Di agama Yunani Yunani pun digambarkan salahnya aturan mengambil keturunan dari garis ibu itu dengan perkataan Dewa Apollo yang berbunyi: “Bukan Ibu yang membuat anak, dia hanyalah menjaga benih yang ditanamkan kepadanya oleh orang laki-laki. Orang juga dapat menjadi bapa dengan tidak beristeri". Maka dibuktikan oleh Apollo kebenaran perkataannya yang terakhir ini dengan menunjuk kepada Dewi Minerva, yang dilahirkan tidak dengan Ibu, tetapi keluar "sudah jadi sama sekali” dari kepala bapanya, yaitu Dewa Yupiter. Begitu pula di dalam agama Hindu tua perempuan direndahkan. Di dalam kitab Rig Veda dituliskan sabda Manu, bahwa perempuan itu "selalu memikir kesyahwatan, selalu marah, selalu palsu dan tidak jujur Menurut tabiatnya, perempuan itu selalu mau menggoda kaum laki-laki, oleh karena itu laki-laki musti selalu hati-hati terhadap kepadanya ... Perempuan tak pernah dapat berdiri sendiri".
Di lain tempat Manu berkata: "Orang hilang kehormatan karena perempuan; asalnya permusuhan adalah perempuan; karena itu jauhilah perempuan".
Agama Buddha pun, yang umumnya begitu adil, sekonyong- konyong menjadi tidak adil kalau membicarakan kedudukan kaum perempuan: "Perempuan itu makhluk dosa; roman- muka perempuan seperti keramat, tapi hatinya seperti syaitan".
Marilah di sini saya ceritakan satu hal yang lucu.
Sudahkah pembaca pernah mendengar perkataan "couvade"? Couvade adalah satu adat-kebiasaan yang sampai sekarangpun masih ada pada bangsa Baskia, yang berdiam di kanan-kiri gunung Pyrenea di Eropa. Kalau seorang wanita Baskia bersalin, maka terjadilah "sandiwara" berikut: Segera sesudah bersalin, wanita itu keluar dari tempat pembaringannya, dan suaminya lantas berbaring di tempat itu, mengaduh, merintih, sambat-sambat, seolah-olah dialah yang melahirkan anak. Ia berbuat demikian itu dengan disaksikan oleh banyak tamu-tamu, yang “menolong" dia, dan ia tinggal di tempat pembaringan itu beberapa hari lamanya! Segala sesuatu berlaku seolah-olah dia, -laki-laki itu, yang
55
55