Halaman:UU Nomor 16 Tahun 2017.pdf/16

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

2017, No.239

incompatible values' are to be avoided. Though 'universal in nature', human rights must, as the substance of the declaration went on to say, 'be considered in the context of a dynamic and evolving process of international norm-setting, bearing in mind the significance of national and regional particularities and various historical, cultural and religious backgrounds'".

 Berdasarkan Deklarasi HAM ASEAN di Bangkok tersebut menegaskan bahwa Deklarasi HAM Universal dalam konteks ASEAN harus mempertimbangkan kekhususan yang bersifat regional dan nasional dan berbagai latar belakang sejarah, budaya, dan agama, sehingga penafsiran Deklarasi HAM Universal tidak seharusnya ditafsirkan dan diwujudkan secara bertentangan dengan ketiga latar belakang dimaksud.

 Perkembangan perlindungan hak asasi manusia sebagaimana diuraikan, baik dari aspek nasional, regional, maupun internasional telah membedakan perlindungan hak asasi manusia dalam keadaan normal (damai) dan dalam keadaan darurat (emergency). Di dalam hukum nasional, Pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan beberapa Undang-Undang lain terkait perlindungan hak asasi manusia serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, yang merupakan keadaan yang mengecualikan perlindungan hak asasi manusia. Pengecualian tersebut secara konstitusional dilandaskan pada Pasal 22 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:
"Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang".

 Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 138/PUU-VII/2009, dijelaskan 3 (tiga) persyaratan keadaan yang harus dipenuhi dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, yakni sebagai berikut:

  1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang;
  2. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai;
  3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akanwww.peraturan.go.id