Kalimantan/Pendahuluan
PENDAHULUAN.
SEDIKIT sekali djumlah orang jang kenal akan Kalimantan. Baik mengenai ilmu bumi serta ethnologie, baik mengenai sedjarah serta kebudajaannja, maupun tentang masjarakatnja. Setjara bertjanda pernah dikatakan oleh seorang Amerika: „Miri puts Borneo on the world's map! " ialah sebuah kota minjak di Serawak.
Oleh karena itu pada umumnja orang atjuh tak atjuh terhadap segala sesuatu jang berkenaan dengan Kalimantan. Bahkan dapat dikata: „Tak kenal, tak ditjinta!" Dan sebagai akibat daripada keadaan itu maka perhatian amat kurang. Sehingga timbullah diwaktu achir-achir ini perasaan dianak-tirikan.
Berhubung dengan itu maksud Kementerian Penerangan menerbitkan serie „Buku Peringatan 17 Agustus 1953" itu bagi kita di Kalimantan ialah: Putjuk ditjinta ulam tiba. Tiga belas djilid buku jang akan diterbitkan. Kalimantan merupakan djilid jang ketudjuh.
Sebagai pendahuluan, agar supaja uraian ini dapat lebih djelas dibajangkan oleh para pembatja jang belum banjak mengenal Kalimantan, maka baiklah terlebih dahulu kita berikan beberapa lukisan mengenai tanah dan penduduknja.
Kalimantan merupakan pulau jang terbesar dari seluruh kepulauan kita. Sesudah Irian dan Pulau Hidjau (Groenland) ia adalah pulau jang terbesar didunia. Besar Kalimantan daripada Perantjis, dan 2½ kali sebesar negeri Inggeris, termasuk Scotlandia dan Irlandia.
Luasnja 740.000 Km². Pandjangnja 1375 Km. Lebarnja 1100 Km. Jang termasuk wilajah Republik Indonesia ialah 534.000 Km². Ini berarti lebih-kurang 4½ kali sebesar pulau Djawa, atau 28% dari seluruh luas negara kita. Kalimantan terletak dibawah garis chattu'listiwa, terbesar dibagian Kalimantan Barat, sedang bagian Kalimantan Selatan agak ketjil. Mulai tanah datarnja hingga pegunungan terdapat hutan belantara jang masih djarang atau belum pernah diindjak manusia. Maklumlah penduduknja hanja lebih-kurang 4.000.000 djiwa sadja.
Ia merupakan daerah sungai istimewa. Sungai jang besar-besar terdapat disini. Dengan tjabang tjabangnja jang banjak pula, sungai-sungai itu mengalir dari pusat pedalaman kepantai. Daerah aliran sungai Kapuas 102.000 Km², djadi hampir sebesar pulau Djawa (125.000 Km²). Pandjangnja 1143 Km, sedangkan Bengawan Solo hanja 540 Km sadja, Sungai-sungai jang mengalir kesegala djurusan itu dimuaranja merupakan delta jang besar-besar. Sungai-sungai dan delta -delta jang besar-besar itu hanja dapat terdjadi dalam daerah jang banjak sekali hudjannja. Dibeberapa tempat dalam daerah pegunungan, tertjatat angka 5-6 meter setahunnja. Memang, Kalimantan termasuk daerah jang luar-biasa pengairannja. Musim penghudjan djatuh diantara bulan Oktober sampai Maret. Jang terhebat dalam bulan Djanuari. Dari pegunungan sentraal dengan derasnja air terdjun kebawah. Dalam pertengahan peraliran sungai-sungai itu merupakan riam-riam (stroomversnellingen) jang amat membahajakan. Setiap tahun tak sedikit meminta kurban djiwa manusia! Didaerah dataran, sungai-sungai itu merupakan bengawan jang amat luas sekali, dan masuklah air itu kelaut dengan segala tenangnja, melalui beberapa banjak muara. Betapa hebatnja naik air itu dapat kita gambarkan, bahwa di Muara Teweh kadang-kadang tertjatat angka 10 meter diatas permukaan-air normaal.
Ditengah-tengah Kalimantan terdapat pegunungan jang tingginja sampai 2000 meter. Dari situ memantjar kesegala djurusan, jang terbesar ialah kearah Baratdaja dan Timur-laut. Gunung Kini-balu (djanda Tionghoa) didaerah Kalimantan Utara mentjapai tinggi 4000 meter.
