Lompat ke isi

Himpunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia/Bab 6

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas


PERUBAHAN PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT GOTONG ROYONG

( Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 28 tahun 1960)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG
TATA-TERTIB PENGUBAHAN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
No. 28 TAHUN 1960

tentang
PERUBAHAN PERATURAN TATA-TERTIB
DEWAN PERWAKILAN GOTONG ROYONG


Presiden Republik Indonesia,

Menimbang: bahwa Peraturan Presiden No.14 tahun 1960 tentang Peraturan Tata-terrib Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong perlu diperbaharui untuk kesempurnaan pelaksanaan prinsip demokrasi terpimpin;

Mengingat : pasal 6 Penetapan Presiden No.4 tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
Mendengar:

  1. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
  2. Kabinet Kerja dalam sidangnya pada tanggal 28 Desember 1960;

Memutuskan :

Dengan mencabut Peraturan Presiden No. 14 tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No.80);
Menetapkan :

Peraturan Presiden tentang Perubahan Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

PERUBAHAN PERATURAN TATA TERTIB

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG


BAB I.

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN ANGGOTA

PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

Pasal 1.

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong ialah mereka yang diangkat oleh Presiden Republik Indonesia.

(2) Sebelum memangku jabatannya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mengangkat sumpah (janji) di depan Kepala Negara atau di depan penjabat yang dikuasakan oleh Presiden khusus untuk mengambil sumpah (janji).

(3) Rumusan sumpah atau janji berbunyi seperti tercantum dalam Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 pasal 4.

Pasal 2.

(1) Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai seorang Ketua dan empat orang Wakil Ketua, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden clan yang bersama-sama merupakan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Ketua dan Wakil-wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat termaksud pada ayat (l) di atas adalah anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 3.

(1) Ketua dan Wakil-wakil Ketua bertugas penuh di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, dengan ketentuan bahwa pada permulaan tahun sidang diumumkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, bagaimana tugas dan pembagian kerja Ketua dan Wakil-wakil Ketua.

(2) Apabila Ketua berhalangan, maka kewajibannya dilakukan oleh Wakil Ketua yang ditunjuk oleh Ketua.

Apabila Ketua dan para Wakil Ketua berhalangan, maka untuk memimpin rapat mereka diwakili oleh anggota yang tertua.

(3) Ketentuan pada ayat (2) berlaku juga apabila Ketua dan Wakil-wakil Ketua meletakkan jabatarnya atau meninggal dunia.

(4) Apabila jabatan Ketua.dan Wakil-wakil Ketua menjadi lowong, maka Dewan Perwakilan Rakyat secepat-cepatnya memberitahukan hal ini kepada Pemerintah untuk segera diadakan pengisiannya, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 2.

Pasal 4.

Kewajiban Ketua dan Wakil Ketua yang terutama ialah:

  1. merancang tugas dan pembagian-kerja Ketua dan Wakil-wakil Ketua, seperti tersebut dalam pasal 3 ayat (1);
  2. mengatur pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat;
  3. memimpin rapat Dewan Perwakilan Rakyat, dengan menjaga ketertiban dalam rapat, menjaga supaya peraturan tata-tertib ini diturut dengan seksama, memberi izin untuk berbicara, menyimpulkan persoalan yang akan diputuskan, menjaga agar pembicara dapat mengucapkan pidatonya dengan tidak terganggu, memberitahukan hasil musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat;
  4. menjalankan keputusan-keputusan rapat Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 5.

(1) Selama perundingan Ketua hanya dapat berbicara untuk menunjukkan duduk-perkara yang sebenarnya atau untuk mengembalikan perundingan itu kepada pokok pembicaraan, apabila perundingan itu menyimpang dari pokoknya.

(2) Apabila Ketua hendak turut berbicara tentang soal yang sedang dirundingkan, maka ia untuk sementara meninggalkan tempat duduknya dan ia kembali sesudah habis berbicara; dalam hal demikian jabatan Ketua dalam rapat untuk sementara diatur menurut cara yang ditentukan dalam pasal 3 ayat (2).

BAB II.

BADAN-BADAN PERLENGKAPAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

§ 1. Panitia Musyawarah.

Pasal 6.

Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai suatu Panitia Musyawarah yang berkewajiban:

  1. membantu Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat untuk melancarkan segala perundingan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat;
  1. memberikan pertimbangan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat tentang penetapan acara pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat untuk suatu sidang atau sebahagian dari suatu sidang dan tentang pelaksanaan acara, demikian juga tentang lain-lain hal, apabila diminta oleh Pimpinan

Pasal 7.

(1) Panitia Musyawarah terdiri dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat sebagai anggota merangkap Ketua, para Wakil Ketua dan sekurang-kurangnya tujuh orang lainnya sbagai anggota, yang ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Anggota-anggota Panitia Musyawarah sedapat-dapatnya mewakili golongan-golongan yang terdapat dalam Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat berhak menunjuk seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat lain, akan tetapi dari golongan yang bersangkutan, untuk mewakili seorang anggota dalam rapat-rapat Panitia Musyawarah.

§ 2. Panitia Rumah Tangga.

Pasal 8.

Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai suatu Panitia Rumah Tangga, yang berkewajiban:

  1. membantu Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat untuk melancarkan segala urusan kerumah-tanggaan Dewan Perwakilan Rakyat;
  2. memeriksa rancangan sementara Anggaran Belanja Dewan Perwakilan Rakyat, yang disiapkan oleh Sekretaris Jenderal, dan setelah memberi pertimbangan meneruskan rancangan sementara Anggaran Belanja itu kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetujuan;
  3. memberi pertimbangan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dalam pengangkatan dan pemberhentian pegawai-pegawai Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat golongan E/III ke atas apabila diminta oleh Pimpinan.

Pasal 9.

Panitia Rumah Tangga terdiri dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat sebagai anggota merangkap Ketua, para Wakil Ketua dan sekurang-kurangnya sembilan orang lainnya sebagai anggota, yang ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat pada tiap-tiap tahun sidang.

§3. Komisi-komisi.

Pasal 10.

(1) Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai Komisi-komisi yaitu:

Komisi A : Pemerintahan Agung;
Komisi B : Keuangan;
Komisi C : Keamanan Nasional/Kehakiman;
Komisi D : Produksi;
Komisi E : DIstribusi;
Komisi F : Pembangunan;
Komisi G : Luar Negeri;
Komisi H : Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
Komisi I : Kesejahteraan Sosial

(2) Lapangan pekerjaan sesuatu Komisi meliputi bidang pekerjaan Pemerintahan seperti perincian tersebut dalam ayat (1).

Bilamana perlu dapat diadakan perubahan pada perincian tersebut.

Pasal 11.

(1) Jumlah anggota tiap-tiap Komisi sedapat mungkin sama banyaknya.

(2) Jumlah dan susunan anggota Komisi ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan memperhatikan keinginan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kecuali Ketua dan para Wakil Ketua, diwajibkan menjadi Anggota Komisi.

(4) Semua permintaan yang berkepentingan untuk pindah ke lain Komisi diputuskan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(5) Anggota sesuatu Komisi tidak boleh merangkap menjadi anggota lain Komisi, akan tetapi boleh menghadiri rapat Komisi lain sebagai peninjau.

Pasal 12.

Komisi dipimpin oleh seorang Ketua dan empat orang Wakil Ketua, yang diangkat oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah.

Pasal 13.

Kewajiban Komisi-komisi ialah:

Pertama: Melakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap rancangan Undang-undang, yang masuk urusan Komisi masing-masing.

Kedua:

  1. melakukan sesuatu tugas atas keputusan Dewan Perwakilan Rakyat;
  2. membantu menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Pemerintah dalam menjalankan Undang-undang dan kebijaksanaannya, terutama mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja, dalam hal-hal yang masuk urusan Komisi masing-masing;
  3. mendengar suara rakyat dalam hal-hal yahg masuk urusan Komisi masing-masing antara lain dengan jalan memperhatikan surat-surat yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan pihak-pihak yang berkepentingan;
  4. dengan persetujuan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan rapat kerja dengan Pemerintah untuk mendengarkan keterangannya atau mengadakan pertukaran pikiran tentang tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah;
  5. mengajukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat usul-usul rancangan Undang-undang atau usul-usul lain;
  6. mengusulkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat hal-hal untuk dimasukkan dalam acara Dewan Perwakilan Rakyat;
  7. mengajukan pertanyaan tertulis kepada Pemerintah dengan melalui Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat mengenai hal-hal yang termasuk urusan Komisi masing-masing;
  8. memberikan pertanggungan-jawab kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat tentang hasil pekerjaan Komisi masing-masing.

§ 4. Panitia Anggaran.

Pasal 14.

Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai suatu Panitia Anggaran untuk selama masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat, yang berkewajiban:

  1. mengikuti penyusunan rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan · Belanja Negara dari semula dengan jalan mengadakan huubungan dengan Depatemen Keuangan;
  2. memberikan pendapatnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Nota Keuangan dan rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
  3. mengajukan pendapatnya atas rancangan perubahan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Pemerintah;

d. memberikan pendapatnya mengenai hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 15.

Panitia Anggaran terdiri dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Anggota merangkap Ketua dan sekurang-kurangnya delapan orang anggota lain yang ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan memperhatikan keinginan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

§5. Panitia Khusus.

Pasal 16.

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat setelah mendengar pertimbangan Panitia Musvawarah dapat membentuk suatu Panitia Khusus untuk melakukan pemeriksaan-persiapan terhadap suatu rancangan Undang-undang ataupun melakukan tugas lain dibidang perundang-undangan.

Pasal 17.

Panitia Khusus terdiri dari sekurang-kurangnya lima orang Anggota, termasuk seorang Ketua, yang ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan memperhatikan keinginan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 18.

Tiap-tiap pembentukan Panitia Khusus harus disertai ketentuan tentang tugas kewajibannya dan tentang lamanya waktu menyelesaikan tugas seperti tersebut dalam pasal 16 di atas.

Pasal 19.

(1) Hasil pekerjaan Panitia Khusus dilaporkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat merumuskan hasil pekerjaan Panitia Khusus sebelum disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 20.

Ketentuan-ketentuan yang berlaku buat Komisi tentang rapat-rapat berlaku juga bagi Panitia Khusus.

Pasal 21.

Panitia Khusus dibubarkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat setelah tugasnya dianggap selesai.

§6. Sekretaris Jenderal dan para Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 22.

(1) Pada Dewan Perwakilan Rakyat ada seorang Sekretaris Jenderal dan beberapa orang Sekretaris.

(2) Sekretaris Jenderal dan Sekretaris yang berpangkat F/V ke atas dan diberhentikan oleh Presiden.

Pasal 23.

Kewajiban Sekretaris Jenderal ialah:

a. membantu Ketua dan para Wakil Ketua dalam melakukan pekerjaannya, terutama dalam hal memimpin dan melaksanakan keputusan-keputusan rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat, Panitia Musyawarah dan Panitia Rumah Tangga.

b. mengurus segala sesuatu yang termasuk urusan rumah-tangga Dewan Perwakilan Rakyat, antara lain:

  1. menyusun setiap tahun rancangan sementara Anggaran Belanja Dewan Perwakilan Rakyat;
  2. memimpin administrasi Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat dan semua pegawai yang bekerja pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 24.

Kewajiban Sekretaris ialah:

a. membantu Ketua dan Wakil Ketua dalam melakukan pekerjaannya, terutama dalam hal memimpin dan melaksanakan keputusan-keputusan rapat-rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat;

b. membantu Komisi-komisi dan Panitia-panitia dalam melakukan pekerjaan;

c. memimpin segala pekerjaan persiapan perundang-undangan;

d. membantu Sekretaris Jenderal dalam menunaikan kewajibannya termaksud dalam pasal 25 sub

Pasal 25.

Dalam Komisi-komisi dan Panitia-panitia Sekretaris Jenderal dan Sekretaris dapat mengemukakan pertimbangan-pertimbangan tehnis.

Pasal 26.

Kepada para Sekretaris dapat diperbantukan beberapa pembantu Sekretaris, penulis cepat atau pegawai lain.

Pasal 27.

(1) Apabila Sekretaris Jenderal berhalangan, maka ia diwakili oleh Sekretaris yang tertua dalam jabatannya.

(2) Jika Sekretaris termaksud dalam ayat (l) berhalangan juga, maka Sekretaris yang tertua dalam jabatannya dibawahnya menggantikannya.

Pasal 28.

(1) Selama belum dilakukan pengangkatan Sekretaris Jenderal atau apabila Sekretaris Jenderal tidak ada, maka jabatan Sekretaris jenderal dilakukan oleh Sekretaris yang tertua dalam jabatannya.

(2) Ketentuan dalam pasal 27 ayat (2) berlaku pula dalam hal ini.


BAB III.

PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG

§ 1. Ketentuan-ketentuan umum.

Pasal 29.

Presiden dapat mengusahakan kepada Menteri-menteri untuk melakukan sesuatu yang menurut Peraturan Tata-tertib ini dilakukan oleh Presiden.

Pasal 30.

(1) Semua usul Presiden, baik berupa rancangan Undang-undang maupun bukan, ataupun usul lain, yang disampaikan dengan Amanat Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat, setelah oleh Sekretariat diberi nomor pokik dan nomor surat, diperbanyak dan dibagikan ke-diberi nomor pokik dan nomor surat, diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota.

(2) Semua usul termaksud dalam ayat (1) diserahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat yang setela mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah menetapkan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan-persiapan terhadap usul itu.

Pasal 31.

(1) Jika tidak perlu diadakan pemeriksaan-persiapan, maka rancangan Undang-undang itu langsung dibicarakan dalam rapat pleno.

(2) Jika perlu diadakan pemeriksaan-persiapan, maka Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah menetapkan, apakah rancangan Undang-undang itu diperiksa oleh:

  1. Komisi atau Komisi-komisi yang bersangkutan,
  2. suatu Panitia Khusus, atau
  3. rapat gabungan Sgenap Komisi.

§ 2. Pemeriksaan-persiapan oleh Komisi-komisi.

Pasal 32.

Komisi mengadakan rapat-rapatnya untuk melakukan pemeriksaan persiapan pada hari dan waktu yang ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(1) Pemeriksaan-persiapan dapat dilakukan di mana perlu bersama-sama dengan Pemerintah dengan jalan bertukar pikiran.

(2) Untuk keperluan itu Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat mengundang Menteri-menteri yang bersangkutan untuk menghadiri rapat Komisi yang diserahi mengadakan pemeriksaan-persiapan,

Pasal 34.

(1) Komisi menunjuk seorang atau lebih di antara anggota-anggotanya sebagai pelapor,

(2) Tentang pembicaraan dalam Komisi dibuat catatan.

(3) Para pembicara harus sudah menerima catatan sementara dalam tempoh tiga kali duapuluh empat jam setelah rapat Komisi di tutup.

