah-mudahan pendjelasan Pemerintah dibagian-bagian lain dapat menginsjafkan Anggota jang terhormat tersebut akan tidak benarnja pendiriannja, jang agak berlainan rasanja dengan pendirian fraksi „Partai Katholik” jang menerima baik andjuran Pemerintah, sebagaimana telah dinjatakan atas nama fraksi tersebut oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara I. J. Kasimo dan Saudara B. Mang Reng Say.

 Memang tepat apa jang dikatakan oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Sarino Mangunpranoto dan Saudara Soedarisman Poerwokoesoemo, bahwa sekalipun menjadari akan sambutan baik dari Rakjat dan Angkatan Bersendjata terhadap andjuran kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 itu, Presiden dan Pemerintah tetap mendjundjung tinggi prinsip demokrasi jang dipimpin oleh hikmah kebidjaksanaan musjawarah dan ketentuan ketentuan konstitusionil jang berlaku sekarang.

 Saudara Ketua,

 9. Mengenai pokok fikiran jang kesembilan, jaitu bahwa: „untuk mendekati hasrat golongan-golongan Islam, berhubung dengan penjelesaian dan pemeliharaan keamanan, diakui adanja Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945, jang ditandatangani oleh 9 tokoh nasional", telah berbitjara antara lain Anggota-anggota jang terhormat Saudara K.H.M. Sjukri, Saudara H. Saifuddin Zuhri, Saudara Kuasini Sabil, Saudara J.T.C. Simorangkir, Saudara I. J. Kasimo dan Saudara Kahar Muzakkir.

 Saudara Ketua,

 Terhadap Anggota jang terhormat Saudara K. H. M. Sjukri, Saudara Saifuddin Zuhri dan Saudara Kuasini Sabil, dikemukakan, bahwa didalam Amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 telah didjelaskan makna dari pada pengakuan adanja Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945, jang sebagai dokumen historis” besar artinja bagi perdjuangan Bangsa Indonesia dan sebagai bahan untuk menjusun Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, jang mendjadi bagian daripada Konstitusi Proklamasi.

 Sekalipun pengakuan adanja Piagam Djakarta itu tidak berarti bahwa „dokumen historis" tersebut berlaku langsung, namun seperti telah ditegaskan, istilah tadi berisi pengakuan bahwa Piagam Djakarta mendjiwai Undang-undang Dasar 1945, chususnja terhadap Pembukaannja dan pasal 29, pasal mana selandjutnja harus mendjadi dasar bagi kehidupan hukum dibidang keagamaan.

 Keterangan ini ditudjukan djuga kepada Anggota-anggota jang terhormat Saudara J. T. C. Simorangkir dan Saudara I. J. Kasimo.

 Mengenai „pokok kaidah azas-azas negara” jang dipersoalkan oleh Anggota jang terhormat Saudara H. Zainul Arifin dari fraksi „Nahdlatul Ulama” Pemerintah berpendapat, bahwa „Staatsfundamentalnorm” itu sudah termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

 Hubungan antara Piagam Djakarta dengan Undang-undang Dasar 1945 telah tjukup rasanja didjelaskan dalam keterangan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakjat tertanggal 25 Maret 1959, antara lain atas pertanjaan Anggota jang terhormat Saudara Achmad Sjaichu, jang seperti diketahui telah disampaikan djuga kepada Konstituante.

 Selandjutnja Pemerintah menganggap perlu untuk menjatakan bahwa mengingat kenjataan sebagian terbesar rakjat Indonesia memeluk agama Islam dan mengingat pula prosedur demokratis, jaitu pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakjat dalam Dewan Perwakilan Rakjat dan Madjelis Permusjawaratan Rakjat nanti, Pemerintah jakin, bahwa kedua Badan perwakilan tersebut tadi tidak akan menerima atau menentukan keputusan, Undang-undang atau peraturan pemerintah lain, jang bertentangan dengan hukum sjari'ah Islam, dengan tidak mengurangi ketetapan jang termaktub dalam pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 bagi pemeluk-pemeluk agama lain.

 Selain dari pada itu baiklah kita bersama menginsjafi, bahwa permusjawaratan dalam Dewan Perwakilan Rakjat dan Madjelis Permusjawaratan Rakjat menurut Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dipimpin oleh „hikmah kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan”.

 Mengenai pengakuan adanja Piagam Djakarta Pemerintah menjatakan kesediaannja untuk tidak mempergunakan lagi alasan jang tersebut dalam bagian kalimat „untuk mendekati hasrat golongangolongan Islam berhubung dengan penjelesaian dan pemeliharaan keamanan”.

 Saudara Ketua,

 10. Mengenai pokok fikiran jang ke-sepuluh, jaitu bahwa: „perobahan, tambahan dan penjempurnaan Undang-undang Dasar 1945 dapat dilaksanakan dengan melalui djalan pasal 37 Undang-undang Dasar 1945, jaitu oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat", telah mengadakan pemandangan antara lain Anggota jang terhormat Saudara Ido Garnida.

 Pemerintah pertjaja bahwa segera setelah Madjelis Permusjawaratan Rakjat terbentuk, akan dilakukan usaha penjempurnaan Undang-undang Dasar 1945, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 37, sebagaimana diharapkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Ido Garnida.

 Pemerintah djuga jakin bahwa Pemerintah jang dibentuk berdasarkan Undang -undang Dasar 1945 nanti, akan memberikan bantuannja setjara progressif dan aktif kepada Madjelis Permusjawaratan Rakjat dalam menunaikan tugasnja tersebut.


BAB II: TENTANG PROSEDUR KEMBALI

KEPADA UNDANG-UNDANG DA-

SAR 1945.

 Saudara Ketua,

 Sekarang saja meneruskan pembitjaraan mengenai Bab II, jang terdiri dari 7 pokok fikiran.

 1. Mengenai pokok fikiran jang pertama, jaitu bahwa „setelah terdapat kata sepakat antara Presiden dan Dewan Menteri maka Pemerintah minta supaja diadakan sidang pleno Konstituante”.

 2. Begitu pula mengenai pokok fikiran jang kedua, jaitu bahwa „atas nama Pemerintah disampaikan oleh Presiden amanat berdasarkan pasal 134 Undang-undang Dasar Sementara kepada Konstituante jang berisi andjuran supaja Undang-undang Dasar 1945 ditetapkan”, diadakan pemandangan umum antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara Djamaluddin Datuk Singo Mangkuto.  Atas pertanjaan pembitjara jang terhormat tersebut tentang tjara menjampaikan andjuran Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 kepada Konstituante, Pemerintah menerangkan, bahwa andjuran tersebut dipandang demikian pentingnja, sehingga Pemerintah mempersilahkan Presiden menjampaikannja sendiri setjara lisan dalam bentuk amanat, seperti djuga halnja dengan Amanat Presiden pada tanggal 10 Nopember 1956.

