„Terimakasih!”
„Itulah!” sambungnja sambil mengepulkan asap tjerutunja: „Mungkin saudara akan heran, mengapa begitu kasar anakbuah saja! Dan saudara belum tahu siapa saja!”
Saja mengangguk.
„Saja Han Ping Lok! Heran, bukan? Ja, saja djadi buruan polisi! Tetapi mereka tidak akan tahu, kemana saja pergi dan bagaimana pekerdjaan saja selandjutnja.”
Terperandjat sedikit saja akan keterangannja itu. Dialah kiranja bandit jang kami tjari ini. Sajanglah kami berdua jang dikelilingi oleh bandit. Tetapi hal ini harus dikerdjakan dengan sabar sekali, kalau tidak, terbuka rahasia saja, bahwa saja ini pembantu polisi.
„Lalu, apa maksud saudara dengan membawa kami kemari?” tanja saja.
„Nah, tepat betul! Itu jang hendak saja katakan!” katanja lagi sambil tertawa terbahak-bahak: „Ja, itu dia. Mengapa? Ha, itu dia! Saudara ini saja pudji, ja saja pudji! Segala pekerdjaan saudara dengan hasilnja sekali selalu mendjadi perhatian saja. Heran sungguh! Mengapa begitu tjekatan dan begitu tjerdik sekali. Untuk itu, saja butuhkan tenaga saudara!”
„Maksud saudara Han?” tanja saja sambil tertawa dalam hati.
„Itu! Karena saja djadi buruan polisi, maka saja kehendaki uang saja dari tabungan² bank jang memakai nama saja sebagian besar. Hal itu tentu sadja sebagai perangkap. Kalau uang saja ambil, berarti memberitahu polisi dimana saja bersembunji. Itu sebabnja uang itu tak saja ambil. Hanja beberapa ribu rupiah sadja jang bisa saja ambil. Lainnja itu masih tersimpan dibank. Dan uang jang diambil anak dari bank jang saudara rampok tadi, kebanjakan serie nomornja sudah diketahui polisi. Mengeluarkannja amat sukar sekali. Bodoh anakbuah saja, saudara. Nah, saja teruskan! Saja butuh uang. Biarlah apa jang tertulis didalam buku tabungan dihilangkan begitu sadja. Tetapi uangnja harus saja dapat.
Djadi, uang itu harus diambil dengan tjara kita sendiri bukan?
77