(4) Setelah catatan sementara itu dalam tempoh tiga kali duapuluh empat jam dikoreksi oleh para pembicara, maka dibuat catatan tetap. (5) Catatan termaksud dalam ayat (4) memuat:

  1. tanggal rapat dan jam permulaan serta penutupan rapat;
  2. nama-nama yang hadir;
  3. nama-nama pembicara dan pendapatnya masing-masing.

(6) Catatan itu dibuat rangkap dua untuk disimpan di Sekretariat dan disediakan bagi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Menteri-menteri yang bersangkutan.

Catatan itu tidak boleh diumumkan.

Pasal 35.

Ketua Komisi memimpin pembicaraan dalam Komisi dan memberi kesempatan kepada para anggota untuk mengemukakan pemandangannya, baik mengenai hal-hal yang umum maupun mengenai hal-hal khusus daripada rancangan Undang-undang. Pemerintah mendapat kesempatan untuk memberikan jawaban/sambutan atas pemandangan para anggota itu.

Pasal 36

Seorang anggota Komisi Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dapat jugamengadukan pendapatnya secara tertulis dengan menyebutkan alasan-alasan ke tidak-hadirnya; pendapatitu dibacakan dalam rapat yang bersangkutan, jika Ketua Kornisi menerirna baik alasan-alasan tersebut,

Pasal 37.

Dalam melakukan pemeriksaan-persiapan, Kornisi tidak mengambil sesuatu kepu tusan terhadap rancangan l1ndang-undang yang dibicarakan baik mengenai keseluruhannya maupun mengenai bagian-bagian atau pasal-pasalnya.

Pasal 38.

(1) Di samping catatan termaksud dalam pasal 34 oleh Pelapor (pelapor-pelapor) bersama-sama dengan Ketua Komisi dibuat laporan Komisi, yang memuat pokok-pokok dan kesimpulan pembicaraan dalam Komisi, selambat-lambatnya dalam waktu seminggu sesudah catatan termaksud dalam pasal 34 ayat (4) selesai.

(2) Di dalam laporan itu tidak dimuat nama-nama pembicara.

(3) Laporan itu setelah ditanda-tangani oleh Ketua Komisi dan Pelapor (Pelapor-pelapor) yang bersangkutan, disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat merumuskan laporan itu sebelum disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 39.

(1) Rumusan Komisi, setelah diberi nomor pokok dan nomor surat oleh Sekretariat, diperbanyak serta disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat clan Pemerintah.

(2) Rumusan dapat diumumkan.

Pasal 40.

Setelah rumusan Komisi disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, maka pemeriksa-persiapan dianggap selesai.

Pasal 41.

(1) Jika Pemerintah berdasarkan pembicaraan di dalam Komisi menganggap perlu untuk mengadakan perubahan pada naskah rancangan Undang-undang, maka Pemerintah menyampaikan Nota Perubahan atas rancangan Undang-undang tersebut atau naskah rancangan Undang-undang baru seluruhnya, apabila perubahan itu meliputi banyak bagian-bagian/pasal-pasal.

(2) Nota Perubahan atau naskah baru termaksud alam ayat (1) itu, setelah diberi nomor pokok dan nomor surat oleh Sekretariat, segera diperbanyak dan disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 42.

(1) Jika Komisi menganggap perlu untuk mengadakan pemeriksaan-persiapan ulangan ataupun lanjutan atas rancangan Undang-undang yang menjadi pokok-pokok pembicaraan, maka Ketua Komisi segera mengusulkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat agar menetapkan hari dan waktu untuk pemeriksaan-persiapan ulangan (lanjutan) itu,

(2) Pasal-pasal 32 sampai 40 berlaku juga terhadap pemeriksaan-persiapan (lanjutan) itu.

§ 3. Pemeriksaan-persiapan oleh Panitia Khusus

Pasal 43.

(1) Jika pemeriksaan-persiapan atas suatu rancangan Undang-undang menurut pendapat Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah perlu diserahkan kepada suatu Panitia Khusus, maka Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat membentuk suatu Panitia Khusus.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 32 sampai 40 berlaku juga pemeriksaan-persiapan oleh Panitia Khusus,

§ 4. Pemeriksaan-persiapan oleh Rapat Gabungan <p< Segenap Komisi.

Pasal 44.

(1) Rapat Gabungan Segenap Komisi bersifat tertutup dan dipimpin oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Sebelum pembiaraan dimulai, maka rapat menunjuk sekurang-kurangnya dua orang Pelapor di antara anggota-anggotanya.

Pasal 45.

(1) Tentang pembicaraan dalam rapat Gabungan Komisi dibuat risalah tulisan cepat.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam pasal 34 ayat-ayat (3) sampai (6) berlaku terhadap risalah termaksud dalam ayat (1) pasal ini, dengan pengertian ,,catatan" dibaca ,,risalah".

Pasal 46.

Ketentaun-ketentuan dalam pasal-pasal 32 sampai 40 tentang pemeriksaan-persiapan oleh Komisi, kecuali pasal 34 ayat ( 1) dan (2), berlaku juga untuk pemeriksaan-persiapan oleh Rapat Gabungan Segenap Komisi" dengan pengertian, bahwa "Komisi" dibaca "Rapat Gabungan Segenap Komisi" dan "catatan" dibaca "risalah ".

§ 5. Pembicaraan dalam rapat pleno.

Pasal 47.

Setelah pemeriksaan-persiapan terhadap suatu rancangan Undang-undang selesai, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menentukan dalam waktu singkat hari dan waktu pembicaraan rancangan Undang-undang itu dalam rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 48.

Mengenai pembicaraan rancangan Undang-undang dalam rapat pleno berlaku ketentuan-ketentuan dalam § 6 tentang mengajukan amandemen dan Bab IV § 3 tentang perundingan clan § 7 tentang cara mengambil keputusan, dengan ketentuan bahwa:

  1. jawaban atas pemandangan-pemandangan para anggota terhadap
suatu rancangan Undang-undang dari Pemerintah diberikan oleh Pemerintah;
  1. jawaban atas pemandangan-pemandangan para anggota dan Pemerintah terhadap suatu rancangan Undang-undang usul inisiatif diberikan oleh para pengusul inisiatif, sedang Pemerintah berhak mengajukan usul-usul perubahan atas rancangan usul inisiatif itu.

§ 6. Mengajukan amandemen.

Pasal 49.

(1) Sebelum perundingan diadakan tentang pasal-pasal atau bagian-bagian suatu rancangan Undang-undang, oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota dapat diajukan usul perubahan (usul amandemen) dan usul perubahan atas usul perubahan itu (usul sub amandemen).

(2) Usul amandemen dan usul sub amandemen, yang ditandatangani oleh para pengusul dan disertai penjelasan singkat, disampaikan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal.

(3) Usul amandemen dan usul sub amandemen serta penjelasan singkat setelah diberi nomor pokok dan nomor surat oleh Sekretariat, seIekas-lekasnya diperbanyak dan disampaikan kepada Pemerintah dan sesudah itu dibagikan kepada para anggota.

(4) Perubahan-perubahan, baik amandemen maupun sub amandemen, yang diusulkan sesudah perundingan termaksud dalam ayat (1) dimulai, diajukan dengan tertulis kepada Ketua rapat; usul-usul perubahan itu dengan selekas-lekasnya diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak dan disampaikan kepada Pemerintah dan sesudah itu dibagikan kepada para anggota.

(5) Selain daripada penjelasan tertulis, oleh pengusul dapat juga diberikan penjelasan dengan lisan dalam rapat pleno yang membicarakan pasal atau bagian yang bersangkutan.

Pasal 50.

Atas usul Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Komisi, Ketua Panitia Anggaran atau sekurang-kurangnya lima orang anggota, Dewan Perwakilan Rakyat dapat menunda perundingan tentang setiap perubah-

an yang diusulkan atau menyerahkan usul perubahan-perubahan itu kepada Komisi atau Panitia Khusus yang bersangkutan untuk diminta pertimbangannya, yang dikemukakan dengan lisan atau dengan tertulis.

Pasal 51.

Apabila sesudah rumusan Komisi atau rumusan Panitia Khusus mengenai sesuatu rancangan Undang-undang disampaikan kepada Pemerintah kemudian Pemerintah mengajukan perubahan dalam rancangan Undang-undang tersebut, maka penundaan perundingan atau penyerahan perubahan dapat dilakukan atas usul Ketua atau sekurang-kurangnya lima orang anggota.

Pasal 52.

(1) Apabila tidak ada anggota yang hendak mengusulkan perubahan lagi dalam pasal atau bagian sesuatu pasal yang sedang dibicarakan atau dalam bagian lainnya yang bersangkutan dengan pasal/bagian pasal itu dan tidak ada anggota yang ingin berbicara lagi tentang itu,maka perundingan tentang Pasal/bagian pasal tersebut ditutup.

(2) Pengambilan keputusan dimulai berturut-turut dengan usul sub amandemen kemudian usul amandemen yang bersangkutan dan akhirnya pasal atau bagian lainnya, dengan atau tanpa perubahan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Tata-tertib ini mengenai hal tersebut.

(3) Jika ada lebih dari satu usul amandemen mengenai sesuatu pasal, bagian pasal atau bagian lain dari pada rancangan Undang-undang, maka keputusan diambil lebih dahulu terhadap usul amandemen, yang menurut pendapat Ketua mempunyai akibat yang paling besar.

Pasal 53.

(1) Sesuatu usul perubahan, setelah perundingan ditutup tidak ditarik kembali, kecuali apabila penerimaan atau penolakan sesuatu perubahan yang diusulkan berarti penghapusan dengan sendirinya perubahan-perubahan lain yang diusulkan.

(2) Jika sesuatu usul perubahan, yang karena diterimanya atau ditolaknya usul perubahan lain dengan sendirinya hapus, maka usul-usul perubahan itu dianggap telah dicabut.

(3) Jika masih ada perselisihan paham tentang penghapusan itu, maka Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat yang memutuskan.

Pasal 54.

(1) Apabila sesuatu rancangan Undang-undang yang diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat telah diubah, maka pengambilan keputusan yang terakhir tentang rancangan itu seluruhnya diundurkan sampai rapat yang berikut, kecuali jika Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan lain.

(2) Sementara itu oleh anggota-anggota, demikian pula oleh Pemerintah, dapat diusulkan perubahan-perubahan baru yang diperlukan sebagai akibat perubahan yang telah diterima atau sebagai akibat penolakan suatu pasal.

(3) Usul-usul perubahan yang dimaksud dalam ayat (2) dan pasal-pasal atau bagian-bagian lain yang bersangkutan dapat dirundingkan, sebelum diambil keputusan terakhir, kecuali jika Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan untuk mengambil keputusan tanpa mengadakan perundingan lagi.

(4) Apabila, sebagai akibat yang ditetapkan dalam ayat (2) dan (3), diadakan lagi perubahan-perubahan maka pengambilan keputusan terakhir diundurkan lagi sampai rapat berikut.

Perundingan baru tidak diadakan lagi.

Pasal 55.

(1) Sebagai akibat perubahan-perubahan yang telah diterima dalam perundingan tentang sesuatu rancangan Undang-undang, maka Ketua Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan perubahan-perubahan nomor urut pasal-pasal/bagian-bagian, demikian pula perubahan-perubahan dalam penunjukkan nomor pasal-pasal/bagian-bagian lain, sebagai akibat perubahan tadi.

(2) Ketua rapat Dewan Perwakilan Rakyat dapat pula menyempurnakan redaksi yang bersifat tehnis perundang-undangan atau untuk memberi bentuk/rumusan sebagaimana mestinya bagi rancangan Undang-undang yang telap. disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

§ 7. Mengajukan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti

Undang-undang menjadi Undang-undang

Pasal 56.

Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang dibicarakan di dalam Dewan Perwakilan Rakyat setelah disampaikan dengan Amanat Presiden.

Pasal 57.

(1) Ketua memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang masuknya Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang termaksud dalam pasal 56.

(2) Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang itu setelah oleh Sekretariat diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dalam rapat Panitia Musyawarah, Pemerntah diberi kesempatan memberikan penjelasan mengenai Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang itu.

(4) Terhadap penyelesaian selanjutnya berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal 29 sampai pasal 35.

§ 8. Mengajukan rancangan Undang-undang usul inisiatif

Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 58.

(1) Suatu rancangan Undang-undang yang diajukan oleh para anggota berdasarkan pas al 21 ayat ( l) Undang-undang Dasar (rancangan usul inisiatif) harus disertai memori penjelasan dan ditanda-tangani oleh sekurang-kurangnya sepuluh orang anggota.

(2) Rancangan usul inisiatif itu disampaikan kepada Ketua dengan tertulis.

(3) Dalam rapat yang berikut Ketua memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang masuknya rancangan usul inisiatif tersebut.

(4) Rancangan usul inisiatif yang dimaksud setelah oleh Sekretariat diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta dikirimkan kepada Pemerintah.

(5) Dalam rapat Panitia Musyawarah para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan mengenai rancangan usul inisiatifnya.

(6) Terhadap penjelasan selanjutnya berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 32 sampai 40, dengan ketentuan bahwa pemeriksaan-persiapan dilakukan dengan jalan bertukar pikiran dengan para pengusul inisiatif dan Pemerintah.

Pasal 59.

(1) Selama suatu rancangan usul inisiatif belum diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, para pengusul berhak menariknya kembali atau mengajukan perubahan.

(2) Pemberitahuan tentang perubahan atau penarikan kembali disampaikan dengan tertulis kepada Ketua dan Pemerintah, dan harus ditanda-tangani oleh semua penanda-tangan rancangan usul inisiatif itu.

Pasal 60.

(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui rancangan usul inisiatif, maka rancangan itu menjadi usul inisiatif rancangan Undang-undang Dewan Perwakilan Rakyat dan dikirimkan kepada Pemerintah untuk disahkan oleh Presiden.

(2) Pemerintah memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat bilamana Presiden tidak mengesahkan rancangan tersebut.

(3) Selama sesuatu usul inisiatif rancangan Undang-undang Dewan Perwakilan Rakyat belum disahkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat berhak menariknya kembali.

§9. Menetapkan rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Pasal 61.

Untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja (selanjutnya disebut "Anggaran Belanja"), sebagai tercantum dalam pasal 23 ayat (1) Undang-undang Dasar, maka setiap tahun Pemerintah dengan Amanat Presiden mengajukan Nota Keuangan dan rancangan Anggaran Belanja kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam tahun yang mendahului tahun dinas Anggaran Belanja tersebut.

Pasal 62.

Dewan Perwakilan Rakyat menyerahkan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Belanja kepada Panitia Anggaran, agar Panitia tersebut memberikan pendapatnya.

Pasal 63.

(1) Nota Keuangan Rancangan Anggaran Belanja dan pendapat Panitia Anggaran yang dimaksud dalam pasal 62, disampaikan kepada Komisi-komisi, agar masing-masing membahas Bagian-bagian yang bersangkutan.