 3. Mengenai pokok fikiran jang ketiga, jaitu bahwa „djika andjuran Pemerintah itu diterima oleh Konstituante, maka Pemerintah atas dasar pasal 137 Undang-undang Dasar Sementara mengumumkan Undang-undang Dasar itu dengan keluhuran, jang dilakukan dengan suatu Piagam, jang ditandatangani dalam suatu sidang pleno Konstituante di Bandung oleh Presiden, para Menteri dan para Anggota Konstituante”, telah diadakan pemandangan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara S. M. Abidin, Saudara M. Ng. Moh. Hamzah, Saudara Baheramsjah Sutan Indra, Saudara Anwar Sutan Amiruddin, Saudara Prawoto Mangkusasmito, Saudara Dahlan Lukman, Saudara Njoto, Saudara Astrawinata, Saudara Soedijono Djojoprajitno, Saudara Siauw Giok Tjhan, Saudara Wikana, Saudara Sarino Mangoenpranoto, Saudara Soedarisman Poerwokoesoemo, Saudara H, Zainul Arifin, Saudara Madomiharna, Saudara Moh. Djazuli Kartawinata, Saudara Tahir Abubakar dan Saudara Sahamad Soedjono.

 Saudara Ketua,

 Anggota jang terhormat Saudara S. M. Abidin dapat menerima andjuran Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 dengan mengemukakan sebagai salah satu sjarat, supaja Piagam Bandung nanti ditandatangani djuga oleh tokoh-tokoh nasional penandatangan Proklamasi Kemerdekaan dan tokoh-tokoh perdjoangan kemerdekaan, dan supaja sebelum Piagam itu ditandatangani Drs H. Moh. Hatta telah harus mendjadi Wakil Presiden kembali dan Kabinet Karya telah harus diperkuat dengan sebanjak mungkin tokoh-tokoh perdjoangan kemerdekaan.

 Maksud Pemerintah mengandjurkan agar Piagam Bandung nanti tjukup ditandatangani oleh Presiden, para Menteri dan para Anggota Konstituante ialah karena menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 134 dan 137 Undang-undang Dasar Sementara 3 Alat Perlengkapan Negara itulah jang berwenang dalam penetapan, pengesahan dan pengumuman Undang-undang Dasar Republik Indonesia.

 Mengenai kembalinja Drs H. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden djauh sebelum Piagam Bandung dipersoalkan seperti telah diketahui oleh umum telah diusahakan berkali-kali oleh Pemerintah dan pula oleh Dewan Perwakilan Rakjat semendjak beliau menjatakan niatnja untuk mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden.

 Keterangan ini ditudjukan djuga kepada Anggota jang terhormat Saudara M. Ng. Moh. Hamzah dan Saudara Baheramsjah Sutan Indra dari fraksi „Partai Buruh” dan Saudara Anwar Sutan Amiruddin, jang menjarankan kembalinja Drs H. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden sesudah kita kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

 Kepada Anggota-anggota jang terhormat Saudara Prawoto Mangkusasmito dan Saudara Dahlan Lukman, jang disamping itu menjarankan djuga pembentukan suatu kabinet presidentil dibawah pimpinan Soekarno-Hatta, Pemerintah menjatakan bahwa pembentukan Kabinet Presidentil tidak mungkin menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar Sementara jang berlaku sekarang, jang hanja mengenal Kabinet Parlementer.

 Usaha untuk memperkuat Kabinet Karya sekarang dengan sebanjak mungkin tokoh-tokoh perdjoangan nasional, sebagaimana diusulkan oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara S.M. Abidin dan Saudara Baheramsjah Sutan Indra, menurut pendapat Pemerintah kurang perlu, mengingat bahwa Kabinet Karya akan diganti dengan suatu Pemerintah berdasarkan Undang-undang Dasar 1945, jang diharapkan terlaksana segera setelah Piagam Bandung ditanda-tangani.

 Mengenai komposisi Panitia Negara, jang dimaksud dalam Piagam Bandung, dan jang disinggung-singgung oleh Anggota jang terhormat Saudara Njoto dan Saudara Soedijono Djojoprajitno, Pemerintah berharapan agar ia tersusun dari orang-orang, jang disamping keahlian dan ketjakapannja, berdjiwa patriotik, mempunjai sedjarah jang tidak tjatjad selama Revolusi Kemerdekaan kita dan mentjerminkan aliran-aliran demokratis jang hidup didalam masjarakat.

 Pembentukannja tjukup diatur dengan Peraturan Pemerintah, tidak dengan Undang-undang seperti disarankan oleh pembitjara jang terhormat Saudara Njoto, karena hasil pekerdjaan Panitia Negara tersebut, jaitu antara lain hasil penjesuaian pelbagai Undang-undang dan lain-lain peraturan Negara dengan Undang-undang Dasar 1945 sebagaimana dikemukakan oleh Anggota jang terhormat Saudara Wikana, akan disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakjat dalam bentuk pelbagai Rantjangan Undang-undang dan sebagainja.

 Mengenai djangka waktu bekerdja, jang menurut saran Anggota jang terhormat Saudara Siauw Giok Tjhan sejogyanja ditentukan dan dibatasi, menurut hemat Pemerintah sebaiknja ditetapkan nanti oleh Pemerintah jang akan datang dengan mengingat beban jang dipertjajakan kepada Panitia Negara tersebut.

 Pemerintah jakin bahwa usaha untuk menjempurnakan aparatur Negara dan untuk membersihkannja dari anasir-anasir penjeleweng, korup dan birokratis, jang dilakukan selama ini, akan dilandjutkan oleh Pemerintah jang akan datang, sesuai dengan ketentuan-ketentuan serta djiwa dan semangat Undang-undang Dasar 1945.

 Selandjutnja Pemerintah berharapan agar hasil-hasil Konstituante — selain dipergunakan sebagai bahan dalam usaha menjempurnakan Undang-undang Dasar 1945 nanti dipakai pula sebagai bahan dalam menjusun pelbagai Undang-undang dan peraturan lain, jang harus didjadikan pedoman dalam menjelenggarakan kebidjaksanaan pemerintahan oleh segenap alat kekuasaan Negara, maupun untuk mendjamin hak-hak demokratis rakjat, halmana dikehendaki pula oleh Anggota jang terhormat Saudara Njoto.

 Pemerintah tetap pada pendiriannja semula dan tidak dapat menjetudjui saran Anggota jang terhormat Saudara M. Ng. Moh. Hamzah untuk menggunakan hasil-hasil Konstituante itu sekarang sebagai amandemen atas pasal-pasal dalam Undang-undang Dasar 1945 tanpa mengurangi djiwa dan semangatnja, demikianlah untuk mentjegah pembitjaraan mengenai Amanat Presiden dan andjuran tah itu berlangsung berlarut-larut, jang pasti tidak bermanfaat bagi Negara dan Masjarakat Indonesia.

 Sekalipun demikian Pemerintah tetap menghargai Konstituante dan djustru karena itulah Pemerintah menjarankan agar didalam Piagam Bandung nanti — jang dimasa depan tentu akan mendjadi dimuat djaminan untuk menggunakan „dokumen historis” pula — hasil-hasil karyanja.

 Saudara Ketua,

 Dalam merantjangkan naskah Piagam Bandung Pemerintah memang berpegang pada pasal 134 dan pasal 137 Undang-undang Dasar Sementara, sebagaimana diharapkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Astrawinata.

