Halaman:Taman Siswa.pdf/10

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

2

Tanah sendiri:
kebudajaan Djawa.

Titik permulaan Taman Siswa dapat kita tjari pada tanggal 3 Djuli 1922, ketika perkumpulan religi Selasa-Kliwon melihat tjita²nja telah terwudjud pada waktu didirikan Taman Siswa jang pertama di Djokjakarta dan menganggap dirinja tidak perlu berdiri lagi. Djustru karena hadirnja dewi inilah pada buaian untuk menganugerahi Taman Siswa jang muda itu dengan tabiat²nja, memberitahukan kepada kita, bahwa Taman Siswa adalah lebih dari suatu lembaga pengadjaran, djuga lebih dari suatu lembaga pendidikan, jakni suatu gerakan kebudajaan dengan dasar religi. Singkatnja kita akan bertemu didalamnja dengan manusia dalam perkembangannja sepenuhnja, perkembangan bakat² hati dan otaknja, dengan rasa kesedarannja sendiri akan tempat dan tugasnja didunia. Manusia ini pada pendahuluannja adalah manusia Djawa dan untuk memahami dia kita harus mengetahui tjiri² dari hidup kerohanian Djawa, seperti jang telah berkembang berabad-abad lamanja dan pada segala perubahan² selalu dapat mempertahankan tabiat²nja sendiri.

Tempat kelahiran agama² besar didunia, jang dalam kebanjakan hal bersifat mudjarrad (abstrak), tidaklah terdapat ditempat² jang alamnja kaja seperti Indonesia, tetapi lebih banjak di padang²-pasir, dimana orang seakan-akan dipaksa berpikir oleh keadaan. Tempat² teduh dibawah naungan tumbuh²an dinegeri panas mengadjak kita berpikir lebih lembut dan pertama-tama lebih bertjorak seni, tetapi jang mengisi djuga hidup manusia dengan rasa kesedaran kosmis, rasa kesedaran djagat. Hampir segala agama untuk kesedaran ini adalah kesamaan² jang diterima dengan toleransi besar. Pada kopornja manusia Djawa itu, selama perdjalanan metaphysisnja, melekatkan dengan tenang dimana-mana etiket² Animismus, Hinduismus, Buddhismus, Islam.

Mangunsarkoro menggambarkan keadaan djiwa bangsanja dalam buku The sociological and cultural Fundamentals for the educational System in Indonesia seperti berikut: „Sebagai akibat dari pertalian² tradisi, jang pada hakekatnja berdasarkan rasa hormat kepada nenek mojang, ada terdapat dikalangan bangsa kami pendapat, bahwa hidup sederhana adalah kewadjiban tiap² manusia jang akilbalig, menurut chuluknja ascetis atau tidak. Inilah hasil assimilasi adjaran Hindu di Indonesia jang malahan sampai sekarang masih hidup dikalangan orang² Djawa dengan beladjar berlatih wajang dan kesusasteraan Djawa. Tidaklah berapa berpengaruh atasnja, bahwa pengadjaran agama di Indonesia bertjampur sedikit dengan pendapat² animistis jang lebih tua, dan adjaran agama Islam jang lebih muda, sehingga lahirlah suatu adjaran jang bersifat religi, jang karena timbulnja dipulau Djawa disebutkan kedjawen (kedjawaan). Kedjawen ini merupakan suatu pendirian-hidup jang berpengaruh atas tjara berpikir bagian jang terkemuka dari bangsa Indonesia dipulau Djawa dan timbul disana-sini sebagai sikap-hidup jang membuat mungkin djiwa bebas, jang tidak terikat oleh bentuk² lahir dari hidup. Disamping inilah

7