Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/43

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

rena ia hendak lajani sungguh² begal itu jang tak dapat ia pandang enteng.

Pertempuran berdjalan seru. Untuk sesaat itu, tak tahu siapa bakal menang atau kalah.

Tjian Tjeng Loen menjaksikan sekian lama, ia mendjadi tidak sabar. Ia tentu sudah lantas turun tangan kalau ia tidak segera dengar suara benteroknja sendjata dan berkelebatnja suatu sinar putih mengkilap. Itulah sebilah pedang, jang seperti terbang melajang, terpental djatuh kesawah gandum. Menjusul itu sipenunggang kuda mentjelat kebelakang, rupanja hendak lompat naik keatas kudanja. Sebaliknja Boe Djin Tjoen, dengan kertak gigi, telah lantas lompat menjusul,, udjung pedangnja diarahkan tjepat kebelakang lawannja dibagian pinggang.

Orang itu tidak mendjadi kaget atau bingung agen susulan itu. Dia masih sempat menggeser tubuhnja kesamping kiri, hampir berbareng dengan mana, kaki kanannja terangkat naik, melajang kearah lengan Djin Tjoen jang mentjekal pedang itu.

Dalam keadaan seperti itu, Djin Tjoen tidak berdaja untuk mundur atau njamping : ia menarik pulang tangan kanannja sambil dengan tangan kirinja mentjoba menangkap kaki kanan silawan, untuk terus ditolak keras dibarengi dengan suatu seruan.

Kali ini penunggang kuda itu tak dapat berdaja lagi. Ia roboh terdjengkang djauhnja tudjuh atau delapan kaki.

Tjeng Loen girang’ menjaksikan muridnja menang. Sambil tertawa, dengan temberang, ia menantang. ,,Dengan kepandaian matjam jini kamu hendak mendjadi begal! Hm! Hajo, diantara kamu belasan orang, adakah jang berani madju pula ?”

„Djangan temberang dahulu, sahabat!” suatu suara menjambut selagi suard piauwsoe itu belum lagi sirap, lalu satu tubuh jang besar lompat kearah Boe Djin Tjoen jang segera diserang dengan bee-geetjie, itu sendjata sematjam roskam kuda.

Bee-gee–tjie itu adalah sendjata istimewa dari Tian Tjoen, guru silat kenamaan dari Tjhong-Tjioe. Adalah kemudian, setelah tju-tjunja, Tan Tiauw Hoan merantau kekota Pakkhia dan sekitarnja, baru ilmu silat itu tersiar diantara orang Iuar.

Segera djuga Boe Djin Tjoen kena terdesak. Ia merasa sulit melajani sendjata jang djarang ada itu, ditambah petjundangnja tadi, jang telah merajap bangun, madju menjerbu pula, Dia sekarang memegang sebatang tombak pandjang dan dia madju bersama kawan²nja.

40