(2) Cara pembahasan dalam Komisi dilakukan menurut cara menghadapi suatu rancangan Undang-undang.

Pasal 64.

Setelah pembahasan dalam Komisi-komisi selesai, maka Nota Keuangan dan rancangan Anggaran Belanja dibicarakan daam rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat.


Pasal 65

Rancangan perubahan Anggaran Belanja diselesaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 62 sampai pasal 64.

Pasal 66.

Dewan Perwakilan Rakyat menyerahkan juga kepada Panitia Anggaran laporan Badan Pemeriksa Keuangan, agar Panitia menyampaikan pendapatnya mengenai hal itu.

Pasal 67

(1) Pendapat Panitia Anggaran terhadap laporan Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Untuk keperluan pengesahannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah menetapkan perlu tidaknya diadakan pemeriksaan-persiapan.

BAB IV.

PERSIDANGAN DAN RAPAT PLENO

§ 1. Persidangan.

Pasal 68.

(1) Tahun sidang Dewan Perwakilan Rakyat dimulai pada tanggal 15 Agustus dan berakhir pada tanggal 14 Agustus tahun berikutnya.

(2) Dalam tiap tahun sidang Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan sekurang-kurangnya dua persidangan.

(3) Pada permulaan tahun sidang Presiden memberikan Amanat Negara Dihadapan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 69.

(1) Waktu masa-masa persidangan ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Sedapat-dapatnya

masa persidangan pertama diperuntukkan terutama buat menyelesaikan Rancangan Anggaran Belanja tahun dinas berikutnya dan masa persidangan terakhir diperuntukkan terutama buat menyelesaikan segala perubahan Anggaran Belanja.

Pasal 70.

(1) Persidangan luar biasa dapat diadakan, jika dikehendaki oleh:

a. Pemerintah;

b. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat;

c. Sekurang-kurangnya dua puluh lima orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

{2) Setiap kali diadakan persidangan luar biasa, Ketua memberitahukannya kepada Pemerintah untuk dipertimbangkan.

(3) Dalam hal-hal yang dimaksud pada ayat (1) dan (2), maka Ketua setelah mendapat persetujuan Presiden segera mengundang anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk menghadiri persidangan luar biasa itu.

§ 2. Ketentuan umum tentang rapat-rapat.

Pasal 71.

(1) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat membuka dan menutup rapat-rapat pleno.

(2) Waktu-waktu rapat-rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat ialah:

a. pagi : mulai jam 09.00 sampai 14.00 pada hari kerja biasa dan mulai jam 08.30 sampai jam 11.30 pada hari Jum'at. ·

b. malam mulai jam 19.30 sampai 23.30.

(3) Jika perlu, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dapat menentukan waktu-waktu lain.

Pasal 72.

(1) Sebelum menghadiri rapat, setiap anggota menanda-tangani daftar hadir.

(2) Apabila daftar hadir telah ditanda-tangani oleh lebih dari seperdua jumlah anggota sidang, maka Ketua membuka rapat.

(3) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang telah menanda-tangani daftar hadir apabila akan meninggalkan gedung harus memberitahukan kepada Ketua.

Pasal 73.

(1) Jika pada waktu yang telah ditetapkan untuk pembukaan rapat jumlah anggota yang diperlukan belum juga tercapai, maka Ketua membuka pertemuan, Ia dapat juga menyuruh mengumumkan surat-surat masuk.

(2) Kemudian rapat diundurkan oleh Ketua selambat-lambatnya satu jam.

(3) Jika pada akhir waktu pengunduran yang dimaksud dalam ayat (2) belum juga tercapai quorum, maka Ketua membuka rapat. Dalam rapat ini boleh diadakan perundingan, tetapi tidak diperbolehkan mengambil sesuatu keputusan.

(4) Dalam hal yang dimaksud dalam ayat (3) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan lebih lanjut bilamana rapat akan diadakan lagi, kecuali kalau dalam acara rapat-rapat yang sedang berlaku telah disediakan waktu untuk membicarakan pokok pembicaraan yang bersangkutan.

Pasal 74.

(1) Sesudah rapat dibuka, Sekretaris memberitahukan surat-surat masuk sejak rapat yang terakhir, kecuali surat-surat yang mengenai urusan rumah tangga Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Surat-surat, baik yang diterima dari Pemerintah maupun dari pihak lain, dibacakan dalam rapat, apab ila dianggap perlu oleh Ketua atau oleh Dewan Perwakilan Rakyat, setelah mendengar pemberitahuan yang dimaksud dalam ayat (1).

§ 3. Perundingan.

Pasal 75.

(1) Anggota berbicara di tempat yang disediakan untuk itu setelah mendapat ijin dari Ketua.

(2) Pembicara tidak boleh diganggu selama ia berbicara.

Pasal 76.

(1) Pembicaraan mengenai sesuatu soal dilakukan dalam dua babak kecuali apabila Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menentukan lain.

(2) Dalam babak kedua dan babak selanjutnya jika sekiranya ada, yang boleh berbicara hanya anggota-anggota yang telah minta berbicara dalam babak pertama.

Pasal 77.

(1) Pada permulaan atau selama perundingan tentang suatu soal Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengadakan ketentuan mengenai lamanya pidato para anggota.

(2) Bilamana pembicara telah melampaui batas waktu yang telah ditetapkan, Ketua memperingatkan pembicara supaya mengakhiri pidatonya. Pembicara memenuhi permintaan itu.

Pasal 78.

(1) Untuk kepentingan perundingan Ketua dapat menetapkan, bahwa sebelum perundingan mengenai sesuatu hal dimulai, para pembicara mencatatkan nama terlebih dahulu dalam waktu yang ditetapkan oleh Ketua.

(2) Pencatatan nama ini dapat juga dilakukan atas nama pembicara oleh Ketua golongannya.

(3) Sesudah waktu yang ditetapkan itu lewat, anggota yang belum mencatatkan namanya sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini tidak berhak untuk ikut berbicara mengenai hal yang termaksud dalam ayat tersebut, kecuali jika menurut pendapat Ketua ada alasan-alasan yang dapat diterima.

Pasal 79.

(1) Giliran berbicara diberikan menurut urutan permintaan,

(2) Untuk kepentingan perundingan Ketua dapat mengadakan penyimpangan dari urutan berbicara termaksud dalam ayat (1).

(3) Seorang anggota yang berhalangan pada waktu mendapat giliran berbicara, dapat diganti oleh seorang anggota lain sebagai pembicara, Jika tidak ada anggota lain yang menggantikan anggota tersebut, maka gilirannya berbicara hilang.

Pasal 80.

(1) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 82 dan pasal 83, setiap waktu dapat diberikan kesempatan berbicara kepada anggota untuk :

  1. minta penjelasan tentang duduknya perkara sebenamya mengenai soal yang sedang dibicarakan oleh anggota;
  2. mengajukan usul prosedur mengenai soal yang sedang dibicarakan;
  3. menjawab soal-soal perseorangan mengenai diri sendiri ;
  4. menunda perundingan.

(2) Ketua memperingatkan kepada rapat, bahwa prosedur pembicaraan seorang anggota menyimpang atau bertentangan dengan Peraturan Tata-Tertib.

Pasal 81.

Agar supaya dapat menjadi pokok perundingan, maka suatu usul prosedur mengenai soal yang sedang dibicarakan dan usul menunda perundingan, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 80 ayat (1) huruf b dan d, harus disokong oleh sekurang-kurangnya empat orang anggota

205

yang hadir, terkecuali bila usul itu diajukan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 82.

(1) Seorang pembicara yang diberi kesempatan untuk mengadakan interupsi mengenai salah satu hal tersebut dalam pasal 80 ayat (1) tidak boleh melebihi waktu sepuluh menit masing-masing.

(2) Terhadap pembicaraan mengenai hal-hal tersebut dalam pasal 80 ayat (1) huruf a dan c tidak didakan perdebatan.

(3) Sebelum rapat melanjutkan perundingan mengenai soal-soal yang menjadi acara rapat hari itu , jika dianggap perlu oleh Ketua rapat, maka dapat diambil keputusan terhadap pembicaraan mengenai hal-hal tersebut dalam pasal 80 ayat (1) huruf b dan d.

Pasal 83.

(l) Penyimpangan dari pokok pembicaraan, kecuali dalam hal-hal tersebut dalam pasal 80, tidak diperkenankan.

(2) Apabila seorang pembicara menyimpang dari pokok pembicaraan, maka Ketua memperingatkan dan meminta, supaya pembicara kembali kepada pokok pembicaraan.

Pasal 84.

(1) Apabila seorang pembicara dalam rapat mempergunakan perkataan-perkataan yang tidak layak , mengganggu ketertiban atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sah, maka Ketua memberi nasehat dan memperingatkan, supaya pembicara tertib kembali.

(2) Dalam hal demikian Ketua memberi kesempatan kepada pembicara yang bersangkutan untuk menarik kembali perkataan-perkataan yang menyebabkan ia diberi peringatan. Jika ia mempergunakan kesempatan ini, maka perkataan-perkataan tersebut tidak dibuat dalam risalah resmi tentang perundingan itu, karena dianggap sebagai tidak diucapkan.

(3) Ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam ayat (1) berlaku juga bagi anggota-anggota lain.

Pasal 85.

(1) Apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan Ketua yang tersebut dalam pasal-pasal 83 ayat (2) dan 84 ayat (1) atau mengulangi pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas, maka Ketua dapat melarangnya meneruskan Pembicaraan.

(2) Jika dianggap perlu, Ketua dapat melarang pembicara yang dimaksud dalam ayat (1) terus menghadiri rapat yang merundingkan soal yang bersangkutan.

(3) Jika anggota yang bersangkutan tidak dapat menerima keputusan Ketua yang dimaksud dalam ayat (2) di atas, ia dapat mengajukan persoalannya kepada rapat. Untuk itu ia diperbolehkan berbicara selama-lamanya sepuluh menit dan tanpa perdebatan rapat terus mengambil keputusan.

Pasal 86.

(1) Setelah diperingatkan untuk kedua kalinya, Ketua dapat melarang anggota-anggota yang melakukan pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 84 ayat (1) untuk terus menghadiri rapat itu.

(2) Ketentuan yang termuat dalam pasal 85 ayat (3) berlaku juga dalam hal yang termaksud dalam ayat (1) di atas.

Pasal 87.

(1) Anggota, yang baginya berlaku ketentuan dalam pasal 85 ayat (2) dan pasal 86 ayat (1), diharuskan dengan segera keluar dari Ruangan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Yang dimaksud dengan Ruang Sidang tersebut dalam ayat (1) ialah ruangan rapat pleno termasuk ruangan untuk umum, undangan dan tetamu lainnya.

(3) Jika anggota, yang baginya berlaku ketentuan dalam pasal 85 ayat (2) dan pasal 86 ayat (1) memasuki Ruangan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat, maka Ketua berkewajiban untuk menyuruh anggota itu meninggalkan Ruangan Sidang dan apabila ia tidak mengindahkan perintah itu, maka atas perintah Ketua ia dapat dikeluarkan dengan paksa.

Pasal 88.

(1) Apabila Ketua menganggap perlu, maka ia boleh menunda rapat.

(2) Lamanya penundaan tidak boleh melebihi waktu dua belas jam.

Pasal 89.

Perundingan tentang suatu usul berupa rancangan Undang-undang dilakukan dalam dua bagian:

a. pemandangan umum mengenai rancangan Undang-undang seluruhnya;

b. pembicaraan pasal demi pasal dari pada rancangan Undang-undang.

Pasal 90.

(1) Pada pemandangan umum tentang suatu pokok pembicaraan hanya dibicarakan tujuan umum dan garis besar pokok pembicaraan itu.

(2) Jika perlu Dewan Perwakilan Rakyat dapat juga mengadakan perundingan tersendiri mengenai bagian-bagian dari sesuatu pokok pembicaraan.

Pasal 91.

(1) Pembicaraan pasal demi pasal dilakukan sedemikian rupa, sehingga pada tiap-tiap pasal diperbincangkan usul-usul amandemen yang bersangkutan, kecuali jika isinya ada hubungannya dengan pasal-pasal lain atau usul amandemen itu memerlukan aturan lain.

(2) Jika sesuatu pasal terdiri dari berbagai ayat atau kalimat, maka pembicaraan tentang pasal itu dapat dibagi-bagi menurut adanya kalimat-kalimat atau ayat-ayat itu.

Pasal 92.

(1) Apabila Ketua berpendapat, bahwa sesuatu pokok pembicaraan telah cukup ditinjau, maka ia menutup perundingan.

(2) Penutupan perundingan dapat pula diusulkan kepada Ketua oleh paling sedikit lima orang anggota yang hadir dalam ruangan rapat.

(3) Sesudah perundingan ditutup, Dewan Perwakilan Rakyat mengambil keputusan mengenai pokok pembicaraan yang bersangkutan. Jika tidak perlu diambil sesuatu keputusan, Ketua menyatakan bahwa perundingan telah selesai.

§ 4. Risalah Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 93.

Mengenai setiap rapat terbuka dibuat Risalah Resmi, yakni laporan tulisan-cepat yang selain dari pada semua pengumuman dan perundingan yang telah dilakukan dalam rapat, memuat juga:

  1. acara rapat;
  2. nama anggota yang telah menanda-tangani daftar hadir yang dimaksud dalam pasal 72;
  3. nama-nama para Menteri yang mewakili Pemerintah;
  4. Keterangan tentang hasil pengambilan keputusan.

Pasal 94.

Sesudah rapat selesai, maka selekas-Iekasnya kepada anggota, demikian pula kepada para Menteri yang hadir mewakili Pemerintah, diki-

rimkan Risalah Resmi sementara.

Pasa1 95.

(1) Dalam tempoh empat hari setiap anggota dan Menteri yang mewakili Pemerintah mendapat kesempatan untuk mengadakan perubahan dalam bagian risalah yang memuat pidatonya, tanpa mengubah maksud pidatonya.

(2) Sesudah tempoh yang dimaksud dalam ayat (1) lewat, maka Risalah Resmi selekas-lekasnya ditetapkan oleh Ketua.

(3) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan, apabila timbul perbedaan pendapat tentang isi Risalah Resmi.

§ 5. Rapat tertutup.

Pasal 96.

Atas keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dapat diadakan rapat tertutup Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 97.

(1) Pada waktu rapat terbuka, pintu-pintu Ruangan Sidang dapat ditutup, jika Ketua menimbangnya perlu atau diusulkan kepada Ketua oleh sekurang-kurangnya sepuluh orang anggota.

(2) Sesudah pintu-pintu ditutup, Ketua memutuskan apakah musyawarah selanjutnya dilakukan dalam rapat tertutup.

Pasal 98.

(1) Pembicaraan-pembicaraan dalam rapat tertutup adalah tidak untuk diumumkan, kecuali jika rapat memutuskan untuk mengumumkan seluruhnya atau sebagiannya.

