Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/14

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Setelah Orang Kayo Hitam selesai mengatur kerajaan dengan baik menurut undang-undang yang ditetapkan ia membebankan penyebaran agama Islam di Jambi kepada puteranya yang bergelar Pangeran Tumenggung. Pangeran Tumenggung dengan bantuan teman-temannya menjalankan tugas itu dengan baik, sehingga agama Islam mengalami perkembangan yang pesat di Jambi (2, p. 22).

Karena besarnya jasa Orang Kayo Hitam dan Pangeran Tumenggung terhadap perkembangan dan kemajuan agama Islam di Jambi, dan juga karena takwanya kepada Allah kedua orang itu oleh rakyat Jambi dikenal sebagai orang keramat. Maka kedua orang ini disebut maha Keramat. Makam Orang Kayo Hitam terletak di Simpang Jambi, sedangkan makam Pangeran Tumenggung terletak di Talang Jawo (Talang Jauh) yang terkenal dengan sebutan Keramat Talang Jauh (2, p.22).


B. LAHIRNYA KESULTANAN JAMBI SAMPAI DENGAN SULTAN THAHA

Meskipun sejak pemerintahan Raja Puteri Selaras Pinang Masak dengan suaminya Datuk Paduko Berhalo, kerajaan Jambi telah menganut agama Islam, bahkan menurut cerita dalam masa pemerintahan Orang Kayo Hitam telah dinyatakan sebagai kerajaan Islam Jambi, namun raja Jambi pada waktu itu belum bergelar Sultan. Gelar ini baru dipakai secara resmi pada tahun 1615 setelah Pangeran Kedah (Gedah) menggantikan ayahnya. Pangeran Kedah dinobatkan sebagai raja Jam bi pada tahun 1615 dengan gelar Sultan Abdul Kahar (2, P. 23). Dengan demikian Pangeran Kedah adalah Raja Jambi pertama yang mempergunakan gelar Sultan, sehingga tahun 1615 boleh dikatakan sebagai saat lahirnya kesultanan Jambi, walaupun sesudah itu masih sering kita dengar sebutan raja Jambi.

Sultan Abdul Khahar memerintah dari tahun 1615 sampai tahun 1643. Selama masa pemerintahannya telah terjadi beberapa peristiwa penting, yaitu kedatangan Belanda (VOC).

  1. Untuk pertama kali di Jambi pada tahun 1615 Sultan Abdul Khahar memberi izin kepada orang-orang Belanda untuk mendirikan kantor dagangnya di Muara Kumpeh. (tahun 1616).

9