Selain dari kekurangan penduduk, sebab-sebab jang mendjadikan kurang madjunja Kalimantan itu antaranja, ialah karena tidak terdapat gunung berapi seperti di Djawa dan Sumatera. Meletusnja gunung berapi itulah jang dapat menjuburkan tanah.
Dipandang dari sudut ethnografie, Kalimantan merupakan sebuah pulau jang istimewa. Letak jang tersendiri dan jang disegala djurusan terkurung-tutup oleh batasan alam, merupakan sebuah tjontoh keruwetan hebat bagi para sardjana. Karena disini terdapat beberapa bangsa dan bahasa sedjak dahulukala. Dengan tidak mentjampuri satu dengan jang lain dan tetap setia kepada adat-istiadat masing-masing mereka dapat hidup djuga berdekatan. Adalah pertanjaan jang belum terdjawab: Dari manakah datangnja berbagai-bagai bangsa itu?
Pengetahuan modern sekarang dengan alat-alatnja belum djuga dapat memberikan analisa jang memuaskan. Tengkorak dan tulang-tulang diukurnja. Bahasa dipeladjari setjermat-tjermatnja hingga kepada gramatikanja. Tetapi siasia belaka, hasil tidak didapatnja. Dalam hal ini dokumen-dokumen sedjarah tak dapat bersambung.
Dengan pasti oleh para sardjana telah dapat diketahui, bahwa beribu-ribu tahun jang lampau Asia Selatan dibandjiri oleh massa-rakjat dari Utara. Djumlah mereka tidak terkira. Perpindahan jang amat sering terdjadi di Asia Selatan ini mengakibatkan hubungan ethonografie jang sangat sulit. Kelompokan bangsa dari bermatjam-matjam darah, warna serta tampang bertjampuran satu dengan jang lain. Arus bandjir manusia ini achirnja tiba pula di India, India Belakang, Malaka dan Indonesia.
Bagi Kalimantan sedjarah permulaan ini amat gelap-gulita. Sama sekali belum dapat dilukiskan. Karena itu sedjarahnja baru dapat dimulai dengan berita pertama jang diketemukan dari tulisan batu di Kalimantan Timur, jang dapat diterangkan oleh professor Kern. Pada abad ke IV dan Ke V tarich Masehi disana telah ada suatu negara Hindu jang besar dan diperintah oleh radja Mulawarman. Selain itu djuga terdapat nama Açwawarman dan Kudungga sebagai ajah dan neneknja. Mereka mempunjai hubungan pada pusat para brahmana dengan memberikan persembahan. Sisa-sisa peringatan serta barang-barang batu dari zaman Hindu diketemukan dibeberapa daerah. Oleh karena itu dapatlah diterka, bahwa bangsa Hindu tahun ± 1000 Masehi mengundjungi Kalimantan dan dengan begitu mempengaruhi penduduknja.
Pada suatu tempat di Kalimantan Timur dekat Sungai Bulungan terdapat sebuah tempat pemudjaan ketjil, terdiri atas sedjumlah artja-artja setinggi orang. Rupa-rupanja ditempatkan disitu dengan tergesa-gesa dan untuk sementara ditaruhnja dalam gua dekat Kombeng. Nampak sekali bahwa artja-artja tadi karena sesuatu bahaja disembunjikannja disitu. Mungkin sekali dilakukannja karena datangnja gelombang Islam dalam daerah. Artja- artja itu merupakan dewa -dewa golongan Sjiwa, seperti Sjiwa, Guru, Ganesja, Kartikeya dan sebagainja. Diduga barang-barang itu berasal dari zaman memuntjaknja kesenian Djawa Tengah dan dipahat oleh musafir- musafir Hindu jang datang berniaga disitu.
Bahwa kerajaan Madjapahit mempengaruhi Kalimantan telah dapat dipastikan, sekalipun tidak dibuatnja tjandi-tjandi jang besar. Hampir dimana-mana terdapat batu-batu jang berasal dari zaman itu; berupa binatang -binatang jang dikeramatkan serta linggam.
Di Santubong (Serawak Selatan) terdapat suatu pahatan diatas batu, melukiskan seseorang. Menurut dongengan turun-temurun pahatan itu melukiskan seorang perempuan jang telah melakukan dosa besar, dan ditaruh disitu untuk mendjadi teladan. Santubong dengan daerahnja atjap kali merupakan tempat pengungsian, baik untuk bangsa Hindu, kemudian Tionghoa, maupun bangsa Melaju.
