Halaman:Taman Siswa.pdf/11

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

letaknja kekuatan jang terutama dari kepertjajaan manusia dalam memikirkan daja intuitif jang masih bekerdja dan mempunjai „kekuatan hidup”.

Tetapi orang Islam melihat dengan tjuriga orang Djawa, jang sekarang masih menghormati kebudajaannja sendiri itu, seperti ia melihat seorang atheis dan orang barat jang modern mengenal dengan rasa heran tjorak jang kuat pantheistis dalam kebanjakan, jang diadjarkan guru² agama Djawa kepada pengikut²nja.

Unsur jang terachir ini telah diselidiki oleh Dr.P. Zoctmulder dalam bukunja Pantheisme en Monisme in de Javaanse Suluk-literatuur. Diantara pengertian² jang disebutkan pada titel buku ini, jang hanja berbeda dalam nuancenja, harus dipahamkan pendapat jang menolak adjaran berbagai-bagai agama wahju, bahwa wudjud dunia ada perbedaannja jang hakekat dengan wudjud Tuhan, tetapi hidup ini sendiri dialami sebagai wahju, djagat (universum) kadang² dinjatakan sebagai pantjaran Tuhan, dan oleh persamaan djenis wudjud dapat ditjapai oleh manusia jang sempurna, bersatu dengan wudjud Allah dalam keselarasan jang sempurna. Pendapat tentang Tuhan ini sebagai kenjataan jang paling tinggi, dalam tingkatnja jang sama sekali tidak dapat ditentukan, ada terdapat misalnja dalam adjaran emanasi dari Ibn al-Arabi dan pada pengikut²nja di Sumatera dan Djawa. Dengan sebuah fragmen jang pandjang-lebar dari kesusasteraan suluk Dr. Zoetmulder membuktikan, bahwa walaupun djarak setjara geografis besar sekali kesumbernja, mistik Arab, dikenal orang djuga adjaran-emanasi ini dipulau Djawa dalam bentuknja jang asli. Disini diadjarkan tudjuh deradjat jang harus ditempuh manusia dan dunia sampai perkembangannja jang kentara, dan deradjat jang penghabisan inilah Insan Kamil, Manusia Sempurna, tempat manifestasi pantjaran² tuhan, tempat berkumpulnja djuga segala deradjat² jang lalu. Dibagian lain Dr. Zoetmulder menemui adjaran² jang menerangkan perhubungan Allah-dunia sebagai perhubungan antara wudjud dan sifat²nja serupa dengan adjaran² jang diadjarkan oleh Ramajana di India, dimana ditundjukkan watak-manifestasi segala machluk. Dengan latar belakang inilah sekarang kita mungkin memahamkan sembojan jang diperoleh Taman Siswa pada hari lahirnja dan jang menurut kebiasaan Djawa djuga memuat keterangan tentang tahun berdirinja (1854 Çaka): Sutji Tata Ngesti Tunggal, dapat diterdjemahkan sebagai „Sutji dan Tata berusaha mendjadi Sempurna” dan harus diingat, bahwa Tunggal (Sempurna) berarti djuga „Satu” dalam arti mistiknja.

Terdorong oleh kesetiaan akan tradisi, sembojan jang diatas dalam keadaan jang istimewa ini, djauh lebih banjak artinja dari hanja kepala hiasan belaka dari gedung paedagogis jang akan direntjanakan itu. Untuk itu adalah djuga terlalu besar kesadaran akan tudjuannja, jang dipakai gerakan ini untuk mempertahankan kebudajaan sendiri. Memang adalah suatu kenjataan, bahwa dalam merentjanakan program-azas jang akan dikutip nanti latar pandangan-hidup itu hanja dapat dikenal dalam watak bebas dan idealistis dari prinsip² paedagogik jang direntjanakan, dimana tentu tidak hanja setjara kebetulan, bahwa djumlah dari dalil² ini dibatasi mendjadi tudjuh.

Setelah Republik diproklamirkan, ketika disusun Pantja Sila sebagai dasar U.U.D., kelima azas jang dianggap mendjadi tiang hidup Indonesia menurut kelima tiang (arkân) agama Islam, Taman Siswa dalam Konggresnja tahun 1947 mengurangi

8