 Sekalipun demikian Pemerintah bersedia memusjawarahkan bersama-sama dalam sidang Konstituante jang terhormat ini usaha untuk menjempurnakan naskah Piagam Bandung tersebut, jang demikian besar artinja dalam sedjarah Bangsa Indonesia selandjutnja, sebagaimana diandjurkan antara lain oleh Anggota-anggota jangterhormat Saudara Sarino Mangoenpranoto dan Saudara Soedarisman Poerwokoesoemo.

 Menurut pendapat Pemerintah maka makna daripada „Piagam Bandung” itu ialah suatu dokumen jang memuat pernjataan tertulis mengenai telah dilakukannja lima tindakan hukum konstitusionil, jaitu:

Pertama: diterimanja Undang-undang Dasar 1945 sebagai Undang-undang Dasar Republik Indonesia oleh Konstituante;

kedua: dikirimkannja naskah Undang-undang Dasar Republik Indonesia tersebut oleh Konstituante kepada Presiden,

ketiga: pengesahan naskah Undang-undang Dasar Republik Indonesia tersebut oleh Pemerintah dengan segera;

keempat : pengumuman Undang-undang Dasar Republik Indonesia tersebut oleh Pemerintah dengan keluhuran;

kelima : berlakunja Undang-undang Dasar Republik Indonesia, jang telah ditetapkan oleh Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah bagi segenap Bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. Saudara Ketua ,

Untuk memenuhi permintaan beberapa fraksi dan Anggota jang terhormat, diantaranja Saudara H. Zainul Arifin , Saudara Astrawi. nata, Saudara Madomiharna, Saudara Moh. Djazuli Kartawinata, Saudara M. Tahir Abubakar dan Saudara Sahamad Soedjono, maka Pemerintah menjampaikan dengan konkrit suatu rantjangan baru dari „ Piagam Bandung” jang berbunji sebagai berikut :


P I A G A M

TENTANG

PENETAPAN, PENGESAHAN DAN PENGUMUMAN

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

SEBAGAI

UNDANG -UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA


DENGAN NAMA TUHAN JANG MAHA ESA

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN

KONSTITUANTE REPUBLIK INDONESIA :

dalam sidang pada hari........... tanggal ..........1959 untuk upatjara keluhuran di Gedung Konstituante di Bandung

MENJATAKAN DENGAN CHIDMAT :


Bahwa kami Presiden Republik Indonesia dalam pembukaan sidang pleno Konstituante pada tanggal 22 April 1959 telah memberikan Amanat jang berkepala „ Res Publica, sekali lagi Res Publica ”, dan jang berisi andjuran Pemerintah untuk „Kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 ” ;


Bahwa kami Konstituante telah memusjawarahkan Amanat Presiden tersebut bersama-sama dengan Pemerintah selama masa sidang pleno Konstituante dari tanggal 22 April 1959 sampai dengan tanggal ...............1959 ;


Bahwa untuk mendjundjung tinggi keluhuran Proklamasi Kemerdekaan Indonesia , demi persatuan Bangsa Indonesia , untuk memperkokoh seluruh potensi nasional dan untuk menjelesaikan Revolusi

251

Nasional kita pada tingkatan sekarang Undang -undang Dasar 1945

merupakan landasan jang kuat dan kokoh ;


Bahwa kami megakui adanja „Piagam Djakarta” tertanggal 22 Djuni 1945, sebagai dokumen historis jang mendjiwai penjusunan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 jang mendjadi bagian dari pada Konstitusi Proklamasi dan jang berbunji sebagai berikut :


Naskah Piagam Djakarta kemudian dimuat disini seluruhnja.

Bahwa kami Konstituante dengan memperhatikan ketentuan ketentuan dalam pasal 134 dan pasal 137 Undang -undang Dasar Sementara telah memutuskan :


Pertama : Menerima Undang-undang Dasar 1945 dalam keseluruhannja sebagai Undang-undang Dasar Republik Indonesia.

Kedua : Menetapkan Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan Undang-undang Dasar 1945 sesuai dengan keadaan sekarang dibatja sebagai berikut :

1. Segala badan negara dan peraturan jang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan jang baru menurut Undang-undang Dasar ;

2. Presiden Republik Indonesia mengatur dan menjelenggarakan

kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah Republik Indonesia, jang dibentuk selekas-lekasnja menurut Undang-undang Dasar ;

3. Sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat, Dewan Perwakilan Rakjat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-undang Dasar, kekuasaan didjalankan oleh Presiden dengan bantuan Menteri-menteri, jang diangkat selekas-lekasnja menurut Undang-undang Dasar, beserta Dewan Perwakilan Rakjat jang ada pada waktu ini, dengan memperhatikan ketentuan.-ketentuan dalam Undang-undang Dasar mengenai Dewan Perwakilan Rakjat ;

4. Pemerintah segera membentuk suatu Panitia Negara untuk menindjau segala peraturan-peraturan hukum jang berlaku sekarang dan badan -badan kenegaraan jang ada sampai sekarang guna disesuaikan dengan Undang-undang Dasar.

252 Ketiga : Menetapkan putusan-putusan sidang pleno Konstituante tersebut dibawah ini sebagai pasal-pasal untuk menjempurnakan naskah Undang-undang Dasar 1945 termaksud pada „Pertama” diatas:

  1. Wilajah Negara Indonesia sesuai dengan jang dimaksudkan pada waktu proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 meliputi seluruh bekas wilajah Hindia Belanda menurutkeadaan pada saat petjahnja perang Pacific tanggal 7 Desember 1941 .
  2. Bentuk Pemerintah adalah Republik.
  3. ajat (1)   Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
       (Pendjelasan: Jang dimaksud dengan Bahasa Negara ialah bahasa resmi Bahasa Kebangsaan Bangsa Indonesia).
    ajat (2) Pemakaian, pemeliharaan dan perkembangan Bahasa Daerah diatur dengan Undang -undang atau atas kuasa Undang-undang.
  4. ajat (1) Bendera Negara Republik Indonesia ialah Bendera Kebangsaan Merah Putih.
    ajat (2) Ukuran dan pemakaiannja diatur dengan Undang-undang.
  5. ajat (1) Lagu Kebangsaan ialah Lagu Indonesia Raya.
    ajat (2) Pemakaiannja diatur dengan Undang -undang.
  6. ajat (1) Pemerintah Republik Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara.
    ajat (2) Kedudukan Ibu Kota Negara diatur dengan Undang-undang.

Keempat : Menetapkan menjerahkan segala putusan sidang pleno Konstituante lainnja dan segala putusan Panitia Persiapan Konstitusi jang telah tertjapai sampai sekarang, sebagaimana dilam pirkan pada Piagam ini, kepada Presiden untuk disampaikan kepada Madjelis Permusjawaratan Rakjat sebagai bahan dalam usaha menjempurnakan Undang-undang Dasar dimasa jang akan datang dan atau untuk dipergunakan oleh Pemerintah sebagai bahan dalam

253

usaha membentuk pelbagai Undang-undang (organik) bersama-samadengan Dewan Perwakilan Rakjat;

 Kelima : Menjampaikan putusan-putusan Konstituante tersebut pada „Pertama” sampai dengan „Keempat” diatas kepada Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah;

 Bahwa kami Pemerintah dengan ini mengesahkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia sesuai dengan putusan Konstituante tersebut diatas;

 Bahwa kami Pemerintah dengan ini mengumumkan dengan keluhuran Undang-undang Dasar Republik Indonesia jang berbunji sebagai berikut:

 Naskah Undang-undang Dasar 1945 kemudian dimuat disini seluruhnja, jaitu Pembukaan, 37 pasal, 4 Aturan Peralihan, 2 Aturan Tambahan dan Pendjelasannja.

