rakyat atau cerita yang hidup di kalangan warga masyarakat juga mempunyai efektivitas yang cukup tinggi. Cerita - cerita tersebut baik yang berasal dari lingkungan komunitas itu sendiri maupun dari ceritera-ceritera yang berasal dari ajaran-ajaran agama juga berfungsi sebagai satu cara untuk mempertebal keyakinan para warga masyarakat akan kebaikan dari adat istiadat yang ada. Cerita-cerita tersebut akan memberikan sugesti yang cukup besar kepada para pendengarnya, apalagi cara membawakan cerita tersebut oleh penceritanya dapat cukup memikat. Kadang-kadang untuk sebuah cerita yang menceriterakan kebaikan atau kepahlawanan seseorang, jika dapat memberikan sugesti yang besar pula, maka tidak jarang bahwa para pendengarnya akan mengidentifikasikan dari mereka seperti peran dalam cerita tersebut. Sedangkan untuk cerita tentang kebodohan atau kejahatan selalu dipakai sebagai suatu cara untuk mengandaikan orang-orang yang mempunyai sifat seperti itu, dan jangan sekali-sekali sampai ditiru atau dituruti oleh anak-anak ataupun anggota keluarga mereka.
Demikian misalnya cerita-cerita wayang yang berasal dari ajaran agama ataupun filsafat, seperti cerita dari fragmen Ramayana, Bharata Yudha atau Maha Brata; terutama tentang tokoh-tokoh kepahlawanan para Pendawa dan Rama sangat berguna dalam menciptakan lakon atau perilaku yang sebenarnya dari para warga komunitas. Tingkah laku dari para tokoh tersebut yang dikenal lewat cerita cerita pewayangan tersebut sangat efektif sebagai suatu cara pengendalian sosial. Apalagi cerita pewayangan tersebut termasuk juga dalam salah satu kelengkapan dari suatu upacara adat atau agama yang dilakukan oleh warga komunitas.
Tentang ceritera rakyat yang lain yang juga hidup di Bali dan dipakai sebagai sarana untuk memperkenalkan norma-norma adat adalah ceritera yang terkenal dengan : Satua I Belog (ceritera Si Pandir). Ceritera ini mengisahkan tentang kelakuan seseorang yang demikian pandirnya sehingga semua tindakannya sendiri mendatangkan celaka bagi dirinya. Demikian banyak versi tentang cerita si pandir ini sehingga masyarakat di manapun mereka berada selalu mempunyai paling tidak satu versi dari demikian banyak versi yang ada. Dan versi-versi tersebut selalu ada hubungannya dengan pencerminan dari keadaan seseorang atau tempat yang ada di lingkungan masyarakat tersebut. Demikian misalnya versi ceritera si pandir yang menceriterakan lakonnya memancing di laut, mengembalakan itik, sebagai penganten baru, dan banyak lagi versi yang lain yang
116