(2) Atas usul Ketua, Wakil Pemerintah atau sekurang-kurangnya sepuluh orang anggota yang hadir dalam ruangan rapat, rapat dapat memutuskan, bahwa pembicaraan-pembicaraan dalam rapat tertutup bersifat rahasia.

(3) Penghapusan sifat rahasia itu dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebagian pembicaraan-pembicaraan.

(4) Rahasia itu harus dipegang oleh semua orang yang hadir dalam rapat tertutup itu, demikian juga oleh mereka yang berhubung dengan pekerjaannya kemudian mengetahui apa yang dibicarakan itu.

Pasal 99.

(1) Mengenai rapat tertutup dibuat laporan tulisan cepat atau hanyalah laporan singkat tentang perundingan yang dilakukan.

(2) Di atas laporan itu harus dicantumkan dengan jelas pernyataan mengenai sifat rapat, yaitu:

a. "Hanya untuk yang diundang", untuk rapat tertutup pada umumnya.
b. "Rahasia" untuk rapat tertutup yang dimaksudkan dalam pasal 98 ayat (2).

(3) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dapat memutuskan, bahwa sesuatu hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup tidak dimasukkan dalam laporan.

§ 6. Presiden dan Menteri-menteri.

Pasal 100.

(1) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengundang Presiden dan Menteri-menteri untuk menghadiri rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Apabila Presiden berhalangan hadir, maka ia dapat diwakili oleh Menteri yang bersangkutan sebagai pembantunya.

Pasal 101.

Tanpa mendapat undangan, para Menteri dapat pula mengunjungi rapat-rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 102.

(1) Presiden dan para Menteri mempunyai tempat duduk yang tertentu dalam Ruangan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Ketua mempersilahkan Presiden atau Menteri berbicara apahila dan setiap kali ia menghendakinya.

§ 7. Cara mengambil keputusan

A. Mengenai soal.

Pasal 103.

(1) Keputusan sedapat mungkin diambil dengan kata mufakat.

(2) Jika kata mufakat termaksud pada ayat (1) pasal ini tidak tercapai, maka pendapat-pendapat yang dikemukakan dalam musyawarah disampaikan kepada Presiden.

(3) Presiden mengambil keputusan dengan memperhatikan pendapat-pendapat termaksud pada ayat (2) pasal ini.

B. Mengenai orang.

Pasal 104.

Setiap keputusan mengenai orang diambil dengan tertulis, kecuali jika Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan lain, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 103.

§ 8. Cara mengubah acara rapat-rapat yang sudah
ditetapkan

Pasal 105.

Acara rapat-rapat yang sudah ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat segera diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat, selambat-lambatnya seminggu sebelum acara terebut mulai berlaku.

Pasal 106.

Usul-usul perubahan mengenai acara rapat-rapat yang sudah ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat baik berupa perubahan waktu dan atau pokok pembicaraan maupun yang menghendaki supaya pokok-pokok pembicaraan baru dimasukkan kedalam acara, disampaikan dengan tertulis kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal yang belakangan ini harus disebutkan pokok pembicaraan yang diusulkan untuk dimasukkan kedalam acara dan waktu yang diminta disediakan dalam acara untuk membicarakan pokok tersebut.

Pasal 107.

(1) Usul perubahan itu harus ditanda-tangani oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota atau oleh Ketua Komisi dalam hal usul perubahan diajukan oleh sesuatu Komisi.

(2) Usul perubahan itu harus diajukan selambat- lambatnya dua hari sebelum acara rapat-rapat yang bersangkutan mulai berlaku.

Pasal 108.

(1) Pada hari mulai berlakunya acara rapat-rapat, dibicarakan usul-usul perubahan acara yang masuk dalam waktu yang telah ditentukan, termaksud dalam pasal 107 ayat (2).

(2) Apabila ternyata tidak ada usul-usul masuk dalam waktu yang ditentukan itu, maka acara rapat-rapat yang telah ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat berlaku terus.

Pasal 109.

(1) Sesudah waktu yang ditentukan itu lewat, maka usul perubahan mengenai acara yang telah ditetapkan hanya dapat diajukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dengan tertulis oleh lima orang anggota, dengan menyebutkan hari-hari mana dan pokok-pokok pembicaraan mana yang perlu diubah.

(2) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menentukan, apakah usul perubahan itu disetujui at au tidak.

(3) Dalam hal usul itu disetujui oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat makan keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat itu diumumkan kepada segenap anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Apabila ditolak oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat maka atas permintaan para pengusul yang jumlahnya diperbesar menjadi sekurang-kurangnya dua puluh lima orang, usul perubahan acara itu dibicarakan dalam rapat pleno yang akan datang dengan ketentuan, bahwa jika dalam waktu seminggu setelah penolakan usul itu tidak terdapat rapat pleno dalam acara rapat-rapat, atas penetapan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diadakan rapat pleno khusus untuk membicarakan usul perubahan acara itu.

Pasal 110.

(1) Dalam keadaan yang mendesak, maka dalam rapat pleno yang sedang berlangsung dapat diadakan perubahan acara oleh:

  1. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat;
  2. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat;

(2) Perubahan acara dalam keadaan mendesak dapat pula diusulkan kepada Ketua/Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat oleh Pemerintah atau oleh sekurang-kurangnya dua puluh lima orang anggota.

§ 9. Peninjau.
Pasal 111.

(1) Para peninjau harus mentaati segala ketentuan mengenai ketertiban yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Para peninjau dilarang menyatakan tanda setuju at au tidak setujunya, baik dengan perkat aan maupun dengan cara lain.

(3) Para peninjau dilarang pula memasuki ruangan rapat pleno.

Pasal 112.

(1} Ketua menjaga supaya ketentuan-ketentuan dalam pasal 111 diperhatikan dan memelihara suasana yang tertib.

(2) Apabila ketentuan itu dilanggar, maka Ketua memerintahkan para peninjau yang mengganggu ketertiban untuk meninggalkan ruangan sidang.

(3) Ketua berhak untuk mengeluarkan peninjau-peninjau yang tidak mengindahkan perintah itu dengan paksa, kalau perlu dengan bantuan polisi.

BAB V.

MENGAJUKAN SESEORANG DAN SURAT-SURAT

MASUK

Pasal 113.

(l) Apabila oleh Undang-undang ditentukan, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat diwajibkan mengajukan anjuran calon untuk mengisi sesuatu jabatan yang lowong, maka Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan cara pelaksanaannya.

(2) Cara pelaksanaan termaksud dalam ayat (1) di atas bersifat rahasia.

Pasal 114.

Anjuran yang termuat dalam pasal 113 oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan dengan tertulis kepada Pemerintah, dengan disertai pemberitaan mengenai pemilihan calon-calon.

Pasal 115.

(l) Ketua menentukan apa yang harus diperbuat dengan surat-surat masuk dan/atau meneruskannya kepada Komisi-komisi atau Panitia-panitia yang bersangkutan, kecuali apabila Dewan Perwakilan Rakyat mengenai sesuatu surat menentukan lain.

(2) Mengenai surat-surat yang diteruskan kepada Komisi, oleh Panitera Komisi dibuat daftar, yang memuat dengan singkat isi surat-surat itu.

(3) Salinan Daftar surat-surat termaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada semua anggota Komisi untuk diketahui.

(4) Ketua Komisi dan Wakil-wakil Ketua Komisi memeriksa surat-surat dan menetapkan, bagaimana cara menyelesaikannya, dengan pengertian, bahwa Ketua dan Wakil-wakil Ketua Komisi berhak menyuruh simpan surat-surat yang tidak perlu diselesaikan.

(5) Ketetapan tentang cara penyelesaian surat-surat itu dibutuhkan dalam daftar surat-surat asli, yang ada pada Panitera Komisi dan tersedia bagi para anggota Komisi untuk dipelajari.

(6) Surat-surat yang menurut anggapan Ketua atau Wakil Ketua Komisi memuat soal yang penting, diajukan oleh Ketua Komisi dalam rapat Komisi untuk dirundingkan dan ditetapkan cara menyelesaikan.

(7) Anggota-anggota Komisi, setelah memeriksa daftar surat-surat termaksud dalam ayat { 3) dan atau hasil daftar tersebut yang dimaksud dalam ayat (2}, dapat juga mengusulkan, supaya surat-surat yang menurut anggapan mereka memuat soal-soal yang penting, diajukan dalam rapat Komisi untuk dirundingkan dan ditctapkan cara menyelesaikannya.

Pasal 116.

(1) Apabila Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat berpendapat bahwa tentang sesuatu hal yang termuat dalam surat-surat masuk perlu diadakan pemeriksaan, maka hal itu diserahkan kepada suatu Komisi atau Panitia Khusus untuk diperiksa.

Komisi atau Panitia Khusus itu kemudian menyampaikan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat laporan tertulis yang memuat juga usul mengenai penyelesaian hal itu.

(2) Laporan itu harus selesai dalam waktu yang ditentukan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Sesudah laporan itu dirumuskan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat maka rumusan itu oleh Sekretariat diberi nomor pokok dan nomor surat , diperbanyak serta disampaikan kepda Pemerintah dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakvat dan kemudain dibicarakan dalam rapat pleno.

Pasal 117.

(1) Apabila Komisi atau Panitia Khusus tidak dapat menyelesaikan dalam waktu yang telah ditemukan, maka atas permintaannya waktu itu dapat diperpanjang oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat atau oleh Ketua.

(2) Apabila Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat itu atau Ketua memutuskan tidak akan memperpanjang waktu tersebut, maka Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dapat membebaskan Komisi yang bersangkutan dari kewajibannya atau membubarkan Panitia Khusus itu dan mengangkat Panitia Khusus baru atau menjalankan usaha lain.

Pasal 118.

Setelah perundingan-perundingan tentang hal dan usul yang dimaksud dalam pasal 116 selesai, maka jika perlu diadakan pengambilan keputusan; untuk itu berlaku ketentuan-ketentuan tentang cara pengambilan keputusan dan tentang usul-usul amandemen.

BAB VI.

PEMBENTUKAN GOLONGAN-GOLONGAN DALAM

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 119.

Untuk melancarkan pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat, diikhtiarkan penyederhanaan golong-golongan Dewan Perwakilan Rakyat dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan dalam Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 tentang Susunan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong beserta penjelasannya.

Pasal 120.

(1) Segera setelah suatu golongan terbentuk, pengurusnya memberitahukan hal itu kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, disertai susunan pengurus dan susunan anggota-anggota.

(2) Tiap-tiap perubahan dalam susunan Pengurus dan anggota-anggota sesuatu golongan diberitahukan pula kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 121.

(1) Golongan-golongan menyampaikan pertimbangan-pertimbangan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat mengenai semua hal yang dianggapnya perlu atau yang dianggap perlu oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Ketua dapat mengundang para Ketua Golongan dalam Dewan Perwakilan Rakyat guna mengadakan pertemuan untuk keperluan termaksud dalam ayat (1).

Pasal 122.

Dalam melakukan tugasnya sebagai Pemimpin Golongan, Ketua Golongan atau Wakilnya dapat meminta pertimbangan-pertimbangan tehnis kepada Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat.


BAB VII.

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 123.

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini ditetapkan dengan Peraturan Presiden atas usul Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat setelah mendengar pertimbangan Pemerintah.

(2) Hal-hal lain ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan Peraturan Presiden tentang Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

Pasal 124.

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta,

pada tanggal 29 Desember 1960.

Presiden Republik Indonesia,

SUKARNO.



TATA TERTIB

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG

(Peraturan Presiden No. 32 Tahun 1964)

(Lembaran Negara Tahun 1964 No. 91 - Tambahan

Lembaran Negara No. 2684)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

No. 32 TAHUN 1964

tentang

PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT GOTONG ROYONG

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:

  1. bahwa perlu ditetapkan peraturan tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang mencerminkan kedudukannya sebagai perwakilan seluruh Rakyat Indonesia dan sebagai pembantu Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara/Pemimpin Besar Revolusi dalam tugas melaksanakan Usdek (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin berdasarkan kepribadian Indonesia), seperti tersimpul dalam Manifesto Politik;
  2. bahwa peraturan tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 28 tahun 1960 perlu disempurnakan dalam rangka perkembangan demokrasi terpimpin sampai sekarang;
Mengingat:

  1. Pasal 6 Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. II tahun 1960 Lampiran A-II;
  3. Amanat-amanat Presiden Republik Indonesia pada upacara pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong pada tanggal 25 Juni 1960 dan tanggal 5 Januari 1961;
Mendengar:

  1. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
  2. Presidium Kabinet Republik Indonesia;

Memutuskan:

Dengan mencabut Peraturan Presiden No. 28 tahun 1960,

Menetapkan:

Peraturan Presiden tentang peraturan tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG

BAB I.

KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG DPR-GR.

Pasal 1.

(1) DPR-GR, sebagai Pembantu Presiden/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi dalam bidang legislatip dan yang anggotanya juga menjadi anggota MPRS, adalah Dewan yang bantu-membantu dengan Pemerintah berdasarkan musyawarah atas azas-kegotong-royongan dalam rangka demokrasi terpimpin, menuju cita-cita Sosialisme Indonesia seperti termaksud dalam Pembukaan Undang-undang

Dasar.

(2) Tugas dan wewenang DPR-GR ialah:

  1. bersama-sama dengan Presiden membentuk undang-undang seperti termaksud dalam pasal 5 ayat 1 jo. pasal 20 dan pasal 23 Undang-undang Dasar beserta Penjelasannya;
  2. melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan Pemerintah dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam Ketetapan MPRS. No. II/MPRS/'60 beserta lampirannya.

BAB II.

ANGGOTA DPR-GR DAN ANGGOTA PIMPINAN

DPR-GR.

Pasal 2.

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong diangkat dan diberhentikan oleh Presiden/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi.

(2) Sebelum memangku jabatannya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mengangkat sumpah (janji) di depan Presiden atau di depan pejabat yang dikuasakan oleh Presiden khusus untuk mengambil sumpah (janji).

(3) Rumusan sumpah atau janji berbunyi seperti tercantum dalam Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 pasal 4.

Pasal 3.

(1) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong terdiri atas seorang Ketua dan empat orang Wakil Ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden/Mandataris MPRS./Pemimpin Besar Re-

volusi dan yang merupakan kesatuan Pimpinan.

(2) Ketua dan Wakil Ketua DPR-GR. adalah Anggota DPR-GR.

Pasal 4.

(1) Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR-GR. bertugas penuh di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, dengan ketentuan bahwa pada permulaan tahun-sidang diumumkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, bagaimana tugas pembagian kerja Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR-GR.

(2) Apabila Ketua DPR-GR, berhalangan, maka kewajibannya dilakukan oleh Wakil Ketua yang ditunjuk oleh Ketua DPR-GR. Apabila Ketua dan para Wakil Ketua DPR-G R. berhalangan, maka untuk memimpin rapat mereka diwakili oleh anggota DPR-GR. yang tertua umurnya.