 Bahwa dengan ini kami Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah telah menetapkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia untuk menggantikan Undang-undang Dasar Sementara:

 Maka dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa kami menjatakan, berlakulah terhitung mulai hari ............... tanggal ............... 1959 Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

 Piagam ini ditandatangani di Kota Bandung pada hari ............... tanggal ............... 1959 atas nama Bangsa Indonesia oleh Presiden, Perdana Menteri, para Wakil Perdana Menteri, para Menteri serta Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Konstituante.

 Demikianlah Saudara Ketua, bunji rantjangan baru dari Piagam Bandung jang disampaikan oleh Pemerintah kepada sidang Konstituante jang terhormat ini untuk dipertimbangkan.

 Saudara Ketua,

 4. Mengenai pokok fikiran jang ke-empat, jaitu bahwa „dengan ditetapkannja Undang-undang Dasar 1945 sebagai Undang-undang Dasar Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar tersebut, sehingga Kabinet Karya harus mengembalikan portefolion ja kepada Presiden, jang: mengangkat Menteri-menteri menurut pasal 17 Undang-undang Dasar 1945”, telah mengadakan pemandangan antara lain Anggota. anggota jang terhormat Saudara S. M. Abidin , Saudara Njoto, Saudara M. Ng. Moh. Hamzah, Saudara B. Mang Reng Say dan Saudara J. T. C. Simorangkir.

 Saudara Ketua,

 Anggota jang terhormat Saudara S. M. Abidin dapat menjetudjui andjuran Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 dengan mengemukakan sebagai salah satu sjarat, supaja di adakan suatu Senat.

 Pembentukan suatu Senat sebagaimana disarankan oleh Pembitjara jang terhormat tersebut pada pokoknja bertentangan dengan sistim monokameral jang dianut, baik dalam Undang-undang Dasar 1945, maupun dalam Undang-undang Dasar Sementara 1950, dan karena itu tidak terdapat suatu pasalpun dalam kedua Konstitusi tersebut jang dapat dipakai sebagai landasan untuk Badan itu.

 Menjetudjui kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 dengan menjarankan adanja suatu Senat mengandung unsur jang pada prinsipnja bertentangan.

 Keinginan menempatkan utusan-utusan dari daerah-daerah dipusat, jang dapat mengemukakan persoalan-persoalan daerah atau suku jang spesifik, dan jang dapat turut serta mengawasi Presiden dan lain-lain petugas Negara, dapat tertjapai dengan pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakjat seperti telah ditentukan dalam Undang-undang Dasar 1945.

 Keterangan Pemerintah ini ditudjukan pula kepada Anggota anggota jang terhormat Saudara J. Karoeboen dari daerah pemilihan Irian Barat dan Saudara Dahlan Lukman.

 Mengenai program, komposisi dan personalia Kabinet baru jang akan dibentuk nanti berdasarkan Undang-undang Dasar 1945, Pemerintah sekarang berharapan, agar kesemuanja mentjerminkan kehendak dan kepentingan Rakjat, sebagaimana diharapkan djuga oleh Anggota jang terhormat Saudara Njoto, dan programnja bersifat pula anti-kolonialisme dan anti-feodalisme, sehingga mendjadi dasar untuk meneruskan perdjoangan kita menentang pendjadjahan didunia pada umumnja dan disebagian Tanah Air kita pada chususnja, serta untuk meneruskan usaha kita mendemokratisir penghidupan dan kehidupan kita disegala lapangan kenegaraan dan kemasjarakatan, sesuai dengan sendi „kerakjatan" dalam Undang-undang Dasar 1945.

 Adapun mengenai „garis-garis besar haluan Negara” jang ditanjakan oleh Anggota jang terhormat Saudara B. Mang Reng Say, menurut Pemerintah harus ditetapkan oleh Presiden dengan bantuan para Menteri dan dalam garis-garis besarnja dimana perlu djuga dengan Dewan Perwakilan Rakjat, sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat terbentuk, demikianlah dengan mengingat ketentuan dalam Piagam Bandung.

 Istilah „Presiden dengan bantuan para Menteri”, jang disebut sebut oleh Anggota jang terhormat Saudara J. T. C. Simorangkir, menurut pendapat Pemerintah harus diartikan „Presiden setelah bermusjawarah dengan para Menteri, baik bersama-sama maupun dengan masing-masing jang bersangkutan”.

 Adapun hubungan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakjat dapat dilaksanakan oleh Presiden pribadi atau atas nama Kepala Negara oleh masing-masing Menteri.

 Anggota jang terhormat Saudara M. Ng. Moh. Hamzah mengusulkan untuk membentuk sebuah Panitia Negara atau Komite Nasional, jang terdiri dari Anggota-anggota Konstituante dan Dewan Perwakilan Rakjat, jang membantu pekerdjaan Presiden dimasa peralihan sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat terbentuk, sedang Kepala Negara bertanggung-djawab untuk kebidjaksanaan jang didjalankannja terhadap Panitia atau Komite tersebut.

 Pemerintah tidak dapat menemukan sesuatu pasal dalam Undang-undang Dasar 1945 jang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk memenuhi permintaan Pembitjara jang terhormat tersebut.

 Selain daripada itu diperingatkan, bahwa Presiden dengan bantuan para Menteri mendjalankan kebidjaksanaan pemerintahan Negara dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat, baik jang ada sekarang maupun jang akan dibentuk nanti. Menurut ketentuan dalam pasal 2 ajat (1) Undang-undang Dasar 1945 maka Dewan Perwakilan Rakjat tersebut merupakan suatu bahagian daripada Madjelis Permusjawaratan Rakjat, sehingga ia dapat dipandang sebagai wakil daripada Sidang Pembuat Undang undang Dasar itu.

Berhubung dengan itu maka Presiden dan para Menteri harus memperhatikan sungguh -sungguh pendapat Dewan Perwakilan Rakjat, jang dapat mempengaruhi serta mengawasi pemerintahan Negara dengan melalui pembentukan Undang-undang, penetapan anggaran pendapatan dan belandja atau penggunaan hak -hak parlementer seperti hak menanja, hak interpelasi dan hak angket.

Berhubung pertanjaan Anggota jang terhormat Saudara J.T.C. Simorangkir mengenai kekuasaan Presiden sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat terbentuk, diterangkan bahwa kekuasaan Kepala Negara termaksud tidak meliputi wewenang Madjelis Permusjawaratan Rakjat untuk merubah, menambah atau menjempurnakan Undang-undang Dasar.

Menurut pendapat Pemerintah hal itu sudah djelas dari ketentuan dalam Piagam Bandung, jang berbunji bahwa putusan-putusan sidang pleno Konstituante dan Panitia Persiapan Konstitusi harus diserahkan kepada Presiden , jang diwadjibkan menjampaikannja kepada Madjelis Permusjawaratan Rakjat nanti, hal mana berarti bahwa Presiden sendiri tidak berwenang untuk merubah, menambah atau menjempurnakan Undang-undang Dasar.

