memperhatikan air dibawahnja.
„Karena itu, maukah nona menolong kami?" kata Lynch dan pertjajalah kami tak akan menjusahkan nona”.
Sungguh diluar dugaan mereka karena tanpa diulang lagi gadis itu mengangguk,
„Baiklah, saja akan membawa kalian kerumah. Tapi dengan sjarat, kalian harus tunduk kepada kata² saja".
Ini didjawab Lyneh dan Deane dengan anggukan.
„Apakah kalian membawa saputangan?” tanja sigadis lagi.
„Ja, djawab Lynch dan Deane hampir bersamaan. Dari sakunja masing² mereka mengeluarkan sehelai saputangan.
„Bagus! Turunlah dari dahan itu. Djangan takut², tanah dibawah kalian tjukup kuat. Tapi ingat, anak panah ini tetap tertudju pada kalian”.
Dengan senjum dipaksakan keduanja turun dan menghampiri gadis itu.
„Tutuplah mata kalian dengan saputangan itu!” perintahnja. Dan tanpa membantah Lynch dan Deane mematuhi perintah itu. Waktu itulah Lynch mendekatkan mulutnja ketelinga Deane: „GEORGIA CASSEL!” bisiknja.
Deane masih termangu-mangu ketka dua batang dahan bakau disodorkan gadis itu ketangannja. „Peganglah tongkat ini, dan saja akan bimbing kalian”.
Demikianlah mereka berdjalan. Dimuka sekali gadis itu dengan memegang tongkat jang udjung satunja dipegang oleh Deane, sedangkan tongkat salunja lagi oleh Lynch jang berdjalan paling belakang. Bolehlah dikatakan bahwa keselamatan mereka sepenuhnja diserahkan kepada gadis itu, karena mereka sendiri tidak bisa melihat apa². Tanpa mengeluh atau menggerutu keduanja tersaruk-saruk dan kadang² terdjatuh, mengarungi rawa jung Jebat itu, sehingga achirnja terasa bahwa kaki mereka sudah mengindjak daratan.
„Tolong panggilkan kapten Doughiin!” seru gadis itu tiba². Dan bak Deane maupun Lynch tahu bahwa utjapan itu bukan ditudjukan kepada mereka. Mereka tjuma mendengar langkah² jang mendjauh dari sana, dan setelah beberapa saat hening langkah² itu terdengar lagi mendekat.
„Georgia! Ada apa? Siapa jang kau bawa itu?” kini ter-
53