(3) Ketentuan-ketentuan pada ayat (2) berlaku juga apabila Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR-GR meletakkan jabatannya atau meninggal dunia.

(4) Apabila jabatan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR-GR menjadi lowong, maka Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong secepat-cepatnya memberitahukan hal ini kepada Presiden/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi untuk segera diadakan pengisiannya, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3.

Pasal 5.

Ketua, Wakil-wakil Ketua dan Anggota-anggota DPR-GR tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena yang dikatakannya dalam rapat atau yang dikemukakannya dengan surat kepada Dewan itu, kecuali jika mereka dengan itu mengumumkan apa yang dikatakan atau yang dikemukakan dalam rapat tertutup dengan syarat supaya dirahasiakan.

Pasal 6.

Kewajiban Pimpinan (Ketua dan para Wakil Ketua DPR-GR) yang terutama ialah:

a. Merancang tugas dan pembagian kerja Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR-GR. seperti tersebut dalam pasal 4 ayat (1).

b. Mengatur pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, termasuk menetapkan acara pekerjaan DPR-GR. untuk suatu sidang atau sebagian dari suatu sidang dan pelaksanaan acara.

c. Memimpin rapat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dengan menjaga ketertiban, dalam rapat, menjaga supaya peraturan tata-tertib ini diturut dengan seksama, memberi ijin untuk berbicara dan menjaga agar pembicara dapat mengucapkan pidatonya dengan tidak terganggu.

  1. Meyimpulkan persoalan yang akan diputuskan.
  2. Memberitahukan hasil musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong kepada Presiden/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi.
  3. Pada waktu-waktu tertentu memberikan laporan- kepada Presiden/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi
  4. Menjalankan keputusan-keputusan rapat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
  5. Sekali sebulan mencantumkan persoalan Sekretariat DPR-GR. dalam acara rapat Pimpinan DPR-GR.
BAB III.

BADAN-BADAN PERLENGKAPAN DPR-GR.

Pasal 7.

Untuk dapat melaksanakan tugas kewajiban DPR-GR. mempunyai badan-badan perlengkapan seperti tersebut di bawah ini :

  1. Panitia Musyawarah.
  2. Panitia Rumah Tangga,
  3. Komisi-komisi,
  4. Panitia Anggaran,
  5. Panitia Khusus,
  6. Golongan-golongan,
  7. Sekretariat.
§ 1. Panitia Musyawarah.

Pasal 8.

Panitia Musyawarah berkewajiban:

  1. Memberikan pertimbangan kepada Pimpinan PDR-.GR. untuk melancarkan segala perundingan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat.
  2. Bermusyawarah dengan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tentang penetapan acara kejadian DPR-GR. untuk suatu sidang atau sebahagian dari suatu sidang dan tentang pelaksanaan acara, demikian juga tentang hal-hal lain.

Pasal 9.

(1) Panitia Musyawarah terdiri dari Ketua DPR-GR, sebagai anggota merangkap Ketua, para Wakil Ketua DPR-GR., para Ketua Golongan-golongan dan para Ketua Komisi-komisi yang ditetapkan oleh Pimpinan DPR-GR.

(2) Ketua Golongan dan Ketua Komisi termaksud dalam ayat (1) pasal ini berhak menunjuk seorang anggota Pimpinan dan Golongannya satu seorang Wakil Ketua Komisinya yang bersangkutan, untuk mewakilinya dalam rapat-rapat Panitia Musyawarah.

§ 2. Panitia Rumah Tangga.

Pasal 10.

Panitia Rumah Tangga berkewajiban:

a. membantu Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong untuk melancarkan segala urusan kerumah-tanggaan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

b. memeriksa rancangan sementara Anggaran Belanja Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, yang disiapkan oleh Sekretaris Umum dan setelah memberi pertimbangan meneruskan rancangan sementara Anggaran Belanja itu kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong untuk mendapat persetujuan.

c. Memberi pertimbangan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dalam pengangkatan dan pemberhentian pegawai-pegawai Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong golongan E/III keatas, apabila diminta oleh Pimpinan DPR-GR.

d. mengadakan rapat paling sedikit sekali sebulan.

Pasal 11.

(1) Panitia Rumah Tangga terdiri dari Ketua DPR-GR. sebagai anggota merangkap Ketua, para Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan sekurang-kurangnya 9 orang anggota lainnya, sebagai anggota yang pada tiap-tiap tahun sidang ditetapkan oleh Pimpinan DPR-GR., dengan memperhatikan pertimbangan Golongan-golongan.

(2) Untuk melakukan tugas sehari-hari Pimpinan DPR-GR. mengangkat seorang Ketua Harian dan beberapa orang wakilnya dari antara Anggota-anggota Panitia Rumah Tangga di Iuar Pimpinan DPR-GR.

§ 3. Komisi-komisi.

Pasal 12.

Komisi-komisi mempunyai lapangan pekerjaan yang masing-masing meliputi bidang/bidang-bidang pekerjaan Pemerintah,

Pasal 13.

(1) Jumlah Anggota Komisi ditetapkan oleh Pimpinan DPR-GR., setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah.

(2) Susunan Anggota Komisi ditetapkan oleh Pimpinan DPR-GR. dengan memperhatikan pertimbangan golongan-golongan.

(3) Semua Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, kecuali Ketua dan para Wakil Ketua DPR-GR., diwajibkan menjadi Anggota Komisi.

(4) Semua permintaan yang berkepentingan untuk pindah kelain Komisi diputuskan oleh Pimpinan DPR-GR.

(5) Anggota sesuatu Komisi tidak boleh merangkap menjadi anggota lain Komisi, akan tetapi boleh menghadiri rapat Komisi lain sebagai peninjau.

Pasal 14.

(1) Komisi dipimpin oleh seorang Ketua dan empat orang Wakil Ketua, yang diangkat oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah, dengan memperhatikan calon-calon dari Golongan-golongan.

(2) Pimpinan Komisi mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali seminggu untuk mengatur pembagian kerja bagi tiap-tiap anggota Pimpinan Komisi dan membicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan tugas kewajiban Komisi.

(3) Pimpinan Komisi harus aktip memimpin Musyawarah sampai tercapai kata-mufakat,

Pasal 15.

(1) Kewajiban-kewajiban Komisi ialah:


Pertama: Bersama-sama dengan Pemerintah melakukan pembicaraan atas rancangan undang-undang yang masuk Komisi masing-masing.


Kedua:

a. melakukan sesuatu tugas atas keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong; b. membantu menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Pemerintah dalam menjalankan undang-undang dan kebijaksanaannya, terutama mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja, dalam hal-hal yang masuk urusan Komisi masing·masing;

c. mendengar suara rakyat dalam hal-hal yang masuk urusan Komisi masing-masing antara lain dengan jalan mernperhatikan surat-surat yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan menerima atau mengunjungi pihak-pihak yang berkepentingan;

d. dengan persetujuan Pimpinan DPR-GR. mengadakan rapat kerja dengan Pemerintah untuk mendengarkan keterangannya atau mengadakan pertukaran pikiran tentang tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah atau tentang hal-hal lain;

e. mengajukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong usul-usul rancangan undang-undang atau usul-usul lain, di antaranya usul pernyataan pcndapat;

f. mengusulkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong hal-hal untuk dimasukkan dalam acara Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

g. mengajukan pcrtanyaan tertulis kepada Pemerintah dengan melalui Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mengenai hal-hal yang termasuk urusan Komisi masing-masing ;

h. memberikan pertanggungan jawab kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tentang hasil pekerjaan Komisi masing-masing.

(2) Pembicaraan di dalam Komisi dilakukan secara musyawarah sehingga dapat tercapai kata mufakat.

§ 4. Panitia Anggaran

Pasal 16.

Panitia Anggaran dibentuk untuk selama masa jabatan Dewan Pcrwakilan Rakyat Gotong Royong dan berkewajiban :

a. Mengikuti penyusunan rancangan Undang·undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dari semula dengan jalan mengadakan hubungan dengan Departemen Urusan Anggaran dan Departemen-dcpartemen lain;

b. Memberikan pendapatnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mengenai Nota Keuangan dan rancangan Undang undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

c. Mengajukan pendapatanya atas rancangan perubahan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Pemerintah;

d. Memberikan pendapatnya mengenai hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

Pasal 17.

(1) Panitia Anggaran terdiri dari Ketua DPR-GR. sebagai Anggota merangkap Ketua, para Wakil Ketua dan sekurang-kurangnya delapan orang Anggota lain sebagai anggota yang ditetapkan oleh Pimpinan DPR-GR., dengan memperhatikan pertimbangan dari Golongan-golongan.

(2) Untuk melakukan tugas sehari-hari Pimpinan DPR-GR. mengangkat seorang Ketua harian dan beberapa orang wakilnya dari antara Anggota-anggota Panitia Anggaran di luar Pimpinan DPR-GR.

§- 5. Panitia Khusus.

Pasal 18.

Pimpinan DPR-GR. setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah dapat membentuk suatu Panitia Khusus untuk melakukan pembicaraan atas suatu rancangan undang-undang ataupun melakukan tugas lain.

Pasal 19.

Panitia khusus terdiri dari sekurang-kurangnya lima orang anggota, termasuk seorang Ketua, yang ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, dengan memperhatikan keinginan Golongan-golongan.

Pasal 20.

Tiap-tiap pembentukan panitia khusus harus disertai ketentuan tentang tugas kewajibannya dan tentang lamanya waktu menyelesaikan kewajiban itu.

Pasal 21.

(1) Hasil pekerjaan Panitia Khusus dilaporkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(2) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong merumuskan hasil pekerjaan Panitia Khusus sebclurn disampaikan kcpada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

Pasal 22.

Ketentuan-ketentuan yang berlaku buat Komisi tentang rapat-rapat berlaku juga bagi panitia khusus.

Pasal 23.

(1) Panitia Khusus, jika tugasnya dianggap selesai, dibubarkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah.

(2) Apabila Panitia Khusus tidak dapat menyelesaikan tugas kewajibannya dalam waktu yang telah ditentukan, maka atas permintaannya waktu itu dapat diperpanjang oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(3) Apabila Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong memutuskan tidak akan memperpanjang waktu tersebut, maka Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dapat membubarkan Panitia Khusus itu dan mengangkat lagi Panitia Khusus baru atau menjalankan usaha lain.

§ 6. Golongan-golongan

Pasal 24.

Guna Keperluan pembulatan kata mufakat yang mencerminkan asas kegotong-royongan dalam rangka demokrasi terpimpin seperti termaksud pada pasal 1, Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mempunyai golongan musyawarah-golongan musyawarah yang terdiri dari ;

a. Golongan Nasionalis,

b. Golongan Islam,

c. Golongan Kristen dan Katolik ,

d. Golongan Komunis,

e. Golongan Karya.

BAB XI.

Pasal 25.

Pimpinan Golongan memberitahukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong susunan Pimpinan dan susunan anggota-anggotanya serta tiap-tiap perubahan dalam susunan Pimpinan dan anggota-anggota tersebut.

Pasal 26.

(1) Golongan-golongan berkewajiban:

a. melakukan pembicaraan atas rancangan undang-undang seperti dimaksud dalam pasal-pasal 33 dan berikutnya, atau pokok-pokok pembicaraan lain.

b. memberikan pertimbangan kepada Pirnpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mengenai semua hal yang dianggapnya perlu atau yang dianggap perlu oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Gotong Royong.

(2) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dapat mengundang Pimpinan Golongan-golongan guna mengadakan pertemuan untuk keperluan termaksud dalam ayat ( 1) b pasal ini.

Pasal 27.

Dalam melakukan tugasnya sebagai Pimpinan Golongan, Ketua Golongan atau Wakilnya dapat meminta pertimbangan-pertimbangan teknis kepada Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

§ 7. Sekretariat DPR-GR.

Pasal 28.

Sekretariat DPR-GR berkewajiban melaksanakan kebijaksanaan Pimpinan DPR-GR dan menyelenggarakan urusan kepaniteraan dan urusan ke-Rumah-Tanggaan DPR.GR.

Pasal 29.

Kebijaksanaan dan garis-garis umum mengenai tugas organisasi dan tata-kerja Sekretariat ditetapkan oleh Pimpinan DPR-GR.

Pasal 30.

Pimpinan Sekretariat diserahkan kepada seorang Sekretaris Umum, yang bertanggung-jawab kepada Pimpinan DPR-GR. tentang pekerjaan yang dipikulkan padanya.

Sekretaris Umum dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris Umum.

Pasal 31.

Sekretaris Umum dan Wakil Sekretaris Umum diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Pimpinan DPR-GR.

BAB V.

PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG

§ 1. Ketentuan-ketentuan umum.

Pasal 32.

(1) Presiden dapat menguasakan kepada Mcnteri-menteri untuk melakukan sesuatu yang menurut Peraturan Tata-Tertib ini dilakukan oleh Presiden.

(2) Para Menteri memenuhi undangan Pimpinan DPR-GR. untuk menghadiri Musyawarah yang diadakan oleh DPR-GR. dan Badan-badan Perlengkapannya.

Pasa1 33.

(1) Semua usul Presiden, berupa rancangan undang-undang yang disampaikan dengan Amanat Presiden kepada DPR-GR., sesudah oleh Sekretariat diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota.

(2) Terhadap semua usul termasuk dalam avat 1 dilakukan pernbicaraan, berturut-turut dalam :

Rapat-rapat Golongan (tingkat I).

Rapat pleno terbuka (tingkat II).

Rapat-rapat Golongan (tingkat III).

Rapat Komisi (tingkat IV).

Rapat pleno terbuka (tingkat V).

Kecuali kalau Pimpinan DPR-GR., setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah, menetapkan lain.

(3) Pembicaraan tingkat IV, termasuk dalam ayat (2) dapat pula diadakan dalam Kornisi-komisi yang bersangkutan/Gabungan segenap Komisi atau dalam suatu Panitia Khusus termasuk dalam pasal 18 s/d pasal 23, apabila dianggap perlu oleh Pimpinan DPR-GR. setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah.

§ 2. Tingkat-tingkatan pembicaraan.

Pasal 34.

Setelah ditetapkan oleh Pimpinan DPR-GR. hari dan waktunya, maka Golongan-golongan dalam pembicaraan tingkat I, mengadakan rapat-rapat_guna melakukan pemeriksaan persiapan.

Pasal 35.

(1) Sesudah selesai pemeriksaan persiapan oleh Golongan-golongan maka pembicaraan pada tingkat II dilakukan dalam rapat pleno terbuka.

(2) Dalam rap at pleno ini Pemerintah memberikan penjelasan tambahan.

(3) Selanjutnya para Anggota Wakil Golongan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, yang dijawab oleh Pemerintah.

Pasal 36.