Dengan tepat dikatakan oleh Pembitjara jang terhormat tersebut bahwa Pemerintah sesungguhnja mengandjurkan kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 dengan perobahan jang seminimal -minimalnja, jaitu jang termuat dalam Piagam Bandung, jang dengan demikian nanti djuga mempunjai kekuatan hukum konstitusionil

Saudara Ketua,

5. Mengenai pokok fikiran jang kelima, jaitu bahwa „ Kabinet Karya menjiapkan Rantjangan Undang -undang Kepartaian dan Rantjangan Undang -undang untuk menjempurnakan Undang-undang Pemilihan Umum 1953, untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat sekarang, jang berd jalan terus sampai terben


257

tuknja Dewan Perwakilan Rakjat baru sebagai hasil pemilihan umum", telah dibitjarakan antara lain oleh Anggota -anggota jang

terhormat Saudara Njoto, Saudara M. Ng. Moh. Hamzah dan Saudara Wikana.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah berusaha sekeras-kerasnja agar pemilihan Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat jang kedua dapat terlaksana pada waktu seperti ditetapkan, sesuai dengan keinginan Anggota jang terhormat Saudara Njoto.

 Dengan demikian diharapkan agar Dewan Perwakilan Rakjat baru bersama-sama dengan Pemerintah jang dibentuk menurut Undang-undang Dasar 1945 segera dapat menjelesaikan pula Undang-undang tentang Madjelis Permusjawaratan Rakjat, sehingga masa peralihan antara keadaan sekarang dan terbentuknja Madjelis tersebut dapat diusahakan berlangsung sesingkat mungkin, seperti diharapkan oleh Pembitjara jang terhormat tersebut.

 Mengenai antjer-antjer waktu jang diminta oleh Anggota jang terhormat Saudara M. Ng. Moh. Hamzah dapatlah dikemukakan bahwa menurut perhitungan Pemerintah pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat jang kedua dapat dilaksanakan pada bulan September 1960, sehingga Dewan Perwakilan Rakjat baru dapat dilantik pada bulan Maret 1961 dan Madjelis Permusjawaratan Rakjat dapat terbentuk kira-kira pada tahun 1962.

 Pemerintah berusaha sekuat tenaga agar kesibukan-kesibukan dalam rangka usaha untuk merealisir gagasan kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 tidak akan menjebabkan tertundanja pemilihan umum jang akan datang.

 Dalam pada itu dapatlah diterangkan antara lain kepada Anggota jang terhormat Saudara Wikana bahwa sekarang sudah siap tersedia suatu Rantjangan Undang-undang tentang „Susunan Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat” untuk memperbaharui Undang-undang No. 7 tahun 1953 dulu tentang „Pemilihan Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat dan Konstituante”, serta suatu Rantjangan Undang-undang tentang „Kepartaian”, jang telah dirumuskan masing-masing oleh Panitia ad hoc Kabinet urusan pemilihan umum, jang diketuai oleh Wakil Perdana Menteri III Saudara J. Leimena, dan oleh Panitia ad hoc Kabinet Urusan kepartaian, jang diketuai oleh Menteri Negara Saudara Muh. Yamin.

 Saudara Ketua,

 6. Pokok fikiran jang keenam, jaitu bahwa : „baru sesudah pemilihan umum selesai, maka kepada D.P.R. baru diadjukan rantjangan-rantjangan Undang-undang tentang:

a. pembentukan Dewan Pertimbangan Agung, dengan beranggota djuga wakil-wakil golongan fungsionil; dan
b. pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakjat, jang terdiri atas Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan-utusan dari Daerah-daerah dan golongan-golongan (jaitu golongan fungsionil)”,

telah dibahas antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara S. M. Abidin, Saudara Baheramsjah Sutan Indra, Saudara K. H. M. Sjukri, Saudara A. Sjafiuddin, Saudara Prawoto Mangkusasmito, Saudara J. Karoeboen, Saudara Kuasini Sabil dan Saudara Radja Kaprabonan.

 Saudara Ketua,

 Pemerintah berhubung dengan perubahan Konstitusi akan mengembalikan mandatnja segera sesudah penandatanganan Piagam Bandung.

 Selandjutnja menurut pendapat Pemerintah, maka dengan menetapkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai Undang-undang Dasar Republik Indonesia nanti tugas Konstituante jang terhormat ini sebagaimana ditentukan dalam pasal 134 Undang-undang Dasar Sementara telah selesai.

 Lain halnja dengan Dewan Perwakilan Rakjat, jang — sekalipun dapat dibentuk berdasarkan Undang-undang Dasar Sementara –berlangsung terus sesudah kita kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 sampai bersidangnja Dewan Perwakilan Rakjat baru, karena kekuasaannja menurut kedua Konstitusi tersebut terletak dibidang legislatif.

 Mengingat hal-hal tersebut diatas maka adalah tidak sewadjarnja untuk menetapkan Dewan Perwakilan Rakjat dan Konstituante sebagai Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara, seperti diusul kan oleh Anggota jang terhormat Saudara S. M. Abidin, atau untuk menetapkan Konstituante dan Dewan Nasional sebagai Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara, seperti diusulkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Baheramsjah Sutan Indra, sedangkan adalah tidak sewadjarnja pula apabila Konstituante menetapkan adanja suatu Badan Legislatif jang akan bertindak sebagai Madjelis Permusjawaratan Rakjat, seperti diusulkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Kuasini Sabil.

 Begitu pula sukarlah kiranja menerima usul Anggota jang terhormat Saudara Radja Kaprabonan untuk menetapkan segenap Anggota Konstituante jang menjetudjui andjuran Pemerintah sebagai Anggota Madjelis Permusjawaratan Rakjat.

 Berhubung dengan pertanjaan Anggota jang terhormat Saudara Radja Kaprabonan, maka dalam hubungan ini dapatlah dikemukakan bahwa Pemerintah telah mempunjai rentjana mengenai kedudukan keuangan Ketua, para Wakil Ketua dan Anggota Konstituante beserta para pegawai Sekretariatnja sesudah Sidang Pembuat Undang-undang Dasar jang terhormat ini menjelesaikan tugasnja, jang akan dibitjarakan nanti dengan Pimpinan Konstituante.

 Anggota jang terhormat Saudara K. H. M. Sjukri menjarankan agar Dewan Pertimbangan Agung termaksud dalam pasal 16 Undang undang Dasar 1945 sebaiknja dirobah mendjadi suatu Senat, sehingga nanti Madjelis Permusjawaratan Rakjat termaksud dalam pasal 2 Undang-undang Dasar 1945 akan terdiri dari Dewan Perwakilan Rakjat dan Dewan Perwakilan Daerah.

 Pemerintah memperingatkan Pembitjara jang terhormat tersebut akan sistim mono-kameral dalam Konstitusi Proklamasi, sehingga didalamnja hanja terdapat:

 Pertama : suatu Madjelis Permusjawaratan Rakjat, jang melakukan sepenuhnja kedaulatan Rakjat, jang bersidang sedikit-dikitnja sekali dalam 5 tahun dan jang berwenang menetapkan Undang-undang Dasar dan memilih Presiden dan Wakil Presiden;

 Kedua : suatu Dewan Perwakilan Rakjat, jang merupakan bahagian dari pada Madjelis Permusjawaratan Rakjat tersebut, jang bersidang terus-menerus dan berwenang membentuk Undang-undang bersama-sama dengan Kepala Negara.  Baik Madjelis Permusjawaratan Rakjat maupun Dewan Perwakilan Rakjat tersusun atas wakil-wakil Rakjat dalam keseluruhannja dan utusan-utusan dari daerah-daerah, sehingga dalam sistim jang demikian itu tidak diperlukan adanja suatu Senat atau Dewan Perwakilan Daerah, disampingnja kedua Badan tersebut terlebih dahulu.

