Halaman:Seni Patung Batak dan Nias.pdf/81

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
2. Fungsi Sosial.
1. Media pemujaan.

Kekuatan ekspresi magis dan makna-maksa simbolis dari berbagai motif tampil pada setiap patung tradisional, jelas terdapat unsur pengahayatan kepercayaan. Demikian pula se­ni patung yang terdapat di daerah Batak sesuai dengan keper­cayaan yang dianut di daerah Batak sesuai dengan kepercaya­an yang dianut oleh masyarakat, mempunyai peranan sosial yang penting. Pada masa prasejarah (seni patung) yang terda­pat di daerah Batak dari Nias pada umumnya kelahirannya ber­tolak dari masalah kehidupan manusia yang dikaitkan dengan unsur-unsur kepercayaan yang melandasi berbagai aspek kehi­dupannya.

Oleh karenanya patung yang terdapat pada masyarakat Ba­ tak pada umumnya dibuat bukan semata-mata untuk ke­senangan pengungkapan rasa seninya. Tetapi justru timbul dari dorongan sesuatu yang berkaitan dengan kepercayaan, tentang ketinggian martabat dari nenek moyang yang dipan­dang sebagai juru selamat.

Gangguan alam, peperangan antar suku dan lain sebagainya, memaksa mereka mencari perlindungan kepada roh-roh ne­nek moyang yang diwujudkan lewat pahatan berupa patung-pa­tung.

Pemujaan terhadap nenek moyang seperti yang diuraikan di­ atas adalah satu segi kehidupan masyarakat prasejarah yang timbul dengan kuat di kalangan masyarakat Batak dan Nias. Sekalipun pada zaman sekarang masyaraklat Batak dan Nias te­lah menganut Agama Islam dan Kristen, namun bekas-bekas kepercayaan animistis masih terasa di kalangan masyarakat Ba­tak dan Nias. Berarti kebudayaan prasejarah tetap memper­tahankan eksistensinya terhadap desakan atau pengaruh yang datangnya dari luar. Salah satu contohnya adalah patung singa-singa, gajah dompak pada rumah tradisional Batak To­ba; kuda-kuda pada rumah tradisional Karo; bohi-bohi pada ru­mah adat Simalungun, Uting-uting pada rumah adat Mandai­ling, sampai pada gaya arsitektur masa kini. Patung permi­nakan untuk penawar orang sakit.

Patung pagar jabu dan lain-lain, sampai sekarang masih dipakai oleh masyarakat Batak Karo.

72