Rapat-rapat Golongan pada pembicaraan tingkat III., memperjelas serta menyimpulkan hasil pembicaraan tingkat II guna dijadikan bahan dalam pemusyawaratan selanjutnya oleh para Anggotanya.

Pasal 37.

(1) Dalam pembicaraan tingkat IV, Komisi/Komisi-komisi yang bersangkutan atau Gabungan segenap Komisi, mengadakan permusyawaratan.

(2) Permusyawaratan tersebut dalam ayat (1) pasal ini dilakukan bersama-sama Pemerintah.

(3) Dalam permusyawaratan ini para Anggota Komisi-komisi yang bersangkutan dan Pemerintah dapat mengadakan perubahan-perubahan.

(4) Anggota-anggota dari Komisi-komisi lain dapat mengajukan usul-usul perubahan secara tertulis melalui Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

Usul-usul itu harus ditanda-tangani oleh sekurang-kurangnya 5 Anggota.

Setelah diberi nomor pokok dan nomor surat dan diperbanyak, usul-usul perubahan itu disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong kepada Anggota-anggota Komisi (komisi) yang bersangkutan dan Pemerintah, untuk dimusyawarahkan.

(5) Pimpinan Komisi harus secara aktip memimpin musyawarah sampai tercapai kata mufakat.

(6) Apabila dalam permusyawaratan tersebut di atas tidak dapat tercapai kata mufakat, maka Pimpinan DPR·GR. membawa persoalannya kedalam rapat Panitia Musyawarah atau menjalankan kebijaksanaan lain untuk mencapai kata mufakat.

Pasal 38.

Apabila pembicaraan dalam tingkat IV dapat diselesaikan dengan mendapat kata mufakat, maka dalam pembicaraan tingkat V dalam rapat pleno terbuka DPR-GR. mengambil keputusan, setelah para juru-bicara Golongan mengucapkan kata-kata terakhir.

Pasal 39.

(1) Jika pembicaraan atas suatu rancangan undang-undang, menurut pendapat Pimpinan DPR-GR. setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah perlu diserahkan kepada suatu Panitia Khusus, maka Pimpinan DPR-GR. membentuk suatu Panitia Khusus.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 37 dan 38 beriaku juga untuk pembicaraan oleh panitia khusus.

§ 3. Tentang Catatan, Risalah, Laporan, Rumusan.

Nota Perubahan dan Naskah baru.

Pasal 40.

Mengenai pembicaraan tingkat II dan V dalam rapat-rapat pleno termaksud dalam pasal-pasal 35 dan 38 serta pembicaraan tingkat IV dalam rapat gabungan segenap Komisi termaksud dalam pasal 37 dibuat risalah tulisan cepat yang tersebut dalam pasal-pasal 87, 88 dan 89.

Pasal 41.

( 1) Mengenai pembicaraan tingkat III dalam Golongan-golongan termaksud dalam pasal 36 dibuat catatan.

(2) Untuk mernbuat catatan itu Golongan-golongan dibantu oleh seorang atau lebih Sekretaris/Panitia.

Pasal 42.

(1) Sebelum memulai pembicaraan tingkat IV Kornisi/Komisi-komisi yang bersangkutan menunjuk seorang atau lebih diantara anggotanya sebagai pelapor.

(2) Tentang pembicaraan dalam Komisi dibuat catatan oleh Panitera-panitera Komisi,

(3) Setelah catatan sementara dikoreksi o!eh para pernbicara, maka dibuat catatan tetap yang memuat: a. tanggal rapat dan jam permulaan serta penutupan rapat,

b. nama-nama yang hadir,

c. nama-nama pembicara dan pendapatnya masing-masing.

(4) Catatan Rapat Komisi termaksud dalam ayat 3 dibuat rangkap dua dan setelah diketahui oleh Ketua dan Pelapor (pelapor) disediakan bagi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta Menteri-Menteri yang bersangkutan dan disimpan di Sekretariat Catatan itu tidak boleh diumumkan.

Pasal 43.

(1) Disamping Catatan tennaksud dalam pasal 42, oleh Pelapor [pelapor] bersama-sama dengan Pimpinan Komisi, dengan bantuan Sekretaris, dibuat Laporan Komisi, yang memuat pokok-pokok dan kesimpulan pembicaraan dalam Komisi.

(2) Di dalam Laporan Komisi itu tidak dimuat nama-nama pembicara.

(3) Setelah ditanda-tangani oleh Pimpinan Komisi dan Pelapor-pelapor, Laporan Komisi disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

Pasal 44.

(1) Berdasarkan Laporan Komisi atau di mana perlu berdasarkan Catatan Rapat Komisi, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong membuat Rumusan Pimpinan tentang pembicaraan dalam Komisi, yang memuat pokok-pokok dan kesimpulan pernbicaraan serta perkembangan musyawarah dalam Komisi, termasuk perkembangan naskah rancangan undang-undang atau usul yang menjadi pokok pembicaraan.

(2) Rumusan Pirnpinan DPR-GR, setelah diberi nomor pokok dan nomor surat oleh Sekretariat, diperbanyak serta disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Pemerintah.

(3) Rumusan itu dapat diumumkan.

Pasal 45.

(1) Jika berdasarkan pernbicaraan di dalam Komisi diadakan perubahan-perubahan pada naskah undang-undang baik atas usul Anggota-anggota maupun atas kehendak. Pemerintah;. maka oleh. Pemerintah atau pengusul dibuat. a. Nota perubahan atas rancangan undang-undang, b. Naskah baru rancangan Undang-undang, apabila perubahan-perubahan meliputi banyak bagian-bagian/pasal-pasal.

(2) Nota Perubahan atau naskah baru termaksud dalam ayat 1 pasal ini , setelah diberi nomor pokok dan nomor surat oleh Sekretariat, segera diperbanyak dan disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

§ 4. Mengajukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

menjadi undang-undang.

Pasal 46.

Dalam menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Pemerintah sekurang-kurangnya memberitahukan dan mendengar terlebih dahulu pertimbangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tentang isi dan maksud Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang akan ditetapkan itu.

Pasal 47.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibicarakan di dalam Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, setelah disampaikan dengan Amanat Presiden dalam bentuk rancangan Undang-undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang menjadi Undang-undang.

Pasal 48.

(1) Setelah oleh Sekretariat DPR-GR. diberi nomor pokok dan nomor surat rancangan undang-undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang menjadi Undang-undang termaksud dalam pasal 47 diperbanyak dan dibagikan kcpada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(2) Terhadap penyelesaian selanjutnya berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 34 sampai 45.

§ 15. Mengajukan rancangan Undang-undang usul inisiatif

Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong

Pasal 49.

( 1) Suatu rancangan Undang-undang yang diajukan oleh para anggota berdasarkan pasa1 21 ayat 1 Undang-undang Dasar (rancangan usul inisiatif) harus disertai memori penjelasan dan ditanda-tangani oleh sekurang-kurangnya sepuluh orang anggota.

(2) Rancangan usul inisiatif itu disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(3) Dalam rapat yang berikut Pimpinan DPR-GR. memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tentang masuknya rancangan usul inisiatif itu.

(4) Rancangan usul inisiatif yang dimaksud, setelah oleh Sekretariat diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong serta dikirim kepada Pemerintah.

(5) Dalam rapat Panitia Musyawarah para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan mengenai rancangan usul inisiatifnya.

(6) Terhadap penyelesaian selanjutnya berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 34 sampai 45, dengan pengertian, bahwa:

a. penjelasan-penjelasan diberikan oleh para pengusul inisiatif,

b. pembicaraan dilakukan secara musyawarah dengan para pengusul inisiatif dan Pemerintah.

Pasal 50.

(1) Selama suatu rancangan usul inisiatif belum diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, para pengusul berhak menariknya kembali atau mengajukan perubahan.

(2) Pemberitahuan tentang perubahan atau penarikan kembali disampaikan dengan tertulis kepada Pimpinan Dewah Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Pemerintah, dan harus ditanda-tangani oleh semua penanda-tangan rancangan usul inisiatif itu.

Pasal 51.

(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong menyetujui rancangan usul inisiatif, maka rancangan itu menjadi usul inisiatif rancangan undang-undang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan dikirimkan kepada Pemerintah untuk disahkan oleh Presiden.

(2) Bilamana Presiden tidak mengesahkan rancangan undangundang tersebut, Pemerintah memberitahukannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Go tong Royong disertai alasannya.

(3) Selama sesuatu usul inisiatif rancangan undang-undang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong belum disahkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong berhak menariknya kembali.

§ 6. Menetapkan rancangan Undang-undang

Pendapatan dan Belanja Anggaran

Pasal 52.

Untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja (selanjutnya disebut ,,AnggaranBelanja"),sebagai tercantum dalam pasal 23 ayat (1) Undang-undang Dasar, maka setiap tahun Pemerintah dengan Amanat Presiden mengajukan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Belanja kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dalam tahun yang mendahului tahun dinas Anggaran Belanja tersebut.

Pasal 53.

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong menyerahkan Nota Keuangan dan rancangan Anggaran Belanja kepada Panitia Anggaran, agar Panitia tersebut memberikan pendapatnya.

Pasal 54.

(1) Nota Keuangan, rancangan Anggaran Belanja dan Pendapat Panitia Anggaran yang dimaksud dalam pasal 33, disampaikan kepada Golongan-golongan dan Komisi-komisi untuk dibicarakan, dengan ketentuan, bahwa masing-masing Komisi membicarakan Bagian-bagian Anggaran Belanja yang bersangku tan.

(2) Terhadap penyelesaian rancangan Anggaran Belanja selanjutnya pada umumnya berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 34 sampai 45.

Pasal 55.

Rancangan Perubahan Anggaran Belanja diselesaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong menurut ketentuan-ketentuan pasal-pasal 53 dan 54.

BAB V

PEMBICARAAN LAPORAN BADAN PEMERIKSA

KEUANGAN

Pasal 56.

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong menyerahkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan kepada Panitia Anggaran, agar Panitia tersebut menyampaikan pendapatnya.

Pasal 57.

Pendapat Panitia Anggaran tentang Laporan Badan Pemeriksa Keuangan Gotong disampaikan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Royong yang menetapkan, setelah mendengar Panitia Musyawarah, bagaimana tingkatan-tingkatan pembicaraan mengenai Pendapat Panitia Anggaran tersebut.

Pasal 58.

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dapat mengundang Badan Pemeriksa Keuangan untuk memberikan penjelasan tambahan tentang laporan Badan Pemeriksa Keuangan dalam rapat pleno, di mana para Anggota Wakil Golongan-golongan diberi kesempatan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Pasal 59.

Akhirnya Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong menetapkan rapat pleno untuk keperluan pengesahan Pendapat Panitia Anggaran tentang laporan Badan Pemeriksa Keuangan.

BAB VI.

PEMBICARAAN PERNYATAAN PENDAPAT DAN

HAL-HAL LAIN

Pasal 60.

Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dapat menetapkan pernyataan pendapat mengenai peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang penting, baik dibidang perundang-undangan maupun bukan.

Pasal 61.

(1) Jika Pimpinan DPR.-GR., setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah, berpendapat, bahwa DPR-GR. perlu menetapkan -pernyataan pendapat, maka Pimpinan DPR-GR. dapat menyerahkan rumusan rancangan pernyataan pendapat itu kepada :

a. Komisi atau Komisi-komisi yang bersangkutan, atau

b. sesuatu Panitia Khusus, yang khusus dibentuk oleh Pimpinan DPRGR. untuk keperluan itu

(2) Atas inisiatif sendiri Komisi-komisi dapat mengajukan usul berupa rancangan pernyataan pendapat kepada Pimpinan DPR.-GR.

Pasal 62.

Mengenai pembicaraan rancangan pernyataan pendapat di dalam Komisi atau Panitia khusus berlaku, dengan perubahan-perubahan seperlunya, ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 37 dan 39.

Pasal 63.

(1) Setelah dalam Komisi (-Komisi) yang bersangkutan atau Panitia Khusus tercapai kata mufakat mengenai perumusan rancangan pernyataan pendapat, maka rancangan itu oleh sekretariat diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak serta dibagikan kepada para Anggota dan disampaikan kepada Pemerintah.

(2) Kemu ian rancangan itu langsung dibicarakan dalam rapat pleno terbuka.

(3) Dalam rapat pleno itu jurubicara-jurubicara Golongan mengucapkan kata-kata terakhir dan Pemerintah menyampaikan kata-kata sambutannya. Selanjutnva DPR.-GR. mengambil keputus an terhadap rancangan pernyataan pendapat itu.

Pasal 64.

(1) Semua usul-usul/hal-hal lain, baik yang disampaikan oleh Presiden dengan Amanat maupun yang berasal dari kalangan DPR.-GR. sendiri, setelah diberi nomor pokok dan nornor surat serta diperbanyak dibagikan kepada para Anggota dan disampaikan kepada Pemerintah.

(2) Pernhicaraan mengenai usul-usul/hal-hal itu dilakukan menurut ketentuan-ketentuan tentang pembicaraan rancangan undang-undang, kecuali kalau ditetapkan lain oleh Pimpinan DPR.-GR.

BAB VII.

PERSIDANGAN DAN RAPAT PLENO

§ 1. Persidangan.

Pasal 65.

(1) Tahun-persidangan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dimulai pada tanggal 15 Agustus dan bcrakhir pada tanggal 14 Agustus tahun berikutnya.

(2) Dalam tiap tahun persidangan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mengadakan sekurang-kurangnya dua persidangan.

Pasal 66.

( 1) Waktu masa-masa persidangan ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(2) Sedapat-dapatnya masa persidangan pertama diperuntukkan terutama bu at menyelesaikan Rancangan Anggaran Belanja tahun dinas berikumya dan masa persidangan terakhir diperuntukkan terutama buat

menyelesaikan segala perubahan Anggaran Belanja.

Pasal 67.

(1) Persidangan luar biasa dapat diadakan, jika dikehendaki oleh: a. Pemerintah ;

b. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

c. Sekurang-kurangnya duapuluh lima orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(2) Dalam hal-hal termaksud dalam ayat l huruf-huruf b dan c Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong memberitahukannya kepada Pemerintah untuk dipertimbangkan,

(3) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong segera mengundang Anggota-anggota untuk menghadiri persidangan luar biasa.

a. setelah diberi tahu tentang kehendak Pemerintah termaksud ayat 1 huruf a.

b. setelah rnaksud pihak Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tersebut dalam ayat (1) huruf-huruf b clan .c mendapat persetujuan Pemerintah.

§ 2. Kctentuan umum tentang rapat-rapat.

Pasal 68.

(1) Ketua atau Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong membuka dan menutup rapat-rapat pleno.

{2} Waktu-waktu rapat-rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong ialah:

a. pagi: mulai jam 09. 00 sampai jam 14. 00 pada hari kerja-biasa dan mulai jam 08.30 sampai jam 11.30 pada hari Jum'at;

b. Malam mulaijam 19.30 sampaijam 23.30.