 Adapun tugas Dewan Pertimbangan Agung, jang ditjantumkan dalam Undang-undang Dasar 1945, djuga berlainan dengan tugas jang lazimnja dibebankan pada suatu Senat dalam suatu sistim bikameral.

 Keterangan Pemerintah mengenai Senat dan sistim bi-kameral ini ditudjukan djuga kepada Anggota-anggota jang terhormat Saudara A. Sjafiuddin, Saudara J. Karoeboen dan Saudara Baheramsjah Sutan Indra.

 Pemerintah tidak sependapat dengan Anggota jang terhormat Saudara Prawoto Mangkusasmito jang menjatakan, bahwa Undang-undang Dasar 1945 pada hakekatnja menganut sistim bi-kameral, karena disamping Dewan Perwakilan Rakjat masih ada Madjelis Permusjawaratan Rakjat.

 Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat adalah djuga Anggota anggota Madjelis Permusjawaratan Rakjat, sehingga sistim jang demikian itu bukanlah sistim bikameral.

 Baik Undang-undang Dasar 1945 maupun Undang-undang Dasar Sementara menganut sistim mono-kameral dan dalam pada itu dapat diadakan perbandingan-perbandingan sebagai berikut:

 Madjelis Permusjawaratan Rakjat, Dewan Perwakilan Rakjat dan Dewan Pertimbangan Agung dalam Undang-undang Dasar 1945 mempunjai tugas-tugas jang hampir bersamaan dengan tugas-tugas Konstituante, Dewan Perwakilan Rakjat dan Dewan Nasional sekarang.

 Apabila ketiga badan jang dibentuk menurut Undang-undang Dasar 1945 nanti kadang -kadang akan memusjawarahkan masalah masalah jang sama, adalah suatu soal jang lumrah, halmana djuga terdjadi dalam Badan -badan seperti itu jang ada sekarang.

 Saudara Ketua ,

 7. Mengenai pokok fikiran jang ketudjuh, jaitu bahwa „Selandjutnja dilakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menurut pasal 6 Undang-undang Dasar 1945”, telah mengadakan pemandang. an antara lain Anggota-anggota jang terhormat Saudara Kuasini Sabil, Saudara Siauw Giok Tjhan, Saudara Kho Kwat Oen dan Saudara Go Gien Tjwan.

 Saudara Ketua,

 Untuk kepentingan stabilitet politik pada dewasa ini Pemerintah berpendapat bahwa sejogyanja segala badan Negara jang ada pada waktu Piagam Bandung ditandatangani, berlangsung terus.

 Berhubung dengan itu maka Presiden tetap ada sampai Madjelis Permusjawaratan Rakjat mengadakan pemilihan Presiden baru, dan Dewan Perwakilan Rakjat sekarang akan tetap ada sampai Dewan Perwakilan Rakjat baru terbentuk.

 Mengingat hal-hal tersebut diatas maka Pemerintah tidak dapat menjetudjui usul Anggota jang terhormat Saudara Kuasini Sabil, supaja Dewan Perwakilan Rakjat dan Konstituante melakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, karena tidak didasarkan atas sesuatu ketentuan konstitusionil.

 Untuk memenuhi permintaan Anggota jang terhormat Saudara Siauw Giok Tjhan, Pemerintah mengulangi pernjataannja dalam Dewan Perwakilan Rakjat, bahwa ketentuan dalam pasal 6 ajat (1) Undang-undang Dasar 1945 tidak dapat dipergunakan untuk mengadakan diskriminasi rasial.

 Achirnja mengenai usul Anggota jang terhormat Saudara Kho Kwat Oen agar pasal 6 Undang-undang Dasar 1945 tersebut disempurnakan perumusannja, Pemerintah berpendapat bahwa hal itu adalah wewenang Madjelis Permusjawaratan Rakjat.

 Pendjelasan ini ditudjukan pula kepada Anggota jang terhormat Saudara Go Gien Tjwan dari fraksi „Lima”.

BAB III : TENTANG MASUKNJA GOLONG-
AN FUNGSIONIL KEDALAM DE-
WAN PERWAKILAN RAKJAT.

 Saudara Ketua ,

Achirnja saja mengalihkan pembitjaraan kepada Bab III, jang terdiri dari 7 pokok fikiran.  1. Mengenai pokok fikiran jang pertama, jaitu bahwa : „untuk men jehatkan sistim kepartaian, maka harus diadakan penjederhanain partai-partai jang akan diatur dengan Undang-undang Kepartrian dan dengan djalan perobahan dan penjempurnaan Undang-undang Pemilihın Umum”, dan bahwa „tidak dilakukan pembubaran partai-partai”, telah mengadakan pemandangan antara lain Anggota-anggota jang terhormat Saudara Ido Garnida, Saudara I.R. Lobo dan Saudara A. Bastari.

 Saudara Ketua,

 Dalam usaha menjehatkan sistim kepartaian, Pemerintah sedjak semula tidak bermaksud mentjari kesalahan partai-partai ketjil atau besar, ataupun kesalahan pemimpin-pemimpinnja, sebagaimana diduga oleh Anggota jang terhormat Saudara Ido Garnida.

 Begitu pula Pemerintah tak pernah bermaksud membubarkan partai-partai, baik seluruhnja maupun sebagian.

 Jang hendak diichtiarkan oleh Pemerintah ialah penertiban dan penjempurnaan sistim kepartaian dimasa jang akan datang, jang dirasa perlu mengingat pengalaman dimasa jang lampau, dan lebih lebih diperlukan dimasa jang akan datang, terutama dalam suasana demokrasi terpimpin dan Undang-undang Dasar 1945, sebagaimana telah didjelaskan dalam Amanat Presiden pada tanggal 22 April jang lalu.

 Selandjutnja usaha itu hendak dilakukan oleh Pemerintah dengan djalan jang legal dan konstitusionil, jaitu dengan menjampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat sekarang untuk dipertimbangkan dan disetudjui suatu Rantjangan Undang-undang tentang Kepartaian dan suatu Rantjangan Undang-undang tentang susunan Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat.

 Dengan demikian maka "screening” partai-partai dimasa depan akan berlangsung berdasarkan Undang-undang, jang disetudjui bersama oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakjat.

 Berapa djumlah partai sesudah "screening” itu akan dapat berdiri terus sebagaimana ditanjakan oleh Anggota jang terhormat Saudara I.R. Lobo, tergantung daripada soal berapa partai akan dapat memenuhi sjarat-sjarat termaktub dalam Undang-undang.  Dan usaha ini akan berhasil sebaik-baiknja, apabila setiap anggota partai-partai, malahan setiap warganegara Republik Indonesia — menurut istilah Anggota jang terhormat Saudara A. Bastari — sungguh-sungguh mengembalikan djiwa dan semangat Undang-undang Dasar 1945 kedalam dada dan hati-nurani masing-masing.

