kini ia tentukan, bahwa perempuan-perempuannya!-, tidak boleh berkawin dengan lelaki lain, melainkan hanya dengan dia sendiri saja. Kini ia tuntut kepada perempuan itu dengan ancaman hukum mati kesetiaan perkawinan, kesetiaan perlaki-isterian. Kini ia mau bekerja buat isteri-isteri dan anak-anaknya sendiri saja, dan tidak buat gens seumumnya. Maka lambat-laun pecahlah persatuan gens yang sediakala itu, pecahlah pergaulan hidup secara sama rata sama rata itu. Masing-masing laki-laki minta bahagiannya sendiri-sendiri dari tanah kommunal milik gens itu. Masing-masing laki-laki membentuk satu “gezin”, membentuk somah, yang di situlah ia pusatkan segala kemauannya mencari kekayaan, segala energi-nya. Sebab ia kini tahu: ia bekerja buat turunannya sendiri! Kalau ia mati, anak-anaknya sendirilah yang akan menerima kekayaan itu. Hak keturunan dari ibu dihapuskan, diganti dengan hak keturunan dari bapa. Dan Sarinah, yang dulu berkuasa dan berpengaruh itu, Sarinah kini menjadi makhluk yang duduk di tingkatan yang kedua lagi. Malahan kemudian lagi, bapa lebih mementingkan anak daripada isteri, dan Sarinah merosot lagi ke tempat kedudukan yang ketiga. Sebab anak inilah yang menerus-kan darahnya, isteri hanyalah satu “perantaraan” saja. Sarinah bukan lagi penguasa masyarakat, tapi menjadi benda dalam rumah tangga saja, benda penglahirkan anak dan benda pemelihara anak, yang tak lebih dan tak kurang menjadi miliknya lakilaki. Kini bukan Sarinah yang menerima laki-laki tetapi laki-laki yang menerima Sarinah. Kini perkawinan bukan berarti si laki menghamba kepada si perempuan, tetapi si perempuan menghamba kepada si laki-laki. Kini gens terpecah menjadi beberapa somah, tetapi somah (famili) ini benar-benar satu tempat perhambaan bagi Sarinah itu. Perkataan famili adalah berasal dari perkataan Latin famulus, yang artinya hamba, pelayan, budak, atau dari perkataan Oskia “famel” yang juga bermakna budak. Kini menjadi adat, si laki itu membeli perempuan waktu ia berkawin dengan dia, sebagaimana ia membeli satu barang atau satu milik di kedai atau di pekan.
Inilah yang dinamakan kawin beli, yang kita jumpai di manamana di zaman hukum perbapaan itu, sampai sekarang. Atau,
52