Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/51

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

seperti memandang enteng terhadapnja, maka ia lekas djuga tidak dapat menguasai diri. Begitulah ia merogo pelurunja, untuk segera memperlihatkan kepandaiannja menggunakan peluru itu. Ia membatjok dan mendjepret dengan berbareng !

„Sungguh liehay!” berseru sianak muda, jang berkelit dari dua² serangan itu. Karena ini, ia lantas bergerak dengan gesit sekali. Waktu sipiauwsoe hadjar ia pula dengan peluru, saling-susul beberapa kali, selainnja berkelit, iapun menanggapi peluru itu dgn. tangannja.

Dipihak sana, Boe Djin Tjoen telah mesti mengeluh sendirinja. Ia telah lantas bermandikan keringat. Mulanja ia lawan murid sinona, beruntun sampai tiga murid bergantian, tapi setelah sinona mundur dari hadapan Tjeng Loen, sekarang dia datang padanja. Maka sebentar sadja, ia mendjadi kewalahan.

Murid² Yan Tjoe Hoei tidak menonton sadja. Setelah mendapat kenjataan pihaknja menang diatas angin, dengan satu seruan, mereka menjerbu kearah kereta. Tidak susah untuk mereka pukul bujar serombongan serdadu pengiring itu, lalu mereka paksa kuli mengangkut pergi petikulit jang berharga itu, buat dibawa kedalam rimba bambu jang lebat disebelah Timur.

Boe Djin Tjoen sedang sangat terdesak, ia tidak bisa berbuat suatu apa tidak demikian dengan Tjian Tjeng Loen. Dalam murkanja, ia berteriak keras, ia lompat meninggalkan lawannja, untuk mentjegah murid'nja sinona. Ia baru berlompat atau musuhnja sudah berlompat djuga, untuk menjusul padanja.

„Djangan kabur”, anak muda itu memperdengarkan suaranja, berbareng dengan mana, dengan tjambuknja ia menotok kearah djalan darah thian-kioe-hiat sipiauwsoe.

Tjeng Loen memutar tubuh, malah dengan ketjerdikannja, ia tunggu sampai udjung tjambuk hampir mengenai sasaran, baru ia berkelit kekiri seraja memutar tubuh, sambil berkelit, ia memapas, untuk membalas menjerang.

Pemuda itu liehay sekali, matanja awas, gesit gerakannja. Ia batalkan serangannja, iapun mengegos tubuh, guna menjingkir dari antjaman golok. Ia hanja tidak lompat djauh, tjuma kesamping lawannja, maka lekas djuga ia dapat menjerang pula, kali ini pun tetap dengan totokan, hanja totokan tangan kiri, dengan dua djeridji tangan, telundjuk dan tengah. Dengan tipusilat „Sian-djin tjie louw” atau „Dewa menundjuki djalanan”, ia arah djalan darah samlie-hiat dibahu sipiauwsoe.

48