(3) Jika perlu, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dapat menentukan waktu lain.

Pasal 69.

(1) Sebelum menghadiri rapat, setiap anggota menanda-tangani daftar hadir.

(2) Apabila daftar hadir telah ditanda tangani oleh lebih dari seperdua jumlah anggota-persidangan, maka Ketua rapat membuka rapat.

Pasal 70.

(1) Jika pada waktu yang telah ditetapkan untuk pembukaan rapat jumlah anggota yang diperlukan belum juga tercapai, maka Ketua rapat membuka perternuan. Ia dapat juga menyuruh mengumumkan suratsurat masuk.

(2) Kemudian rapat diundurkan oleh Ketua rapat selambat-lambatnya satu jam.

(3) Jika pada akhir waktu pengunduran yang dimaksud dalam ayat

(2) belum juga tercapai quorum, maka Ketua rapat membuka rapat. Dalam rapat ini boleh diadakan perundingan, tetapi tidak diperbolehkan mengambil sesuatu keputusan.

(4) Dalam hal yang dimaksud dalam ayat (3) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong menetapkan lebih lanjut bilamana rapat akan diadakan lagi, kecuali kalau dalam acara rapat-rapat yang sedang berlaku telah disediakan waktu untuk membicarakan pokok pembicaraan yang bersangkutan,

§ 3. Perundingan

Pasal 71.

Perundingan dalam rapat pleno di1akukan pada pembicaraan tingkat II dan pembicaraan tingkat V.

Pasal 72.

(l) Dalam pembicaraan tingkat II itu para Anggota Wakil Golongan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, sedangkan Pemerintah memberikan jawabannya.

(2) Apabila menurut pendapat Pimpinan DPR.·GR., setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah tidak perlu diadakan tingkat pembicaraan selanjutnya, maka DPR.-GR. dapat mengambil keputusan mengenai pokok pembicaraan itu dengan memberikan kesempatan kepada juru bicara-jurubicara Golongan mengucapkan kata-kata terakhir di mana perlu,

(3) Jika tidak perlu diambil keputusan, Ketua rapat menyatakan bahwa perundingan telah selesai.

Pasal 73.

Pembicaraan tingkat V dalam rapat pleno dilakukan menurut prosedure sebagai berikut:

a. atas nama Pimpinan DPR-GR. Wakil Ketua DPR.-GR. atau Ketua (Wakil Ke tua] Komisi atau Panitia Khusus yang bersangkutan membacakan Rumusan Pimpinan DPR.-GR. tentang pembicaraan tingkat IV dalam Komisi atau Panitia Khusus. b. para jurubicara Golongan-golongan mengucapkan kata-kata terakhir.

c. Pemerintah menyampaikan sambutannya.

d. DPR.-GR. mengambil keputusan atas pokok pembicaraan yang bersangkutan.

Pasal 74.

(1) Anggota berbicara ditempat yang disediakan untuk itu setelah mendapat izin dari Ketua rapat.

(2) Pembicara tidakboleh diganggu selama ia berbicara,

Pasal 75.

(1) Pada permulaan atau selama perundingan Pimpinan DPR.-GR. dapat mengadakan ketentuan mengenai lamanya pidato para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(2) Bilamana pembicara telah melampaui batas waktu yang telah ditetapkan, Ketua rapat memperingatkan pembicara supaya mengakhiri pidatonya. Pembicara memenuhi permintaan itu.

Pasal 76.

(1) Untuk kepentingan perundingan Ketua rapat dapat menetapkan, bahwa sebelum perundingan mengenai sesuatu hal dimulai, para pembicara mencatatkan nama terlebih dahulu.

(2) Pencatatan nama itu dapat juga dilakukan atas nama pembicara oleh Ketua Golongannya.

Pasal 77.

(1) Giliran berbicara diberikan menurut urutan permintaan.

(2) Untuk kepentingan perundingan Ketua rapat dapat mengadakan penyimpangan dari urutan berbicara termaksud dalam ayat (1).

(3) Seorang anggota yang berhalangan pada waktu mendapat giliran berbicara, dapat diganti oleh seseorang anggota: lain dari Golongannya. {{center|Pasal 78.

(1) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 79 dan pasal 80. setiap waktu dapat diberikan kesempatan berbicara kepada anggota untuk:

a. minta penjelasan tentang duduknya perkara sebenarnya mengenai soal yang sedang dibicarakan;

b. mengajukan usul prosedur mengenai soal yang sedang dibicarakan;

c. menjawab soal-soal perseorangan mengenai diri sendiri;

d. mengajukan usul untuk menunda perundingan.

(2) Ketua rapat memperingatkan kepada rapat, bahwa prosedur pembicaraan seorang anggota menyimpang atau bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib.

Pasal 79.

(1) Seorang pembicara yang diberi kesempatan untuk mengadakan interupsi mengenai salah satu ha1 terse but dalam pasal 78 ayat (1) tidak boleh melebihi waktu sepuluh meriit masing-masing.

(2) Terhadap pembicaraan mengenai hal-hal tersebut dalam pasal 78 ayat (1) huruf a dan c tidak diadakan perdebatan.

(3) Sebelum rapat melanjutkan perundingan mengenai soal-soal yang menjadi acara rapat hari itu, jika dianggap perlu oleh Ketua rapat dapat diambil keputusan terhadap pembicaraan mengenai hal-hal tersebut dalam pasal 78 ayat (1) huruf b dan d.

Pasal 80.

(1) Penyimpangan dari pokok pembicaraan, kecuali dalam hal-hal tersebut dalam pasal 78 tidak diperkenankan.

(2) Apabila seorang pernbicara menyimpang dari pokok pembicaraan, maka ketua rapat memperingatkannya dan meminta supaya pembicara kembali kepada pokok pernbicaraan.

Pasa1 81.

(1) Apabila seorang pembicara dalam rapat mempergunakan perkataan-perkataan yang tidak layak, mengganggu ketertiban atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sah, maka ketua rapat memberi nasehat dan memperingatkan supaya pembicara tertib kembali.

(2) Dalam hal demikian Ketua rapat mernberi kesempatan kepada pembicara yang bersangkutan untuk menarik kernbali perkaraan-perkataan yang menyebabkan ia diberi peringatan. Jika ia mempergunakan kesempatan ini maka perkataan-perkataan tersebut tidak dimuat dalam risalah resmi tentang perundingan itu, karena dianggap sebagai tidak diucapkan.

(3) Ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam ayat (1) berlaku juga bagi anggota-anggota lain.

Pasal 82.

(1) Apabiia seorang pembicara tidak memenuhi peringatan Ketua rapat yang tersebut dalam pasal 80 ayat (2) dan 81 ayat (1) atau mengulangi pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas, maka Ketua rapat dapat melarangnya meneruskan pembicaraan.

(2) Jika dianggap perlu, Ketua rapat dapat melarang pembicara yang dimaksud dalam ayat (1) terus menghadiri rapat yang merundingkan soal yang bersangkutan.

(3) Jika anggota yang bersangkutan tidak dapat menerima keputusan Ketua rapat yang dimaksud dalam ayat (2) di atas, ia dapat mengajukan persoalannya kepada rapat.

Untuk itu ia diperbolehkan berbicara selama-lamanya sepuluh menit dan tanpa perdebatan rapat terus mengambil keputusan.

Pasal 83.

(1) Setelah diperingatkan untuk kedua kalinya, Ketua rapat dapat melarang anggota-anggota yang melakukan pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 81 ayat (1) untuk terus menghadiri rapat itu,

(2) Ketentuan yang termuat dalam pasal 82 ayat (3) berlaku juga dalam hal yang termaksud dalam ayat (1) di atas.

Pasal 84.

(1) Angggota, yang baginya berlaku ketentuan dalam pasal 82 ayat (2) dan pasal 83 ayat (1) diharuskan dengan segera keluar dari ruangan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(2) Yang dimaksud dengan ruangan Sidang tersebut dalam ayat (1) ialah ruangan rapat pleno termasuk ruangan untuk umum, undangan dan tetamu lamnya.

(3) Jika anggota, yang baginya berlaku ketentuan dalam pasal 82 ayat (2) dan pasal 83 ayat (1) memasuki Ruangan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, maka Ketua rapat berkewajiban untuk menyuruh anggota itu meninggalkan ruangan Sidang dan apabila ia tidak mengindahkan perintah itu, maka atas perintah Ketua rapat ia dapat dikeluarkan dengan paksa,

Pasal 85.

(1) Apabila Ketua rapat menganggap perlu, maka ia boleh menunda rapat.

(2) Lamanya penundaan tidak boleh melebihi waktu dua belas jam.

Pasal 86.

(1) Selama perundingan Ketua rapat hanya dapat berbicara untuk menunjukkan duduk perkara yang sebenarnya atau untuk mengembalikan perundingan itu kepada pokok pembicaraan, apabila perundingan itu menyimpang dari pokoknya.

(2) Apabila Ketua rapat hendak turut berbicara tentang soal yang sedang dirundingkan, maka ia untuk sementara meninggalkan tempat duduknya dan ia kembali sesudah habis berbicara, dalam hal demikian jabatan Ketua dalam rapat untuk sementara diatur menurut cara yang ditentukan dalarn pasal 4 ayat (2).

§ 4. Risalah Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

Pasal 87.

Mengenai setiap rapat terbuka dibuat Risalah Resmi, yakni laporan tulisan-cepat yang selain daripada semua pengumuman dan perundingan yang telah dilakukan dalam rapat, memuat juga:

  1. acara rapat;
  2. nama anggota yang telah menanda-tangani daftar hadir yang dimaksud dalam pasal 69;
  3. nama-nama para Menteri yang mewakili Pemerintah;
  4. keterangan tentang hasil pengambilan keputusan.

Pasal 88.

Sesudah rapat selesai, maka selekas-lekasnya kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, demikian pula kepada para Menteri yang hadir, mewakili Pemerintah dikirimkan Risalah Resmi sementara,

Pasal 89.

(1) Dalam tempo empat hari setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Menteri yang mewakili Pemerintah mendapat kesempatan untuk mengadakan perubahan dalam bagian risalah yang memuat pidatonya, tanpa mengubah maksud pidatonya.

(2) Sesudah tempo yang dimaksud dalam ayat (1) lewat, maka Risalah Resmi selekas-Iekasnya ditetapkan oleh Ketua rapat.

(3) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong memutuskan, apabila timbul perbedaan pendapat tentang isi Risalah Resmi.

§ 5. Rapat Tertutup.

Pasal 90.

Atas keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dapat diadakan rapat tertutup Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
Pasal 91.

(1) Pada waktu rapat terbuka, pintu-pintu Ruangan Sidang dapat ditutup jika ketua rapat menimbangnya perlu atau diusulkan kepada Ketua rapat oleh sekurang-kurangnya sepuluh orang anggota.

(2) Sesudah pintu-pintu ditutup Ketua rapat memutuskan apakah musyawarah selanjutnya dilakukan dalam rapat tertutup.

Pasal 92.

(1) Pembicaraan-pembicaraan dalam rapat tertutup adalah untuk tidak diumumkan, kecuali jika rapat memutuskan untuk mengumumkan seluruhnya atau sebagaiannya.

(2) Atas usul Ketua rapat, Wakil Pemerintah atau sekurang-kurangnya sepuluh orang anggota yang hadir dalam ruangan rapat, rapat dapat memutuskan, bahwa pembicaraan-pembicaraan dalam rapat tertutup bersifat rahasia.

(3) Penghapusan sifat rahasia itu dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebagian pembicaraan-pembicaraan.

(4) Rahasia itu harus dipegang oleh semua orang yang hadir dalam rapat tertutup itu, demikian juga oleh mereka yang berhubung dengan pekerjaannya kemudian mengetahui apa yang dibicarakan itu.

Pasal 93.

(1) Mengenai rapat tertutup dibuat laporan tulisan cepat atau hanyalah laporan singkat tentang perundingan yang dilakukan.

(2) Di atas laporan itu harus dicantumkan dengan jelas pernyataan mengenai sifat rapat, yaitu:

a. ,,Hanya untuk yang diundang", untuk rapat tertutup pada umumnya.

b. ,,Rahasia" untuk rapat tertutup yang dimaksudkan dalam pasal 92 ayat (2).

(3) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dapat memutuskan bahwa sesuatu hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup tidak dimasukkan dalam laporan.

§ 6. Presiden dan Menteri-menteri.
Pasal 94.

(1) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dapat mengundang Presiden dan Menteri-menteri untuk menghadiri rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(2) Apabila Presiden berhalangan hadir, maka ia dapat diwakili oleh Menteri yang bersangkutan sebagai pembantunya.

Pasal 95.

(1) Para Menteri memenuhi undangan Pimpinan DPR-GR untuk keperluan musyawarah seperti termaksud dalam pasal 1.

(2) Undangan tersebut dalam ayat (1) pasal ini disampaikan kepada Menteri yang bersangkutan dengan mengemukakan persoalan yang akan dimusyawarahkan serta dengan memberikan waktu secukupnya untuk mempelajari persoalan tersebut.

(3) Tanpa mendapat undangan para Menteri dapat pula mengunjungi rapat-rapat pleno DPR-GR.

Pasal 96.

(1) Presiden, dan para Menteri mempunyai tempat duduk yang tertentu dalam ruangan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(2) Ketua rapat mempersilahkan Presiden atau Menteri berbicara apabila dan setiap kali ia menghendakinya.

§ 7. Cara mengambil keputusan.

A. Mengenai soal.

Pasal 97.

(1) Keputusan diambil dengan kata mufakat.

(2) Sebelum diambil keputusan, juru-bicara Golongan-golongan diberi kesempatan untuk mengucapkan kata-kata terakhir.

B. Mengenai orang.

Pasal 98.

Setiap keputusan mengenai orang diambil dengan tertulis, kecuali jika Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong segera memutuskan lain, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 97.

§ 8. Cara mengubah acara rapat-rapat yang sudah ditetapkan.

Pasal 99.

Acara rapat-rapat yang sudah ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong segera diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong selambat-lambatnya seminggu sebelum acara tersebut mulai berlaku.

Pasal 100.

Usul-usul perubahan mengenai acara rapat-rapat yang sudah ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong baik berupa perubahan waktu dan atau pokok-pokik pembicaraan maupun yang menghendaki supaya pokok-pokok pembicaraan baru dimasukkan ke dalam acara, disampaikan dengan tertulis kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong. Dalam hal yang belakangan ini harus disebutkan pokok pembicaraan yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam acara dan waktu yang diminta disediakan dalam acara untuk membicarakan pokok tersebut.

Pasal 101.

(1) Usul perubahan itu harus ditanda-tangani oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota atau oleh Pimpinan Komisi/Golongan dalam hal usul perubahan diajukan oleh sesuatu Komisi/Golongan.

