Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945/Bab 1

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

PUTUSAN DEWAN MENTERI
MENGENAI
PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN
DALAM RANGKA KEMBALI KE UNDANG-UNDANG
DASAR 1945

 Dalam sidangnja pada hari Kemis tanggal 19 Februari 1959 Dewan Menteri telah mengambil keputusan-keputusan dengan suara bulat mengenai pelaksanaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke Undang-undang Dasar 1945.

 Rumusan keputusan -keputusan itu adalah sebagai berikut:

I. Tentang Undang -undang Dasar 1945.

  1. Undang-undang Dasar 1945 merupakan „dokumen historis” atas dasar mana Revolusi dimulai dan jang dapat dipakai untuk landasan guna penjelesaian Revolusi pada tingkatan sekarang.
  2. Undang-undang Dasar 1945 adalah tjukup demokratis dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia: „kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan” (Pembukaan Undang-undang Dasar 1945).
  3. Undang-undang Dasar 1945 lebih mendjamin terlaksananja prinsip demokrasi terpimpin.


 Demokrasi terpimpin ialah demokrasi.

  1. Undang-undang Dasar 1945 mendjamin Pemerintah jang stabil selama 5 tahun (pasal 7) — lebih dari Undang-undang Dasar Sementara sekarang — oleh karena kekuasaan D.P.R. dibatasi (tidak dapat mendjatuhkan Pemerintah i.c. Presiden) berhubung kekuasaan tertinggi (= kedaulatan Rakjat) ada di tangan Madjelis Permusjawaratan Rakjat.
  2. Unsur golongan fungsionil dapat dimasukkan dalam:

 a. Dewan Perwakilan Rakjat (pasal 19 Undang-undang Dasar 1945); b. Dewan Pertimbangan Agung (pasal 16 Undang-undang Dasar 1945);

c. Madjelis Permusjawaratan Rakjat (pasal 2 Undang-undang Dasar 1945), dimana spesifik disebut utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan (= golongan fungsionil).

  1. Parallel dengan demokrasi terpimpin maka kebidjaksanaan ekonomi terpimpin didasarkan pasal 33, asal tjukup didjelaskan nanti oleh perumusan-perumusan Dewan Perantjang Nasional.
  2. Sistim merobah/menjempurnakan Undang-undang Dasar dalam Undang-undang Dasar 1945 lebih flexibel dan dapat dilakukan setiap waktu amat terasa keperluannja oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat dengan suara 2/3 (pasal 37 Undang-undang Dasar 1945).
  3. Undang-undang Dasar 1945 ini dipertahankan sebagai keseluruhan.
  4. Untuk mendekati hasrat golongan-golongan Islam, berhubung dengan penjelesaian dan pemeliharaan keamanan, diakui adanja „Piagam Djakarta” tertanggal 22 Djuni 1945, jang ditandatangani oleh Soekarno, Moh. Hatta, A. A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, A. K. Muzakir, Agus Salim, A. Subardjo, Wahid Hasjim dan Muh. Yamin.
  5. Perobahan, tambahan dan penjempurnaan Undang-undang Dasar 1945 dapat dilaksanakan dengan melalui djalan pasal 37 Undang-undang Dasar 1945, jaitu oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat.

  Sebaiknja hal ini baru dilakukan setelah beberapa tahun berlalu dan setelah tertjapainja stabilisasi dilapangan politik dan ekonomi.

  II. Tentang Prosedur „Kembali ke Undang-undang Dasar 1945”.  Prosedur „Kembali ke Undang-undang Dasar 1945” dilakukan setjara konstitusionil dan ditetapkan oleh Dewan Menteri sebagai berikut:

  1. Setelah terdapat kata sepakat antara Presiden dan Dewan Menteri maka Pemerintah minta supaja diadakan sidang pleno Konstituante.
  2. Atas nama Pemerintah disampaikan oleh Presiden amanat berdasarkan pasal 134 Undang-undang Dasar Sementara kepada Konstituante jang berisi andjuran supaja Undang-undang Dasar 1945 ditetapkan.
  3. Djika andjuran itu diterima oleh Konstituante, maka Pemerintah atas dasar pasal 137 Undang -undang Dasar Sementara „mengumumkan Undang-undang Dasar itu dengan keluhuran”. Pengumuman dengan keluhuran itu dilakukan dengan suatu Piagam jang ditandatangani dalam suatu sidang pleno Konstituante di Bandung oleh Presiden, para Menteri dan para Anggota Konstituante .

