Lompat ke isi

Halaman:Sastra Lisan Minangkabau.pdf/23

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Mendaki bukit Kendikia,
menurun ke kota Tua
Habis granat dan bedil,
dengan tinju dilawan juga.

Ditinjau dari segi pemakai sejak zaman dahulu bentuk pantun dalam kehidupan masyarakat merupakan milik seluruh masyarakat. Akan berbeda halnya bila dibandingkan dengan jenis sastra lisan lainnya seperti mantra, pepatah, persembahan, dan kaba. Sastra lisan yang disebutkan terakhir hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja. Bahkan pepatah, pasambahan, dan kaba, hampir selalu dihiasi oleh pantun. Begitu pula pituah-pituah adat dalam tradisi Minangkabau kebanyakan diungkapkan juga dalam bentuk pantun.

Pada periode sebelum perang dunia kedua pantun ini juga hidup dan berkembang di tengah-tengah dunia percintaan remaja. Perasaan cinta yang dilukiskan melalui surat-menyurat diungkapkan dan dibumbui dengan pantun.

Dalam bentuk kehidupan lain, umpamanya tukang pedati, untuk perintang-rintang hatinya mengiringkan kerbaunya yang berjalan dengan santai sekali, berdendang di atas pedatinya dengan lagu-lagu yang berbentuk pantun.

Di kota-kota Sumatra Barat kepandaian berpantun merupakan pula suatu mata pencaharian, yaitu dengan cara mendendangkan pantun yang diiringi salung. Para pendengar menyumbangkan sejumlah uang untuk setiap lagu yang diperdengarkan.

Di Studio RRI Padang dan Bukittinggi selalu disiarkan pada malam hari selama satu jam dalam seminggu acara salung yang diiringi dengan dendang pantun. Begitu pula dalam acara-acara pada radio-radio amatir yang ada di Sumatra Barat salung dan pantun selalu diperdengarkan setiap minggu.

Di dalam pantun banyak ditemui aspek kehidupan masyatakat. Bahkan untuk hal dan peristiwa tertentu diperlukan pantun tertentu pula.

Ada pantun yang menyangkut adat-istiadat, keagamaan, generasi muda, dan dunia kanak-kanak. Di samping itu, ada pula pantun yang menyangkut masalah sosial ekonomi dan perjuangan.

Pada umumnya sebuah pantun terdiri dari empat baris. Namun tak jarang pula sebuah pantun terdiri dari enam, delapan, dan bahkan sepuluh baris. Setiap pantun mestilah mempunyai sampiran. Sampiran berfungsi mengantarkan isi, Sampiran dan isi mempunyai rima ab ab, abv abc, atau abcd abcd dan seterusnya. Akan tetapi, ada kalanya juga terdapat rima aa aa, aaa aaa, dan seterusnya.

9