Halaman:Tiongkok Baru.pdf/58

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca

Bila habis kerdja, menudju kelapangan olah raga lagi. Ber- matjam² permainan sudah tersedia lengkap dengan alat2nja. Habis itu baru pulang, naik speda atau djalan kaki, biar pangkat tinggi, maupun kuli petjok. Didalam bermatjam² ruangan dan lapangan olah raga itupun, tidak ada perbedaan tinggi dan rendah, semua rata, sebab belum tentu seorang pangkat tinggi lebih pandai main tjatur umpamanja dari seorang buruh biasa. Dalam pekerdjaan boleh dia jang me- merintah dsb. akan tetapi dalam permainan tjatur dia harus mengaku kalah dari jang lebih pandai, sekalipun buruh biasa. Begitulah halnja dalam segala kegiatan, pekerdjaan dan per- mainan itu. Seseorang dan sesuatu dihargai menurut tempat, keadaan dan waktunja. Sembojan: Sekali menteri, duduk di- kursi jang empuk, tetap menteri, disegala waktu dan tempat, tidaklah dikenal di Tiongkok. Lebih tidak dikenal lagi sem- bojan: Suami menteri, isteri djuga harus Njonja Menteri dll. biar dipasar, didapur, dalam pertemuan atau dikakus sekalipun. Sembojan atau sikap gila2an dan tolol seperti itu tidak sedikit- pun kelihatan oleh kami di Tiongkok, diseluruh tempat jang kami kundjungi, sehingga kadang2 ragu kita siapakah jang menteri, walikota, gubernur, pegawai biasa, pemimpin dll. bila sama2 berada didalam satu pertemuan atau sedang makan. Kalau suami menteri, tidak lantas isterinja ikut kemana², resepsi, pertemuan dll. Seseorang itu dihargai karena dirinja dan pekerdjaannja sendiri, tidak karena membontjeng dsb.

Tidakkah pantas buruh merasa dihargai dalam masjarakat dan pergaulan jang begitu rupa? Tidakkah sudah pada tem- patnja, bila diantara kaum buruh ada perlombaan untuk me- ngusahakan dirinja mendjadi Pahlawan-Kerdja? Tidakkah sudah sewadjarnja bila diantara buruh ada jang bersedia be- kerdja 12 djam sehari? Dalam perhitungan djam bekerdja seperti diatas? Adakah terlintas lagi dipikiran, bahwa dalam keadaan dan suasana sedemikian, buruh akan mogok dan begini begitu lagi?

Djadi bila dikatakan ,,orang", Tiongkok negara totaliter, karena disana tidak boleh mogok, itu tidak betul. Bukan tidak boleh mogok, tapi tidak ada orang jang mau mogok. Kebebasan adalah seluas2nja, terbukti diwaktu permulaan kemenangan, apa dan siapa sadja jang tidak mengemukakan dan menuntut hak. Pertentangan hebat pun terdjadi. Tapi bila sudah di- rembuk, didapati persetudjuan, kedua pihak sudah menerima, haruslah dalam pelaksanaan teratur, tertib dan disipliner. Itu namanja orang berbudi dan berachlak tinggi, berani me- nerima hak dan berani pula menunaikan wadjib dan tugas jang terkandung didalamnja. Bila mau enaknja sadja, itu namanja bukan manusia beradab. Chewan djuga maunja jang enak2 sadja buat dia.......

Dalam pertjakapan², kita mendapat kesan, bahwa para pembesar dan pemimpin di Tiongkok selalu hendak menegaskan pada kita, bahwa mereka baru berada dalam permulaan, belum mentjapai apa2 jang dimaksud. Masih banjak kerdja, masih djauh djalan jang harus ditempuh. Tidakkah ini satu ke-