Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca
menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya;
apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa :
putusan bebas;
putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.
Pasal 267
Salinan putusan Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta
berkas perkaranya dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut
dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan yang melanjutkan permintaan
peninjauan kembali
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2), ayat (3),
ayat (4) dan ayat (5) berlaku juga bagi putusan Mahkamah Agung
mengenai peninjauan kembali
Pasal 268
Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan
maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.
Apabila suatu permintaan peninjauan kembali sudah diterima oleh
Mahkamah Agung dan sementara itu pemohon meninggal dunia,
mengenai diteruskan atau tidaknya peninjauan kembali tersebut
diserahkan kepada kehendak ahli warisnya.
Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.
Pasal 269
Ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 263 sampai dengan Pasal 268 berlaku bagi acara permintaan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
BAB XIX PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN
Pasal 270
Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.
Pasal 271
Dalam hal pidana mati pelaksanaannya dilakukan tidak dimuka umum dan menurut ketentuan undang-undang.
Pasal 272
Jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan