Lompat ke isi

Halaman:Taman Siswa.pdf/63

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dengan demikian memberi sumbangan kepada kemakmuran batin Indonesia, jang dalam lapangan ini didunia tidak lagi hanja perlu menerima sendiri, tetapi djuga dapat memberi.

Ketua panitya penjelidik pengadjaran mengakui dalam kata sambutannja, bahwa menurut communis opinio pengadjaran jang sekarang belum berdjiwa nasional. Tetapi adalah sulit untuk memperbaiki hal ini, selama djiwa rakjat kita belum lagi tenang. Ketjuali tentang dasar² Pantja Sila jang kurang baik dasarnja itu, terdengar djuga keluhan, bahwa hasil² jang ditjapai tidak seimbang dengan ongkos² jang dikeluarkan, djadi masjarakat kurang mendapat keuntungan dari pengadjaran.

Supaja kita mengerti dengan baik, ada baiknja diingatkan disini, bahwa dengan penggabungan mendjadi negara kesatuan dalam bulan Agustus ’50 perbaikan pengadjaran, jang telah disiapkan oleh pemerintah prefederal dan telah dioper oleh Menteri Pengadjaran R.I.S., dihilangkan sama sekali dan sistem Djokja dinjatakan berlaku untuk seluruh Indonesia. Hal ini berarti misalnja, bahwa pemetjahan dalam tiga bagian pengadjaran menengah, sehingga pada tiap² dua tahun mungkin untuk murid² memilih tudjuannja, djadi „tinggal kelas” jang sangat mahal itu dihilangkan — sedang bagian tertinggi dapat dianggap sebagai keuntungan sampingan, djadi bagian persiapan perguruan tinggi, jang semata-mata hanja dapat diberikan oleh lerar² jang berwewenang penuh — dikembalikan lagi kepada pemetjahan dalam dua bagian Mulo (sekarang S.M.P.) dan A.M.S. (sekarang S.M.A.), seperti jang dioper oleh Taman Siswa dahulu dari Gubernemen. Anehnja, bahwa hal ini terdjadi, bertentangan dengan adpis Konggres Pengadjaran Inter-Indonesia (menurut kata orang, terutama atas desakan Persatuan Guru Republik Indonesia), jang ingin memperdengarkan suaranja dalam bagian pengadjaran menengah jang lebih tinggi). Sebab itu kembali kepada djalan jang telah ditempuh tidaklah „tidak boleh djadi”.

Tetapi apabila pengadjaran sekarang seumpamanja kita sebutkan kolonial, maka adalah pada umumnja tidak tepat benar utjapan kita itu. Tentulah semangat nasional dipelihara dengan kuat, (tetapi memanglah hal ini bukan sama dengan pendidikan nasional), pendidikan kemasjarakatan djuga diperhatikan, walaupun boleh dikatakan penjelenggaraan perkembangan kepribadian belum lagi tjukup lengkap, tetapi dalam prinsipnja didjalankan djuga, misalnja djam² bebas dalam program sekolah menengah. Djokja dan Djakarta memanglah tidak didirikan dalam satu hari dan untuk pengadjaran jang lebih baik haruslah dahulu dididik guru² jang lebih baik, sedang pada saat ini permintaan adalah hanja untuk guru² jang selekas mungkin dididik sadja.

Panitya jang baru dibentuk itu, dibawah pimpinan seorang pegawai tinggi dengan berkantor tetap dikementerian P.P. dan K., memang sungguh² mau mendjalankan research-work (pekerdjaan penjelidikan) dan akan dapat mentjotjokkan pendapat²nja dengan pengalaman² jang akan diperoleh disekolah-sekolah pertjobaan jang akan didirikan dimana-mana. Dan dengan Dewantoro sebagai anggota dapatlah djuga mereka memakai pengalaman²nja pada sekolah² Taman Siswa, jang seperti pernah dikatakan ketua panitya itu sendiri, bersama-sama dengan sekolah² nasional lain, telah mengamalkan dan mentjobakan segala pikiran², jang sekarang dianggap tidak dapat lagi ditinggalkan Indonesia.

56