Keradjaan Hindu Madjapahit pada tahun 1478 ditumbangkan oleh bangsa Melaju (Islam). Dengan tjepat beberapa tempat dapat didudukinja. Dan disitulah diangkatnja Sultan-sultan. Antaranja: Brunei, Sambas, Pontianak, Bandjarmasin, Pasir, Samarinda dan Bulungan. Disamping itu diantara Sultan-sultan tadi ditaruhnja Pangeran-pangeran. Kedatangan bangsa Melaju di Kalimantan ini jang terbelakang sendiri, jaitu baru pada tahun 1160.
Kedatangan bangsa Melaju ini tidak membawa perubahan jang hebat di Kalimantan. Gelombang Islam hanja membadai dipesisir, dimana mereka mendapat banjak pengikut. Tetapi mereka tidak masuk hingga kepedalaman. Dengan demikian penduduk asli masih dapat mempertahankan diri didaerah pedalaman.
Bahwa sedjak awal telah ada hubungan antara Tiongkok dan Kalimantan Utara serta Barat, itupun telah dapat dipastikan. Dongengan kuno melukiskan demikian. Mata uang, petjahan gutji, porselein Tiongkok dan lain-lain barang jang dapat diketemukan membuktikan bahwa bangsa Tionghoa sedjak tahun 618 telah pernah berpidjak di Santubong tersebut diatas. Demikianlah tiga matjam bangsa, jakni Hindu, Melaju dan Tionghoa telah datang di Kalimantan dan masing -masing memberikan pengaruhnja kepada penduduk asli.
Dengan demikian maka di Kalimantan terdapatlah lima bagian suku jang besarbesar, jaitu: Punan, Kalamantan, Kajan-Kenja, Iban dan Melaju.
Golongan Punan.
Tingginja sedang. Istimewa brachycephaal (lebar tengkorak hampir sama dengan pandjangnja) . Rambut tegak, tebal, kaku. Kulit kuning keputihan. Hidup mereka merantau dihutan-hutan, tanah datar dan pegunungan. Belum dapat berladang jang tetap. Perburuanlah jang dikerdjakan. Disamping itu mengumpulkan hasil-hasil hutan, seperti barus, getah, mata-kutjing, kelongkopan pohon dan lain sebagainja, jang diperdagangkan. Hidup mereka bersama-sama, merupakan kelompokan kira-kira 60 djiwa. Dalam hal menganjam tikar serta bakul-bakul dan kerandjang tak ada bandingnja.
Golongan Kalamantan.
Nama ini sebutan bersama bagi beberapa suku jang berlain-lainan, akan tetapi sudah mempunjai tempat tinggal jang tertentu. Berbeda sekali bahasanja, dongengannja, serta adat dan tata-tjaranja. Karena tempat tinggal jang tetap itu mereka lambat-laun bertjampur darah, sehingga perbedaan mendjadi berkurang. Dalam golongan Kalimantan ini antara lain termasuk suku-suku Murut, Kalabitring, Barawan, Long Pata, Long Lelak, Long Akar, Long Kipot, Malang, Malinau, Kajaman, Kanavit, Sekapan, Lugat, suku-suku Tandjung dan Dajak Darat. Pertjampuran darah suku-suku Kalamantan ini amat besar sekali artinja bagi persatuan golongan itu. Mereka termasuk dalam lingkungan dolicephaal (lebar tengkorak paling banjak 75% daripada pandjangnja).
Golongan Kajan-Kenja.
Kedua suku ini banjak persamaannja. Mereka menundjukkan perbedaan dengan lain-lain penghuni Kalimantan. Menundjukkan persamaan dengan bangsabangsa di India-Belakang, sehingga pada para sardjana menimbulkan fikiran, bahwa mereka agak terbelakang tibanja di Kalimantan. Dari sudut djasmani mereka merupakan bangsa jang terbaik tokohnja di Kalimantan. Kulitnja lebih muda daripada suku Iban. Banjak sekali perempuan Kenja jang kulitnja menjamai orang putih. Djuga rohani tinggi kedudukan mereka. Fikirannja tjerdas dan tjepat. Mudah untuk berorganisasi. Pembangunan rumah tinggi tingkatnja. Kenal dan dapat mengambil serta mengerdjakan besi dari tanah. Keseniannjapun dapat dikatakan tinggi pula. Umumnja hatinja terbuka. Dapat dipertjaja dan dalam pergaulan tabiatnja ramah-tamah. Sebagian besar daripada mereka termasuk golongan brachycephaal (lebar tengkorak hampir sama dengan pandjangnja).