 Saudara Ketua ,

 2. Mengeni pokok fikiran jang kedua, jaitu bahwa: „didalam Dewan Perwakilan Rakjat jang akan dibentuk dengan djalan pemilihan umum jang akan datang akan duduk pula wakil-wakil dari golongan fungsionil dalam masjarakat disamping wakil-wakil dari partai-partai", telah mengadakan pemandangan antara lain Anggota anggota jang terhormat Saudara Ido Garnida, Saudara J.T.C. Simorangkir dan Saudara Sutisna Sendjaja.

 Saudara Ketua ,

 Pemerintah djuga merasa bahwa dimasa depan perlu ditampung keinginan-keinginan mentjapai konkordansi — atau menurut istilah Anggota jang terhormat Saudara Ido Garnida "refleksi" atau "paralellisme” dalam bentuk Dewan Perwakilan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, jaitu agar diperoleh keselarasan dalam susunannja, sehingga djuga dalam Dewan Perwakilan Rakjat Daerah duduk wakil-wakil golongan fungsionil dan Angkatan Bersendjata, termasuk Organisasi Keamanan Desa dan Organisasi Pertahanan Rakjat.

 Usaha itu akan dipermudah, apabila Rantjangan Undang-undang tentang susunan Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat baru, jang seperti dikatakan terlebih dahulu kini sudah disiapkan oleh Pemerintah, telah disetudjui oleh Dewan Perwakilan Rakjat sekarang.

 Dengan berpegang pada Undang-undang jang baru itu nanti dapat dilakukan penindjauan kembali Undang-undang Pokok Pemerintah Daerah serta lain-lain Undang-undang dan Peraturan Pemerintah jang berpokok -pangkal pada Undang-undang No. 1 tahun 1957 tersebut, sehingga pelaksanaan prinsip demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 merata sampai didaerah-daerah.  Penindjauan kembali Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah itu hendaklah dilakukan tidak hanja untuk menjempurnakan pemerintahan daerah semata-mata, tetapi terutama untuk mentjapai tjita-tjita masjarakat adil dan makmur didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk diantaranja soal kebebasan-kebebasan dari daerah dan bahasa daerah, jang dimaksudkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Soetisna Sendjaja.

 Keterangan ini ditudjukan pula kepada Anggota jang terhormat Saudara J.T.C. Simorangkir.

 Saudara Ketua,

 3. Mengenai pokok fikiran jang ketiga, jaitu tentang „tjara duduknja wakil-wakil golongan fungsionil didalam Dewan Perwakilan Rakjat",

begitu pula mengenai pokok fikiran jang keempat, jaitu tentang

 4. „pertimbangan-pertimbangan Presiden dalam penjusunan daftar tjalon Anggota Dewan Perwakilan Rakjat dengan mengkonsultasi Front Nasional”, diadakan pemandangan antara lain oleh Anggota-anggota jang terhormat Saudara Sutisna Sendjaja dan Saudara Djamaluddin Datuk Singo Mangkuto.

 Dalam hal ini Pemerintah hanja menegaskan bahwa tidak akan terdjadi hal-hal seperti dimasa pemerintahan II Duce Mussolini di Italia dulu seperti dichawatirkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Sutisna Sendjaja, jang didasarkan atas dasar kenegaraan jang lain.

 Selain dari itu ditegaskan bahwa pemberian pertimbangan oleh Presiden dengan mengkonsultasi Front Nasional merupakan satu tindakan, dan bukan penjaringan jang "dubbel” seperti ditafsirkan oleh Anggota jang terhormat Saudara Djamaluddin Datuk Singo Mangkuto.

 Saudara Ketua,

 5. Mengenai pokok fikiran jang kelima, jaitu bahwa : „golongan-golongan fungsionil didalam Dewan Perwakilan Rakjat mengadakan kerdjasama sesuai dengan kepentingan Negara dan kepentingan bersama; di Dewan Perwakilan Rakjat diichtiarkan kerdjasama dibawah bendera golongan fungsionil; dalam hal ini Front Nasional memberikan bantuan; segala ichtiar itu dilakukan melalui musjawarah, djadi tidak dengan penetapan atas dasar sesuatu peraturan”, telah mengadakan pemandangan antara lain Anggota-anggota jang terhormat Saudara S.M , Abidin, Saudara Ido Garnida dan Saudara B. Mang Reng Say.

 Saudara Ketua,

 Berhubung dengan pertanjaan beberapa Anggota jang terhormat Pemerintah menerangkan bahwa Front Nasional mempunjai kedudukan jang sama dengan partai-partai dan golongan-golongan fungsionil jang diwakili dalam Dewan Perwakilan Rakjat, begitu pula dalam Madjelis Permusjawaratan Rakjat.

 Dalam menghadapi tiap-tiap persoalan dalam musjawarah jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan semua fraksi harus berusaha seichlas-ichlasnja mentjapai persesuaian dengan mengutamakan kepentingan Negara dan Masjarakat.

 Dalam pada itu Front Nasional diwadjibkan memberikan bantuan, halmana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah tentang pembentukannja.

 Dengan demikian mudah-mudahan terdjawablah pula uraian Anggota jang terhormat Saudara Ido Garnida mengenai demokrasi terpimpin dan mengenai "democracy" dan "leadership” jang " at stake” sekarang.

 Saudara Ketua,

 6. Mengenai pokok fikiran jang ke-enam, jaitu bahwa : „Presiden /Panglima Tertinggi mengangkat Anggota Dewan Perwakilan Rakjat dari golongan Angkatan Bersend jata (Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Kepolisian, Organisasi Keamanan Desa dan Organisasi Pertahanan Rakjat); Pengangkatan dan djumlah wakil jang akan diangkat diatur dalam Undang-undang; Djumlah seluruhnja ditetapkan 35 orang ; Berhubung dengan pengangkatan itu maka Anggota Angkatan Bersend jata tidak lagi menggunakan hak-pilih aktif dan hak-pilih pasif”, telah mengadakan pemandangan antara lain Anggota-anggota jang terhormat Saudara Njoto, Saudara Ido Garnida, Saudara M. A. Chanafiah, Saudara Djamaluddin Datuk Singo Mangkuto dan Saudara Siauw Giok Tjhan.

 Saudara Ketua,

 Anggota jang terhormat Saudara Njoto menjarankan sejogyanja wakil-wakil golongan Angkatan Bersendjata dipilih didalam pemilihan umum, mengingat ketentuan didalam pasal 27 ajat (1) Undang-undang Dasar 1945,jang mendjamin bahwa „segala warga negara bersamaan kedudukannja didalam hukum dan pemerintahan, dengan tiada ketjualinja”.

 Pemerintah berpendirian bahwa segenap Anggota Angkatan Bersendjata pada hakekatnja masih tetap memiliki hak pilih-aktif dan hak pilih pasifnja, akan tetapi hanja tidak menggunakannja selama mereka dalam dinas aktif.

 Apabila diantara mereka ada jang tidak bersedia melepaskan sementara hak-hak tersebut, maka mereka dapat meninggalkan dinas aktifnja dan turut serta dalam pemilihan umum sebagai seorang sipil.

