Dengan tersenjum dia mendekat tempat pembajaran.
„Kami disekat hudjan keparat ini! Apa bisa mengambil uang sekarang?”
„Sajang tuan ! Tetapi, ah, mari saja tolong! Hendak mengambil tabungan?”
Orang itu mengangguk.
„Tjoba mari lihat kartunja untuk mentjotjokkan !”
„O, ja!” sahut orang itu tersenjum. Dan merogoh sakunja.
Muntjul dari sakunja itu pistol otomatik jang hitam kebiru-biruan. Serentak dengan ini keempat kawannja tadi mengangkat browningnja, masing² ditudjukan pada tiap kassier jang ada disitu.
Seorang djamu jang duduk disudut menanti hudjan terang telah pula ikut ditodong.
„Oké, Komraden, dorong mereka kedinding!” perintah orang bermantel.
Topinja ditarik dalam-dalam.
„Siapa jang melawan, tembak !”
Dan orang itu mendorong pegawai bank jang hadir disitu beserta djamu jang duduk disudut, semuanja dimasukkan kedalam kluis besar.
950.000 rupiah hilang bersama hilangnja mobil biru didalam hudjan lebat. Tak ada orang tahu dan memperhatikan, karena hudjan jang masih lebat itu.
⁂
Begitulah laporan pada polisi jang saja dengar dari Inspektur Hartojo ketika saja ikut hadir dikantor polisi.
Hal perampokan itu merata sudah pada harian-harian. Lengkap laporan mereka, tetapi djedjak² kemana perampok² itu lari tak seorangpun tahu.
Kassier² serta djamu itu ditanjai sebagai saksi. Jang hanja sanggup dianggap sebagai saksi, ialah kalau perampok-perampok itu sudah tertangkap tangan!
Kapan tertangkap?
Hal inilah jang penting. Tertangkap dulu, baru dibuktikan.
8