Dahulu tjara memberati kuping adalah rata. Makin pandjang kupingnja makin tjantik seorang perempuan dalam pandangannja. Kebiasaan ini didapatnja dari mojangnja, seperti dapat kita lihat pada ukiran-ukiran ditjandi Borobudur. Pada lukisan itu laki-laki perempuan tampak berkuping pandjang jang diperberat dengan perhiasan daripada kaju dan tjintjin-tjintjin.
Oleh karena suku- suku di India Belakang dan jang tinggal dipulau Nias, djuga hingga kini masih berlaku tata-tjara demikian itu, maka diperkuatlah pendapat para sardjana, bahwasanja Kajan dan Kenja itu adalah keturunan mereka. Kedua suku ini hidup menjendiri. Kepala sukunja tidak dipilih, melainkan diangkat menurut keturunan. Letak daerah mereka itu ialah dipusat Kalimantan, terutama ditanah pegunungan Apu Kajan.
Golongan Iban dan Dajak Laut.
Suku ini merupakan golongan jang tersendiri. Baik rohani, maupun djasmani djauh perbedaannja dengan lain-lain suku bangsa di Kalimantan. Kata ini asalnja daripada bahasa Melaju „daja ”, jang berarti „pedalaman ". Sehingga kata dajak ini dapat diartikan „orang pedalaman atau udik". Sebutan Dajak Laut asalnja karena suku bangsa ini oleh pionier-pionier Inggeris dianggap tjakap sekali untuk pekerdjaan laut. Asal kata Iban ialah dari bahasa Kajan „ivan", jang maksudnja „musafir". Satu dan lain karena suku itu suka sekali merantau. Lain daripada itu kata Dajak Laut dipergunakan untuk membedakan mereka daripada Dajak Darat, suatu suku jang suka damai dan jang mendapat banjak pengaruh dari bangsa Hindu dan kini tinggal didaerah Serawak.
Golongan Iban inilah suku jang terkuat di Kalimantan. Mereka sangat ulet dan mempunjai semangat jang besar pula. Bentuknja ketjil, tetapi kokoh. Bahasanja mendekati bahasa Melaju dan type merekapun menjerupai suku Melaju pula, tetapi dalam bahasa mereka itu tidak terdapat kata-kata Arab, itulah mendjadi bukti, bahwa datangnja di Kalimantan sebelum suku Melaju memasuki agama Islam. Lemah tegur-sapanja, amat terbuka hatinja dan gerak-geriknja adalah menjenangkan. Kata „tjuri” tak terdapat dalam kamus mereka. Mereka merupakan satu-satunja suku didunia ini jang mendirikan tonggak-penghukum bagi para pembohong. Menerima tamu suka sekali mereka itu. Pelanggaran dalam soal ini merupakan suatu dosa jang dapat dihukum, sekalipun tidak dengan peraturan jang tertulis. Besar sekali kemanusiaannja. Kekedjaman tidak dikenalnja. Disamping itu mereka dapat menghargakan gurau senda.
Karena tabiat-tabiat tersebut itu mereka lambat-laun mempunjai kedudukan jang agak baik dalam masjarakat. Dalam beberapa hal mereka memegang rekord. Rumah mereka berbeda sekali dengan rumah-rumah suku lainnja. Banjak persamaannja dengan perumahan Melaju di Sumatera. Hasil-hasil keseniannja demikian pula .
Dalam hal keagamaan mereka berdiri ditengah suku-suku jang lainnja dan suku Melaju. Banjak adat-istiadat Melaju purbakala dianutnja, ialah tata-tjara sebelum suku Melaju memeluk agama Islam.
Golongan Melaju.
Djuga sedjarah bangsa Melaju gelap-gulita. Baru pada tahun 1160 mereka itu keluar diatas panggung dunia. Pada waktu itu berbondong-bondong mereka berpindah dari Minangkabau ke Malaka dan mendirikan kota di Singapura. Mereka itu terdesak oleh radja-radja Hindu Madjapahit dan terpaksalah untuk menjeberang ke Malaka itu. Disana mereka dapat mendirikan keradjaan-keradjaan Melaju dan mementjarkan agama Islam. Dan pada tahun 1498 mereka dapat menumbangkan kerajaan Madjapahit. Dari Malaka mereka memasuki kembali Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Brunei pada waktu itu merupakan pangkalan mereka jang terkuat. Sekianlah sebagai sumbangan tentang bangsa Melaju jang telah diuraikan diatas tadi.
Dengan ini pendahuluan kita achiri, dengan harapan mudah-mudahan sadja dapatlah dipergunakan sebagai bahan pokok untuk lebih memudahkan memahami isi buku ini selandjutnja .
Panitia Redaksi.