tute for Asian Culture. Lembaga sedemikian untuk kebudajaan Indonesia ada didirikan sebagai akibat konggres Malang.
Konggres ini masih dilakukan ditengah-tengah perdjuangan kemerdekaan. „Sedjak resepsi sehingga sampai achir Konggres terasa benar kebesaran pengaruh revolusi rakjat Indonesia didalam konggres ini. Api pikiran, api djiwa baru terus bernjala-njala meliputi suasana Konggres. Getaran pemandangan hidup dari angkatan tua dan angkatan muda jang merdeka-bebas, berdjumpa dan meletus mendjelma mendjadi satu getaran baru jang tampak terlukis didalam kesimpulan dari prae-adpis² jang dikemukakan.
Debar djantung para Kongressis laksana tertegun, kening berkerut ketika Bung Karno mengatakan kebudajaan Mataram, kebudajaan Sriwidjaja, kebudajaan Madjapahit, bukan kebudajaan Nasional,” (demikianlah menurut Gusti Majur dalam Mimbar Indonesia, 11 September 1948).
Beginilah bunjinja ajat 4 resolusi umum: Bahwasanja perlu dalam pokoknja diperbarui djiwa manusia Indonesia guna mentjiptakan manusia, masjarakat dan kebudajaan baru, dengan mewudjudkan dan memperkembangkan nilai² kebudajaan (cultuurwaarden) jang telah dapat kita „sublimeer” (resapkan) dalam Pantja Sila Negara kita.
Resolusi tentang kebudajaan dan pendidikan, diterima setelah prae-adpis Ki Hadjar Dewantoro, mendjelaskan lebih landjut tentang itu:
2. Kebudajaan Indonesia terdjadi dari nilai² kebudajaan sebagai panijaran djiwa bangsa Indonesia jang hidup dan tumbuh antara segenap golongan diseluruh kepulauan Indonesia. 3. Dalam masa peralihan ini adalah kewadjiban pendidikan jang ditudjukan kepada masjarakat baru untuk menghilangkan segala bekas² dan sisa² kebudajaan kolonial dan feodal, agar supaja benih kebudajaan baru jang telah mulai tumbuh bisa berkembang dengan suburnja. 4. Pendidikan dengan langsung kita tudjukan kepada kebudajaan dan masjarakat baru dan kita dasarkan atas keseimbangan pendidikan lahir dan batin, hingga tertjapailah kebudajaan nasional jang harmonis.
Sehabis konggres itu ada jang menjebut-njebutkan perputaran baru Ki Hadjar Dewantoro. Djika hal ini boleh disebutkan perputaran, maka inilah perputaran kutjing jang selalu djatuh kembali pada kakinja, sebab djuga dalam hal ini kelapangan berpikir Dewantoro setjara pedagogis tidaklah berarti, bahwa ia tidak setia kepada azas²nja sendiri. Pendiriannja didjelaskannja lebih teliti dalam konggres pengadjaran Inter-Indonesia, jang pada tahun berikutnja diadakan di Djokja, dimana ia sebagai pendjelasan prae-adpisnja a.l. mengemukakan jang berikut:
Kita djangan lupa, bahwa kemerdekaan sesuatu bangsa bukanlah hanja kemerdekaan politik, tetapi harus djuga kemerdekaan kuliuril, jakni untuk mewudjudkan jang chusus dan jang kepunjaan sendiri dalam segala bentuk²-hidup dan untuk membentuk hidup berdasarkan peradaban manusia jang luas. Kebudajaan Indonesia, jang sekarang masih berupa kumpulan segala kebudajaan daerah, haruslah mulai sekarang digalang mendjadi kebudajaan kesatuan untuk seluruh rakjat. Berhubung dengan kesatuan alam, sedjarah, masjarakat dan zaman, maka kesatuan kebudajaan Indonesia hanjalah soal waktu sadja. Sebagai bahan² untuk membangun kebudajaan nasional itu perlulah segala „puntjak-kebudajaan” jang terdapat diseluruh daerah Indonesia dipergunakan mendjadi isinja. Djuga dari luar lingkungan nasional perlu diambil
51