 Selandjutnja perlu ditegaskan bahwa duduknja wakil-wakil golongan Angkatan Bersendjata dalam Dewan Perwakilan Rakjat didasarkan atas Undang-undang tentang Susunan Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat jang telah disebut berkali-kali tadi.

 Dengan pendjelasan ini mudah-mudahanlah dapat dipenuhi keinginan-keinginan seperti dikemukakan antara lain oleh Anggota jang terhormat Saudara M. A. Chanafiah dari fraksi „Partai Komunis Indonesia” mengenai hak pilih Anggota-anggota Angkatan Bersendjata.

 Saudara Ketua,

Sekalipun diakui bahwa gedjala- gedjala keretakan didalam Angkatan Bersendjata sudah terdjadi djauh sebelum ada pemilihan umum, namun Pemerintah mengetahui bahwa dalam pemilihan pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat, Konstituante dan Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang baru lalu telah terdjadi tjampur tangan anggota-anggota Angkatan Bersendjata dalam soal-soal politis dan tjampur tangan politici dikalangan Anggota anggota Angkatan Bersendjata, hal mana diduga akan terulang pula dalam pemilihan umum jang akan datang.

 Pemasukan wakil-wakil golongan Angkatan Bersendjata kedalam Dewan Perwakilan Rakjat dengan tjara pengangkatan itu adalah salah satu ichtiar Pemerintah untuk memulihkan kebulatan Anggota-anggota Angkatan Perang kita dalam kesetiaannja kepada „Sapta Marga“ Tentara, jang sangat diperlukan demi keselamatan Vegara dan Vasjarakat kita.

 Dengan demikian mudah-mudahan djelaslah bagi Anggota jang terhormat Saudara Djamaluddin Datuk Singo Mangkuto, bahwa sistim jang diadjukan disini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan jang djauh berbeda daripada jang menurut Pembitjara jang terhormat tersebut berlaku di Republik Rakjat Tiongkok.

 Mengenai djumlah 35 orang wakil golongan Angkatan Bersendjata dan perintjiannja dalam masing-masing Angkatan, jang di tanjakan oleh Anggota jang terhormat Saudara Ido Garnida, telah diberikan pendjelasan setjukupnja dalam Amanat Presiden tanggal 22 April 1959 dan Keterangan-keterangan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rahjat tanggal 2 dan 25 Maret 1959, jang disampaikan djuga setjara tertulis kepada sidang Konstituante jang terhormat ini.

 Dapatlah ditambahkan disini, bahwa angka 35 tersebut dipandang sudah sepantasnja, djika disamping mengingat peranan Angkatan Bersendjata, baik dimasa jang lalu maupun dimasa jang akan datang, diingat pula bahwa anggota-anggotanja melepaskan sementara hak-pilih aktif dan hak-pilih pasif mereka, sedang djumlah Anggota Angkatan Bersendjata dalam perbandingannja dengan djumlah penduduk atau djumlah penduduk-pemilih di Indonesia seluruhnja merupakan soal jang secundair.

 Pembagian djumlah 35 orang wakil tersebut diantara masing masing Angkatan nanti harus dilakukan pula dengan mengingat pertimbangan-pertimbangan jang saja kemukakan tadi.

 Berhubung dengan pertanjaan Anggota jang terhormat Saudara Siauw Giok Tjhan mengenai angka 35 itu selandjutnja dapat diterangkan bahwa menurut Rantjangan Undang-undang tentang Susunan Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat djumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakjat jang akan datang tidak akan kurang daripada djumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakjat sekarang.

 Saudara Ketua,

 7. Mengenai pokok fikiran jang ketud juh, jaitu bahwa : „pembentukan Front Nasional dilakukan atas dasar Peraturan Pemerintah”, telah mengadakan pemandangan antara lain Anggota anggota jang terhormat Saudara S. M. Abidin, Saudara Hamka dan Saudara Soetisna Sendjaja.

 Anggota jang terhormat Saudara S. M. Abidin chawatir bahwa mengingat tudjuan pembentukannja, lapangan pekerdjaannja dan pemilihan orang-orangnja, Front Nasional itu akan mendjadi Partai Negara atau Partai Presiden, terhadap golongan-golongan lain akan merupakan suatu golongan sematjam "super warganegara", dan djasa-djasa baiknja dalam Dewan Perwakilan Rakjat dalam praktek akan berwudjud penjiasatan jang hebat jang disertai dengan antjaman-antjaman.

 Pemerintah berpendapat bahwa Pembitjara jang terhormat tidak perlu mengchawatirkan hal-hal jang dikemukakan olehnja tadi, karena segala sesuatu mengenai Front Nasional pada prinsipnja akan ditetapkan dalam Undang-undang Kepartaian dan Undang-undang tentang Susunan Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat, jang berlaku bagi semua partai dan golongan fungsionil.

 Hanja pembentukannja sadja akan diatur dengan Peraturan Pemerintah, karena Pemerintah bermaksud memberikan kepada Front Nasional beberapa tugas setjara tertentu dan terbatas dibawah pengawasan Pemerintah , jang sukar dapat dibebankan kepada partai-partai atau organisasi-organisasi dari golongan-golongan fungsionil lain.

 Keterangan ini ditudjukan pula kepada Anggota-anggota jang terhormat Saudara Hamka dan Saudara Sutisna Sendjaja. PENUTUP.

 Saudara Ketua,

 Sekianlah pendjelasan Pemerintah jang disampaikan berhubung dengan pemandangan umum Sidang Konstituante jang terhormat ini mengenai Amanat Presiden, jang berisikan andjuran untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

 Dengan pendjelasan ini, jang didahului oleh keterangan-keterangan Pemerintah tertanggal 2 dan 25 Maret 1959, Pemerintah merasa tjukup menjampaikan bahan-bahan kepada Konstituante jang terhormat ini untuk menentukan pendiriannja dan sikapnja jang terachir mengenai and juran Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

 Selandjutnja Pemerintah ingin mengandjurkan agar supaja sebagai telah diterangkan tadi, kita menjampingkan perasaan ketidak -puasan, mendjauhkan diri dari perasaan kalah atau menang demi kepentingan Bangsa dan Negara.

 Marilah kita mengambil sikap jang bidjaksana, jang realistis, untuk melihat apa jang kita bersama sebagai satu Bangsa dapat mentjapai pada taraf dan dalam keadaan perdjoangan masing-masing golongan pada waktu sekarang ini.

 Apa jang sekiranja masih dianggap belum memuaskan dan harus ditambah atau disempurnakan dalam Undang-undang Dasar 1945, jang akan mendjadi Undang-undang Dasar tetap itu, masih terbuka kemungkinan untuk diperdjoangkan terus di Madjelis Permusjawaratan Rakjat nanti, halmana kita sekalian mengharapkan dapat dilaksanakan dalam suasana jang lebih tenang, penuh toleransi dan jang diliputi oleh hikmah kebidjaksanaan musjawarah.

 Pada achirnja Pemerintah memandjatkan do'a kehadlirat Tuhan Jang Maha Esa, semoga kita sekalian dalam menghadapi hari-hari jang menentukan dalam perdjoangan Bangsa Indonesia dikaruniai dengan taufik dan hidajah-Nja.

 Terima kasih.

———