(2) Usul perubahan itu harus diajukan selambat-lambatnya dua hari sebelum acara rapat-rapat yang bersangkutan mulai berlaku.

Pasal 102.

(1) Usul-usul perubahan acara yang termaksud dalam pasal-pasal 100 dan 101 dibawa oleh Pimpinan DPR-GR. ke dalam rapat Panitia Musyawarah.

(2) Apabila Panitia Musyawarah tidak menyetujui usul-usul itu dan juga dalam hal ternyata tidak ada usul-usul masuk dalam waktu yang ditentukan itu, maka acara rapat-rapat yang telah ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat berlaku terus.

Pasal 103.

(1) Dalam keadaan yang mendesak, maka dalam rapat pleno yang sedang berlangsung dapat diadakan perubahan acara oleh:

a. Ketua rapat.

b. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(2) Perubahan acara dalam keadaan mendesak dapat pula diusulkan kepada Ketua rapat/Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong oleh Pemerintah atau oleh sekurang-kurangnya duapuluh lima orang anggota.

§ 9. Peninjauan.

Pasal 104.

(1) Para peninjau harus mentaati segala ketentuan mengenai ketertiban yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

(2) Para peninjau dilarang menyatakan tanda setuju atau tidak setujunya, baik dengan perkataan maupun dengan cara lain.

(3) Para peninjau dilarang pula memasuki ruangan rapat pleno.

Pasal 105.

(1) Ketua rapat menjaga, supaya ketentuan-ketentuan dalam pasal 104 diperhatikan dan memelihara suasana yang tertib.

(2) Apabila ketentuan-ketentuan itu dilanggar, maka ketua rapat memerintahkan para peninjau yang mengganggu ketertiban untuk meninggalkan ruangan sidang.

(3) Ketua rapat berhak untuk mengeluarkan peninjau-peninjau yang tidak mengindahkan perintah itu dengan paksa, kalau perlu dengan bantuan polisi.

(4) Dalam hal termaksud dalam ayat (2) pasal ini ketua rapat juga menutup rapat.

BAB VIII.
MENGANJURKAN SESEORANG DAN
SURAT-SURAT MASUK.

Pasal 106.

(1) Apakah oleh undang-undang ditentukan, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong diwajibkan mengajukan anjuran calon untuk mengisi sesuatu jabatan yang lowong, maka Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong memutuskan cara pelaksanaannya.

(2) Cara pelaksanaan termaksud dalam ayat (1) pasal ini bersifat rahasia.

Pasal 107.

Anjuran termuat dalam pasal 106 oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong disampaikan dengan tertulis kepada Pemerintah, dengan disertai pemberitaan mengenai pemilihan calon-calon.

Pasal 108.

(1) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong menentukan apa yang harus diperbuat dengan surat-surat masuk dan/atau meneruskannya kepada Komisi-komisi atau Panitia yang bersangkutan.

(2) Mengenai surat-surat yang diteruskan kepada Komisi, oleh Panitera Komisi dibuat daftar, yang memuat dengan singkat isi surat-surat itu.

(3) Salinan daftar surat-surat termaksud dalam ayat (2) pasal ini disampaikan kepada semua anggota Komisi untuk diketahui.

(4) Ketua Komisi dan Wakil-wakil Ketua Komisi memeriksa surat-surat dan menetapkan bagaimana cara menyelesaikannya, dengan pengertian, bahwa Ketua dan Wakil-wakil Ketua Komisi berhak menyuruh simpan surat-surat yang tidak perlu diselesaikan.

(5) Ketetapan tentang cara menyelesaikan surat-surat itu dibubuhi dalam daftar surat-surat asli, yang ada pada Panitera Komisi dan tersedia bagi para anggota Komisi untuk dipelajari.

(6) Surat-surat yang menurut anggapan Ketua dan Wakil Ketua Komisi memuat soal yang penting, diajukan oleh Ketua Komisi dalam rapat Komisi untuk dirundingkan dan ditetapkan cara menyelesaikannya.

(7) Anggota-anggota Kornisi, setelah memeriksa daftar surat-surat termaksud dalam ayat (3) pasal ini dan atau asli daftar tersebut yang dimaksudkan dalam ayat (2) pasal ini, dapat juga mengusulkan, supaya surat-surat yang menurut anggota mereka memuat soal-soal yang penting, diajukan dalam rapat Komisi untuk dirundingkan dan ditetapkan cara menyelesaikannya.

BAB IX.

KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 109.

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini ditetapkan dengan Peraturan Presiden atas usul Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong setelah mendengar pertimbangan Pemerintah.

(2) Hal-hal lain ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong berdasarkan Peraturan Presiden tentang Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

Pasal 110.

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangannya Peraturan Presiden ini dengan penempatan dalam

Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta:

pada tanggal 15 September 1964

Presiden Republik Indonesia,

SOEKARNO


Ditetapkan di Jakarta:

pada tanggal 15 September 1964

Sekretaris Negara,

MOHD. ICHSAN


Lembaran Negara Tahun 1964 No. 91.

Sesuai dengan yang asli ;

Sekretaris Negara,

MOHD. ICHSAN.

PENJELASAN

atas

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

No. 32 TAHUN 1964

tentang

PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

GOTONG ROYONG

UMUM

Semenjak DPRGR. dilantik di Istana Negara pada tanggal 25 Juni 1960 maka DPRGR. sebagai Badan Perlengkapan Negara dalam melakukan tugasnya dalam rangka demokrasi terpimpin, telah mengalami banyak perubahan-perubahan dalam cara kerjanya, Selama itu DPRGR telah menemukan bentuk-bentuk cara-kerja yang sedikit banyak menyimpang dari ketentuan-ketentuan Peraturan Tata tertib yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 28 tahun 1960. Berhubung dengan itu, maka untuk menyesuaikan Tata-tertib DPRGR dengan perkembangan cara kerja DPRGR. telah dibentuk sebuah Panitia Khusus pada tanggal 24 Agustus 1962. Panitia ini telah menyelesaikan tugasnya pada akhir bulan Pebruari 1963. Dalam pada itu proses cara kerja DPRGR mencari bentuk efisiensi maupun cara kerja yang lebih sesuai dengan alam demokrasi terpimpin terus berlangsung. Untuk menjaga jangan sampai Peraturan Tata tertib menjadi jauh ketinggalan dengan adanya perkembangan baru itu, maka sekarang dianggap telah tiba saatnya untuk merumuskan dan menuangkannya dalam suatu peraturan Tata tertib baru. Akibatnya perlu banyak ditambahkan pasal-pasal baru, disamping banyak pula pasal-pasal yang harus diubah dihapuskan ataupun diganti.

Dalam garis besarnya Perubahan-perubahan dalam Peraturan Tata tertib yang kami maksudkan itu dapat digambarkan sebagai berikut:

I. Mengenai pembentukan Undang-undang disediakan khusus satu Bab (Bab IV) :

1. Pembicaraan dari tiap-tiap Rancangan Undang-undang dilakukan dalam lima tingkatan yaitu :

a. rapat Golongan-golongan (tingkat I);

b. rapat pleno terbuka (tingkat II); c. kembali dalam rapat Golongan-golongan (tingkat III)
d. rapat Komisi (tingkat IV)
e. rapat pleno terbuka (tingkat V)

2. Untuk merealisir prinsip hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan seperti tercantum dalam Prakata Undang-undang Dasar 1945 Rancangan Undang-undang dilakukan dalam Komisi-komisi sampai tercapai kata sepakat. Prosedur ini berlaku juga terhadap pembicaraan lain-lain hal. Begitu pula asal-usul perubahan mengenai sesuatu Rancangan Undang-undang baik yang berasal dari Pemerintah maupun yang diajukan oleh anggota DPRGR, dibicarakan dan diselesaikan dalam rapat-rapat Komisi. Untuk para Anggota DPRGR di luar Komisi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengajukan usul-usul perubahan melalui Pimpinan DPRGR, jadi tempat untuk mengajukan dan membicarakan usul perubahan (amandemen) bukan dalam rapat pleno, melainkan dalam Komisi (Komisi-komisi yang bersangkutan).

3. Dalam suatu pasal baru yaitu pasal 16 ditetapkan, bahwa sebelum Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang terlebih dahulu didengan pertimbangan Pimpinan DPRGR. Hal ini bukanlah soal baru, akan tetapi sudah bertahun-tahun berlaku juga dalam DPR sebelum terbentuknya DPRGR.

Sejak lama ada agreement antara DPR dengan Pemerintah, bahwa pada umumnya sebelum Pemerintah mengeluarkan suatu peraturan darurat yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan Undang-undang, diadakan terlebih dulu "kontak" dengan Pimpinan DPR (Panitia Permusyawaratan). Sudah barang tentu sekarang juga dalam DPRGR hal ini dianggap adalah penting sekali untuk maksud kerja sama yang erat antara Pemerintah dan DPRGR dan karena itu adalah baik untuk diatur dalam Peraturan Tata-tertib ini.

II. Pembahasan laporan Badan Pemeriksa Keuangan lebih mendapat perhatian dari DPRGR dan diatur dalam suatu Bab tersendiri (Bab V) dan diperlukan sebagai pembicaraan suatu Rancangan Undang-undang. Begitu pula untuk pokok/hal lain di luar Rancangan Undang-undang misalnya pernyataan pendapat, diatur dalam Bab VI.

III. Tugas dan fungsi Golongan-golongan dalam DPRGR dalam prakteknya berkembang sedemikian rupa, sehingga memainkan peranan penting dan merupakan alat pembantu Pimpinan DPRGR. yang baik dalam usaha melancarkan pekerjaan DPRGR. disamping badan-badan pembantu Pimpinan DPRGR. lainnya. Karena itu Golongan-golongan ditingkatkan menjadi Badan Perlengkapan DPRGR. dan dalam Bab III tentang Badan-badan Perlengkapan DPRGR. disediakan suatu paragrap tersendiri yaitu § 6 (dalam Tata tertib lama dimuat dalam Bab VI).

IV. Untuk melancarkan tugas Badan-badan Perlengkapan DPRGR. khususnya Panitia Rumah Tangga dan Panitia Anggaran guna mencapai efisiensi, maka di luar Pimpinan DPRGR. diangkat ketua harian di antara para anggotanya yang akan memimpin rapat-rapat, jika Pimpinan DPRGR. berhalangan. Untuk menjamin tepatnya menyusun acara rapat-rapat DPRGR. dan lancarnya perundingan-perundingan, maka dalam pasal 9 peraturan Tata tertib ini ditetapkan, bahwa keanggotaannya Panitia Musyawarah terdiri dari Pimpinan DPRGR., para Ketua Golongan-golongan dalam DPRGR. dan para Ketua Komisi-komisi.

V. Selanjutnya diadakan Bab I baru yang mengatur kedudukan, tugas dan wewenang DPRGR.

Pasal ini dapat dipecah dalam beberapa bagian yaitu misalnya :

  1. DPRGR. adalah pembantu Presiden/Mandataris MPRS. dalam bidang legislatif.
  2. Anggota DPRGR. juga menjadi anggota MPRS.
  3. DPRGR. bekerja bantu-membantu dengan Pemerintah berdasarkan Musyawarah atas azas kegotong-royongan dalam rangka demokrasi terpimpin, menuju ke sosialisme Indonesia.

Untuk lebih menjelaskan lagi kedudukan dan tugas DPRGR. dalam rangka ketata-negaraan kita maka dianggap perlu menambah satu pasal dalam peraturan tata-tertib ini yang senantiasa memperingatkan kepada kedudukan dan tugas DPRGR., serta kedudukan dan tugas para anggotanya,

VI. Dalam Bab II tentang Anggota DPRGR. dan Anggota Pimpinan DPRGR. pasal 5 ditetapkan, bahwa para anggota DPRGR. tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena apa yang dikatakannya dalam rapat atau yang dikemukakannya dengan surat kepada-DPRGR., kecuali jika mereka dengan itu mengemukakan apa yang harus dirahasiakan (imunitet). Hal ini adalah penting sekali untuk seorang anggota DPRGR. supaya ia bebas dapat mengemukakan sesuatu dengan tidak dipengaruhi oleh rasa takut jika ia berkeyakinan, bahwa mengemukakan hal itu adalah untuk kepentingan Negara dalam rangka demokrasi terpimpin dan menuju ke cita-cita sosialisme Indonesia.

VII. Pasal-pasal Peraturan Tata-tertib lama karena dalam praktek tidak dilaksanakan dihapuskan: umpamanya pembacaan surat-surat masuk dalam rapat pleno, penyerahan pemeriksaan surat-surat masuk kepada Panitia Khusus atau Komisi-komisi (pasal 74, 116-118 Tata-tertib lama), karena dalam rapat-rapat pleno Sekretaris rapat dalam praktek tidak lagi membacakan surat-surat masuk dan surat-surat tersebut terus dibagikan kepada Komisi-komisi.

Pasal-pasal mengenai prosedur pembicaraan usul-usul perubahan acara rapat yang dianggap tidak sesuai dalam rangka Demokrasi terpimpin dihapuskan (pasal 108 dan 109).

VIII. Perubahan-perubahan lain yang merupakan perubahan-perubahan kecil kiranya tak perlu dijelaskan lebih lanjut, karena sifatnya hanya untuk memperbaiki redaksi, atau untuk memperbaiki sesuatu ketentuan secara teknis supaya lebih sesuai dengan peraturan-peraturan lainnya atau keadaan sekarang.
PASAL DEMI PASAL

  1. Sistimatik.

Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut di atas, maka sistimatiknyapun mengalami perubahan, sehingga menjadi sebagai berikut :
Bab I — tentang: Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPRGR.
Bab II — tentang: Anggota DPRGR dan Anggora Pimpinan DPRGR.
Bab III — tentang: Badan-badan Perlengkapan DPRGR ialah:

  1. Panitia Musyawarah,
  2. Panitia Rumah Tangga,
  3. Komisi-komisi,
  4. Panitia Anggaran,
  5. Panitia Khusus,
  6. Golongan-golongan,
  7. Sekretariat DPR-GR.
Untuk masing-masing disediakan satu paragrap tersendiri. Bab IV — tentang: Pembentukan Undang-undang, yaitu:
  1. Ketentuan Umum,
  2. Tingkatan pembicaraan,
  3. Catatan, risalah, laporan, rumusan, nota perubahan, naskah baru.
  4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,
  5. Rancangan Undang-undang usul inisiatif DPR-GR.
  6. Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja.
Bab V — tentang: Pembicaraan Laporan Badan Pemeriksa Keuangan.
Bab VI — tentang: Pembicaraan pernyataan pendapat dan hal-hal lain.
Bab VII — tentang: Persidangan dan Rapat.
Bab VIII — tentang: Menganjurkan seseorang dan surat-surat masuk.
Bab IX — tentang: Ketentuan Penutup.

2. Pasal-pasal.

Cukup jelas.

Tambahan Lembaran - Negara No. 2684.

_______________