Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/15

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
  1. Adanya permintaan raja Johor (Malaka) kepada Sultan Abdul Khahar untuk menyerahkan negeri Tungkal pada tahun 1630. Permintaan ini tidak diindahkan oleh Sultan Abdul Khahar.
  2. Adanya tindakan pihak Belanda pada tahun 1642 yang menyatakan bahwa Jambi mengadakan hubungan dengan Sultan Agung dari Mataram yang melawan Belanda (2, p. 23 dan 24). Pada tahun 1643 Sultan Abdul Khahar wafat. Putranya yang bernama Pangeran Depati Anom menggantikan dengan gelar Sultan Agung Abdul Jalil (1943 – 1665).

Peristiwa penting yang terjadi dalam masa pemerintahan Sultan Agung Abdul Jalil ini ialah ditandatanganinya untuk pertama kali perjanjian antara Sultan Jambi dengan VOC (Belanda) pada tahun 1643 (2, p. 24). Dengan adanya perjanjian ini Belanda mulai mencampuri urusan politik, ekonomi dan pemerintahan Kesultanan Jambi. Belanda mulai melaksanakan pemerasan terhadap rakyat Jambi.

Pada 1665 Sultan Jambi Abdul Jalil wafat. Ia digantikan oleh Raden Penulis yang bergelar Sultan Sri Ingalogo (1665 – 1690). Pada masa pemerintahan Sultan ini Jambi diserang oleh Raja Johor yang dibantu oleh Palembang, akan tetapi serangan Johor ini dapat ditangkis Jambi dengan bantuan VOC. Karena dituduh terlibat peristiwa pembunuhan terhadap Kepala Kantor Kompeni di Muara Kampeh, Sybrant Swart Sultan Seri Ingalogo pada tahun 1690 ditangkap Belanda, kemudian diasingkan ke pulau Banda (2, p. 24 dan 25).

Puteranya yang pro Belanda, Pangeran Cakranegara diangkat Belanda sebagai Sultan dengan gelar Sultan Kyai Gede (1690 – 1696). Sultan yang berse1isih pendirian dengan orang tuanya dan pro Belanda itu tidak diakui oleh saudara-saudaranya yang lain yaitu Pangeran Raden Julut dan Kyai Singopati. Pangeran Raden Julut mendirikan pemerintahan tandingan yang berkedudukan di Mangunjayo dekat Muara Tebo dengan gelar Seri Maharaja Batu. Akhirnya Seri Maharaja Batu diakui juga sebagai Sultan Jambi, akan tetapi tidak lama kemudian ia ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Batavia (2, p. 25).

Pada tahun 1696 Sultan Kyai Gede wafat lalu digantikan

10