Lompat ke isi

Halaman:Sarinah.pdf/53

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

kalau si laki tak mampu membeli, maka perempuan dicuri atau dirampas mentah-mentahan oleh si laki itu, seperti orang merampas atau mencuri sesuatu barang atau sesuatu milik di waktu malam. Kawin beli dan kawin kawin rampas adalah gambarnya hukum perbapaan itu. Sarinah menjadi benda. Ditutuplah ia dan disimpanlah ia di dalam rumah seperti benda, dilaranglah ia keluar dari rumah itu, supaya tidak dicuri orang, sebab ia suatu benda; ditabirkanlah ia rapat- rapat manakala ada laki-laki asing, kalau-kalau si laki asing itu timbul keinginan birahi kepadanya atau keinginan mencuri kepadanya, karena ia sebuah benda. Kalau suaminya mati, maka bukan dia yang menerima barang-barang warisannya suami, tetapi dia sendiri diwariskan kepada saudara suaminya atau keluarga suaminya, sebagaimana juga halnya dengan lain-lain benda milik suami yang mati itu. Segala susunan- susunan dan sifat-sifat masyarakat berbalik sama sekali. Hukum pemerin-tahan, hukum kemilikan, hukum persuami- isterian, hukum keturunan, hukum perwarisan, semua itu berubah sebagai ubahnya siang menjadi malam. Segala kemerdekaan perempuan yang sediakala, hilang sama-sekali, hilang karena menjadi famulus di dalam famili. Sarinah dikungkung, ditutup, dipingit, diperhambakan. Friederich Engels mengatakan, bahwa perpindahan dari hukum peribuan kepada hukum perbapaan itu adalah satu "kekalahan perempuan yang paling hebat di dalam sejarah kemanusiaan". August Bebel menamakan dia revolusi besar yang pertama di dalam sejarah manusia.


Perobahan ini, sebagai satu revolusi besar di dalam susunan masyarakat, sudah tentu tidak terjadi sekaligus, tetapi mungkin makan waktu puluhan, bahkan ratusan tahun. Tetapi sudah barang tentu pula, perempuan tidak selamanya mau menyerah begitu saja digugurkan dari kedudukannya jang tinggi itu. Sebelum menyerah, berjoang ia mati-matian. Sejarah dunia tak sunyi dari cerita-cerita perjoangan hebat antara laki-laki dan perempuan di zaman perpindahan kekuasaan itu. Karena sudah tuanya kejadian-kejadian ini, sudah hampir hilang di dalam kabut zaman purbakala-, maka banyak dari cerita-cerita itu menjadi bersifat dongeng saja, legende saja, saga saja. Kita di Indonesia ini kenal akan dongengnya wanita “Nusa Tembini” yang berjoang mati-matian

-

53