  Piagam Bandung itu diantaranja memuat ketentuan-ketentuan:

  1. a. tentang adanja Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945;
  2. b. bahwa segala hasil Konstituante jang telah tertjapai diserahkan kepada Pemerintah;
  3. c. bahwa Pemerintah segera membentuk suatu Panitia Negara untuk menindjau segala peraturan-peraturan hukum jang berlaku sampai sekarang dan badan-badan kenegaraan jang ada sampai sekarang guna disesuaikan dengan Undang-undang Dasar 1945;
  4. d. tentang berlakunja Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia sedjak penandatanganan Piagam Bandung.
  1. Dengan ditetapkannja Undang-undang Dasar 1945 sebagai Undang-undang Dasar Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar tersebut, sehingga Kabinet Karya harus mengembalikan portefolionyanja kepada Presiden, jang mengangkat Menteri-menteri menurut pasal 17 Undang-undang Dasar 1945.
  2. Kabinet Karya menjiapkan Rantjangan Undang-undang Kepartaian dan Rantjangan Undang-undang untuk menjempurnakan Undang-undang Pemilihan Umum 1953, untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat sekarang, jang berdjalan terus sampai terbentuknja Dewan Perwakilan Rakjat baru sebagai hasil pemilihan umum.
  3. Baru sesudah pemilihan umum selesai, maka kepada D.P.R. baru diadjukan rantjangan-rantjangan Undang-undang tentang:
  1. a. pembentukan Dewan Pertimbangan Agung, dengan beranggota djuga wakil-wakil golongan fungsionil;
  1. Selandjutnja dilakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menurut pasal 6 Undang-undang Dasar 1945.

III. Tentang masuknja golongan fungsionil kedalam D.P.R.

  Selandjutnja untuk menjelenggarakan demokrasi terpimpin telah disetudjui prinsip-prinsip pelaksanaan sebagai berikut:

  1. Untuk menjehatkan sistim kepartaian, maka harus diadakan penjederhanaan partai- partai, jang akan diatur dengan Undang-undang Kepartaian dan dengan djalan perobahan/penjempurnaan Undang-undang Pemilihan Umum (Undang

undang No. 7 tahun 1953). Tidak dilakukan pembubaran partai-partai.

  1. Didalam D.P.R. jang akan dibentuk dengan djalan pemilihan umum jang akan datang akan duduk pula wakil-wakil dari golongan fungsionil dalam masjarakat disamping wakil-wakil dari partai-partai. 3. Duduknja wakil-wakil golongan fungsionil termaksud diatas

didalam D.P.R. diatur dengan tjara:
a. memasukkan wakil-wakil golongan fungsionil dalam satu daftar tjalon partai/kumpulan pemilih dibawah satu bendera dengan partai/kumpulan pemilih, setjara bergiliran wakil partai, wakil golongan fungsionil, wakil partai, wakil golongan fungsionil dan seterusnja, dengan tidak mempersoalkan lagi djumlah wakil golongan fungsionil 1/3 atau ½ djumlah kursi D.P.R. Pelaksanaan hak -pilih ( penodjosan tanda gambar) dilakukan satu kali;
b. pengangkatan oleh Presiden/Panglima Tertinggi (termaksud dalam No. 6).


4. Berhubung dengan ketentuan termaksud dalam No. 3-a, maka dalam penjusunan daftar tjalon, Presiden dapat memberikan pertimbangan -pertimbangan, dengan pengertian:
a. Presiden dibantu oleh Front Nasional ( baru ) jang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Konsultasi ini diatur dengan djalan musjawarah dan kebidjaksanaan.
c. Front Nasional berhak mengadjukan daftar golongan fungsionil tersendiri.


5. Golongan-golongan fungsionil didalam D.P.R. mengadakan kerdjasama sesuai dengan kepentingan Negara dan kepentingan bersama. Di D.P.R. diichtiarkan kerdjasama dibawah bendera golongan fungsionil.
Dalam hal ini Front Nasional memberikan bantuan.
Segala ichtiar itu dilakukan melalui musjawarah, djadi tidak dengan penetapan atas dasar sesuatu peraturan.


6. Presiden/Panglima Tertinggi mengangkat Anggota D.P.R. dari golongan Angkatan Bersendjata (A.D., A.L., A.U., Kepolisian, O.K.D. dan O.P.R.).
Pengangkatan dan djumlah wakil jang akan diangkat diatur dalam Undang-undang. Djumlah seluruhnja ditetapkan 35 orang. Berhubung dengan pengangkatan itu maka Anggota Angkatan Bersendjata tidak lagi menggunakan hak-pilih aktif dan hak pilih passif.

7. Pembentukan Front Nasional dilakukan atas dasar Peraturan Pemerintah.

Djakarta, 19 Februari 1959.


______